You are on page 1of 10

PENGARUH SLOW DEEP BREATHING TERHADAP INTENSITAS

NYERI PASIEN POST ORIF DI RS TELOGOREJO SEMARANG

Ismonah *), Dian Ayu Cahyaningrum **), M. Syamsul Arif. SN.***)

*) Dosen Program Studi S.1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang


**) Perawat RS Telogorejo Semarang
***) Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK

Pembedahan atau operasi adalah semua tindak invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini pada umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan yang dapat menyebabkan trauma bagi penderitanya, sehingga dapat menimbulkan keluhan
nyeri. Keluhan yang dirasakan pada pasien post ORIF adalah nyeri terutama saat pasien bergerak. Nyeri
dirasakan paling hebat pada 12 sampai 36 jam setelah pembedahan dan menurun setelah hari kedua atau
ketiga. Prevalensi yang didapatkan bahwa keluhan nyeri sedang atau berat ditemukan pada hari pertama
sampai keempat pada kelompok bedah ekstremitas sebesar 20%-71% sedangkan pada kelompok bedah
tulang belakang sebesar 30%-64%. Tehnik relaksasi nafas dalam (slow deep breathing) merupakan
salah satu penatalaksanaan non farmakologis yang dapat bermanfaat untuk menurunkan intensitas nyeri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh slow deep breathing terhadap intensitas nyeri
pada pasien post ORIF di SMC RS Telogorejo. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi
eksperiment dengan rancangan one group pretest-posttest. Populasi berjumlah 24 responden dengan
tehnik teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Hasil analisis uji Wilcoxon didapatkan
p value 0,000, maka kesimpulannya ada pengaruh slow deep breathing terhadap intensitas nyeri pada
pasien post ORIF di SMC RS Telogorejo. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif terapi non farmakologis bagi penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi ORIF

Kata Kunci: Slow deep breathing, intensitas nyeri, pasien post ORIF

ABSTRACT

Surgery and operation are all invasive treatment by opening or display the body parts to be teated. The
exposure of the body parts is commonly conducted by making incision that can cause trauma for patient.
Perceived complaints in patients post ORIF is painfull, especially when the patients moves. A greatest
pain is usually happened 12 to 36 hours after surgery and it will be reduced after the second or third
day. A prevalence of medium or heavy pain were found on the first to fourth day in surgical group
extremities is 20% - 71% and the control group spine surgery is 30% - 64%. Slow deep breathing
technique is one of the non pharmacologic management to reduce the pain intensity. This study is aimed
to analyze the influence of slow deep breathing towards pain intensity in post ORIF patient at SMC
Telogorejo Hospital. The method of the study used quasi experiment with the one group pretest-
posttestdesign. The population consists of 24 respondents and using accidental sampling technique.
Wilcoxon test analysis results obtained p value of 0,000 < (0,05). Based on the result of p value of
0,000 < (0,05), the conclusion is there is an influence of slow deep breathing towards pain intensity
in post ORIF patient at SMC Telogorejo Hospital. The result of the research can be used as an alternative
non pharmacologic therapy for the reduction in pain intensity for patients with post operative ORIF.

Keywords: Slow deep breathing, pain intensity,post ORIF patient

Pengaruh Slow Deep ... (Ismonah, Dian Ayu Cahyaningrum, M. Syamsul Arif. SN.) | 19
PENDAHULUAN hebat 12 sampai 36 jam setelah pembedahan,
dan menurun setelah hari kedua atau ketiga
Pembedahan atau operasi adalah semua (Kozier et al., 2010, hlm.390).
tindakan invasif dengan membuka atau Pendapat tersebut diatas sesuai dengan
menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani penelitian yang dilakukan oleh Sommer et al.,
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010, hlm.331). (2008) pada pasien rawat inap bedah
Pembukaan bagian tubuh ini pada umumnya didapatkan hasil bahwa prevalensi nyeri sedang
dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah atau berat dilaporkan oleh 41% pasien pada hari
bagian yang akan ditangani nampak, dilakukan ke 0. Sedangkan pada hari pertama sejumlah
tindakan perbaikan yang diakhiri dengan 30%, hari kedua 19%, hari ketiga 16% dan hari
penutupan dan penjahitan luka. Prosedur keempat 14%. Pada kelompok pembedahan
pembedahan secara umum dikelompokkan abdomen, nyeri sedang atau berat terjadi pada
berdasarkan tujuan, tingkat keterdesakan dan post operasi hari ke 0 sampai 1 sejumlah 30%-
derajat resiko. Pembedahan berdasarkan tujuan 55%. Keluhan nyeri sedang atau berat
dibedakan menjadi paliatif, ablatif, konstruktif ditemukan pada hari pertama sampai keempat
dan transplantasi. Sedangkan pembedahan pada kelompok bedah ekstremitas yaitu sebesar
berdasarkan tingkat keterdesakan dibedakan 20%-71% dan kelompok bedah tulang belakang
menjadi bedah darurat dan bedah elektif.Selain 30%-64%.
itu berdasarkan resiko dibedakan menjadi
pembedahan mayor dan pembedahan minor Dampak dari nyeri akut yang tidak tertangani
(Kozier et al., 2010, hlm.360). adalah ketidaknyamanan yang mengganggu,
sehingga dapat mempengaruhi sistem
Setiap tindakan yang termasuk bedah mayor pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal,
selalu berhubungan dengan adanya insisi endokrin dan immunologik (Smeltzer & Bare,
(sayatan) hal ini merupakan trauma bagi 2013, hlm.214). Selain itu juga dapat terjadi
penderitanya sehingga dapat menimbulkan perubahan metabolik dan endokrin sebagai
berbagai keluhan seperti nyeri, lelah dan respon stress akibat pembedahan mayor atau
penurunan status gizi. Nyeri adalah perasaan trauma. Respon tersebut tergantung pada
yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan jumlah kerusakan jaringan meskipun ada faktor
hanya orang yang mengalaminya yang mampu lain yang mempengaruhi seperti nyeri, ansietas,
menjelaskan dan mengevaluasi tersebut dan status nutrisi (Kneale, 2011, hlm.162).
(Mubarok et al., 2007, hlm.204). Luasnya perubahan endokrin, imunologik dan
inflamasi yang terjadi dengan stress dapat
Rasa nyeri merupakan stessor yang dapat menimbulkan efek negatif yang signifikan.
menimbulkan stress dan ketegangan dimana Respon stress umumnya terdiri atas
individu dapat berespon secara biologis dan meningkatnya laju metabolisme dan curah
perilaku yang menimbulkan respon fisik dan jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan
psikis. Respon fisik meliputi perubahan produksi kortisol dan meningkatnya retensi
keadaan umum, wajah, denyut nadi, cairan. Meskipun efek ini dapat ditoleransi oleh
pernafasan, suhu badan, sikap badan dan individu dewasa muda yang sehat, tetapi dapat
apabila nafas semakin berat dapat mengganggu penyembuhan pada lansia,
menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok. individu yang lemah atau yang sakit kritis
Sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat (Smeltzer & Bare, 2013, hlm.214).
merangsang respon stress yang dapat
mengurangi respon imun dalam peradangan, Berbagai tindakan dilakukan dalam
serta menghambat respon yang lebih parah akan penatalaksanaan nyeri yang mencakup tindakan
mengarah pada ancaman merusak diri (Corwin, non farmakologi dan tindakan farmakologi.
2009, hlm. 392). Dalam beberapa kasus nyeri yang sifatnya
ringan, tindakan non farmakologi adalah
Pasien post ORIF biasanya merasakan nyeri, intervensi yang paling utama. Sedangkan
terutama saat bergerak (Kneale, 2011, tindakan farmakologi dipersiapkan untuk
hlm.161). Nyeri biasanya dirasakan paling mengantisipasi perkembangan nyeri. Pada

20 | Jurnal llmu Keperawatan dan Kebidanan


kasus nyeri sedang sampai berat, tindakan non
Abdomen di RS Telogorejo Semarang”.
farmakologi menjadi suatu pelengkap yang
Berdasarkan uji beda sampel berpasangan
efektif untuk mengatasi nyeri di samping
(paired sampel t-test) didapatkan nilai
tindakan farmakologi (Prasetyo, 2010, hlm.55-
probabilitas sebesar 0,0015 lebih kecil
56).
dibandingkan taraf signifikasi antara tingkatan
nyeri pasien operasi abdomen sebelum dan
Penatalaksanaan nyeri farmakologi mencakup
setelah dilakukan tehnik relaksasi nafas dalam,
penggunaan opioid (narkotik), obat-obatan
nilai korelasi sebesar 0,580%. Kesimpulannya
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory
menunjukkan bahwa hubungan antara sebelum
Drugs) dan analgesik penyerta atau koanalgesik
dan sesudah dilakukan tehnik relaksasi nafas
(Kozier et al., 2010, hlm.714). Sedangkan
dalam terhadap tingkatan nyeri pada pasien
penatalaksanaan non farmakologi meliputi
paska operasi bedah abdomen mempunyai
relaksasi dan imajinasi terpimpin, distraksi,
pengaruh yang kuat.
musik, stimulasi kutaneus, masase/pijatan,
pemberian sensasi hangat dan dingin, herbal,
Berdasarkan dari studi pendahuluan yang
mengurangi persepsi nyeri (Potter & Perry,
dilakukan di RS Telogorejo pada tahun 2013,
2010, hlm.248-252).
didapatkan data jumlah pasien yang dilakukan
ORIF sebanyak 258 orang. Berarti dapat
Tehnik relaksasi adalah salah satu cara
diasumsikan bahwa rata-rata pada setiap bulan
penatalaksanaan nyeri non farmakologi.
pasien yang dilakukan ORIF di RS Telogorejo
Relaksasi merupakan perasaan bebas secara
sebanyak 22 orang (Rekam Medik RS
mental dan fisik dari ketegangan atau stress
Telogorejo, 2014)
yang membuat individu memiliki rasa kontrol
terhadap dirinya. Perubahan fisiologi dan
Rumusan masalah pada penelitian ini adakah
perilaku berhubungan dengan relaksasi
adakah pengaruh slow deep breathing terhadap
mencakup menurunnya denyut jantung,
intensitas nyeri pada pasien post ORIF di RS
tekanan darah, dan kecepatan pernafasan,
Telogorejo. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatnya kesadaran secara global,
menganalisis pengaruh slow deep breathing
menurunnya kebutuhan oksigen, perasaan
terhadap intensitas nyeri pada pasien post ORIF
damai, serta menurunnya ketegangan otot dan
di RS Telogorejo.
kecepatan metabolisme (Potter & Perry, 2010,
hlm.248).
METODE PENELITIAN
Tehnik relaksasi nafas dalam (slow deep
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi
breathing) merupakan salah satu bentuk asuhan
eksperiment (eksperimen semu) dengan
keperawatan yang dalam hal ini perawat
rancangan One Group Pretest-Postest.
mengajarkan pasien bagaimana cara melakukan
Penelitian ini mengungkapkan hubungan sebab
nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
akibat dengan cara melibatkan satu kelompok
secara maksimal) dan bagaimana
subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum
menghembuskan nafas secara perlahan. Selain
dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi
dapat menurunkan intesitas nyeri, tehnik
setelah intervensi. Penerapan dalam penelitian
relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan
ini adalah dilakukan observasi terhadap skala
ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
darah. Selain itu tehnik relaksasi juga
slow deep breathing (Nursalam, 2013,
merupakan metode yang efektif untuk
hlm.165).
mengurangi nyeri pada pasien yang mengalami
nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat
Bentuk rancangan penelitian sebagai berikut:
mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan
kecemasan sehingga dapat menghambat
stimulus nyeri.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan


oleh Kusumawati (2010) tentang “Pengaruh
Tehnik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Tingkat Nyeri Pada Pasien Paska Operasi
Pengaruh Slow Deep … (Ismonah, Dian Ayu Cahyaningrum, M. Syamsul Arif. SN.) | 21
Tabel 1 12 Januari-15 Februari 2015
Rancangan One Group Pretest-Postest (n=24)
Persentase
Subjek Pretest Perlakuan Postest Usia Frekuensi (%)

K O I O1 1. Dewasa awal 5 20.8


2. Dewasa 12 50.0
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3 menengah
3. Dewasa akhir
7 29.2

Keterangan : Total 24 100


K : Subjek (pasien post ORIF)
O : Obsevasi intensitas nyeri sebelum Tabel 3 menunjukkan bahwa distribusi
intervensi slow deep breathing frekuensi responden berdasarkan usia
I : Intervensi slow deep breathing sebagian besar masuk pada usia dewasa
O1 : Observasi intensitas nyeri setelah menengah yaitu 12 responden (50.0%).
dilakukan intervensi slow deep
breathing. 3. Pendidikan

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Tabel 4


pasien yang menjalani ORIF di RS Telogorejo Distribusi frekuensi responden berdasarkan
pada tahun 2013 yaitu 258 pasien dengan pendidikan pada pasien postORIF di SMC
asumsi pada setiap bulannya terdapat 22 RS Telogorejo12 Januari-15 Februari 2015
pasien.Besar sampel dalam penelitian ini (n=24)
didapatkan dengan menggunakan total Persentase (%)
Pendidikan Frekuensi
sampling sejumlah 24 responden. Sedangkan
1. Tidak 0 0
tehnik sampling yang digunakan adalah sekolah
accidental sampling. Pengambilan data 2. SD 0 0
dilakukan di RS Telogorejo pada tanggal 12 3. SLTP
0 0
januari 2015 sampai tanggal 15 Februari 2015. 4. SLTA
5. PT 16 66.7
HASIL PENELITIAN 8 33.3

Analisis Univariat Total 24 100


1. Jenis Kelamin

Tabel 2 Tabel 4 menunjukkan bahwa distribusi


Distribusi frekuensi responden berdasarkan frekuensi responden berdasarkan
pendidikan pada pasien post ORIFdi pendidikan sebagian besar berpendidikan
RS Telogorejo12 Januari-15 Februari 2015 SLTA yaitu 16 responden (66.7%).
(n=24)
Persentase 4. Pekerjaan
Jenis Kelamin Frekuensi
(% )
1. Laki- Laki 17 70.8 Tabel 5
2. Perempuan 7 29.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan
Total 24 100 pada pasien post ORIF di SMC RS Telogorejo
12 Januari - 15 Februari 2015
Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi (n = 24)
frekuensi responden berdasarkan jenis Persentase
kelamin sebagian besar berjenis kelamin
Pekerjaan Frekuensi (%)
laki-laki yaitu 17 responden (70.8%).
1. Pelajar 0 0
2. Usia 2. Mahasiswa
Tabel 3 0 0
3. PNS 8 33.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia 4. Swasta
10 41.7
pada pasien post ORIF di SMC RS Telogorejo
5. Wirausaha

22 | Jurnal llmu Keperawatan dan Kebidanan


6. TNI/POLRI 2 8.3 Analisis Bivariat
7. Lainnya 0 0 Tabel 7
4 16.7 Hasil uji analisa komparatifperbedaan intensitasnyeri
sebelum dan sesudah dilakukan slow deep breathing
pada pasien post ORIF di SMC
Total 24 100 RS Telogorejo12 Januari - 15 Februari 2015
(n=24)
Pre Post
Tabel 5 menunjukkan bahwa distribusi Variabel + - = P Z
test test
frekuensi responden berdasarkan pekerjaan
sebagian besar bekerja sebagai karyawan Median ±SD Median ±SD
swasta yaitu 10 responden (41.7%).
Intensitas 0 24 0 5 (4-6) 4.75 3 (2-5) 3.42 0.000 -
nyeri ± 4.463
5. Intensitas nyeri pada pasien post ORIF 0.79 ±
sebelum dan sesudah dilakukan slow
0.93
deep breathing
Tabel 6 Tabel 7menunjukkan intensitas nyeri sebelum
Distribusi frekuensi responden berdasarkan intensitas
nyeri sebelum dan sesudahdilakukan slow deepbreathing dan sesudah dilakukan slow deep breathing.
pada pasienpost ORIFdi SMC RS Telogorejo Sebelum dilakukan slow deep breathing
12 Januari - 15 Februari terdapat 24 responden mempunyai intensitas
2015 nyeri sedang. Setelah dilakukan slow deep
(n = 24)
6. breathing , terdapat 24 responden mengalami
Intensitas Posttest penurunan nyeri dan tidak ada responden yang
Pretest
nyeri mengalami intensitas nyeri yang sama/tetap.
F (%) F (%) Nilai rerata intensitas nyeri sebelum dilakukan
slow deep breathing adalah 4.75 dengan
0 0 0 0 0 standar deviasi 0.79 dan nilai rerata intensitas
1 0 0 0 0 nyeri sesudah dilakukan slow deep breathing
2 0 0 4 16.6 adalah 3.42 dengan standar deviasi 0.93.
3 0 0 9 37.5
4 11 45.9 8 33.4 Hasil uji Wilcoxon didapatkan bahwa p value =
5 8 33.4 3 12.5 0.000 dan Z = -4.463. Karena p value< 0.05
6 5 20.7 0 0 maka kesimpulannya ada pengaruhslow deep
7 0 0 0 0 breathing dalam menurunkan intensitas nyeri
8 0 0 0 0 pada pasien post ORIF di RS Telogorejo
9 0 0 0 0 sehingga Ha diterima dan Ho ditolak.
10 0 0 0 0
PEMBAHASAN
Total 24 100 24 100
Intepretasi Data dan Diskusi Hasil
Tabel 6 menunjukkan bahwa distribusi 1. Jenis Kelamin
frekuensi responden berdasarkan intensitas Data karakteristik responden menunjukkan
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan slow bahwa responden lebih banyak berjenis
deep breathing pada pasien post ORIF, kelamin laki-laki yaitu 17 responden
sebagian besar pada pasien post ORIF (70.8%) dan sisanya perempuan 7
sebelum dilakukan slow deep breathing responden (29.2%).
mempunyai intensitas nyeri 4 yaitu 11
responden (45.9%). Intensitas nyeri pasien Hal ini berkaitan dengan aktivitas dan
post ORIF sesudah dilakukan slow deep kejadian kecelakaan. Aktivitas laki-laki
breathing sebagian besar mempunyai biasanya lebih banyak dibandingkan
intensitas 3 yaitu 9 responden (37.5%). perempuan baik dari segi kualitas dan
kuantitas. Aktivitas yang dilakukan laki-laki
khususnya berkaitan dengan pekerjaan
berisiko terhadap terjadinya patah tulang.
Fraktur sering terjadi pada laki-laki daripada

Pengaruh Slow Deep … (Ismonah, Dian Ayu Cahyaningrum, M. Syamsul Arif. SN.) | 23
perempuan. Hal ini berhubungan dengan dengan kelompok usia lain. Mereka lebih
aktivitas yang berlebih pada laki-laki, banyak beraktivitas di luar rumah untuk
seperti olahraga, pekerjaan, dan juga bekerja sehingga mempunyai resiko lebih
seringnya aktivitas diluar yang tinggi mengalami kecelakaan dan cedera
membutuhkan sarana untuk memperlancar (Helmi, 2012, hlm.4).
aktivitasnya dengan kendaraan bermotor
(Darmojo, 2009, hlm.266). Selain aktivitas, pada usia dewasa
menengah, angka kejadian untuk menderita
Cedera patah tulang dan atau anggota gerak penyakit banyak terjadi. Hal ini disebabkan
terputus lebih tinggi dialami oleh laki-laki, karena pada usia dewasa menengah terjadi
hal ini disebabkan karena laki-laki penurunan fisiologis sehingga mereka
mempunyai kecenderungan mengalami cenderung berhubungan dengan operasi dan
kecelakaan (accident prone) dan pada penyakit (Potter & Perry, 2006, hlm. 1512).
umumnya memiliki perilaku mengemudi
dengan kecepatan tinggi, sehingga Hal ini sejalan dengan penelitian yang
menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal dilakukan oleh Karendehi pada tahun 2015
dibandingkan perempuan (Helmi, 2012, yaitu pengaruh pemberian musik terhadap
hlm.5). skala nyeri pada pasien paska operasi.
Penelitian yang dilakukan terhadap 30
Hal ini sejalan dengan penelitian yang responden pasien paska operasi di ruang
dilakukan oleh Astari pada tahun 2010 yaitu perawatan bedah Flamboyan Rumah Sakit
pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan W. Mongisidi Manado, didapatkan hasil
nyeri pada pasien post operasi fraktur femur. bahwa sebagian besar responden berusia 21-
Penelitian yang dilakukan terhadap 27 40 tahun yaitu 11 responden (73.3%) pada
responden di ruang rawat inap bedah Rumah kelompok perlakuan dan 4 responden
Sakit Ortopedi Surakarta didapatkan hasil (26.6%) pada kelompok kontrol.
bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin laki-laki yaitu 25 responden 3. Pendidikan
(92.6%) dan 2 responden berjenis kelamin Data karakteristik responden menunjukkan
perempuan (7.4%). bahwa sebagian besar distribusi frekuensi
responden berdasarkan pendidikan sebagian
2. Usia besar berpendidikan SLTA yaitu 16
Data karakteristik responden menunjukkan responden (66.7%) kemudian Perguruan
bahwa sebagian besar distribusi frekuensi Tinggi 8 responden (33.3%).
responden berdasarkan usia sebagian besar
pada usia dewasa menengah yaitu 12 Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi
responden (50%) kemudian dewasa akhir 7 seorang individu untuk memecahkan
responden (29.2%) dan terakhir dewasa masalah atau persoalan yang dihadapi.
awal yaitu 5 responden (20.8%). Seorang individu yang memiliki pendidikan
tinggi akan mudah untuk memecahkan
Usia dan tahap perkembangan seseorang masalah, mengambil keputusan dan
merupakan variabel yang penting dalam berespon terhadap stimulus, salah satunya
mempengaruhi reaksi dan ekspresi nyeri nyeri (Pieter & Lubis, 2010, hlm.33).
pada individu (Mubarok et al., 2007, Seseorang yang berpendidikan tinggi akan
hlm.211). Menurut Gunarsa (2008, hlm. lebih rasional dalam mengatasi nyeri dan
62), kelompok pada usia dewasa adalah cenderung untuk meningkatkan derajat
dewasa muda (20-40 tahun), dewasa kesehatannya.
menengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir
(>65 tahun). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Patasik pada tahun 2013 yaitu
Mayoritas terjadinya kecelakaan adalah efektifitas tehnik relaksasi nafas dalam dan
pada usia dewasa menengah, hal ini guided imagery terhadap penurunan nyeri
disebabkan karena usia dewasa menengah pasien post sectio caesarea di Irina D BLU
merupakan usia produktif dimana memiliki RSUP Prof. Dr. R.D. Kandau Manado
mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan terhadap 20 responden, didapatkan hasil

24 | Jurnal llmu Keperawatan dan Kebidanan


yaitu 18 responden (90%) berpendidikan Sedangkan setelah dilakukan slow deep
SLTA. breathing terdapat 4 responden (16.6%)
mempunyai skala nyeri 2, 9 responden
4. Pekerjaan (37.5%) mempunyai skala nyeri 3, 8
Data karakteristik responden berdasarkan responden (33.4%) mempunyai skala nyeri
pekerjaan menunjukkan bahwa responden 4 dan 3 responden (12.5%) mempunyai
lebih banyak bekerja sebagai karyawan skala nyeri 5.
swasta yaitu 10 responden (41.7%), PNS 8
responden (33.3%), lainnya 4 responden Nyeri merupakan efek samping yang
(16.7%) dan wirausaha 2 responden (8.3%) dialami oleh pasien setelah menjalani suatu
operasi. Nyeri disebabkan karena
Paling banyak responden bekerja sebagai terputusnya kontinuitas jaringan akibat dari
pegawai swasta, hal ini disebabkan karena adanya insisi. Kerusakan jaringan karena
seorang pegawai swasta cenderung cedera memicu pelepasan histamin,
memiliki mobilitas yang tinggi yang prostaglandin, dan bradikinin. Substansi
mengakibatkan lebih beresiko untuk tersebut bergabung dengan area reseptor
mengalami cedera. Berdasarkan data dari nosiseptor untuk memicu transmisi neural.
Ditlantas POLRI tahun 2006 menyebutkan Nyeri muncul karena adanya kiriman impuls
bahwa cedera akibat kecelakaan pada yang memasuki medula spinalis dan
umumnya bekerja sebagai pegawai swasta berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor,
dan berpenghasilan rendah (Helmi, 2012, sehingga akan ditransmisikan mencapai
hlm.4). korteks serebral untuk diinterpretasikan
sensasi nyeri (Potter & Perry, 2006,
Pekerjaan memiliki peran penting dalam hlm.1504). Otak menafsirkan intensitas
tingkat kesehatan seseorang. Menurut nyeri berdasarkan jumlah impuls nyeri yang
Patasik (2013), beban berat yang dilakukan diterima selama periode tertentu. Semakin
oleh seseorang sesuai dengan pekerjaannya besar impuls yang diterima, besar pula
dapat menyebabkan timbulnya berbagai intensitas nyeri yang dirasakan (Kneale,
penyakit dan kelainan. Pekerjaan yang 2011, hlm.165).
kurang memperhatikan kehati-hatian akan
berisiko mengalami cedera yang Respon nyeri yang dirasakan oleh setiap
menyebabkan seseorang harus menjalani pasien akan berbeda-beda, sehingga perlu
operasi. dilakukan penentuan nilai dari nyeri
tersebut. Menurut Syahriyani (2010),
Hal ini sejalan dengan penelitian yang perbedaan tingkat nyeri yang dipersepsikan
dilakukan oleh Astari pada tahun 2010 yaitu oleh pasien disebabkan oleh kemampuan
pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan sikap individu dalam merespon dan
nyeri pada pasien post operasi fraktur femur. mempersepsikan nyeri yang dialami.
Penelitian yang dilakukan terhadap 27 Kemampuan mempersepsikan nyeri
responden di ruang rawat inap bedah Rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana
Sakit Ortopedi Surakarta didapatkan hasil setiap individu akan berbeda-beda. Tidak
bahwa sebagian besar responden bekerja semua orang terpajan terhadap stimulus
sebagai pegawai swasta yaitu 16 responden yang sama akan mengalami nyeri yang
(59.3%). sama.

5. Intensitas nyeri pada pasien post ORIF Hasil pada penelitian ini adalah intensitas
sebelum dan sesudah dilakukan slow deep nyeri pada pasien post ORIF sebelum
breathing dilakukan slow deep breathing semua
responden mempunyai intensitas nyeri
Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sedang (4-6) yaitu 24 responden (100%).
sebelum dilakukan slow deep breathing Nyeri sedang (4-6) adalah nyeri yang
terdapat 11 responden (45.9%) mempunyai dirasakan dapat mengganggu aktivitas
skala nyeri 4, 8 responden (33.4%) sehari-hari. Secara obyektif pasien
mempunyai skala nyeri 5 dan 5 responden mendesis, dapat menunjukkan lokasi nyeri
(20.7%) mempunyai skala nyeri 6. dan mampu untuk mendiskripsikannya
Pengaruh Slow Deep … (Ismonah, Dian Ayu Cahyaningrum, M. Syamsul Arif. SN.) | 25
sehingga dengan pemberian terapi non responden menjadi rileks dan tenang.
farmakologis, nyeri dapat berkurang Suasana yang rileks dapat meningkatkan
(Mubarok et al., 2007, hlm. 212). hormon endorphin yang berfungsi
menghambat transmisi impuls nyeri
Setelah dilakukan slow deep breathing, sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor
intensitas nyeri responden sebagian besar saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke
mempunyai intensitas nyeri ringan (1-3) thalamus, serebri yang mengakibatkan
yaitu 13 responden (54.1%). Penurunan menurunnya persepsi nyeri (Smeltzer &
intensitas nyeri dapat diketahui setelah Bare, 2013, hlm.436).
peneliti menanyakan kembali intensitas
nyeri pasien setelah dilakukan slow deep Sistem saraf pusat mengandung sistem
breathing. Nyeri ringan (1-3), secara analgetik penekan nyeri inheren yang
obyektif pasien dapat berkomunikasi menekan penyaluran impuls dijalur nyeri
dengan baik (Mubarok et al., 2007, sewaktu impuls masuk ke medula spinalis.
hlm.212). Responden terlihat lebih mampu Sistem analgesik ini menekan nyeri dengan
mengungkapkan nyeri, menunjukkan lokasi menghambat pelepasan substansi P dari
nyeri dan mengungkapkan bahwa intensitas ujung serat nyeri aferen. Endorfin dan
nyeri berkurang setelah dilakukan slow deep enkefalin yang dihasilkan saat melakukan
breathing. slow deep breathing, akan dibebaskan dari
jalur analgesik desendens dan berikatan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dengan reseptor opiat di ujung saraf nyeri
dilakukan oleh Astari pada tahun 2010 yaitu aferen. Pengikatan ini menekan pelepasan
pengaruh hipnoterapi terhadap penurunan substansi P melalui inhibisi prasinaps
nyeri pada pasien post operasi fraktur femur. sehingga transmisi nyeri dihambat
Penelitian yang dilakukan terhadap 27 (Sherwood, 2011, hlm. 209).
responden di ruang rawat inap bedah Rumah
Sakit Ortopedi Surakarta didapatkan hasil Hal ini menunjukkan bahwa slow deep
bahwa setelah dilakukan hipnoterapi, nyeri breathing dapat menurunkan intensitas
responden menunjukkan adanya perubahan nyeri berdasarkan Teori Gate Control. Teori
dimana 24 responden merasakan nyeri Gate Control dari Melzack dan Wall (1965)
berkurang dari nyeri sedang menjadi nyeri mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat
ringan. Sementara 3 responden merasakan diatur atau dihambat oleh mekanisme
nyeri sedang. pertahanan disepanjang sistem saraf pusat.
Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di
6. Pengaruh slow deep breathing terhadap sel-sel gelatinosa substansia didalam kornu
intensitas nyeri pada pasien post ORIF dorsalis pada medula spinalis, thalamus dan
sistem limbik. Teori ini mengatakan bahwa
Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil uji impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
Wilcoxon menunjukkan p value 0.000 pertahanan dibuka dan impuls nyeri
berarti ada pengaruh slow deep breathing dihambat saat sebuah pertahanan ditutup
terhadap intensitas nyeri pada pasien post (Potter & Perry, 2006, hlm.1507).
ORIF.
Salah satu cara menutup mekanisme
Setiap tindakan yang termasuk bedah mayor pertahanan ini adalah dengan merangsang
selalu berhubungan dengan adanya insisi sekresi endorfin yang akan menghambat
(sayatan) yang merupakan trauma bagi pelepasan substansi P. Slow deep breathing
penderitanya yang menimbulkan berbagai dapat meningkatkan hormon endorfin
keluhan seperti nyeri, lelah dan penurunan dengan menstimulasi hipotalamus. Endorfin
status gizi. merupakan substansi sejenis morfin yang
dihasilkan oleh tubuh (Guyton & Hall, 2011,
Slow deep breathing adalah tehnik relaksasi hlm.634).
dengan cara melakukan nafas dalam, lambat
(inspirasi secara maksimal dengan perlahan) Hasil penelitian ini sejalan dengan
dan menghembuskan nafas secara perlahan. penelitian Patasik pada tahun 2013 bahwa
Efek dari slow deep breathingakan membuat tehnik relaksasi nafas dalam dan guided

26 | Jurnal llmu Keperawatan dan Kebidanan


imagery mampu menurunkan intensitas pengetahuan dan ketrampilan tenaga
nyeri pasien post sectio caesarea di Irina D kesehatan, sosialisasi cara melakukan slow
BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandau deep breathing. Sehingga seorang tenaga
Manado. kesehatan mampu memberikan pelayanan
tentang tehnik relaksasi.

2. Bagi institusi pendidikan keperawatan


KETERBATASAN PENELITIAN Seorang perawat sebelum melakukan
praktek lapangan dalam menangani pasien
Penelitian ini belum mempertimbangkan post operasi diharapakan untuk memahami
variabel perancu yang mempengaruhi nyeri, dan mengerti tentang prosedur slow deep
seperti pengalaman nyeri sebelumnya, budaya, breathing. Sehingga dapat meningkatkan
koping individu dan dukungan sosial keluarga asuhan keperawatan berkaitan dengan
dan belum mempertimbangkan tentang penatalaksanaan nyeri post operasi.
pemakaian analgetik pada pasien post ORIF.
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Bagi peneliti selanjutnya dapat
mengembangkan penelitian ini dengan
PENUTUP membandingkan dengan tehnik non
Simpulan farmakologi lainnya dan dengan jumlah
1. Data karakteristik responden pasien post responden yang lebih banyak. Sehingga
ORIF sebagian besar berjenis kelamin laki- penelitian ini dapat disempurnakan demi
laki yaitu 17 responden (70.8%) dengan kemajuan ilmu keperawatan.
usia dalam kategori dewasa menengah
yaitu 12 responden (50%), berpendidikan
SLTA yaitu 16 responden (66.7%) dan DAFTAR PUSTAKA
mempunyai pekerjaan sebagai pegawai
swasta yaitu 10 responden (41.7%). Astari, Rizqi Yulida. (2010). Pengaruh
Hipnoterapi terhadap Penurunan
2. Intensitas nyeri sebelum dilakukan Nyeri pada Pasien Post Operasi
intenvensi kesemuanya termasuk dalam Fraktur di Ruang Rawat Inap Bedah
kategori nyeri sedang (4-6) yaitu 24 Rumah Sakit Ortopedi Surakarta.
responden (100%). Sedangkan setelah http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstr
dilakukan intervensi, intensitas nyeri paling eam/handle/123456789/3696/RIZQI
banyak masuk pada kategori nyeri ringan %20YULIDA%20ASTARI-
(1-3) yaitu 13 responden (54.1%). ARINA%20 diperoleh tanggal 16
Mei 2015
3. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh dari slow Corwin, Elizabeth J.(2009).Buku Saku
deep breathing untuk menurunkan Patofisiologi Edisi 4. Alih bahasa:
intensitas nyeri pada pasien post ORIF. Hal Nike Budhi Subekti. Editor Egi
ini dapat dibuktikan dengan menggunakan Komara Yudha.Jakarta :EGC
uji komparatif Wilcoxon didapatkan p value
= 0.000. Nilai tersebut lebih kecil Darmojo,R.B. (2009). Buku Ajar Geriatri Edisi
dibandingkan dengan nilai signifikan yaitu 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
0.05. Kedokteran Universitas Indonesia
Saran
Gunarsa, Singgih D.(2008).Psikologi
1. Bagi keperawatan RS
Perawatan.Jakarta: EGC
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan
acuan bagi RS untuk menjadikan slow deep Guyton, A.C. & Hall, J. E.(2011).Buku Ajar
breathing sebagai salah satu alternatif terapi Fisiologi Kedokteran Edisi
bagi penurunan intensitas nyeri pada pasien 12.Jakarta: EGC
post operasi.Salah satu langkah yang perlu
dilakukan adalah dengan meningkatkan
Pengaruh Slow Deep … (Ismonah, Dian Ayu Cahyaningrum, M. Syamsul Arif. SN.) | 27
Helmi, Zairin Noor. (2011). Buku Saku Potter,P.A. & Perry, A.G.(2006).Buku Ajar
Kedaruratan di Bidang Bedah Fundamental Keperawatan
Ortopedi. Jakarta: Salemba Medika Konsep,Proses dan Praktik.Edisi
7.Volume 2. Alih bahasa: Diah Nur
Karendehi, Deivy Sanny. (2015).Pengaruh Fitriani et al.Jakarta: EGC
Pemberian Musik terhadap Skala
Nyeri Akibat Perawatan Bedah
Flamboyan Rumah Sakit TK.III .(2010).Fundamental
07.06.01 R.W Mongisidi Manado Keperawatan buku 3 Edisi 7.Alih
tahun 2015. bahasa: Diah Nur Fitriani et
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php al.Jakarta: EGC
/jkp/article/view/8089/7650diperoleh
tanggal 16 Mei 2015 Prasetyo,S.N.(2010) .Konsep dan Proses
Keperawatan Nyeri.Yogyakarta:
Kneale, Julia D. (2011). Keperawatan Graha Ilmu
Ortopedik & Trauma Edisi 2. Alih
bahasa Egi Komara Yudha. Editor Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia
Tuti Hadiningsih et al.Jakarta : EGC dari Sel ke Sistem Edisi 6: Alih
bahasa: Brahm U. Editor Nella
Kozier,Barbara, et al. (2010).Buku Ajar Yesdelita.Jakarta: EGC
Fundamental
Keperawatan:Konsep,Proses, dan Sjamsuhidajat,R. & Jong.(2010).Buku Ajar
Praktik.Edisi 7,Volume 1: Alih Ilmu BedahEdisi 3. Editor R.
bahasa: Pamilih Eko Karyuni et al. Sjamsuhidajat et al.Jakarta:EGC
Editor Dwi Widiarti.Jakarta: EGC
Smeltzer,S.C., & Bare,B.G. (2013).Buku Ajar
Kusumawati, Yeni Fila.(2011).Pengaruh Keperawatan Medikal Bedah
Tehnik Relaksasi Napas Dalam Brunner&Suddarth.Edisi 8: Alih
Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien bahasa Agung Waluyo.Jakarta: EGC
Paska Operasi Abdomen.Semarang:
STIKES Telogorejo Sommer, et al. (2008). The Prevalence of
Postoperative Pain in a Sample of
Mubarok,Wahit Iqbal,et al.(2007).Buku Ajar 1490 Surgical in Patients.
Kebutuhan Dasar Manusia. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
Jakarta:EGC d/18053314 diperoleh tanggal 22
Agustus 2014
Nursalam.(2013). Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan ( Pendekatan Praktis) Syahriyani,ST. (2010). Pengaruh Teknik
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika Relaksasi terhadap Perubahan
Intensitas Nyeri pada Pasien Post
Patasik, Chandra Kristanto. (2013). Efektifitas Operasi Apendiktomi di Ruang
Tehnik Relaksasi Nafas Dalam dan Perawatan Bedah RSU TPelamonia
Guided Imagery terhadap Penurunan Makasar.
Nyeri pada Pasien Post Operasi https://www.box.com/s/d306231b8d
Sectio Caesare di Irina D BLU RSUP 03f80cf358 diperoleh tanggal 16 Mei
Prof.Dr.R.D.Kandou 2015
Manado.http://ejournal.unsrat.ac.id/i
ndex.php/jkp/article/view/2169/1727
diperoleh tanggal 16 Mei 2015

Pieter,H.Z. & Lubis,N.L. (2010). Pengantar


Psikologi dalam Keperawatan.
Jakarta: Kencana Media Group

28 | Jurnal llmu Keperawatan dan Kebidanan

You might also like