Professional Documents
Culture Documents
Laporan Stela
Laporan Stela
Oleh:
Kelas B2
1.3 Manfaat
Dengan dilakukannya survei tanah dan evaluasi lahan maka manfaat yang dapat diambil
diantaranya adalah mengetahui informasi spesifik yang penting dari tiap-tiap macam tanah dan
penngunaannya serta sifat-sifat lainnya yang akhirnya dapat ditentukan kemampuan dan kesesuaian
lahan wilayah tersebut. Kemudian, dapat menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga
mampu diiterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan data dari wilayah tersebut.
BAB II
METODOLOGI
Meteran
Digunakan untuk mengukur kedalaman profil tanah dan ketebalanhorison yang telah
digali.
Sabuk profil
Digunakan untuk menentukan batas ketebalan horison.
Meja dada
Digunakan sebagai tempat (alas) untuk mencatat data survei.
Alat tulis (bolpoin, kertas, pensil, penghapus, stipo, penggaris)
Digunakan untuk mencatat dan membuat laporan hasil survei.
Kamera
Digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan survei.
Kantong plastik
Digunakan sebagai tempat sampel tanah yang diambil.
c) Deskripsi Lokasi
Kompas
Digunakan untuk menetukan arah dalam mencari titik pengamatan.
Klinometer
Digunakan untuk menentukan besar kelerengan suatu tempat survey
d) Referensi Lapangan
Buku Panduan Deskripsi Lapang
Digunakan sebagai panduan untuk mengumpulkan data hasil survey
Buku Keys to Soil Taxonomy
Untuk menentukan jenis tanah, epipedon, dan endopedon yang berada di daerah
survei.
2.2.2 Bahan
Air
Untuk menentukan tekstur, struktur, dan konsistensi tanah
Tanah
Sebagai objek yang diamati
Peta Landform
Menggunakan Grid Kaku
Metode grid kaku merupakan metode yang menggunakan prinsip pendekatan sintetik.
Skema pengambilan contoh tanah secara sistematik dirancang dengan mempertimbangkan
kisaran spasial autokorelasi yang diharapkan. Jarak pengamatan dibuat secara teratur pada
jarak tertentu untuk menghasilkan jalur segi empat (rectangular grid) di seluruh daerah
survei. Pengamatan dilakukan dengan pola teratur (interval titik pengamatan berjarak sama
pada arah vertical dan horizontal).
Jarak pengamatan tergantung dari skala peta. Metode ini sangat cocok untuk survei
intensif dengan skala besar, dimana penggunaan interpretasi foto udara sangat terbatas dan
intensif pengamatan yang rapat memerlukan ketepatan penempatan titik pengamatan di
lapangan dan pada peta. Survei grid juga cocok dilakukan pada daerah yang mempunyai pola
tanah yang kompleks di mana pola detail hanya dapat dipetakan pada skala besar yang
kurang praktis. Survei ini sangat cocok diterapkan pada daerah yang posisi pemetaannya
sukar ditentukan dengan pasti. Selain itu survei ini sangat dianjurkan pada survei intensif
(detail-sangat detail) dan penggunaan hasil interpretasi foto udara sangat terbatas (misalnya
pada daerah dengan konfigurasi permukaan kurang beragam/daerah yang relatif datar) atau
di daerah yang belum ada foto udaranya.
Tentukan titik
pengam
Buat Minipit
atan Gamb
ar 2.1
Tentukan Horizon Bagan
Tanah Tahap
Sesuaikan warna tanah an
dengan buku muncell
Tentukan Warna Ambil Sample Tanah
Tanah Penga
Pecah jadi dua bagian matan
Rasakan dan
sesuaikan dengan
P
buku panduan ada
Remas tanah yang
sudah lembab
Tentukan Warna Ambil Sample Tanah penga
Tanah
Tetesi Sample dengan
air
Tulis hasil
matan profil tanah, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan titik pengamatan dari hamparan
lahan yang mau diamati, kemudian membuat minipit pada titik yang telah ditentukan dengan ukuran
yang telah di tentukan, selanjutnya menusuk atau mencongkel tanah dengan menggunakan pisau
untuk mengetahui perbedaan kekerasan tanah. Ini dimaksud untuk mengetahui jumlah horizon yang
ada pada tanah galian atau minipit. Kemudian perbedaan kekerasan dan warna yang telah diamati
digunakan untuk menarik lapisan pada penampang tanah. Setiap horizon atau lapisan tanah
ditentukan ukuran tebalnya dan diberi garis pembatas. Langkah selanjutnya menentukan warna dan
struktur setiap horizon.
Untuk pengamatan warna tanah, caranya dengan mengambil segumpal tanah untuk sampel,
kemudian pecah jadi dua bagian. Letakkan bagian gumpalan sampel tanah di bawah lubang kertas
buku Munsell dengan jari lalu cocokkan warna matriks tanah dengan warna pada Munsell.
Sedangkan untuk mengamati struktur tanah, caranya dengan mengambil segumpal tanah dan
diberi air agar lembab kemudian diremas dengan tekanan jari. Langkah terakhir yakni mencocokkan
serta menentukan bentuk struktur dan ukurannya berdasarkan tabel penentuan struktur tanah yang
ada pada modul.
Interpretasi data
Output data
Pada praktikum lapang, data yang diperlukan untuk tabulasi adalah data morfologis dan
fisiologis. Data morfologis berupa ketinggian lereng, pola drainase, erosi, bahaya banjir, dan lain-
lain berdasarkan pengamatan lapang. Sedangkan data fisiologis berupa data-data yang diperoleh dari
pengamatan pada minipit seperti tekstur, struktur, konsistensi, warna, pori-pori, dan lain sebagainya.
Tabulasi data diawali dari persiapan alat yang dibutuhkan berupa alat tulis dan alat pendukung
lainnya, kemudian pengumpulan data morfologi dan fisiologi dari pengamatan yang dilakukan serta
dimasukkan dalam table-tabel yang ada sehingga mempermudah pembacaan hasil pengamatan,
setelah itu dilakukan interpretasi data atau merubah data yang sulit di pahami menjadi data yang
mudah dipahami, setelah itu didapatkan output data yang sudah dilakukan analisis sehingga
mempermudah pembacaan lahan sekitar oleh orang-orang awam.
Buat Minipit
Pemetaan Tanah
Interpretasi data
Gambar 4.1 Tahapan Metodologi Evaluasi Lahan
Pada fieldwork ini survei tanah dilaksanakan di Dusun Kekep, Desa tulung rejo
kecamatan bumi aji, Kota Batu, Jawa Timur. Yang pertama harus dilakukan pada Survei
tanah dan evaluasi lahan yakni mendeskripsikan tanah di titik atau minipit yang dibuat sesuai
dengan titik koordinat peta serta percirian tanahnya. Kegiatan ini dilakukan pada tanah
terhadap profil tanah diikuti dengan pengambilan sampel tanah. Kemudian setelah melakukan
pendeskripsian, melakukan kelasifikasi tanah dengan membedakan tanah berdasarkan sifat
khusus yang dimiliki tanah tersebut. Selanjutnya melakukan pemetaan tanah atau menentukan
batas Satuan Peta Tanah (SPT). Selanjutnya melakukan interpretasi data 13urvey tanah,
mencerminkan tingkat kemampuan lahan dan kesesuaian lahan terhadap penggunaannya untuk
pertanian atau untuk penggunaan lain.
Cara untuk mendapatkan data usahatani yang dilakukan petani di Dusun Kekep petani
yaitu, kami melakukan wawancara secara langsung dengan salah satu petani, caranya kami
mendatangi petani yang berada di lahan, dan tentunya yang lahannya kami gunakan sebagai
titik pengamatan. Setelah itu kami menanyakan kesediannya untuk melakukan Tanya jawaab,
dan setelah bersedia lakukan tanya jawab sesuai dengan data yang diperlukan untuk analisis
usahatani. Dari hasil tanya jawab tersebut kami mendapatkan data yang kami perlukan dan
kemudia kami mengembangkannya dan menjadikannya sebagai hasil analisis usahatani petani
tersebut.
BAB III
HASIL
b. Biaya Variabel
Biaya Produksi Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
1. Pupuk TSP 50 kg 80.000 400.000
2. Pupuk Kandang 100 kg 8.000 80.000
3. Pestisida 1 botol 100.000 100.000
4. Tenaga Kerja 2 orang 600.000 1.200.000
Total Biaya 1.780.000
Tabel 4.2 Biaya Variabel Usahatani Jeruk
b. Biaya Variabel
Biaya Produksi Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
1. Pupuk Urea 30 kg 100.000 / sak 60.000
2. Pupuk kandang 100 kg 8.000 80.000
3. Pestisida 1 botol 100.000 100.000
4. Tenaga Kerja 2 orang 300.000 600.000
5. Blower 10 kg 100.000 / sak 20.000
Total Biaya 860.000
Tabel 4.4 Biaya Variabel Usahatani Peacock
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.2 Lereng
Murtianto ( 2013 ) mengatakan bahwa faktor lereng sangat mempengaruhi erosi yang
terjadi. Karena pengaruh lereng pada proses terjadinya erosi yaitu mempengaruhi besarnya
energi penyebab erosi dengan karakteristik kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk
lereng. Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan.
Dari hasil survey keadaan lereng pada masing-masing titik beragam, baik pada lereng
atas, lereng tengah, dan lereng bawah dengan aspek arah yang sama yaitu timur laut. Pada
lereng bawah kemiringan lokasi adalah 25%. Pada lereng tengah memiliki kemiringan 28%.
Dan pada lereng atas kemiringannya mencapai 30%. Faktor yang mempengaruhui perbedaan
kelerengan ini adalah ketinggian dan topografi. Kelerengan ini dapat mempengaruhi tingkat
erosi serta kecepatan aliran permukaan, dimana semakin tinggi kemiringannya maka erosi juga
akan semakin tinggi dan aliran permukaan akan semakin cepat. Sehingga tanah pada lapisan
atas hanya ditanami tanaman yang memiliki perakaran kuat. Tanaman yang memiliki
perakaran kuat ini juga berguna dalam pengurangan proses erosi yang terjadi.
4.1.3 Relief
Marduta ( 2010 ) mendefinisikan relief sebagai bentuk tinggi rendahnya permukaan
bumi, baik berupa tonjolan, dataran, atau cekungan. Relief daratan permukaan bumi terbentuk
karena adanya proses proses geologi yang meliputi aktivitas tektonik (diastropisme),
vulkanisme, dan seisme. Secara garis besar, relief daratan Indonesia dapat dibedakan atas
daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi atau daerah pegunungan.
Daerah survey ini merupakan daerah pegunungan dengan tanah yang terbentuk dari
aktivitas vulkanik. Relief makro yang terbentuk pada setiap titik beragam dimana pada lereng
bawah relief makro bergumuk(15-30%, 10 m), lereng tengah dengan relief makro berbukit
kecil (15-30%, 10-50m), dan lereng atas juga dengan relief makro berbukit kecil (15-30%, 10-
50m). Perbedaan relief dari ketiga titik ini diakibatkan oleh proses geologi yang berlangsung.
4.1.4 Erosi
Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment),
pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh
penyebab erosi (Asdak, 1995). Sedangkan Arsyad (1989) memberikan batasan erosi sebagai
peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat
lain oleh suatu media alami (air atau angin).
Dari hasil survey yang dilakukan dilokasi, ditemukan erosi pada ketiga titik yang sama
yaitu erosi alur. Pada lereng atas jenis erosinya berupa erosi alur dengan derajat berat.
Sedangkan pada lereng tengah dan lereng bawah jenis erosinya berupa erosi alur dengan
derajat erosi yang sedang. Perbedaan jenis erosi ini terjani karena perbedaan kelerengan,
ketinggian, dan jenis tanaman yang pada setiap titik. Dimana semakin tinggi derajat
kelerengan maka aliran permukaan akan semakin cepat sehingga tingkat erosi akan semakin
tinggi.
Arsyad (1989) mengatakan bahwa secara umum erosi dipengaruhi oleh iklim, tanah
(C), topografi (S), vegetasi (V) dan manusia (H) yang dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
E = f (C, S, T,V, H)
Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang dapat
dikendalikan manusia dan faktor yang tidak dapat dikendalikan manusia. Faktor yang dapat
dikendalikan oleh manusia adalah tanaman sedangkan iklim dan topografi secara langsung
tidak dapat dikendalikan oleh manusia dan untuk tanah dapat dikendalikan secara tidak
langsung dengan pengolahan tertentu
Pada daerah tropis faktor iklim yang paling besar pengaruhnya terhadap laju erosi
adalah hujan. Jumlah dan intensitas hujan di Indonesia umumnya lebih tingi dibandingkan
dengan negara beriklim sedang. Besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi, daya
pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah (Arsyad, 1989).
4.2.2 Tekstur
Horizon pertama (H1) pada lereng atas tekstur tanahnya ialah lempung liat berpasir,
sedangkan horizon kedua (H2) tekstur tanahnya ialah liat berpasir. Horizon pertama (H1) di
lereng tengan tekstur tanahnya ialah gumpal membulat, begitu juga dengan horizon kedua
(H2). Sedangkan horizon ketiga (H3) tekstur tanahnya ialah gumpal bersudut. Di lereng bawah
horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) tekstur tanahnya ialah liat berpasir.
Faktor faktor yang mempengaruhi perbedaan tekstur tanah pada masing – masing titik
pengamatan di atas ialah sebagai berikut:
Iklim
Iklim merupakan rerata cuaca pada jangka panjang minimal permusim atau
perperiode, dan seterusnya, dan cuaca adalah kondisi iklim pada suatu waktu berjangka
pendek misalnya harian, mingguan, bulanan dan masimal semusim atau seperiode.
Pengaruh curan hujan ialah sebagai pelarut dan pengankut maka air hujan akan
mempengarugi: (1) komposisi kimiawi mineral penyusun tanah, (2) kedalaman dan
diferensiasi profil tanah, (3) sifat fsik tanah. Pengaruh temperatureSetiap kenaikan
temperatur C akan meningkatkan penigkatannya laju reaksi kimiawi menjadi 2x lipat.
Meningkatkan pembentukan dan pelapukan dan pembentukan liat terjadi seiring dengan
peningkatannya temperature
Hubungan antara temperature dan pertumbuhan tanaman serta akumulasi bahan
organic cukup kompleks. Kandungan bahan organic tanah adalah jumlah antara hasil
penambahan bahan organic, laju mineralisasi bahan organic, dan kapasitas tanah
melidungi bahan organic dari mineralisasi (liat amorf) (Hanafiah, 2005).
Topografi
Tofografi yang dimaksud adalah konfigurasi permukaan dari suatu area/wilayah.
Perbedaan tofografi akan mempengaruhi jenis tanah yang terbentuk. pada daerah lereng
infiltras. Sedangkan pada daerah datar/rendah, menerima kelebihan air yang menyediakan
air lebih banyak untuk proses genesis tanah.
a. Pengaruh slope/lereng
Kemiringan dan pandang lereng berpengaruh pada genesis tanah. Semakin tanah curam
lereng makin besar runcff dan eros tanah. Hal yang mengakibatkan terhambatnya
genesis tanah oleh karena pertumbuhan tanaman terhambat dan sumbangan bahan
organik juga lebh kecil, pelapukan menjadi terhambat begitu pula dengan pembentukan
liat. Disamping itu, pencucian dan eluviasi berkurang. Dengan kata lain tanah lebih
tipis dan kurang berkembang di daerah lereng.
b. Pengaruh tinggi muka air dan drainase
Tanah mempunyai drainase baik pada slope yang muka air tanah jauh di bawah
permukaan tanah. Tanah yang berdrainase buruk ditandai dengan muka air yang
muncul di permukaan tanah yang menyebabkan terjadinya kondisi anerobik dan
reduksi. Tanah yang bedrainase buruk mempunyai horison A biasanya berwarna gelap
olh karena tingginya bahan organik, tapi horison bawah pemukaannya cenderung
kelabu (gray). Tanah berdrainase baik, mempunyai horison A yang warnanya lebih
terang dan horison bawahnya seragam lebih gelap.(Hanafiah, 2005)
Organisme Hidup
Fungsi utama organisme hidup adalah untuk menyediakan bahan organik bagi
soil. Humus akan menyediakan nutrien dan membantu menahan air. Tumbuhan
membusuk akan melepaskan asam organik yang meningkatkan pelapukan kimiawi.
Hewan penggali seperti semut, cacing, dan tikus membawa partikel soil ke permukaan dan
mencampur bahan organik dengan mineral. Lubang-lubang yang dibuat akan membantu
sirkulasi air dan udara, meningkatkan pelapukan kimiawi dan mempercepat pembentukan
soil. Mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan protozoa membantu proses pembusukan
bahan organik menjadi humus.(Hanafiah, 2005)
Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah (dinamis) sehingga
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus maka tanah tanah yang semakin tua
juga akan semakin kurus. Mineral yang banyak mengandung unsure hara telah habis
mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena
proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka bahan induk tanah berubah berturut
turut menjadi tanah muda, tanah dewasa dan tanah tua. Tanah muda hasil pembentukan
horizon C dan horizon A. Tanah dewasa yaitu hasil pembentukan horizon B yang masih
muda (Bw). Tanah tua merupakan tanah dari hasil pencucian yang terus menerus berlanjut
sehingga tanah tersebut menjadi kurus dan masam. Perlu diketahui bahwa tingkat
perkebangan tanah tidak setara dengan tingkat pelapukan tanah. Tingkat perkembangan
tanah berhubungan dengan perkembangan horizon horizon tanah, sedangkan tingkat
pelapukan tanah berhubungan dengan tingkat pelapukan mineral dalam tanah
(Hardjowigeno, 2003)
Bahan Induk
Pembentuk bahan induk yang terbentuk dari batuan induk keras di dominasi oleh
proses disentegrasi secara fisik dan dekomposisi kimiawi partikel mineral dalam batuan
tersebut. Bahan induk yang berasal dari batu pasir. Pada batu kapur, tanah terbentuk dari
sisa-sisa bahan yang tidak larut setelah kalsium dan magnesium karbonat terlarut dan
terkunci. Liat adalah bahan yang dapat d temui pada batu kapur, yang kemudian
menjadikan tanah bertekstur halus. Bahan induk yang di turunkan dari sedimen dibawah
oleh air angin. Sedimen koluvial terjadi pada lereng terjal dimana gravitasi adalah
kekuatan utama yang menyebabkan gerakan dan sedimentasi.sedimen koluvial adalah
bahan induk yang penting di areal bergunung/berbukit. Sedimen alluvial biasa ditemui
dimana-mana oleh karena penyebaran oleh banjir dan sungai. Contoh: kebanyakan tanah-
tanah pertanian di California terbentuk di lembahdiman alluvial adalah bahan induk yang
dominan. Pengaruh bahan induk terhadap genesis tanah, Perkembangan horison terutama
horison B tergantung pada translokasi partikel halus oleh air. Bahan induk yang tersusun
100% pasir kuarsa tidak akan hancur untuk mengahasilkan partikel koloid. Bahan induk
yang bertekstur pasir akan mendukung perkembangan horison bahasa daerah (humid).
Bahan induk yang tersusun atas partikel inter media akan berkembang menjadi berbagai
jenis tanah. Tekstur dan struktur tanah akan mempengaruhi genesis tanah melalui proses
infiltrasi dan erosi. Permeabilitas dan translokasi material dalam air, proteksi dan
akumulasi bahan organik dan ketebalan solum (horison A+B). (Foth,H.D. 1990).
4.2.3 Struktur
Horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng atas struktur tanahnya
ialah gumpal membulat. Struktur tanah yang sama juga ditemui di horizon pertama (H1) dan
horizon kedua (H2) pada lereng tengah. Namun horizon ketiganya (H3) struktur tanahnya
ialah gumpal bersudut. Di lereng bawah, horizon pertama (H1) tekstur tanahnya ialah gumpal
bersudut sedangkan horizon kedua (H2) struktur tanahnya ialah gumpal membulat.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan struktur tanah pada masing
– masing titik pengamatan di atas adalah :
a. Bahan organik
Yang mana dalam pembentukan struktur tanah ini bahan organic berfungsi sebagai
perekat atau lem.
b. Aktivitas makhluk hidup
Bila didalam tanah banyak aktifitas makhluk hidupnya,maka tanah akan menjadi gembur
dan akibatnya struktur tanah menjadi lemah.
c. Tekstur
Tekstur menunjukan perbandingan relatif pasir, debu dan liat dalam tanah. Tekstur juga
menunjukan keadaan kasar atau halusnya suatu tanah itu,dari penjelasan diatas dilihat.
hubungan antara struktur dengan tekstur tanah yaitu tekstur tanah sangat butuh peran
dalam menentukan struktur tingkat kesulitan dan kemudahan daya oleh tanah dan
drainase tanah. Tanah yang kemantapan rendah makin mudah diolah karena kandungan
liatnya sedikit dan sebaliknya. Tekstur tanah dengan struktur tanah erat sekali
hubungannya. Sebagai contohnya, bila tekstur tanahnya pasir maka struktur tanahnya
granuler.
d. Perakaran
Akar berfungi untuk mendukung berdirinya tanaman dan mengangkut serta menyerap air
dan zat – zat makanan dari dalam tanah. Bila akar tanaman tersebut kuat maka akan
mengubah struktur dari tanah tersebut, yang semula gumpalan menjadi gumpal bersudut.
e. Organisme
Dalam hal ini sama saja dengan factor aktivitas makhluk hidup, yakni bila di dalam tanah
banyak terdapat organisme maka tanah menjadi gembur dan berakibat pada struktur
tanahnya yang menjadi lemah.
f. Bahan Induk
Bahan organik mempunyai sifat mengikat, memperbesar kemungkinan penggumpalan
yang mencirikan pada agregat individual. Bahan organik berperan sebagai perekat
partikel-partikel tanah sehingga jika bahan tersedia dalam jumlah banyak partikel tanah
sehingga mudah menyatu dan dapat dibentuk srtuktur egregat yang kuat kemantapannya.
g. Erosi
Tanah selalu peka terhadap erosi air. Bahan hasil erosi mungkin diendapkan di lembah-
lembah sungai untuk menjadi bahan pembentuk tanah baru, atau mungkin terangkut
sampai ke laut. Sehingga bila struktur tanahnya tidak mantap maka erosi akan terjadi.
4.2.4 Konsistensi
Horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng atas konsistensinya basah.
Hal demikian juga terdapat pada horizon pertama (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng
tengah, sedangkan horizon ketiganya (H3) lembab. Kondisi tak jauh beda juga didapati di
horizon (H1) dan horizon kedua (H2) pada lereng bawah yaitu konsistensi tanahnya basah.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan konsistensi tanah pada
masing – masing titik pengamatan di atas adalah :
a. Bahan Induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta
kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam pembentukan agregat,
karena liat berfungsi sebagai pengikat yang diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan
setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan
berpengaruh terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh
terhadap agregasi.
b. Bahan organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian
tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan
organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
c. Tanaman
Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar
tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan
adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu celah-
celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserp oleh tnaman tesebut.
d. Organisme tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu
berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkna tanaman.Secara tidak
langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarlan lagi
menjadi bahan pengikat tanah.
e. Waktu
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu
berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.
f. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan.
Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah.
4.2.5 Perakaran
Pada lereng atas dari segi perakaran pada horizon pertama (H1) Jumlah perakarannya
biasa dan ukuran Sedang sedangakan pada Horizon kedua (H2) jumlah perakaran Sedikit
serta ukurannya Halus. Hal yang sama juga terdapat pada lereng tengah tetapi pada lereng
tengah ada horizon ketiga (H3) yang range perakaran masih seperti horizon kedua yaitu
jumlahnya sedikit dan ukurannya halus. dan pada lereng bawah horizon pertama (H!)
jumlahnya Biasa ukuran : halus. Sedangakan pada horizon kedua (H2) jumlah perakaran
Sedikit dan ukurannya halus.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam perakaran tetapi factor yang paling
mempengaruhi dari system perakaran dari tiap site adalah jenis komoditas yang ditanam pada
setiap site serta jika ditinjau dari factor internalnya perakaran akan sangat berpengaruh
terhadap persediaan unsur hara jika pada daerah yang unsur haranya tinggi maka dapat terlihat
perakaran akan cenderung sedikit dan halus sedangkan pada daerah yang persediaan unsur
haranya rendah maka perakaran berjumlah banyak
4.2.6 Pori
Lereng atas pada horizon pertama (H1) porinya Sedang biasa dan jenis pori yaitu
makro sedangkan pada horizon kedua porinya halus sedikit dan jenisnya pori adalah pori
mikro. Sedangkan pada lereng tengah rangenya hampir sama seperti lereng atas tetapi terdapat
perbedaan pada horizon ketiga (H3) yaitu porinya halus sedikit dan Jenis porinya mikro
sedangkan pada lereng bawah horizon pertama (H1) porinya sedang biasa dan jenisnya pori
adalah pori mikro sedangkan pada horizon kedua (H2) porinya alus sedikit dan jenisnya pori
adalah mikro.
Porositas tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satu di antaranya adalah
keadaan tekstur tanah. Tanah yang bertekstur ganuler atau remah memiliki tingkat porositas
yang lebih tinggi daripada tanah yang bertekstur massive (pejal) dengan tingkat porositas
tanah yang kecil serta perakaran adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada
porositas sehingga dapat dilihat perakaran dan porositas akan berbanding lurus seperti yang
dijelaskan pada subbab perakaran.
4.2.7 Drainase
Data drainase di lapangan menunjukkan sebagian besar drainasenya adalah sedang,
artinya peredaran udara pada daerah tersebut baik, tidak terdapat bercak kuning, kelabu atau
cokelat pada lapisan tanah atas ataupun bawah
Faktor yang mempengaruhi drainase adalah struktur. Konsistensi, porositas serta
perakaran sehingga pada wilayah fieldwork Antara perakaran porositas drainase akan sangat
berkaitan
4.2.8 Permeabilitas
Permeabilitas tanah menunjukkan sebagian besar permeabilitasnya cepat. Kemampuan
tanah meloloskan air dapat dikatakan cukup baik. Struktur dan tekstur tanah serta unsur
organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah.
Tekstur, tekstur sangat mempengaruhi permeabilitas tanah. Hal ini dikarenakan
permeabilitas itu adalah melewati tekstur tanah. Misalnya tanah yang bertekstur pasir akan
mudah melewatkan air dalam tanah. Struktur juga mempengaruhi permebilitas. Semakin
banyak ruang antar struktur, maka semakin cepat juga permeabilitas dalam tanah tersebut.
Misalnya tanah yang berstruktur lempeng akan sulit di tembus oleh air daru pada berstruktur
remah. Serta porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau
udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam
tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut
4.4 Kondisi Kesesuaian Lahan Antar Titik Pengamatan dan Kesesuaian Potensial
4.4.1 Kesesuaian Lahan Aktual
a. Lereng Bawah
Kubis
Dari data yang didapat dapat disimpulkan bahwa dengan tanaman kubis di lereng
bawah maka kelas kesesuaian lahannya masuk dalam kategori S3 dengan faktor pembatas
lereng. Dimana kategori S3 itu bisa disebut pula sesuai marginal. Menurut Rayes (2007)
Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas berat untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus dilakukan. Sehingga pembatas akan mengurangi produktivitas dan
keuntungan. Perlu ditingkatkanmasukan yang diperlukan. Karena pada titik ini pembatasnya
adalah lereng, untuk mengatasi faktor pembatas lereng, menurut Rahim (2000) maka petani
bisa menggunakan budidaya kubis dengan terasiring dengan tepian dari terasiring diberi
rumput gajah sebagai penyaring dan penyangga bila terjadi erosi.
Wortel
Dari data yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tanaman
wortel di lereng bawah maka kelas kesesuaian lahannya masuk dalam kategori S3 dengan
faktor pembatas lereng. Dimana kategori S3 itu bisa disebut pula sesuai marginal. Menurut
Rayes (2007) Kelas S3 merupakan lahan yang mempunyai pembatas berat untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Sehingga pembatas akan
mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatkan masukan yang diperlukan.
Karena pada titik ini pembatasnya adalah lereng. Untuk mengatasi faktor pembatas lereng,
menurut Rahim (2000) dapat dilakukan budidaya wortel dengan teras-teras.
b. Lereng Tengah
Pinus
Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa lereng tengah dengan komoditas
pinus diatasnya masuk dalam kategori S3 yang termasuk Kelas sesuai marginal (Marginally
Suitable). Ini berarti bahwa dengan ditanam komoditas pinus diatasnya kurang sesuai dengan
kondisi lingkungan dilahan tersebut. Faktor pembatasnya adalah lereng.
Menurut Rayes (2007) Lahan yang masuk kategori S3 mengindikasikan lahan yang
memiliki faktor pembatas sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang
harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu
ditingkatkaan masukan yang diperlukan. Dalam klasifikasi lahan kuantitatif, masukan dan
keuntungan harus dinyatakan dengan istilah-istilah umum yang akan diukur, yaitu pada
umumnya menggunakan nilai ekonomi. Dalam lingkungan yang berbeda, variabel-variabel
mengenai tingkat kesessuaian dapat dinyatakan secara lebih tegas misalnya kisaran
penghasilan bersih yang diharapkan per satuan luas atau per satuan pengelolaan yang baku
atau keuntungan bersih per satuan air irigasi yang diterapkan pada berbagai jenis lahan yang
berbeda untuk penggunaan tertentu.
Pada karakteristik lereng, perbaikan yang dapat dilakukan menurut Atmosuseno
(1999) penanaman Pinus di areal yang berlereng pada lahannya dapat dilakukan perbaikan
dengan teknik konservasi pembuatan teras. Teras dapat dibuat beberapa jenis antara lain
teras kredit untuk kemiringan 3-10%, teras bangku untuk kemiringan 10-30% dan teras
pematang/guludan (Countour Terrace) untuk kemiringan antara 30-50%. Sedangkan pada
pengamatan yang dilakukan di desa Kekep, lereng tengah dengan kelerengan 28 %. Menurut
indikator tersebut, supaya tidak terjadi erosi maka dilakukan pembatan teras bangku. Bentuk
teras bangku dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.1 Bentuk Teras Bangku Sumber: Anonim (2000).
c. Lereng Atas
Pinus
Dari data yang telah didapat, dapat disimpulkan bahwa dengan pohon pinus di lereng
atas maka kelas kesesuaian lahannya masuk dalam kategori S3 dengan faktor pembatas
lereng. Dimana kategori S3 itu bisa disebut pula sesuai marginal. Menurut Rayes (2007)
Lahan yang masuk kategori S3 mengindikasikan lahan memiliki faktor pembatas sangat
berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan
mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatkaan masukan yang diperlukan.
Dalam klasifikasi lahan kuantitatif, masukan dan keuntungan harus dinyatakan dengan
istilah-istilah umum yang akan diukur, yaitu pada umumnya menggunakan nilai ekonomi.
Dalam lingkungan yang berbeda, variabel-variabel mengenai tingkat kesessuaian dapat
dinyatakan secara lebih tegas misalnya kisaran penghasilan bersih yang diharapkan per
satuan luas atau per satuan pengelolaan yang baku atau keuntungan bersih per satuan air
irigasi yang diterapkan pada berbagai jenis lahan yang berbeda untuk penggunaan tertentu.
Pada karakteristik lereng, perbaikan yang dapat dilakukan menurut Atmosuseno
(1999) penanaman Pinus di areal yang berlereng pada lahannya dapat dilakukan perbaikan
dengan teknik konservasi pembuatan teras. Teras dapat dibuat beberapa jenis antara lain
teras kredit untuk kemiringan 3-10%, teras bangku untuk kemiringan 10-30% dan teras
pematang/guludan (Countour Terrace) untuk kemiringan antara 30-50%. Sedangkan pada
pengamatan yang dilakukan di desa Kekep, lereng atas dengan kelerengan 30 %. Menurut
indikator tersebut, supaya tidak terjadi erosi maka dilakukan pembatan teras gulud. Bentuk
teras gulud dapat dilihat pada gambar berikut:
Wortel
Berdasarkan data tabulasi diatas, usahatani wortel yang dilakukan oleh para petani
merupakan komoditas yang kurang tepat untuk dikembangkan dilahan ini. Hal ini
dikarenakan adanya factor pembatas dari lereng dan kedalaman tanah kurang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman wortel, sehingga berpengaruh pada segi sosial dan
juga ekonomi masyarakat setempat. Untuk itu kesesuaian potensial yaitu dengan penanaman
jeruk, hal ini dapat membantu mengurangi masukan yang akan diberikan pada jeruk karena
lahan yang digunakan sangat sesuai dengan persyaratan yang ada sehingga tanaman mampu
untuk berkembang dan tumbuh.
b. Lereng Tengah
Pohon Pinus
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan potensial yang
dapat dikembangkan adalah komoditas karet. Karena menurut Departemen Pertanian
komoditas ini memiliki akar yang tunggang dimana akar ini sangat kuat sehingga tanaman
tidak mudah rebah. Komoditas ini mampu menyerap air dan menahan tanah oleh karena itu
dengan kelerengan yang agak curam maka dibutuhkan tanaman dengan akar yang kuat.
Selain itu perbaikan dengan menjadikan sebagai hutan lindung atau hutan produksi sangat
sesuai untuk membantu memperbaiki keadaan wilayah yang sudah mulai rusak serta menjaga
kualitas dan kuatitias air tanah yang terdapat diwilayah tersebut.
c. Lereng Atas
Pohon Pinus
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kesesuaian lahan potensial yang
dapat dikembangkan adalah komoditas karet. Menurut Departemen Pertanian komoditas ini
memiliki akar yang tunggang dimana akar ini sangat kuat sehingga tanaman tidak mudah
rebah. Komoditas ini mampu menyerap air dan menahan tanah oleh karena itu dengan
kelerengan yang agak curam maka dibutuhkan tanaman dengan akar yang kuat. Selain itu
perbaikan dengan menjadikan sebagai hutan lindung atau hutan produksi sangat sesuai untuk
membantu memperbaiki keadaan wilayah yang sudah mulai rusak serta menjaga kualitas dan
kuantitas air tanah yang terdapat di wilayah tersebut.
5.750.000
= 1.780.000
6000−
1300
= 1241,7
Dari BEP unit didapatkan hasil sebesar 1241 artinya apabila petani menjual jeruk
sebanyak 1241 kg sudah mencapai titik impas yaitu tidak untung maupun tidak rugi. Bapak
Slamet menjual jeruk sebanyak 1300 kg, angka tersebut telah melebihi BEP sehingga
usahatani Bapak Slamet layak untuk diusahakan.
𝑇𝐹𝐶
BEP Rupiah = 𝑇𝑉𝐶
1−
𝑇𝑅
5.750.000
= 1.780.000
1−
23.400.000
= Rp 6.222.943
Artinya usahatani jeruk Bapak Slamet mencapai titik impas apabila penerimaan penjualan
dalam sekali panen sebesar Rp 6.222.943. Bapak Slamet mendapat penerimaan sebesar Rp
7.800.000 menunjukkan usahatani jeruk yang dilakukan Bapak Slamet layak untuk
diusahakan.
R/C Ratio
R/C Ratio = Revenue / Total Cost
= 23.400.000/ 7.530.000
= 3,1
Interpretasi: setiap penambahan pengeluaran biaya sebesar 1 rupiah maka akan
didapatkan penerimaan sebesar 3,1
Dari perhitungan di atas, dapatdiketahui R/C ratio bernilai3,1. Hal tersebut dapat
dikatakan bahwa R/C ratio lebih dari satu, yang berarti usahatani jeruk pacitan Bapak Slamet
ini merupakan usaha yang layak dan menguntungkan.
4.5.2 Analisis Usahatani Bunga Peacock
Berdasarkan data dalam tabel 4.3 tentang biaya tetap dan tabel 4.4 tentang biaya
variabel usahatani bunga peacock, maka diperoleh hasil analisis usahatani sebagai berikut:
Biaya Total
Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= 1.480.000 + 860.000
= Rp 2.340.000
Penerimaan
Penerimaan = Hargajual x jumlahproduksi
Panen dilakukan 1 bulan 2 kali
Harga per ikat bunga pikok Rp 7000,-
Jumlah panen 800 ikat dalam 1 bulan.
Penerimaan = 800x Rp 7000
= Rp 5.600.000
Keuntungan
Pendapatanbersih (Net Profit) = Penerimaan – biaya total
= Rp 5.600.000 – Rp2.340.000
= Rp 3.260.000
Break Event Point
𝑇𝐹𝐶
BEPunit =
𝑃𝑄 −𝑇𝑉𝐶
1.480.000
= 860.000
7000−
800
= 249 ikat
Dari BEP unit didapatkan hasil sebesar 249 artinya apabila petani menjual bunga
pikok sebanyak 249 ikat sudah mencapai titik impas yaitu tidak untung maupun tidak
rugi. Bapak Slamet menjual bunga pikok sebanyak 800 ikat, angka tersebut telah
melebihi BEP sehingga usahatani Bapak Slamet layak untuk diusahakan.
𝑇𝐹𝐶
BEP Rupiah = 𝑇𝑉𝐶
1−
𝑇𝑅
1.480.000
= 860.000
1−
5.600.000
= Rp 1.741.176
Artinya usahatani bunga pikok Bapak Slamet mencapai titik impas apabila
penerimaan penjualan dalam sekali panen sebesar Rp 1.741.176. Bapak Slamet mendapat
penerimaan sebesar Rp 5.600.000 menunjukkan usahatani bunga pikok yang dilakukan
Bapak Slamet layak untuk diusahakan.
R/C Ratio
R/C Ratio = Revenue / Total Cost
= 5.600.000 / 2.340.000
= 2,4
• Interpretasi: setiap penambahan pengeluaran biaya sebesar 1 rupiah maka akan
didapatkan penerimaan sebesar 2,4
Dari perhitungan di atas, dapatdiketahui R/C ratio bernilai 2,4. Hal tersebut dapat
dikatakan bahwa R/C ratio lebih dari satu, yang berarti usahatani bunga pikok Bapak
Slamet ini merupakan usaha yang layak dan menguntungkan.
4.6 Keterkaitan dan Keselarasan Analisa Biofisik dan Sosial Ekonomi tentang Survei Tanah
Aspek biofisik dalam suatu lahan berhubungan erat dengan sosial ekonomi masyarakat. Di
dalam Anonim (2007) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi tentang fenomena biologis dengan
menggunakan metode-metode dan konsep-konsep fisika. Menurut Eni A dan Tri H (2012) Aspek
biofisik tersebut meliputi penggunaan lahan, kemiringan lereng dan relief, kedalaman muka air
tanah, tekstur tanah, kedalaman tanah, banjir, serta jaringan jalan. Sedangkan menurut Romadaniati
(2013) aspek ekonomi dan sosial perlu ditelaah apakah keberadaaan suatu proyek atau usaha akan
memberikan manfaat secara ekonomi dan sosial kepada berbagai pihak atau sebaliknya. Jadi usaha
yang dilakukan akan mengalami keuntungan.
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di Dusun Kekep, penggunaan lahan dari masing –
masing lereng berbeda. Pada lereng atas digunakan sebagai hutan, lereng tengah sebagai hutan pinus
dan rumput gajah, serta lereng bawah yang digunakan sebagai lahan budidaya berupa kubis, wortel
dan jeruk. Pada saat di lapang, kami mewawancarai salah satu petani jeruk yang terdapat pada lereng
bawah. Berdasarkan hasil analisis aspek biofisik didapatkan hasil kemiringan lereng 25%, relief
makro bergumuk(15-30%, 10 m), erosi alur dengan derajat erosi yang sedang, tekstur tanah liat
berpasir, kedalaman efektif tanah 39 cm. Berdasarkan hasil tersebut pada lereng bawah tergolong
dalam kesesuaian lahan kelas IV, sehingga sangat sesuai dengan realita yang ada bahwa cocok untuk
budidaya pertanian (Rayes, 2007). Apabila dilihat dari aspek ekonomi, usahatani jeruk yang
dilakukan oleh Bapak Slamet sangat menguntungkan. Sedangkan secara sosial, usahatani jeruk
merupakan usaha tani secara turun menurun yang sudah ada sejak dulu.
Jadi antara aspek biofisik dengan aspek sosial ekonomi pada lereng bawah berbanding lurus.
Hal ini dikarenakan kondisi biofisik pada lereng bawah sesuai dengan kemampuan lahan pada kelas
IV untuk budidaya pertanian yaitu tanaman jeruk. Oleh karena itu, aspek biofisik/lingkungan hidup
perlu diperhatikan karena selain merupakan sumberdaya pembangunan juga merupakan faktor
penentu tingkat kesejahteraan manusia.
Didalam kemampuan lahan kelas IV ini pengelolaannya juga perlu diperhatikan lebih hati –
hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit untuk diterapkan dan dipertahankan karena memiliki
kendala yang sangat berat sehingga membatasi pilihan penggunaan (Rayes, 2007).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan di Dusun Kekep, Kecamatan Batu dapat
disimpulkan bahwa terdapat tiga titik pengamatan yaitu pada lereng atas, lereng tengah dan lereng
bawah. Pada masing – masing lereng memiliki keadaan fisiografi dan morfologi yang berbeda
dikarenakan faktor – faktor yang mempengaruhi juga berbeda.
Menurut hasil analisis data-data lapang diketahui bahwa pada lereng atas,tengah dan bawah
tergolong tingkat kemampuan lahan pada kelas IV hanya saja faktor pembatas di antara masing-masing
tersebut berbeda. Pada lereng atas yang menjadi faktor pembatas ialah kemiringan lereng, sedangkan
pada lereng tengah adalah kemiringan lereng dan kedalaman efektif, serta pada lereng bawah adalah
lereng,kedalaman efektif,erosi dan batu kerikil.
Untuk kesesuaian lahan aktual pada lereng atas, lereng tengah dan lereng bawah tergolong
dalam kategori S3 dimana kategori S3 itu bisa disebut sesuai marginal (Marginally Suitable) dengan
faktor pembatas ketiganya adalah lereng. Sedangkan, kesesuaian lahan potensial ialah suatu cara
perbaikan agar dapat mengoptimalkan lahan dengan baik. Pada lereng atas dan tengah akan lebih
berpotensi apabila penggunaan lahan tersebut sebagai hutan karet, sedangkan pada lereng bawah
digunakan sebagai lahan budidaya pertanian komoditas jeruk.
Dilihat dari segi aspek sosial ekonomi, dari ketiga lereng tersebut memiliki hasil yang berbeda-
beda. Dari ketiga lereng tersebut kami mewawancarai petani jeruk pada lereng bawah dan usahatani
yang dilakukan layak secara ekonomis dengan perolehan keuntungan sebesar Rp15.880.000 / tahun.
Sedangkan, dalam aspek sosial diketahui pada saat wawancara bahwa penggunaan jenis tanaman pada
ketiga lereng tersebut sudah turun temurun dari sesepuh mereka, sehingga tidak ada konflik sosial dalam
gangguang psikolog.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Biophysics. Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation.
Anonim. 2000. Konservasi Lahan. Lembar Informasi Pertanian 02/2000.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kedua. Institut Pertanian Bogor Press, Darmaga,
Bogor.
Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB press. Bogor
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Pertama. Gadjah Mada
University Press, Bulaksumur, Yogyakarta.
Atmosuseno, B.S. 1999. Budidaya, Kegunaan dan Prospek Pinus. Penebar Swadaya. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2013. (online) http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/kriteria/jeruk.php diakses tanggal
6 Desember 2013
Elfarisna. 2011. Penuntun Praktikum Dasar-dasar Ilmu tanah. Jakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Eni, A dan Tri H. 2013. Peraturan Wilayah Industri. (online)
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/10/peraturan-wilayah-industri.html. Diakses tanggal 07
Desember 2013.
Foth, Hendry D. 1990. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga Gajah Mada University Press:Yogyakarta.
Hanafiah, Ali Kemas. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakara.
Hardjowigono, H.S. 2002. Ilmu Tanah. AkademikaPressindo, Jakarta.
Maduta. 2012. Relief (online). http://marduta.com/rangkuman-materi-ips-kelas-8/relief-daratan-indonesia.
Diakses tanggal 27 November 2012.
Murtianto. 2013. Lereng (online).
http://file.upi.edu/Direktori/Fpips/Lainnya/Hendro_Murtianto/21_Peta__Satuan_Lahan.pdf.
Diakses tanggal 3 Desember 2013.
Rahim, S, 2000, Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka PelestarianLingkungan Hidup,. Bumi Aksara,
Jakarta
Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. ANDI Yogayakarta. Yogyakarta.
Romadaniati, Nia. 2013. Aspek Ekonomi dan Sosial dalam Studi. (online)
http://niia1993.blogspot.com/2013/03/aspek-ekonomi-dan-sosial-dalam-studi.html. Diakses
tanggal 07 Desember 2013.
LAMPIRAN
karakteristik lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
16 - 19 13 - 16 < 13
Curah hujan (mm) 1.200 - 3.000 1.000 - 1.200 800 - 1.000 < 800
Gambut:
Ketebalan (cm), jika ada sisipan < 140 140 - 200 200 - 400 > 400
bahan mineral/ pengkayaan
hemik+ fibrik+
Toksisitas (xc)
Sodisitas (xn)
Genangan F0 - - > F0
karakteristik lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
24 - 26 22 - 24 < 22
Curah hujan (mm) 2.500 - 3.000 2.000 - 2.500 1.500 - 2.000 < 1.500
3.000 - 3.500 3.500 - 4.000 > 4.000
Gambut:
Ketebalan (cm), jika ada < 140 140 - 200 200 - 400 > 400
sisipan bahan mineral/
pengkayaan
hemik+ fibrik+
Toksisitas (xc)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%) - - - -
16 - 45 > 45
Genangan F0 - F1 > F1