Tetanus

You might also like

You are on page 1of 13

SUMBER :

http://bkp2011.blogspot.co.id/2011/03/asuha
n-keperawatan-dengan-diagnosa.html

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang
dikeluarkan penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.oleh basil tetanus yang masih hidup
secara anaerobic pada luka.

Penyakit ini sangat berbahaya karena jika tidak segera ditangani akan menyebaban
kematian. Di Indonesia kasus penderita tetanus setiap tahunnya terus meningkat. Maka dari
itu program pemerintah tentang pemberian imunisasi saat sedang gencang-gencang dilakukan
demi menurunkan angka penderita tetanus.

Ciri khas dari tetanus adalah adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot
leher kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan tetanus?
2. Apa etiologi tetanus?
3. Apa factor predisposisi tetanus?
4. Bagaimana patofisilogi tetanus?
5. Bagaimana manifestasi klinis tetanus?
6. Apa yang menjadi diagnose bandingnya?
7. Bagaimana penatalaksanaan tetanus?
8. Bagaimana prognosa tetanus?
9. Bagaimana pengobatan dari tetanus?
10. Bagaimana pencegahan tetanus?
11. Apa saja komplikasi tetanus?
12. Diagnose apa yang muncul untuk pasien tetanus

BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN

Tetanus adalah penyakit akut, bahkan fatal, yang disebabkan oleh toksin yang
dihasilkan oleh bakteri Clostridiium tetani.

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
system urat saraf dan otot.

Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanus dari teinein yang berarti
menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi dimana spesme otot tonik dan hiperrefleksia
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung
(opistotonus), spasme glottal, kejang dan paralisis pernafasan.

Tetanus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan hypertonia, nyeri pada otot yang
mengalami kontraksi (biasanya otot rahang dan leher), dan spasme (gerakan yang terjadi
dengan sendirinya) otot menyeluruh tanpa penyebab yang jelas.

II. ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5
milimikro yang bersepora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksik ini (tetanusspasmin) mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada
suhu 65° C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang
bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

III. FAKTOR PREDISPOSISI

a. Umur tua atau anak-anak


b. Luka yang dalam dan kotor
c. Belum terimunisasi

IV. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke
dalam darah tubuh yang mengalami cidera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari
4 penyakit penting yang manisfestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan
eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan bayi dapat melalui
tali pusat. Organisme multiple membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan
mempengaruhi system saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada system
saraf pusat dengan melewati akson neuron atau system vaskuler. Kuman ini menjadi terikat
pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin. Hipotesa
cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf
motorik dan melalui aksis silindrik di bawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua,
toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah artteri kemudian
masuk ke dalam system saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang
menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari
sampai 2 bulan dan rata-rata10 hari.
Bakteri Clostrudium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan
hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa
luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan local, tertanamnya benda
asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka gores
yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan
patah tulang jari dan luka pembedahan.
Berbagai keadaan di bawah ini dapat menyebabkan keadaan anaerob yang disukai
untuk tumbuhnya kuman tetanus :
A. Luka dalam, misalnya luka tusuk karena paku, pecahan kaca atau kaleng, pisau atau benda
tajam lainnya.
B. Luka karena tabrakan, kecelakan kerja ataupun karena perang.
C. Luka-luka ringan seperti luka goresan, lesi pada mata, telinga atau tonsil, gigitan serangga
juga merupakan tempat kuman tetanus.

V. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbul gejala klinis biasanya mendadak
yang didahuli oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul
kesukaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot master. Kejang otot ini akan
berlanjut ke kuduk (opistotonus), dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan
kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonicus karena spasme otot muka
dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir
tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku
dengan tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksismal, dapat
dicetuskan oleh rangsang suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat timbul spontan.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi afaksia dan sianosis, retensi urin bahkan
terjadi fraktur collumna vertevralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan
biasanya pada stadium akhir, kematian sering terjadi pada pasien yang berusia 60 tahun atau
lebih.
Gejala tetanus yang utama adalah sakit kepala dan nyeri pada otot rahang, yang
diikuti dengan rasa kaku pada leher, kesulitan untuk menelan, otot perut mengeras, kejang
dan demam. Gejala ini biasanya terjadi 8 hari setelah tubuh terkena infeksi, dan akan
menyerang selama 3 hari sampai 3 minggu. Tetanus tidak dapat ditularkan antara sesama
manusia.

Umumnya penyakit tetanus mudah menyerang pada mereka yang belum pernah
menerima vaksinasi tetanus atau pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi namun
lebih dari 10 tahun yang lalu. Pasien yang terkena penyakit tetanus harus dirawat di Rumah
Sakit untuk mendapatkan perawatan yang intensif.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
a. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.

b. Kuduk kaku sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki).

c. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).


d. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat kornu anterior.

e. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik ke luar
dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi).

f. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering
merupakan gejala dini.

g. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan
ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula
intermiten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut
disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontaraksi yang
kuat.

h. Afaksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin
dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura kolumna vertebralis dapat pula terjadi
karena kontraksi otot yang sangat kuat.

i. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

j. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium :


1. Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umumnya meskipun dirangsang.

2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.

3. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.

VI. DIAGNOSIS BANDING

Spasme yang disebabkan oleh strknin jarang menyebabkan spasme otot rahang.
Tetani diagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). Kejang pada meningitis
dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebrospinalis. Pada rabies terdapat anamnesis
gigitan anjing atau kucing disertai gejala spasme laring da faring yang terus menerus dengan
pleiositoksis tetapi tanpa trismus. Trismus dapat pula terjadi pada anggota yang berat, abses
retoferingeal, abses gigi yang hebat, pembesaran kelenjar getah bening leher. Kuduk kaku
juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis
pneumonia lobaris atas, miostis leher, spondilitis leher.
VII. PENATALAKSANAAN

 UMUM

 Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya.

 Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan
menelan. Bila ada trismus makanan dapat diberikan personde atau parental.

 Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara dan tindakan terhadap pasien.

 Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila perlu.

 Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

 OBAT-OBATAN

 Anti toksin

Tetanus imun globulin (TIG) lebih dianjurkan pemakaiannya dibandingkan dengan anti
tetanus serum (ATS) dari hewan.

Dosis inisial TIg yang dianjurkan adalah 5000 U intramuscular yang dianjurkan dengan dosis
harian 5000-6000 U. bila pemberian TIG tidak memungkinkan, ATS dapat diberikan dengan
dosis 5000 U intravena. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada reaksi
hipersensitivitas.
 Anti kejang

Jenis obat yang biasa digunakan adalah :


 Diazepam, dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg berat badan/ jam intramuscular, efek sampingnya
Sopor dan Koma.

 Meprobamat, dengan dosis 300-400 mg/4 jam intramuscular, tidak memiliki efek samping.

 Klorpromasin, dengan dosis 25-75 mg/4 jam intramuscular, efeksamping hipotensi.


 Fenobarbital, dengan dosis 50-100 mg/4 jam intramuscular, efek samping depresi
pernafasan.

 Antibiotic

Pemberian penisilin prokain 1,2 juta unit/hari atau tetrasiklin 1g/hari secara intravena, dapat
memusnahkan Clostridium tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologisnya.

VIII. PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada
penderita yang sangat muda, sangat tua, dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk
dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya memburuk.
Dipengaruhi oleh beberapa factor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu :
a) Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)

b) Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun)

c) Frekuensi kejang yang sering

d) Kenaikan suhu badan yang tinggi

e) Pengobatan yang lambat

f) Periode trismus dan kejang yang semakin sering

g) Adanya penyulitan spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas

IX. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
 Mencegah terjadinya luka

 Merawat luka secara adekuat

 Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan
kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus akan memperpanjang masa inkubasi
atau bila terjadi ttetanus gejalanya ringan.
 Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuscular setelah dilakukan tes kulit dan mata.

 Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada
minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak
waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut

 Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat(dosis
50.000U/kgBB/hari).

 Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara aktif.
Sehingga vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai
pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5
tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis).

Bila terjadi luka berat pada seorang anak yang telah mendapat imunisasi atau toksoid
tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan suntikan
sekaligus antitoksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat suntikan).
X. PENGOBATAN

 Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotic tetrasiklin dan


penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebeh lanjut.

 Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dann
mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di Rumah Sakit dan ditempatkan dalam
ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat, mungkin perlu dipasang
ventilator untuk membantu pernafasan.

 Makanan diberikan melalui infuse atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran,
dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan
dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia.

 Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bias diberikan untuk mengendalikan
tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap karena
infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya.

 Anti Toksin : ATS 500 U IMdilanjutkan dengandosis harian 500-1000 U


 Anti konvulsan dan penenang : bila kejang hebat dapat diberikan fenobarbital dengan dosis
awal yaitu untuk umur kurang dari 1 tahun 50 mg dan untuk anak umur 1 tahun diberikan 75
mg. Dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgBB/hari, di bagi 6 dosis.

Diazepam dengan dosis 4 mg/kgBB/hari, dibagi 6 dosis, bila perlu dapat diberikan secara
intravena.
Largaktil dengan dosis 4 mg/kgBB/hari, dibagi 6 dosis. Bila kejang sukar diatasi dapat
diberikan kloralhidrat 5% dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, diberikan
perrektal.
 Anto Biotik : pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari

 Diet harus cukup kalori dan protein. Konsistensi makanan tergantung kepada kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila terdapt trismus, diberikan makanan cair melalui lubang.
Bila perlu diberikan pemberian nutrisi secara parenteral.

 Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap penderita). Ruang


perawatan harus tenang.

 Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk
menghindari akibat obstruksi jalan nafas.

 Anak dianjurkan untuk dirawat di Unit Perawatan Khusus bila didapatkan keadaan :

a) Kejang-kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan antikonvulasan yang biasa.

b) Spasme laring.

c) Komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti sumbatan jalan nafas, kegagalan
pernafasan, hipertermi dan sebagainya.

XI. KOMPLIKASI

 Bronkopneumoni

 Afaksia
 Sianosis

 Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga mulut
dan hal ini memungkinkan teerjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi

 Atelektasis karena obstruksi oleh secret

 Fraktura

PENGKAJIAN

a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak
adekuat.
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-
40 C atau febril, terminal 43-44 C
d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau
beberapa saraf otak.
e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak
ada/oliguria)
f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
g. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan
(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya
kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini
berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Resiko tinggi terhadap trauma atau penghentian pernafasan b.d kehilangan
koordinasi otot-otot besar dan kecil.
Kriteria :
- Tidak terdapatnya faktor resiko internal ataupun ekternal untuk memunculkan
serangan gagal nafas.
- Menunjukkan sikap yg dapat menghindari rangsang lingkungan aman dan sesuai
dengan indikasi.
- Pengobatan dapat dipertahankan untukmengontrol aktifitas kejang dan pencegahan
Intervensi Rasaional
1. Gali bersama klien berbagai stimulus 1. Untuk menghindari faktor resiko
pencetus kejang terjadinya kejang.
2. Pertaahankan bantalan lunak, pada 2. Untuk mencegah klien dari trauma.
penghalang tempat tidur yg aman. 3. Untuk mencegah/ mengambil
3. Pertahankan tirah baring secara ketat tindakan secara mudah jika terjadi
jika klien menunjukkan gejala serangan kejang,klien bebas dari
prodromal kejang. trauma.
4. Tinggallah bersama klien bbrp lama 4. Mengobservasi timbul;nya serangan
setelah timbulnya kejang. kejang berulang.
5. Miringkan kepala, masukkan tong 5. Mencegah aspiras, gigitan lidah, dan
spatel kemulut, dan lakukan aspirasi oleh cairan pd jalan nafas.
pengisapan. 6. Memberi pengaman thd pencegahan
6. Catat tipe aktifitas kejang serangan kejang berikutnya.
7. Kolaborasi pembelian obat-obat anti 7. Mencegah terjadinya serngan kejang
kejang. yang berulang.

2. Bersihan jalan nafas atau pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro ,obstrusi
tracheobronchial.
Kriteri hasil :
- Mempertahankan pola nafas yg efektif dgn jalan nafas paten atau aspirasi dicegah .
Intervensi Rasional
1. Anjurkan klien untuk mengosongkan 1. Menurunkan resiko aspirasi atau
mulut dari benda tertetu seperti gigi masuknya benda asing ke faring.
palsu jika fase aura terjadi atau tanpa 2. Mencegah aspirasi.
gejala kejang. 3. Untuk memfasilitasi usaha bernafas
2. Letakkan klien pd posisi miring atau ekspansi dada.
permukaan datar , miringkan kepala 4. Untuk mencegah gigitan lidah,
selama serangan kejang. mengefektifkan jalan nafas.
3. Tanggalkan pakain pd derah dada / 5. Mempertahankan bersihan jalan nafas
abdomen dan leher. 6. Memenuhi kebutuhan klien terhadap
4. Masukkan spatel lidah atau jalan nafas oksigen.
buatan atau gulungan benda lunak 7. Menjaga jika terjadinya obstruksi
sesuai indikasi. jala nafas.yg permanent oleh
5. Lakukan pengisapan sesuai indikasi rangsangan kejang.
6. Berikan tambahan oksigen sesuia
indikasi.
7.Siapkan alat atau bantu intubasi jika
ada indikasi.

3. Kurang pengetahuan atau kebutuhan bejar mengenai kondisi dan aturan penatalaksanaan
b.d kurangnya informasi , keterbatasan kognitif.
Kriteria hasil : Mengungkakkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai Rangsangan
yg dapat meningkatkan atau berpotensial pada aktifitas kejang, klien Mentaati aturan
penetaksanaan .

Intervensi Rasional
1. Jelaskan mengenai penyakitnya, 1. Klien mengerti tentang keadaan dan
patifisiologi, gejala tanda serangan, mampu mengambil tindakan yang
dan penenganan yg dilakukan pada berguna untuk dirinya.
saat serangan timbul. 2. Menghindari terjadinya serangan
2. Jelaskan pentingnya minum obat yang
secara teratur. disebabkab oleh karena putus obat.
3. Jelaskan pentingnya menghindari 3. Klien dapat terhindar dari stimulus
rangsangan sabagai faktor pencetus terjadinya serangan berulang.
terjadinya serangan..

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang
dikeluarkan penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.oleh basil tetanus yang masih hidup
secara anaerobic pada luka.

Ciri khas dari tetanus adalah adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot
leher kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan.
B. SARAN
Untuk semua kalangan harus selalu berhati-hatidalam menggunakan barangatau besi
yang berkarat karena bakteri Clostridium tetani ini hidup dibesi yang berkarat. Maka dari itu
kita bersama-sama harus mengetahui bagaimana cara penanganan awal bagi apabila terkena
bakteri Clostridium tetani, apabila ada seseorang yang terkena pisau yang berkarat lukanya
harus segera dicuci bersih dan dibersihkan dengan alcohol selanjutnya penderita dibawa ke
rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat. Maka dari itu
hindari barang yang berkarat.

DAFTAR PUSTAKA

 Budi Santosa. 2006. “Panduan Diagnosa Keperawatan”. Prima Medika.


 Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005-2006, Primamedika Jakarta.
 Joana C dan Gloria, NIC.
 Joana C dan Gloria, NOC.
 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. “Ilmu Kesehatan Anak”. FKUI. Jakarta

You might also like