You are on page 1of 8

BENDA – BENDA BERSEJARAH

1. Helikopter Presiden Soekarno, Batu

Nama Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, dikenal sebagai pahlawan sekaligus proklamator
kemerdekaan Indonesia. Semasa hidupnya, Soekarno dikenal sebagai tokoh yang dihormati dan
eksentrik. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya mobil hingga helikopter yang dimiliki Soekarno.

Salah satu yang masih ada dan dapat dilihat oleh traveler adalah Helikopter Kepresidenan RI Bell 4TJ.
Keberadaannya masih terawat baik di dalam Museum Anglut yang terletak di Kota Batu.

Tapi tidak hanya itu, terdapat juga mobil Kepresidenan RI dengan merk Chrysler Windsor Deluxe tahun
1952 berkapasitas 4.100 cc. Kedua kendaraan tersebut dipakai oleh Presiden Soekarno selama
memimpin Indonesia.

2. Sepeda Bung Hatta, Bukittinggi

Membicarakan Soekarno tentu tidak lepas dari sosok pendampingnya, Muhammad Hatta atau yang
dikenal dengan nama Bung Hatta. Semasa hidupnya, ia diketahui sempat tinggal di sebuah rumah di
Jalan Soekarno-Hatta No 37, Kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi.
Namun rumah tersebut bukanlah yang asli, melainkan replika dari rumah asli di lokasi sama yang dulu
sudah hancur. Di dalam Museum Rumah Bung Hatta itulah traveler dapat menemukan beberapa barang
peninggalan Bung Hatta yang sengaja dipajang sebagai bukti sejarah.

Salah satu yang paling terkenal adalah sepeda yang dulu dipakai Bung Hatt saat masih anak-anak. Ada
juga buku-buku bacaan, vas bunga dan juga peralatan bendi. Arsitektur dan bentuk bangunannya pun
sama persis, tidak ada yang diubah walau sudah direnovasi.

Anda pun bisa mengenal pribadi beliau dari informasi yang diberikan oleh pemandu setempat. Hati
Anda akan tergetar saat mengetahui pribadi beliau yang santun, bijaksana, dan cerdas.

3. Biola WR Soepratman, Jakarta

Lagu Indonesia Raya yang sering dinyanyikan saat upacara hingga acara kenegaraan sudah sangat
familiar bagi bangsa Indonesia. Namun di balik lagu itu, ada tokoh Wage Rudolf Supratman yang
menciptakan lagu tersebut.

Pada tahun 1928, lagu Indonesia Raya dikumandangkan pertama kali dengan gesekan biola di depan
peserta Kongres Pemuda Kedua di Gedung Kramat 106 Jakarta, 28 Oktober 1928. Di tempat yang kini
menjadi Museum Sumpah Pemuda di Jl Kramat Raya No 106, Jakarta Pusat, traveler masih bisa
mengetahui kisah hingga melihat peninggalannya langsung.

Di salah satu ruang yang khusus didedikasikan untuk WR Supratman, terpampang sebuah etalase kaca
yang menyimpan biola legendaris tersebut. Di belakang etalase kaca tersebut juga tampak piringan
hitam rekaman lagu Indonesia Raya yang dipecahkan oleh penjajah Belanda.

Di bagian kiri dan kanan ruangan, traveler juga bisa membaca kisah perjuangan serta melihat foto WR
Supratman semasa hidupnya. Uniknya, WR Supratman meninggal pada 17 Agustus 1938, 7 tahun
sebelum kemerdekaan Indonesia.
4. Tandu Panglima Besar Soedirman, Jakarta

Sosok Jenderal Besar Soedirman, atau lebih akrab dengan Panglima Soedirman memang telah dikenal
masyarakat. Sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia yang pertama, nama Soedirman pun
kerap diabadikan menjadi nama jalan protokol di beberapa kota di Indonesia.

Sejarahnya, Panglima Soedirman yang saat itu tengah kambuh TBC-nya masih gagah berani melawan
Belanda saat perang gerilya. Saking luar biasanya perjuangan Sudirman, ia sampai memimpin sambil
ditandu.

Tandu hingga jubah dan pedang Soedirman pun masih ada dan dapat dilihat di Museum Satria Mandala,
Jakarta.

5. Mesin jahit RA Kartini, Jepara

Membicarakan Raden Ajeng Kartini, tentu tidak terlepas dari perjuangannya untuk mengupayakan
kesetaraan yang sama bagi kaum perempuan. Selama hidupnya, RA Kartini banyak berkecimpung di
bidang pendidikan, khususnya bagi kaum wanita pribumi yang dianggap lebih rendah dari laki-laki kala
itu.
Selain membuat tulisan 'Habis Gelap Terbitlah Terang', mesin jahit, meja tulis, hingga perabotan milik RA
Kartini masih dapat dilihat di Museum RA Kartini yang terletak di sebelah selatan Alun-alun dan Masjid
Besar Kota Jepara. Dapat dilihat juga barang milik sang kakak RMP Sosrokartono, serta berbagai benda
kuno lainnya.

6. Mobil Opel Bung Tomo, Surabaya

Peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November tidak bisa dipisahkan dari jasa Sutomo atau
yang lebih populer sebagai Bung Tomo dalam melawan penjajah Belanda di Surabaya. Atas peranannya
lah rakyat Surabaya bersatu dan melawan penjajah Belanda pada 10 November 1945.

Untuk mengenang jasa beliau, patungnya dapat dilihat di Taman Tugu Pahlawan Surabaya. Taman Tugu
juga menjadi lokasi dari dilangsungkannya upacara Hari Pahlawan di Surabaya secara rutin setiap
tahunnya.

Selain patungnya, Bung Tomo punya mobil berupa Opel Kapitan produksi tahun 1956 yang dulu sering
digunakan olehnya. Mobil hitam yang dirawat dengan baik itu pun dipajang juga di Taman Tugu
Pahlawan yang dapat dilihat oleh wisatawan.

SIKAP KEPAHLAWANAN YANG DI MILIKI OLEH PARA PAHLAWAN


1. SULTAN ISKANDAR MUDA

- Kerja keras, beliau membangun perekonomian dan angkatan perang yang kuat demi kemajuan
Kerajaan Aceh.
- Pantang menyerah, beliau walaupun mengalami kegagalan yang disertai oleh sekian banyak
korban tidak mematahkan semangat Sultan Iskandar Muda. Beliau tetap berjuang
mempertahankan kemerdekaan negarnya.
- Anti penjajah, beliau menghadapi bangsa-bangsa asing yang datang ke Aceh dengan tujuan
menjajah.
- Cinta tanah air, beliau tidak mau negaranya dijajah dan berusaha melawan setiap bangsa asing
yang ingin menjajah Kerajaan Aceh.

2. SULTAN HASANUDIN

Sultan Hasanuddin sangat gagah berani dalam melawan VOC. Meskipun seorang raja, beliau berani
mengorbankan seluruh hidup, kesenangan, serta kemewahannya untuk membela kehormatan
bangsa dan negaranya. Beliau membela kehormatan negara dan mempertahankan setiap jengkal
tanah airnya dengan tetesan darah.

Untuk para pelaut Makassar yang gagah berani, beliau mempunyai semboyan “Kualleeyangngi
Tallanga Na Towalia” artinya “Aku memilih tenggelam dari pada balik kembali”. Para pelaut
Makassar yang gagah berani pantang kembali sebelum tujuan tercapai.

3. RAJA BALAPUTRADEWA

Balaputradewa adalah salah satu tokoh dalam sejarah nusantara yang sangat berpengaruh.
Pengaruhnya tidak hanya di wilayah Asia bagian tenggara, melainkan meluas hingga ke daratan
India. Seorang Raja yang telah memberikan landasan bagi politik dan diplomasi internasional.
Sehingga mampu mengantarkan kerajaan yang dipimpinnya menjadi lebih besar dan juga dikenal di
beberapa peradaban di zamannya.

Balaputradewa merupakan raja Sriwijaya yang memerintah sekitar abad ke-9 atau ke-10 Masehi.
Beliau berasal dari keluarga Syailendra, yang berkuasa di Pulau Jawa mulai sekitar tahun 750. Ayah
Balaputradewa bernama Samaragrawira dan ibunya bernama Tara. Balaputradewa kemudian
bergelar Sri Wirawairimathana.

Pada zaman pemerintahan Balaputradewa, Sriwijaya menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-
kerajaan di Jawa, Semenanjung Malaya, dan Cina. Karena itu, nama Balaputradewa juga dikenal di
negeri lain. Di daerah Nalanda, India, nama Balaputradewa terpahat pada prasasti di antara puing
suatu wihara kuno. Di situ tercantum Suwarnadwipa, sebutan lain bagi Pulau Sumatra atau
Kerajaan Sriwijaya.

PRASASTI CIARUTEUN

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Ci
Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara.
rasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya
pada koordinat 6°31’23,6” LS dan 106°41’28,2” BT. Lokasi ini terletak sekitar 19 kilometer sebelah Barat
Laut dari pusat kota Bogor.

Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci
Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara,
yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah Kecamatan
Cibungbulang). Tak jauh dari prasasti ini, masih dalam kawasan Ciaruteun terdapat Prasasti Kebonkopi I.
Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa
Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara"

Pada tahun 1863 di Hindia Belanda, sebuah batu besar dengan ukiran aksara purba dilaporkan
ditemukan di dekat Tjampea (Ciampea), tak jauh dari Buitenzorg (kini Bogor). Batu berukir itu ditemukan
di Kampung Muara, di aliran sungai Ciaruteun, salah satu anak sungai Cisadane.[1]:15 Segera pada tahun
yang sama, Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) di Batavia. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu
prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik
posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula.
Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak
terulang terseret banjir bandang. Selain itu prasasti ini kini dilindungi bangunan pendopo, untuk
melindungi prasasti ini dari curah hujan dan cuaca, serta melindunginya dari tangan jahil. Replika berupa
cetakan resin dari prasasti ini kini disimpan di tiga museum, yaitu Museum Nasional Indonesia dan
Museum Sejarah Jakarta di Jakarta dan Museum Sri Baduga di Bandung
GAJAH MADA

Gajah Mada (wafat k. 1364) adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada
zaman kerajaan Majapahit.. Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa
Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan
RaKuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi
Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai
Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.

Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton. Ia
menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah
salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai
dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial. Banyak masyarakat
Indonesia masa sekarang yang menganggapnya sebagai pahlawan dan simbol nasionalisme Indonesia
dan persatuan Nusantara.

Tidak ada informasi dalam sumber sejarah yang tersedia saat pada awal kehidupannya, kecuali bahwa ia
dilahirkan sebagai seorang biasa yang naik dalam awal kariernya menjadi Begelen atau setingkat kepala
pasukan Bhayangkara pada Raja Jayanagara (1309-1328) terdapat sumber yang mengatakan bahwa
Gajah Mada bernama lahir Mada[9] sedangkan nama Gajah Mada kemungkinan merupakan nama sejak
menjabat sebagai patih.

Dalam pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca yang ditemukan saat penyerangan
Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894 terdapat informasi bahwa Gajah Mada
merupakan patih dari Kerajaan Daha dan kemudian menjadi patih dari Kerajaan Daha dan Kerajaan
Janggala yang membuatnya kemudian masuk kedalam strata sosial elitis pada saat itu dan Gajah Mada
digambarkan pula sebagai "seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas, jujur dan
tulus ikhlas serta berpikiran sehat".

Menurut Pararaton, Gajah Mada sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara berhasil
memadamkan Pemberontakan Ra Kuti, dan menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) putra Raden
Wijaya dari Dara Petak. Selanjutnya pada tahun 1319 ia diangkat sebagai Patih Kahuripan, dan dua
tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.

Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Arya Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari
jabatannya. Dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri
tak langsung menyetujui, tetapi ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan
Keta dan Sadeng yang saat itu sedang memberontak terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya
dapat ditaklukan. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih secara resmi
oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1351) yang waktu itu telah memerintah Majapahit setelah
terbunuhnya Jayanagara.
SUMPAH PALAPA “GAJAH MADA”
Ketika pengangkatannya sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang
diartikan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam
kitab Pararaton dalam teks Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut:
“ Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah
nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring
Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ”
bila dialih-bahasakan mempunyai arti :
“ Ia, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa
bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah
mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.

RAJA HAYAM WURUK

Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389, bergelar
Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak
kejayaannya.

Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana Tunggadewi
dan Sri Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya adalah putri Raden Wijaya pendiri Majapahit,
sedangkan ayahnya adalah raja bawahan di Singhasari bergelar Bhre Tumapel.

Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334. Peristiwa kelahirannya diawali dengan gempa bumi di Pabanyu
Pindah dan meletusnya Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja alias Bhree Pajang, dan adik angkat
bernama Indudewi alias Bhree Lasem, yaitu putri Rajadewi, adik ibunya.

Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori putri Wijayarajasa Bhre Wengker.
Dari perkawinan itu lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana putra Bhre Pajang.
Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai Bhre Wirabhumi, yang menikah
dengan Nagarawardhani putri Bhre Lasem.

Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru (kemudian
bernama Deli, dekat Medan sekarang). Majapahit juga menghancurkan Palembang, sisa-sisa pertahanan
Kerajaan Sriwijaya (1377).

Dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada, ia menaklukkan Logajah, Gurun Sukun, Taliwung, Sapi,
Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Mengkasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galiyan,
Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan
Dompo. Hanya sayang, akibat kesalahan langkahnya terutama dalam "Peristiwa Bubat", Gajah Mada
dinonaktifkan sebagai patih pada tahun 1357. Namun diangkat lagi jadi patih tahun 1359.

You might also like