You are on page 1of 15

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada
bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 x/i,
sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal,
interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah, 2005).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi premature adalah
Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang
bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak
digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS didapatkan
kurang dari 6% dari seluruh neonatus.

B. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinis respirasi
• Takipnea (lebih dari 60 x/menit)
• Dispnea
• Retraksi interkostal dan/atau substernal yang jelas
• Krepitasi inspirasi halus
• Grunt ekspirasi yang keras
• Cuping hidung eksternal
• Sianosis dan/atau palor
2. Manifestasi ketika penyakit berkembang
• Apnea
• Flaksiditas
• Tidak bergerak
• Tidak berespons
• Suara nafas berkurang
• Bercak-bercak
3. Manifestasi berhubungan dengan penyakit berat
• Keadaan seperti syok
• Penurunan retum jantung dan bradikardia
• Tekanan darah sistemik rendah
C. KLASIFIKASI

1. Sindrom aspirasi mekonium (Meconium Aspiration Syndrom, MAS)


Biasanya muncul sebagai gawat pernapasan dan sianosis segera setelah lahir. Pada
radiografi dada menunjukkan infiltrate kasar, konsolidasi yang tersebar luas, dan
daerah hiperaerasi. Beratnya kelainan ini dapat tidak berkolerasi dengan beratnya
penyakit klinis. Diagnosis prenatal dan pengobatan asfiksia fetal penting dilakukan
untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium, seperti dengan mengisap mekonium
dari faring dan trakea segera setelah lahir.
2. Hipertensi Pulmonar Persisten
Pada bayi baru lahir berkaitan dengan kegagalan penurunan resistensi pembuluh darah
pulmonary (yang secara normal terjadi setelah lahir). Hal ini dapat terjadi sebagai
respons terhadap hipoksia akut (missal, hipoksia perinatal, sindrom gawat
pernapasan), hipoksia kronis (missal, influenza plasenta), atau penurunan daerah
persilangan pada bantalan pembuluh darah pulmonary (missal, herniadiafragmatika
dan hipoplasia paru kongenital). Hipertensi pulmonar persisten pada bayi baru lahir
muncul sebagai hipoksemia labil yang tidak seimbang sampai penyakit hipertensi
parenkim paru yang luas. Sebagian besar neonates ini tidak premature tetapi
mengalami asfiksia perinatal. Bayi-bayi ini biasanya mudah diberi ventilasi tetapi
sulit dioksigenasi. Secara khas, biasanya nila PO2 tidak meningkat selama tes
hiperoksia. Akan tetapi nilai peningkatan PO2 terlihat pada hiperventilasi (frekuensi
napas 100-150x/menit), yang menyebabkan turunnya nilai PO2 hingga kira-kira
25mmHg. Selain terapi suportif, dapat digunakan induksi alkalosis respiratorik atau
alkalosis metabolic (atau keduanya) dan vasodilator pulmonar (tolazoline
hidroklorida). Pada kasus yang paling berat digunakan oksigenasi membrane
ekstrakorporeal.
3. Dysplasia Bronkopulmonar (Bronchopulmonary Dysplasia, BPD)
Adalah penyakit paru kronis pada bayi baru lahir yang diobati dengan oksigen dan
ventilasi mekanis tekanan positif untuk gangguan paru primer. Dysplasia
bronkopulmonar biasanya memiliki perjalanan penyakit berlarut-larut yang diperberat
dengan berbagai komplikasi (infeksi paru, gagal jantung kongestif, dan atelektasis)
yang menyebabkan ekaserbasi gejala respirasi, termasuk sianosis. Kebanyakan bayi-
bayi ini mengalami penyembuhan fungsi paru secara perlahan dalam 2 tahun pertama
kehidupan.

Klasifikasi gangguan nafas


Frekuensi nafas Gejala tambahan gangguan nafas Klasifikasi
>60 kali/menit Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding
dada atau merintih saat ekspirasi
Atau >90 Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding Gangguan nafas
kali/menit dada atau merintih saat ekspirasi berat
Atau <30 Dengan Gejala lain dari gangguan napas
kali/menit atau tanpa
60-90 kali/menit Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding
terapi tanpa dada atau merintih saat ekspirasi
Atau >90 Tanpa Sianosis sentral dan tarikan dinding Gangguan nafas
kali/menit dada atau merintih saat ekspirasi sedang
60-90 kali/menit Tanpa Sianosis sentral dan tarikan dinding Gangguan nafas
dada atau merintih saat ekspirasi ringan
60-90 kali/menit Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding Kelainan jantung
terapi tanpa dada atau merintih saat ekspirasi kongenital

D. ETIOLOGI
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.
Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes,
seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada
bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya
muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/ pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia,
aspirasi. Faktor-faktornya antara lain :
1. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida emmpat atau lebih, sosial ekonomi
rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada
neonaatus dan lain-lain.
4. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.

E. PATOFISIOLOGI

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna
karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan
surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal
tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan
asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan
10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.

Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan
pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan
eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputialveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktanmulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah
komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu denganchorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes hiperoksia
Tes hiperoksia dapat membantu membedakan sianosis akibat kelainan jantung
atau paru. Pulse Oxymeter (oksimeter nadi) dapat membantu apakah tes hiperoksia ini
berguna. Bayi yang mengalami sianosis tanpa distress respirasi yang jelas dan
memiliki SaO2 <85% pada udara kamar dan oksigen 100% mempunyai pirau
intrakardial. Bila SaO2 >85% oksigen 100% maka harus dilakukan tes hiperoksia. Tes
hiperoksia terdiri pengambilan data dasar tentang analisis gas darah dari arteri radialis
dekstra (preduktal) pada bayi yang bernapas dengan udara kamar yang diulang
dengan bernapas pada oksigen 100%. Tes hiperoksia berlangsung selama 10 menit.
Bila PaO2 mmHg pada oksigen 100% berarti normal. Bila PaO2 >150 mmHg curiga
penyakit paru. Bila PaO2 50-150 mmHg curiga penyakit jantung atau hipertensi
pulmonal berat. Untuk memastikan hal-hal tersebut dapat dilakukan ekokardiografi.

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5%
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
g. Lakukan penilaian lanjut
h. Segera periksa kadar gula darah
i. Pemberian nutrisi edekuat
j. Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Manajemen
spesifik dan manajemen lanjut antara lain
1) Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang
Khoirunnisa, 2010)
Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan nafas ringan
disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN) yang biasanya terjadi
karena bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali tanpa adanya
pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b. Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi untuk
mengurangi sepsis.
c. Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu peras ASI.
d. Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
nafas, hentikan pemberian 02 jika frekuensi nafas antara 30-6-
kali/menit.
e. Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi nafas menetap
antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan bayi dapat dipulangkan.
2) Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
a. Lanjutkan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang
b. Bayi tidak diberikan minum
c. Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungknan besar sepsis jika tidak ada tanda-
tanda sebagai berikut :
- Suhu aksiler <35oC atau >39oC
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (>18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34-36,5oC atau 37,5-39oC tangani untuk masalah
suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam.
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan masih
belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan berikan antibiotik
untuk terapi kemungkinan sepsis.
- Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu kembali
abnormal ulangi tahapan diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
f. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas
menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih
berkurang)
- Kurangi terapi 02 secara bertahap
- Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2 jam
- Bila pemberian 02 tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih
menyusui
g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian 02 selama 3
hari, bayi dapat dipulangkan dan bayi sudah bisa diberikan ASIc
3) Gangguan Napas Berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin
sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau
umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering memburuk dala
waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu
dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a) Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara
rendah dan tinggi)
b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap
sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika
gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap
walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera rujuk bayi
kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai
ventilator mekanik.
d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng pipa
lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi nafas
menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik), maka
:
(1) Kurangi pemberian O2
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu hentikan
pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa
pemberian O2 tidak mengalami gangguan nafas dan tampak
kemerahan.
(2) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
(3) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih dengn
menggunakan salah satu alternafif cara pemberian minum.
Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
1. Frekuensi nafas
2. Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
3. Episode apnea.
a. Periksa kadar glukosa darah sekali sehari setengah kebutuhan minum dapat
dipenuhi secara oral.
b. Awasi bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi
tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari, minum baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

H. BAGAN PENANGANAN GANGGUAN PERNAFASAN BAYI BARU LAHIR


(Abdul Barisaifudin dkk, 2009)
TANDA-TANDA Pernafasan cuping hidung, sianosis atau pucat,
tarikan kedalam dinding iga bagian bawah,
merintih, pernafasan cepat > 60/menit, aktivitas
menuru disertai atoni atau hipotoni
KATEGORI Gangguan pernafasan Gangguan pernafasan
sedang berat
>60 /menit dan biru 0 (apnea) - <40/menit
disekitar mulut dan biru sentral lidah
biru
PUSKESMAS 1. Bersihkan jalan 1. Bersihkan jalan
nafas nafas
2. Pertahankan 2. Pertahankan
tetap hangat tetap hangat
3. Beri O2 kalau 3. Ventilasi
perlu dengan tekanan positif
masker dengan
4. Lanjutkan pernafasan dari
pemberian ASI mult ke mulut
dengan cara atau
diteteskan atau menggunakan
dengan sonde balon dan
bila tidak mau sungkup
menelan dengan oksigen
5. Beri antibiotik 4. Bila perlu pijat
ampilisin dan jantung luar
gentamisin 5. Beri antibiotik
6. Oerawatan tali ampilisin dan
pusat bersih gentamisin
7. Amati terhadap 6. Perawatan tali
tanda-tanda pusat bersih
kegawatan/ 7. Amati terhadap
sakit berat tanda-tanda
(rujuk ke rumah gawatan/ sakit
sakit) berat (rujuk ke
rumah sakit)
PUSKESMAS Bila terpaksa tidak dirujuk
1. Beri antibiotik
2. Bila perlu beri oksigen
3. ASI diteruskan
4. Infus bila ada masalah minum
RUMAH SAKIT 1. X-ray toraks 1. X-ray toraks
2. Infuse 2. VTP
3. Cegah 3. Infuse
hipotermi 4. Cegah
4. Oksigen hipotermi
5. Antibiotik 5. Antibiotik

Bagan Penanganan Bayi Baru Lahir Dengan Gawat Nafas


I. KOMPLIKASI

Komplikasi jangka pendek

1. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel) pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardia.

2. Infeksi
Infeksi disebabkan perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni yang dapat
timbul karena tindakan invasif.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalicia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi oada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Disebabkan karena penghentian terapi surfaktan.
Komplikasi Jangka Panjang

1. Bronchuspolmonary Dysplasia (BPD)


Disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada wakyi
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
2. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan
masa gestasi, adanya hipoksiam komplikasi intrakranial, dan infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BERESIKO TINGGI
“ RDS”

A. PENGKAJIAN

1. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi.


2. Riwayat kesehatan :
a. Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping
hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign
b. Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
1) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum dan
interkosta, nafas cuping hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting,
respirasi cepat atau lambat
2) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral dingin/hangat,
cyanosis perifer
3) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik menurun/meningkat
4) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna
4. Riwayat maternal

a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus


b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus
5. Status infant saat lahir

a. Prematur, umur kehamilan


b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
6. Cardiovaskular

- Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat


- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal
7. Integumen

- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal


- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
8. Neurologis

- Immobilitas, kelemahan, flaciditas


- Penurunan suhu tubuh
9. Pulmonary

- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )


- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
- Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
10. status behavioral
lethargy
11. study diagnostik
- Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan
overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
12. Data laboratorium
a. Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
b. Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
c. 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru

d. Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu


e. Tingkat phosphatydylinositol
f. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
g. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar
yang rusak

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar
4. Resiko infeksi
Rencana Keperawatan

No Diagnose Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Kerusakan Monitor Respirasi (3350) :
pertukaran gas b.d Status Respirasi : Monitor rata-rata irama, kedalaman dan
perubahan mem- Ventilasi (0403) : usaha untuk bernafas.
bran kapiler-alveoli Pasien menunjukkan Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
peningkatan ventilasai dan penggunaan otot bantu dan retraksi dinding
Batasan oksigenasi adequat dada.
karakteristik : berdasarkan nilai AGD Monitor suara nafas, saturasi oksigen,
Takikardia sesuai parameter normel sianosis
Hiperkapnea pasien Monitor kelemahan otot diafragma
Iritabilitas Menunjukkan fungsi paru Catat onset, karakteristik dan durasi batuk
Dispnea yang normal dan bebas dari Catat hasil foto rontgen
Sianosis tanda-tanda distres
Hipoksemia pernafasan Terapi Oksigen (3320) :
Hiperkarbia Kelola humidifikasi oksigen sesuai
Abnormal frek, peralatan
irama, kedalaman Siapkan peralatan oksigenasi
nafas Kelola O2 sesuai indikasi
Nafas cuping hidung Monitor terapi O2 dan observasi tanda
keracunan O2

Manajemen Jalan Nafas (3140) :


Bersihkan saluran nafas dan pastikan
airway paten
Monitor perilaku dan status mental pasien,
kelemahan , agitasi dan konfusi
Posisikan klien dgn elevasi tempat tidur
Bila klien mengalami unilateral penyakit
paru, berikan posisi semi fowlers dengan
posisi lateral 10-15 derajat / sesuai tole-
ransi
Monitor efek sedasi dan analgetik pada
pola nafas klien

Manajemen Asam Basa (1910) :


Kelola pemeriksaan laboratorium
Monitor nilai AGD dan saturasi oksigen
dalam batas normal

2 Pola nafas tidak Manajemen Jalan Nafas (3140) :


efektif b.d imaturitas Status Respirasi : Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher
(defisiensi surfaktan Ventilasi (0403) : ektensi jika memungkinkan.
dan ketidak-stabilan - Pernapasan pasien 30- Posisikan klien untuk memaksimalkan
alveolar). 60X/menit. ventilasi dan mengurangi dispnea
- Pengembangan dada Auskultasi suara nafas
Batasan simetris. Monitor respirasi dan status oksigen
karakteristik : - Irama pernapasan teratur
Bernafas mengguna- - Tidak ada retraksi dada Monitor Respirasi (3350) :
kan otot pernafasan saat bernapas Monitoring kecepatan, irama, kedalaman
tambahan - Inspirasi dalam tidak dan upaya nafas.
Dispnea ditemukan Monitor pergerakan, kesimetrisan dada,
Nafas pendek - Saat bernapas tidak retraksi dada dan alat bantu pernafasan
Pernafasan rata-rata memakai otot napas Monitor adanya cuping hidung
< 25 atau > 60 kali tambahan Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea,
permenit - Bernapas mudah hiperventilasi, respirasi kusmaul, apnea
- Tidak ada suara napas Monitor adanya lelemahan otot diafragma
tambahan Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan dan ketidak adanya ventilasi
dan bunyi nafas
3 Hipotermia b.d Termoregulasi Neonatus Pengobatan Hipotermi (3800) :
berada di lingkungan (0801) : Pindahkan bayi dari lingkungan yang
yang dingin Suhu axila 36-37˚ C dingin ke dalam lingkungan / tempat yang
RR : 30-60 X/menit hangat (didalam inkubator atau lampu
Batasan Warna kulit merah muda sorot)
karakteristik : Tidak ada distress respirasi Segera ganti pakaian bayi yang dingin dan
Penurunan suhu tu- Tidak menggigil basah dengan pakaian yang hangat dan
buh di bawah ren- Bayi tidak gelisah kering, berikan selimut.
tang normal Bayi tidak letargi Monitor gejala dari hopotermia : fatigue,
Pucat lemah, apatis, perubahan warna kulit
Menggigil Monitor status pernafasan
Kulit dingin Monitor intake dan output
Dasar kuku sianosis
pengisian kapiler
lambat
DAFTAR PUSTAKA

Ed. Egi Komara Yudha. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong/ Donna L. Wong. Ed.
6. Jakarta: EGC.

Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Ladewig,patricia,dkk.2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir Edisi 5.
Jakarta: EGC

Corwin, J.2007. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC

Arief Mansjoer( 2000 ). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius
FKUI

Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC.

Suryadi dan Yuliani, R (2001). Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto

Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak
Balita. Nuha Medika: Yogyakarta.

Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan
Internal dan Neonatal. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

You might also like