You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ca endometrium merupakan kanker ginekologik yang paling sering
terjadi di dunia barat, menempati urutan ke empat kanker pada perempuan
setelah kanker payudara, kolon, dan paru. Kejadian Ca endometrium
meningkat dari 2 per 100.000 perempuan per tahun pada usia di bawah 40
tahun menjadi 40-50 per 100.000 perempuan per tahun pada usia decade ke- 6,
7, dan 8. Kematian akibat Ca endometrium di USA meningkat dua kali lipat
antara tahun 1988 dan 1998, kemungkinan disebabkan kombinasi
meningkatnya usia ekspektasi usia hidup dan epidemic obesitas, di mana hal ini
merupakan predisposisi dari penyakit tersebut. Di Regional Asia Tenggara di
mana Indonesia termasuk di dalamnya, insiden Ca endometrium 4,8% dari
670.587 kanker pada perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
kajadian Ca endometrium (1994-2003) 2,7% dari kanker ginekologik,
sedangkan kanker serviks 75,5% dan kanker ovarium 14,9%. (Ilmu kandungan
Edisi Ketiga).
Meskipun terjadinya Ca endometrium hampir separuh dari kanker
ginekologi, kanker ini hanya merupakan 23% dari penyebab kematian kanker
ginekologi. Angka kematian yang rendah ini disebabkan oleh adanya diagnosis
dini. Kira-kira 85-90% Ca endometrium didiagnosis saat masih terbatas dalam
uterus. (Epidemologi Kanker pada Wanita).
Ca endometrium utamanya merupakan penyakit wanita-wanita
kaya/makmur, kegemukan, dan pasca menopause dengan paritas rendah,
meskipun dapat diderita oleh wanita berusia lebih muda yang ditemukan hanya
1,2-8,4%. Jepang dan Negara-negara berkembang mempunyai insiden 4-5 kali
lebih rendah dari Negara-negara industry barat dan insidens yang paling rendah
didapatkan di india dan negara-negara Asia Tenggara. (Epidemologi Kanker
pada Wanita).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Ca endometrium?
2. Bagaimana etiologi dari Ca endometrium?
3. Apa saja jenis- jenis endometriosis?
4. Bagaimana patofisiologi dan patway dari Ca endometrium?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Ca endometrium?
6. Bagaimana stdaium dari Ca endometrium?
7. Apa saja komplikasi dari Ca endometrium?
8. Bagiamana pemeriksaan penunjang dari Ca endometrium?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Ca endometrium?
10. Bagaimana pencegahan dari Ca endometrium
11. Bagaimana asuhan keperawatan dari Ca endometrium?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran tentang Ca endometrium dan memenuhi salah satu tugas Maternitas
II.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ca Endometrium
Ca endometrium adalah jaringan atau selaput lender rahim yang tumbuh
di luar rahim. Padahal, seharusnya jaringan endometrium melapisi dinding
rahim. Ca endometrium tumbuh pada ovarium, tuba falopii, dan saluran
menuju vagina. Ca ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual.
Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun
pada umumnya yang terserang wanita yang sudah tua. Tumbuhnya jaringan
endometrium di luar rahim kemungkinan disebabkan oleh
darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan
dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di
luar rahim. Kemungkinan lain adalah jaringan endometrium terbawa ke luar rahim
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. (Wikipedia)
Ca endometrium adalah yang terjadi pada organ endometrium atau pada
dinding rahim. Endometrium adalah organ rahim yang berbentuk seperti buah
pir sebagai tempat tertanam dan berkembangnya janin. Ca endometrium
kadang-kadang disebut Ca rahim, tetapi ada sel-sel lain dalam rahim yang bisa
menjadi Ca seperti otot atau sel miometrium. Ca endometrium sering terdeteksi
pada tahap awal karena sering menghasilkan pendarahan vagina di antara
periode menstruasi atau setelah menopause. (Whoellan 2009)
Endometriosis yaitu suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar
dan stroma, terdapat di dalam endometrium ataupun di luar uterus. Bila
jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, bila
berada di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian ini sudah tidak dianut
lagi, karena secara patologik, klinik, ataupun etiologic adenomiosis berbeda
dengan endometriosis. Adenomiosis secara klinis lebih banyak persamaan
dengan mioma uteri. Adenomiosis sering ditemukan pada multipara dalam
masa premenopause, sedangkan endometriosis terdapat pada wanita yang lebih
muda dan yang infertile (Sarwono.2007). Terdapat kurang lebih 15% wanita
reproduksi dan pada 30% dari wanita yang mengalami infertilitas. Implantasi
endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamentum sakrouterina,
kavum dauglasi, ligamentum latum dan ligamentum rotundum, tuba fallopi,

3
dan pada tempat-tempat ekstra peritoneal (serviks, vagina, vulva, dan kelenjar-
kelenjar limfe).
Penampakan kasarnya bisa dalam bentuk luka berupa sebuah peninggian
atau kista yang berisi darah baru, merah atau biru-hitam. Karena termakan
waktu, luka tersebut berubah menjadi lebih rata dan berwarna coklat tua.
Ukuran luka dapat berkisar dari luka kecil dari 10 cm. (Rayburn, F.
William.2001)

B. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab Ca endometrium, tetapi
beberapa penelitian menunjukkan bahwa rangsangan estrogen yang berlebihan
dan terus menerus bisa menyebabkan Ca endometrium. Berikut ini beberapa
faktor resiko yang bisa meningkatkan munculnya Ca endometrium :
1. Obesitas atau kegemukan
Pada wanita obesitas dan usia tua terjadi peningkatan reaksi konversi
androstenedion menjadi estron. Pada obesitas konversi ini ditemukan
sebanyak 25-20 kali. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada Ca
endometrium sebanyak 2 sampai 20 kali. Wanita dengan berat badan 10-25
Kg diatas berat badan normal menpunyai resiko 3 kali lipat dibanding
dengan wanita dengan berat badan normal. Bila berat badan lebih dari 25
Kg diatas berat badan normal maka resiko menjadi 9 kali lipat.
2. Haid pertama (menarche)
Wanita mempunyai riwayat menars sebelum usia 12 tahun
mempunyai resiko 1,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai
riwayat menars setelah usia lenih dari 12 tahun. Menstruation span
merupakan metode numerik untuk menentukan faktor resiko dengan usia
saat menarche, usia menopause dari jumlah paritas. Menstruasion span (MS)
= usia menars – (jumlah paritas x1,5). Bila MS 39 maka resiko terkena Ca
endometrium sebanyak 4,2 kali dibanding MS < 29.
3. Tidak pernah melahirkan
Memiliki resiko terkena Ca endometrium lebih tinggi baik sudah
menikah atau belum dibanding wanita yang pernah melahirkan. Penelitian
menunjukkan bahwa 25% penderita Ca endometrium tidak pernah
melahirkan anak (nulipara). Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa
faktor ketidaksuburan (infertilitas) lebih berperan daripada jumlah
melahirkan (paritas).

4
4. Penggunaan estrogen
Estrogen sering digunakan sebagai terapi sulih hormon. Peningkatan
penggunaan hormon ini diikuti dengan meningkatnya resiko Ca
endometrium.
5. Hiperplasia endometrium
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebihan dari
jaringan selaput lendir rahim disertai peningkatan vaskularisasi akibat
rangsangan estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Disebut neoplasia
endometrium intraepitel jika hiperplasia endometrium disertai sel-sel
atipikal dan meningkatkan resiko menjadi Ca endometrium sebesar 23%.
6. Diabetes mellitus (DM)
Diabetes melitus dan tes toleransi glukosa (TTG) abnormal
merupakan faktor resiko keganasan endometrium. Angka kejadian diabetes
melitus klinis pada penderita karsinoma endometrium berkisar antara 3-
17%, sedangkan angka kejadian TTG yang abnormal berkisar antara 17-
64%.
7. Hipertensi
50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan
dengan 1/3 populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian
hipertensi pada keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara
bermakna daripada populasi kontrol.
8. Faktor lingkungan dan diet
Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka
kejadian keganasan endometrium lebih tinggi daripada di ngara-negara yang
sedang berkembang. Kejadian keganasan endometrium di Amerika Utara
dan Eropa lebih tinggi daripada angka kejadian keganasan di Asia, Afrika
dan Amerika latin. Agaknya perbedaan mil disebabkan perbedaan menu dan
jenis makan sehari-hari dan juga terbukti dengan adanya perbedaan yang
menyolok dari keganasan endometrium pada golongan kaya dan golongan
miskin. Keadaan ini tampak pada orang-orang negro yang pindah dari
daerah rural ke Amerika Utara. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang
Asia yang pindah ke negara industri dan merubah menu makanannya
dengan cara barat seperti misalnya di Manila dan Jepang, angka kejadian
keganasan endometrium lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya
9. Riwayat keluarga
Ada kemungkinan terkena Ca endometrium, jika terdapat anggota
keluarga yang terkena Ca ini, meskipun persentasenya sangat kecil.

5
10. Tumor memproduksi estrogen
Adanya tumor yang memproduksi estrogen, misalnya tumor sel granulosa,
akan meningkatkan angka kejadian Ca endometrium.

C. Jenis- jenis endometriosis


Berdasarkan lokasi tempat endometriosis dibagi menjadi :
1. Endometriosis Interna (adenomiosi uteri)
Fokus Endometriosis berada multilokuler di dalam otot uterus. Akan terjadi
penebalan atau pembesaran uterus. Gejala yang timbul hampir tidak ada.
Ada dua gejala yang khas buat adenomiosis uterus, yaitu:
a. Nyeri saat haid.
b. Perdarahan haid yang banyak atau haid yang memanjang.
2. Endometriosis Tuba
Yang paling sering terkena adalah bagian proksimal tuba.Akibatnya adalah:
a. Saluran tuba tertutup,terjadi infertilitas.
b. Resiko terjadinya kehamilan ektopik.
c. Hematosalping
3. Edometriosis Ovarium
Akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat.
Kista coklat ini sering mengadakan perlekatan dengan organ-organ di
sekitarnya dan membentuk suatu konglomerasi.
4. Endometriosis Retroservikalis
Pada rectal toucher sering teraba benjolan yang nyeri pada cavum Douglas.
Benjolan-benjolan ini akan melekat dengan uterus dan rectum, akibatnya
adalah:
a. Nyeri pada saat haid.
b. Nyeri pada saat senggama.
5. Endometriosis Ekstragenital
Setiap nyeri yang timbul pada organ tubuh tertentu pada organ tbuh tertentu
bersamaan dengan datangnya haid harus dipikirkan adanya endometriosis.
( Baziad,Ali dkk.1993)

D. Patofisiologi dan Patway


Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki
ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko
lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal
yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti

6
hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh.
Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan
progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium.
Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel
endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan
progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan
menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme
tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun
menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat
seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen
endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum
tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh
karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang
dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga
sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh
dan menuju ke bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasi terdapatnya,
endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena
dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron
meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada
saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau
berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi
perdarahan di daerah pelvis.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan,
penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding
dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi
juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi,
BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di
uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba
fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa
ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan
terjadinya infertil pada endometriosis.

7
E. Manifestasi Klinis
Penderita endometriosis bisa datang dengan keluhan nyeri panggul, terutama
bila datang haid, infertilitas, disparenia, perdarahan uterus abnormal, rasa nyeri
atau berdarah ketika kencing atau pada rectum dalam masa haid. Gejala-
gejala endometriosisi datangnya berkala dan bervariasi sesuai datangnya haid
tetapi bias menetap. Banyak penderita endometriosis yang tidak bergejala, dan
terdapat sedikit korelasi antara hebatnya gejala dengan beratnya penyakit.
Adapun gambaran klinis endometriosis menurut Sarwono yaitu :
1. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenore)
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu
haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari dismenorea ini tidak
diketahui secara pasti tetapi mungkin ada hubungannya dengan
vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu
sebelum dan semasa haid. Jika kista endometriumnya besar dan terdapat
perlengketan ataupun jika lesinya melibatkan peritoneum usus, keluhan
dapat berupa nyeri abdomen bawah atau pelvis yang konstan dengan
intensitas yang berbeda-beda. (Derek Llewellyn-Jones.2002)
2. Dispareunia
Merupakan keadaan yang sering dijumpai disebabkan oleh karena
adanya endometriosis di kavum douglasi.
3. Nyeri pada saat defekasi
Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid disebabkan
oleh karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.
4. Gangguan Haid (Polimenorea dan hipermenorea)
Gangguan haid dan siklusnya terjadi apabila kelainan pada ovarium
demikian luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu.Menstruasi tidak
teratur terdapat pada 60% wanita penderita. Pasien mungkin mengeluhkan
bercak merah premenstruasi, perdarahan menstruasi dalam jumlah banyak
(menoragia), atau frekuensi menstruasi yang lebih sering dan banyak
mengeluarkan darah. (Jones. Derek Llewellyn.2001)
5. Infertilitas
Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. 30%-
40% wanita dengann endometriosis menderita infertilitas. Factor penting

8
yang menyebabkan infertilitas pada endometriosis adalah apabila mobilitas
tuba terganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya. Pada
pemeriksaaan ginekologik khususnya pemeriksaan vagina-rekto-abdominal,
ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat seperti butir beras
sampai butir jagung di kavum douglas dan pada ligamentum sakrouterinum
dengan uterus dalam posisi retrofleksi dan terfiksasi. (Wiknjosastro,
hanifa.2007.)
Tanda-tanda fisik dari endometriosis yaitu rahim yang terfiksasi ke
belakang, terdapat benjolan pada ligamentum sakrouterina dan dalam kavum
douglasi, massa adneksa yang asimetris, dan nyeri pada pemeriksaan bimanual.
Luka yang terlihat pada pemeriksaan speculum adalah sangat menunjukan
endometriosis, dan jika ada harus dilakukan pemeriksaan biopsy.
(Rayburn, F. William.2001)

F. Stdaium Ca Endometrium
1. Stadium 0 : Hanya sebatas pembesaran kelenjar tumor, juga disebut sebagai
titik awal kanker.
2. Stadium I : Kanker hanya sebatas rahim.
3. Stadium III : Kanker telah menginvasi ke serviks.
4. Stadium III : Kanker telah meluas sampai keluar rahim (termasuk vagina),
tapi belum melebihi tulang panggul.
5. Stadium IV : Kanker melebihi tulang panggul atau dengan jelas menginvas
kekandungan kemih atau selaput dubur.

G. Komplikasi
1. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat
dengan kolon atau ureter.
2. Torsi ovarium atau rupture ovarium sehingga terjadi peritonitis karena
endometrioma.
3. Calamenial seizure atau pnemotoraks karena eksisi endometriosis.

9
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
1. Laparoskopi
Bila ada kecurigaan endometriosis panggul , maka untuk menegakan
diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan secara langsung ke rongga
abdomen per laparoskopi. Pada lapang pandang laparoskopi tampak pulau-
pulau endometriosis yang berwarna kebiruan yang biasanya berkapsul.
Pemeriksaan laparoskopi sangat diperlukan untuk mendiagnosis pasti
endometriosis, guna menyingkirkan diagnosis banding antara radang
panggul dan keganasan di daerah pelviks. Moeloek mendiagnosis pasien
dengan adneksitis pada pemeriksaam dalam, ternyata dengan laparoskopi
kekeliruan diagnosisnya 54%, sedangkan terhadap pasien yang dicurigai
endometriosis, kesesuaian dengan pemeriksaan laparoskopi adalah 70,8%.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi
Secara pemeriksaan, USG tidak dapat membantu menentukan adanya
endometriosis, kecuali ditemukan massa kistik di daerah parametrium, maka
pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran sonolusen dengan echo dasar
kuat tanpa gambaran yang spesifik untuk endometriosis.
3. Foto toraks x-ray untuk melihat kemungkinan metastasis ke paru.
4. Pap Smear untuk menyingkirkan CA serviks.
5. Pemeriksaan laboratorium rutin (darah lengkap, fungsi liver, elektrolit)
untuk menyingkirkan metastasis yang tersembunyi penyakit medis lainnya.
6. Pertimbangkan untuk melakukan sigmoidoskopi atau barium enema hanya
pada pasien yang massanya dapat dipalpasi di luar uterus, yang disertai
dengan gejala saluran pencernaan atau dengan riwayat kanker kolon di
keluarga.

I. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Pengobatan Hormonal
Prinsip pertama pengobatan hormonal ini adalah menciptakan
lingkungan hormone rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang

10
rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik
mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan
endometrium yang normal ataupun jaringan endometriosis. Dengan
demikian dapat dihindari timbulnya sarang endometriosis yang baru
karena transport retrograde jaringan endometrium yang lepas serta
mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang
menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan peritoneum.
Prinsip kedua yaitu menciptakan lingkungan tinggi androgen atau
tinggi progesterone yang secara langsung dapat menyebabkan atrofi
jaringan endomeetriosis. (Wiknjosastro, hanifa.2007).
b. Pembedahan
Adanya jaringan endometrium yang berfungsi merupakan syarat
mutlak tumbuhnya endometriosis. Oleh krarena itu pada waktu
pembedahan, harus dapat menentukan apakah ovarium dipertahankan
atau tidak. Pada andometriosis dini , pada wanita yang ingin mempunyai
anak fungsi ovarium harus dipertahankan. Sebaliknya pada endometriosis
yang sudah menyebar luas pada pelvis, khususnya pada wanita usia
lanjut. Umumnya pada terapi pembedahan yang konservatif sarang
endometriosis diangkat dengan meninggalkan uterus dan jaringan
ovarium yang sehat, dan perlekatan sedapatnya dilepaskan. Pada operasi
konservatif, perlu pula dilakukan suspensi uterus, dan pengangkatan
kelainan patologik pelvis. Hasil pembedahan untuk infertile sangat
tergantung pada tingkat endometriosis, maka pada penderita dengan
penyakit berat, operasi untuk keperluan infertile tidak dianjurkan.
(Wiknjosastro, hanifa.2007).
c. Radioterapi
Prosedur ini memanfaatkan efek radiasi dari gelombang radio yang
memang berdifat mematikan sel. Pada gelombang dan frekuensi tertentu
sifat gelombang radio ini sangat efek tif untuk mematikan sel kanker.
Dan untuk pelaksanaan terapinya diperlukan penembakan gelombang
dengan sistem khusus sehingga terfokus pada area kanker berada.
Terapi ini bisa dilakukan dari luar dengan efek samping kerusakan
sel yang dilalui oleh gelombang untuk mencapai area kanker dan dengan
pembedahan khusus sehingga gelombang radio bisa langsung mengenai
sasaran tanpa perantara.
Prosedur ini efektif untuk mengecilkan kanker sebelum tindakan
operasi atau menghabisi sisa kanker yang ada pasca operasi. Namun

11
prosedur ini memiliki beberapa kelemahan terutama karena kerap kali
menyebabkan kerusakan sel ringan dan gangguan kondisi pasien karena
paparan radiasi, seperti mual, nyeri sendi, iritasi dan pusing.
Pengobatan ini bertujuan menghentikan fungsi ovarium, tapi sudah
tidak dilakukan lagi, kecuali jika ada kontraindikasi terhadap
pembedahan. (Wiknjosastro, hanifa.2007).
d. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi
merupakan terapisistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai
sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.

2. Keperawatan
Pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen
nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada
abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan
yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan
yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau
infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan
dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik
biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman,
perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan
kebutuhan emosional ibu.

J. Pencegahan Ca Endometrium
1. Jauhi rokok
Nikotin mempermudah semua sel selaput lendir seluruh tubuh
bereaksi dan mudah terangsang baik tenggorokan, paru, maupun leher
rahim.
2. Kebiasaan membersihkan vagina dengan baik
Pencucian vagina dengan zat-zat tertentu merangsang timbulnya
kanker serviks. Sebaiknya pencucian vagina tidak memakai zat kimia,
kecuali atas saran dokter.
3. Tidak menaburi vagina dengan talk karena gatal dan basah
Pemakaian talk pada vagina perempuan usia subur, berisiko timbulnya
kanker ovarium. Karena pada perempuan usia subur, terjadi luka di ovarium

12
setiap peristiwa ovulasi. Talk bisa masuk ke dalam luka tersebut dan
berisiko menimbulkan kanker.
4. Tidak berganti-ganti pasangan
Perilaku seperti ini berisiko terjadi kanker serviks dan kanker rahim.
Hal ini berkaitan dengan infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Virus ini
menyebabkan sel mukosa menjadi cepat membelah hingga melebihi
kebutuhan dan lama-lama meningkatkan resiko terjadi kanker.

13
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan melalui pemeriksaan penunjang.
a. Data pasien
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama,
alamat, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir.
b. Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri dan perasaan rahim
berkontaksi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien pada stadium awal tidak merasakan keluhan yang
menganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul
keluhan seperti : perdarahan dan rasa nyeri intra servikal.
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat abortus, kuretase, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas,
riwayat operasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang
menderita kanker.
e. Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya
Ca korpus uterus sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang
rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi
yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene
terutama kebersihan dari saluran urogenital.
2. Data khusus
a. Riwayat kebidanan
Paritas, kelainan menstruasi, lama, jumlah dan warna darah, adakah
hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah
koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang.

14
b. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, uterografi,sitologi, USG.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan intrauteri.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan nafsu
makan.
3. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra uteri.
4. Cemas b.d terdiagnose ca korpus akibat kurangnya pengetahuan tentang
Ca.Korpus Uteri dan pengobatannya.
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam
penampilan terhadap pemberian sitostatika.

C. Perencanaan
1. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra uteri
Tujuan : Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi
jaringan membaik.
Kriteria hasil :
a. Perdarahan intra uteri sudah berkurang
b. Konjungtiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ekstremitas hangat
e. Hb 11-15 gr%
f. Tanda vital 120-140 / 70-80 X/mnt, S:36-37 C, RR:18-24 X/mnt.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Observasi perdarahan (jumlah, warna, lama)
c. Cek Hb
d. Cek golongan darah
e. Beri jika diperlukan
f. Pemasangan vaginal tampon

15
g. Therapy IV
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
nafsu makan.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan
terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan
b. Porsi makan yang disediakan habis
c. Keluhan mual dan muntah kurang
Intervensi :
a. Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
b. Berikan makan TKTP
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering
d. Jaga lingkungan pada saat makan
e. Pasang NGT jika perlu
f. Beri Nutrisi parenteral jika perlu
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra uteri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapkan klien mengerti
cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang di
alami.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara-cara mengurangi nyeri yang dirasakan
b. Intensitas nyeri berkurangnya
c. Ekpresi muka dan tubuh rilek
Intervensi :
a. Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
b. Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri
c. Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
d. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
e. Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri

16
4. Cemas yang b.d terdiagnose kanker korpus uteri kurangnya pengetahuan
tentang kanker korpus uteri, penanganan dan prognosenya.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat
informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan
prognosenya.
Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
b. Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien
c. Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah
komplikasi
d. Sumber-sumber koping teridentifikasi
e. Ansietas berkurang
f. Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.
Intervensi :
a. Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya
b. Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata
cara mengentrol dirinya
c. Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan
penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak
efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif)
d. Tunjukkan adanya harapan
e. Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik
5. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam
penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi
klien mjd stabil.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
b. Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang
dekat

17
c. Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara
konstruktif
d. Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.
Intervensi :
a. Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan
sikap positif.
b. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanb perasaan dan
pikian tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan
pengobatan.
c. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap
mispersepsi tentang penyakitnya.
d. Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri
melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal,
peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta
perkembangan spiritual dan moral.
e. Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal
perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial,
penolakan untuk mendiskusikan masa depan.
f. Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan
konseling secara profesional.

D. Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan pada kasus Ca
endometrium dengan melaksanakan berbagai startegi keperawatan (tindakan
keperawatan) khususnya pada kanker Ca endometrium dimana ini telah
direncanakan tindakan keperawatan (Lukman and Sorensen, 2000).

18
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses akhir dar keerawatan khususnya pada Ca
endometrium dengan cara identifikasi/ melihat sejauh mana tujuan dari
implementasi Ca endometrium tercapai atau tidak (Lukman and Sorensen,
2000).

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker endometrium adalah kanker yang terjadi pada organ
endometrium atau pada dinding rahim. Endometrium adalah organ rahim yang
berbentuk seperti buah pir sebagai tempat tertanam dan berkembangnya janin.
Kanker endometrium kadang-kadang disebut kanker rahim, tetapi ada sel-sel
lain dalam rahim yang bisa menjadi kanker seperti otot atau sel miometrium
(sarcoma uterus).
Kanker endometrium mmerupakan kanker ginekologi yang paling sering
terjadi di dunia barat, menempati urutan ke empat kanker pada perempuan
setelah kanker payudara, kolon danparu-paru. Kejadian kanker endometrium
meningkat dari 2 per 100.000 perempuan per tahun pada usia decade 6, 7, 8.
Diagnosis dibuat melalui biopsy endometrium atau kuretase diagnostik.
Hahsil nengatif dari biopsy endometrium pada kasus denan keluhan
simptomatis perlu dilanjutkan dengan kuretase bertingkat dengan kawalan
histeroskopik, sebab biopsy endometrium mempunyai fase negative rate 5
sampai 10%. Diagnosis pasti dibuat dengan sampel hispatologik. Kuretase
bertingkat diperlukan bila dicurigai adanya infiltrasi ke endoserviks.
Praoperasi perlu dilakukan pemeriksaan, termasuk foto paru-paru, tes pap
untuk menyingkirkan kelainan serviks, pemeriksaan laboratorium darah rutin
seperti darah tepi, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, elektrolit untuk
menyingkirkan penyakit sistemik yang dialami atau metastasis occult CA-125.
Pemeriksaan sigmoidoskopi atau barim enema perlu dipertimbangakan bila
mendapatkan massa tumor di luar uterus dengan keluhan symptom pada
saluran cerna atau ada riwayat keluarga terkena kanker kolon. CT-scan dapat
dilakukan pada kasus-kasus untuk mengidentifikasi lokasi primer kanker.

20
B. Saran
1. Bagi seorang perawat perlu memperhatikan kondisi klien secara
komprehensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek manusia sebagai satu
kesatuan yang utuh yang meliputi biopsikososialkultural.
2. Bagi mahasiswa diharapkan dapat makin memperbanyak pengetahuan dari
berbagai referensi tentang Asuhan keperawatan Pada pasien dengan
penyakit Ca endometrium.
3. Bagi dunia keperawatan diharapkan berperan serta dalam peningkatan
kualitas perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi perawat
untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan
untuk mengatasi masalah pada pasien dengan penyakit Ca endometrium.

21

You might also like