You are on page 1of 24

Chapter 7

ASSET

ACCOUNTING THEORY

GROUP I

PUPUT PURNAMASARY NAUFAL


A31114005
SALMAN AL-FARIDZI
A31114
AHMAD RIZAL TAWAKKAL
A31112104

DEPARTEMENT OF ACCOUNTING
ECONOMIC AND BUSSINES
FACULTY
HASANUDDIN UNIVERSITY

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 1


MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebanyakan perusahaan masih sulit dalam mengklasifikasikan barang


dalam aset keuangan. Contohnya saja tanah. Kita berpendapat bahwa itu adalah
bagian dari aset. Akan tetapi, tidak ada yang dapat memastikan bahhwa tanah itu
akan terkontaminasi radioaktif jika tidak digunakan untuk 1000 tahun yang akan
datang. Apakah tanah lebih cocok dikatakan kewajiban daripada aset? Bagaimana
jika perusahaan melakukan pekerjaan restorasi atas tanah dan dalam proses
mengembangkan teknologi yang sebelumnya menonaktifkan tanah yang
terkontaminasi dan memiliki potensi untuk penjualan global yang sangat
menguntungkan. Apakah ini akan menimbulkan biaya ataukah hanya sekadar
pengembangan aset? Contoh-contoh ini mengingatkan kita bahwa klasifikasi
barang dalam aset keuangan adalah dasar akuntansi. Klasifikasi akan
mempengaruhi cara pengguna menginterpretasikan kinerja perusahaan keuangan
dan akibatnya dalam proses pengambilan keputusan mereka. Klasifikasi dapat
mempengaruhi persepsi risiko dan solvabilitas. Dalam bab ini kita membahas
bagaimana aset didefinisikan dan mempertimbangkan berbagai unsur definisi aset
IASB, bab ini juga menyelidiki pengakuan dan pengukuran dan
mempertimbangkan implikasi dari berbagai pendekatan untuk pengukuran aset.
Mengingat pentingnya pengukuran aset, dalam bab ini disimpulkan eksplorasi
masalah pengukuran aktiva lancar dari perspektif pembuat standar dan auditor.

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 2


1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Aset serta aplikasinya?


1.2.2 Bagaimana cara mengakui Aset?
1.2.3 Sistem Pengukuran apa yang digunakan dalam mengukur Aset?
1.2.4 Apa saja hambatan bagi penyusun standar dalam membuat standar ?
1.2.5 Apa saja masalah yang dihadapi para auditor dalam sistem pengukuran
Aset ?

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 3


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Aset dan Aplikasinya

IASB (AASB) Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan


Keuangan (para 49) mendefinisikan aset sebagai berikut “An asset is a
resource controlled by the entity as a result of past events and from which
economic benefits are expected to flow to the entity” Artinya : Aset
merupakan sumberdaya yang dikendalikan oleh suatu badan sebagai hasil dari
transaksi yang lalu dan diharapkan memberikan manfaat ekonomis dimasa
yang akan datang yang mengalir pada badan. Dalam chapter ini membahas
definisi aset dalam kaitannya dengan tiga karakteristik penting:
a. Manfaat ekonomi masa depan
b. Kontrol oleh entitas
c. Peristiwa masa lalu

2.1.1 Manfaat Ekonomi Masa Depan

Kerangka lASB mendefinisikan titik-titik esensi dari aset sebagai


manfaat ekonomi masa depan. Di antaranya sebagai berikut :

a) “The benefits for a for-profit business entity are associated with


the activities that generate profit” Artinya” Manfaat bagi badan
usaha nirlaba bahwa aktivitas yang menghasilkan keuntungan.
b) “the potential to contribute, either directly or indirectly, to the flow
of cash and cash equivalents to the entity”. Artinya Aset empunyai
potensi dalam memberikan kontribusi baik secara langsung

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 4


maupun tidak langsung, dalam memberikan arus kas atau yang
ekuivalen dengan kas pada badan usaha. Ini bisa melalui kegiatan
operasi yang menghasilkan pendapatan dari entitas atau dari
kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas seperti
mengurangi biaya produksi. Definisi aset disini bagaimana cara
untuk mencai keuntungan, sehingga aset harus memiliki manfaat
ekonomi dalam membantu entitas mencapai tujuannya salah
satunya yaitu mengurangi kas keluar.
c) Gagasan manfaat ekonomi masa depan berkaitan dengan sumber
daya ekonomi. God Frey dan kawan-kawan mengatakan“There are
two main characteristics of an economic resource: scarcity and
utility”. Ada dua karakteristik utama dari sumber daya ekonomi:
kelangkaan dan utilitas. Jika sumber daya tidak langka (tersedia
dan cukup untuk semua orang yang menginginkannya) maka
sumber daya tidak akan dikatakan 'ekonomi'. Utilitas berkaitan
dengan manfaat yang diperoleh atau layanan masa depan yang
disebutkan di atas. Secara teknis, dalam teori ekonomi, utilitas dari
komoditas adalah kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
manusia. Namun, kita bisa memasukkan dalam gagasan utilitas
semua manfaat ekonomi masa depan atas dasar bahwa manfaat
tersebut pada akhirnya berhubungan dengan kepuasan kebutuhan
manusia . Dengan demikian, jika ada kekurangan pasokan
komoditas tertentu, dan jika komoditas itu memiliki utilitas yang
diinginkan atau dituntut oleh orang, maka itu dikatakan memiliki
nilai ekonomi. Oleh karena itu, semua sumber daya ekonomi
memiliki nilai.
d) Sprague melihat aset sebagai penyimpanan manfaat yang akan
diterima. Paton dan Littleton menyatakan: Layanan dalam hal ini
manfaat adalah elemen penting di balik akun, yaitu, layanan-
potensi, yang jika ditukar, tetap membawa jasa. Selain itu Vetter
juga mendifiniskan aset “embodiments of future want satisfaction

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 5


in the form of service potentials that may be transformed,
exchanged, or stored against future events. Artinya perwujudan
kepuasan masa depan dalam bentuk potensi layanan yang dapat
diubah, ditukar, atau disimpan terhadap peristiwa masa depan.
Peirson memberikan contoh dari konsep ini jasa masa depan,
kendaraan bermotor yang dimiliki oleh suatu entitas pelaporan
adalah aset bukan karena itu adalah benda fisik, tetapi karena dapat
memberikan entitas dengan jasa di masa depan dalam bentuk
transportasi. Jasa atau manfaat mungkin timbul dari penggunaan
atau dari penjualan objek. Misalnya, mesin merupakan aset karena
memberikan layanan masa depan dari penggunaan. Persediaan
merupakan aset karena dapat menghasilkan manfaat ekonomi masa
depan dari penjualan. Sehingga dinyatakan bahwa aset adalah
sesuatu yang ada sekarang dan memiliki kemampuan memberikan
jasa atau manfaat saat ini atau di masa depan. 'Hal' yang ada
disebut sebagai properti, atau hak milik, atau sumber daya ekonomi,
atau 'perwujudan' atau 'penyimpanan layanan masa depan.

2.1.2 Dikendalikan Oleh Badan Usaha

Manfaat ekonomi harus dikendalikan oleh entitas yang


bersangkutan untuk memenuhi syarat, sebagai aset. Ijiri mengatakan:
Akuntansi tidak peduli dengan sumber daya ekonomi secara umum,
tetapi hanya mereka yang berada di bawah kendali dari entitas yang
diberikan. Haruskah aset dimiliki dalam hal ini entitas memiliki title
atas tersebut baru dapat dianggap sebagai aset ?? Sprague berkomentar
kepemilikan sesuatu hanyalah hak untuk menggunakan atau
mengontrol aset tersebut.
Kontrol pemilik memiliki properti itu tidaklah mutlak. Seperti
yang dikatakan oleh Paton menunjukkan bahwa ruang lingkup
kepentingan pribadi selalu tunduk pada hak-hak umum negara.

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 6


Sebagai contoh, pemerintah dapat melarang kepemilikan atau
pembuatan produk tertentu. Melalui kekuatannya, itu dapat
membatalkan kontrol seseorang atas properti. Hal ini juga dapat
menyita properti untuk pajak, mendikte metode operasi dan
permintaan bahwa produk dan aset sesuai dengan standar tertentu atau
bahwa mereka digunakan untuk tujuan tertentu saja. Selain itu
Kepemilikan rumah kita, kita tidak diberikan izin untuk
menggunakannya untuk tujuan komersial seperti butik atau cafe
kecuali diizinkan oleh peraturan pemerintah daerah. Sehingga
dikatakan “The right to exploit these assets, and does not have to have
proof of ownership of assets” Artinya Hak untuk memanfaatkan aset
tersebut, dan tidak mempunyai bukti kepemilikan asset, jika kita
mengendalikan aset tersebut maka dapat kita katakan bahwa kita
memperoleh manfaat dari aset tersebut.
“Ownership is often concurrent with control, but it is not an
essential characteristic of an asset”. Kepemilikan biasanya sesuai
dengan pengendalian, tetapi ini bukan merupakan karakteristik aset
yang penting. Sebagai contoh adanya agen yang mempunyai
kewajiban menjual barang milik prinsipal. Barang tersebut bukan aset
dari agen tetapi aset prinsipal. Tapi karena agen yang mengendalikan,
maka itu adalah kepemilikan agen.
Posisi alternatif juga mungkin, mana ada manfaat dari
kepemilikan tanpa kepemilikan, seperti dalam kasus perjanjian sewa
sewa. Istilah 'title juga dapat membingungkan masalah ini.
Kebanyakan orang berpikir judul sebagai dokumen hukum yang
menyampaikan hak kepemilikan. Faktanya adalah bahwa title habis
dibagi. Beberapa orang dapat memiliki bagian yang berbeda dari judul
sebuah aset tertentu. Misalnya, sebuah perusahaan transportasi
membeli truk untuk $ 300.000, membayar $ 150.000 sekarang dan
setuju untuk membayar saldo angsuran selama 3 tahun ke depan.
Apakah truk adalah aset perusahaan? Terlepas dari kenyataan bahwa

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 7


perusahaan tidak memiliki dokumen hukum yang disebut 'title' sampai
telah sepenuhnya dibayar untuk truk, ia memiliki hak hukum untuk
menggunakan truk. Oleh karena itu, dalam akuntansi, kita katakan truk
merupakan aset perusahaan. Secara teknis god frey mengatakan “the
real asset is the right to use the asset, not the assets itself” aset riil
adalah hak untuk menggunakan truk, bukan truk itu sendiri.
Perusahaan memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dari truk dan
memiliki pengendalian atas truk.
“The objective of accounting is not achieved by focusing on
the precision of legal concepts but, rather, by concentrating on the
economic substance of the transactions and events that affect a firm's
financial performance and condition”. konsep hukum yang digunakan
dalam akuntansi sebagai pedoman saja. Tujuan akuntansi tidak dicapai
dengan berfokus pada ketepatan konsep hukum, melainkan, dengan
berkonsentrasi pada substansi ekonomi dari transaksi dan peristiwa
yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dan kondisi. Jadi
melihat benda-benda ekonomi tertentu yang disebut 'aset' muncul.
Faktor utama adalah pengendalian. IASB memberikan definisi yang
tidak hanya mengandalkan 'keberlakuan hukum', tetapi juga sanksi
ekonomi dan sosial.

2.1.3 Peristiwa Masa Lalu

“Definition of assets ensures that 'planned' assets are excluded”.


Aset tidak termasuk aset yang masih direncanakan. Misalnya, mesin
sudah diperoleh oleh perusahaan adalah aset, tapi mesin yang akan
diperoleh sesuai dengan anggaran bukanlah aset sampai telah aset
itu diperoleh, karena kejadian transaksi pembelian belum terjadi.
Masih ada ketidakpastian dalam mengartikan kejadian itu seperti
apa ? apakah penandatanganan kontrak dalam dikatakan sebagai
kejadian? Jika sebuah perusahaan menandatangani kontrak dengan

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 8


sebuah perusahaan konstruksi untuk memiliki gedung kantor baru
didirikan di masa depan untuk harga yang diberikan, apakah ini
memenuhi syarat sebagai kejadian sehingga aset harus dicatat?
Dalam pra-2005 kerangka konseptual Australia (Pernyataan Konsep
Akuntansi 4) dewan menganggap bahwa kontrak tersebut sebagai
sewa, kontrak pembelian yang tidak dibatalkan dan kontrak
berjangka memunculkan aset dan kewajiban yang harus dilaporkan
sebagai aset dan kewajiban dalam keuangan laporan. Preperes
menentang pendekatan ini. Mereka berpendapat bahwa pelaporan
kontrak pelaksana pada neraca meningkat Leverage (baik aset dan
kewajiban akan diakui, tetapi nilai kewajiban akan lebih besar)
meskipun tidak ada perubahan nyata dalam utang ekonomi yang
mendasari perusahaan. Pada 1970-an FASB ditugaskan untuk
melakukan proyek penelitian tentang kontrak pelaksana. Ijiri
beralasan bahwa kontrak sepenuhnya tampaknya memenuhi syarat
pertama bagi pengakuan sebagai aset dalam laporan keuangan. Pada
contoh konstruksi di atas, kedua belah pihak memiliki hak untuk
kinerja masa depan yang ada saat ini dan ini tbukan hak masa depan
yang akan dibuat di masa depan. Ijiri menyimpulkan bahwa setelah
hak kontraktual memenuhi definisi aset (tes pertama) kemudian aset
harus memenuhi 'kriteria pengakuan' tertentu sebelum dicatat. Saat
ini beberapa kontrak pelaksana diakui sebagai aset sementara yang
lain tidak, tergantung pada persyaratan standar akuntansi. Misalnya,
di bawah IAS 17 / AASB 117 sewa pembiayaan menimbulkan aset
dan liabilitas, sedangkan sewa operasi tidak.

2.1.4 Dapat Dipertukarkan

Salah satu Kriteria Aset adalah dapat dipertukarkan. SEperti


yang dikatakan oleh godfrey “Its disposal value is separate from the
value of the entity.” Bahwa nilai jual terpisah dari nilai entitas jadi

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 9


Elemen tersebut dapat dipisahkan dari badan usaha sehingga dapat
diperjual belikan.
“A good that lacks exchangeability must lack economic value
because its purchase or sale must forever remain impossible, and
thus no market price for it can ever exist. The asset especially
affected by this condition is goodwill”.
Pada tahun 1939, MacNeal mengatakan bahwa barang yang
bagus yang tidak memiliki nilai pertukaran harus kekurangan nilai
ekonomi karena pembelian atau penjualan harus tetap ada, namun
tidak ada harga pasar yang digunakan untuk itu. Asset yang sesuai
dengan kondisi ini adalah goodwill. Goodwill tidak bisa dijual
secara terpisah seperti asset lainnya. Chambers memberikan alasan
kenapa goodwill tidak termasuk dalam asset. Hal ini muncul
perlunya mempertimbangkan kapasitas suatu entitas untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan dan lingkunganny
sedangkan dikatakan goodwill itu tidak memiliki kualitas abadi.
Selain itu Chambers juga berpendapat bahwa penentuan posisi
keuangan melibatkan pengukuran nilai aset dan kewajiban, tetapi
goodwill tidak bisa diukur karena nilainya hanya muncul karena
adanya selisih biaya investasi dengan nilai buku. Kalau dikatakan
oleh chamber hal ini sama saja dengan menambahkan apel dan
jeruk.
Namun ada argument yang menentang kalau nilai pertukaran
atau nilai jual-beli yang diperoleh hanyalah salah satu cara untuk
memperoleh manfaat dari asset. Misalnya, persediaan adalah salah
satu jenis aset yang manfaat utamanya adalah melalui pertukaran.
Tapi manfaat aset seperti pabrik, mesin dan gedung perkantoran
yang diperoleh melalui penggunaan asset tersebut. Manfaat dari aset
tersebut tidak terpengaruh oleh apakah mereka dapat ditukarkan.
Kritik juga menunjukkan bahwa nilai ekonomi tergantung pada
kelangkaan dan utilitas, tidak pada nilai pertukaran. Menurut

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 10


Moonitz, pertukaran tidak membuat nilai-nilai ekonomi. Pertukaran
hanyalah karateristik yang menunjukkan keberadaan asset.
Sehingga untuk goodwill sendiri memang dikatakan sebagai asset
tapi bukan merupakan upaya untuk menilai bisnis secara
keseluruhan, tetapi hanya sebuah upaya untuk mengidentifikasi dan
menghargai sumber tertentu yang memiliki manfaat masa depan
untuk perusahaan. Tapi nilai pertukaran tetap dikatakan salah satu
kriteria asset. Pas beralasan bahwa, bahkan jika goodwill
dikeluarkan dari perhitungan leverage untuk tujuan perjanjian utang,
dan bahkan jika penurunan nilai goodwill saat-periode dikecualikan
dari ukuran return on equity, jumlah ekuitas rasio leverage dan
dalam beberapa pengembalian rasio dipengaruhi oleh sebelum
periode penurunan nilai goodwill, dan ini dapat mempengaruhi
apakah perusahaan melanggar perjanjian utang.

2.2 Pengakuan Aset

“Recognising assets on the balance sheet also involves conditions that can be
called 'recognition rules”
Mengakui aset dalam neraca juga melibatkan kondisi yang bisa disebut
'aturan pengakuan'. Aturan-aturan ini telah dirumuskan karena akuntan
memerlukan bukti untuk mendukung catatan mereka dalam lingkungan
ketidakpastian. Akuntan ingin memastikan bahwa aset tertentu ada dan bahwa
masuknya Aset dalam neraca memberikan informasi yang berguna yang relevan
dan dapat diandalkan.
“Two examples of conventional recognition rules are: • An account
receivable is recorded as an asset when a credit sale is made. • Equipment is
recorded as an asset when it is purchased”.
Dua contoh aturan pengakuan konvensional adalah:
a. Sebuah piutang akun dicatat sebagai aset ketika penjualan kredit terjadi
b. Peralatan dicatat sebagai aset ketika dibeli.

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 11


“An example of a recognition guideline that is formally specified is the guideline
adopted for the recognition of finance leases as assets”
Contoh pedoman pengakuan yang resmi ditetapkan adalah pedoman
yang digunakan untuk pengakuan sewa pembiayaan sebagai aset. Untuk lessee,
sebagaimana dimaksud pada ayat 10 dari LAS 17 / AASB 117, memenuhi salah
satu dari kriteria berikut menunjukkan bahwa sewa non-dibatalkan adalah untuk
dikapitalisasi kecuali ada alasan lain yang akan membutuhkan sewa yang akan
dianggap sewa operasi:
a. Kepemilikan transfer sewa aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
b. Lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan
akan cukup rendah dari nilai wajar pada tanggal opsi menjadi dieksekusi
untuk itu cukup yakin, pada awal sewa, bahwa pilihan akan dilaksanakan;
c. Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak
milik tidak dialihkan
d. Pada awal sewa, nilai kini dari pembayaran sewa minimum sebesar
setidaknya secara substansial semua nilai wajar aset sewaan; dan
e. aktiva sewa guna usaha adalah dari suatu sifat khusus yang hanya
penyewa dapat menggunakannya tanpa modifikasi besar.

2.2.1 Ketergantungan pada hukum

Dalam hal Ketergantungan pada hukum. Apakah kita harus mempunyai


hak hukum untuk mendapatkan manfaat masa depan? Pengakuan banyak
aset tergantung pada konsep hukum aset. Pencatatan piutang karena
penjualan persediaan dan pembelian aktiva tetap menggunakan hak hukum
adalah contoh. Kriteria ini berkaitan dengan kedua relevansi dan
keandalan informasi akuntansi. Mengendalikan aset bukanlah kepemilikan
hukum yang digunakan untuk menentukan keberadaan aset. Meskipun
demikian, lewat title hukum secara umum menunjukkan adanya
pengendalian dan dapat digunakan dalam menentukan kapan mengakui
keberadaan aset ini.

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 12


2.2.2 Substansi Ekonomi

Meskipun hak hukum kepemilikan atau pengendalian dari manfaat dari


penggunaan properti yang sering digunakan sebagai kriteria pengakuan,
kriteria pengakuan utama adalah bahwa adanya substansi ekonomi
daripada bentuk hukum menurut Kerangka Konseptual. Adanya hak
hukum merupakan indikator, tapi bukan kriteria untuk pengakuan aset.
2.2.3 Konservatisme

Selain dalam pengakuan asset, Penggunaan konservatisme yang


merupakan prinsip kehati-hatian adalah upaya dalam mengantisipasi
kerugian, tapi tidak keuntungan. Ini digunakan dalam kondisi
ketidakpastian, sehingga aset atau pendapatan tidak terlalu tinggi dan
kewajiban atau beban tidak terlalu rendah. Contoh dari konservatisme
berkaitan dengan akuntansi untuk proyek-proyek konstruksi jangka
panjang. Dalam menggunakan metode kontrak selesai, jika dalam proses
membangun sebuah proyek jangka panjang kerugian akan diantisipasi dan
tercatat bahkan sebelum proyek selesai tetapi jika keuntungan yang
diharapkan, tidak ada keuntungan dicatat sampai selesainya proyek.
Standar juga dapat membatasi pengakuan aset. Misalnya, Las 38 /
AASB 138 Aset Tak Berwujud ayat 48 melarang pengakuan goodwill
yang dihasilkan secara internal. Standar menyatakan bahwa goodwill
adalah sumber daya yang tidak diidentifikasi (tidak dipisahkan atau tidak
timbul dari kontrak atau hak) yang dikendalikan oleh entitas yang dapat
diukur dengan biaya (para. 49). Pengakuan tidak diizinkan karena ada
kesulitan dalam mengidentifikasi apakah dan ketika aset tidak berwujud
menghasilkan manfaat ekonomi masa depan. Selain itu, biaya

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 13


menghasilkan aset (yaitu arus yang menimbulkan goodwill) tidak dapat
ditentukan.
Dalam survei praktik akuntansi yang ada, tampak bahwa banyak aturan
pengakuan digunakan untuk mengidentifikasi aset tertentu dapat
digeneralisasi menjadi beberapa kriteria. Perhatikan bahwa ada perbedaan
antara aturan pengakuan, yang merupakan aturan khusus untuk
mengidentifikasi aset tertentu, dan kriteria pengakuan, yang merupakan
pedoman umum yang digunakan untuk merumuskan aturan pengakuan dan
pedoman pengakuan yang memberikan bantuan bukan resep. Tujuan dari
akuntansi memberikan dasar untuk kriteria pengakuan. Secara khusus,
kriteria pengakuan yang terkandung dalam Kerangka adalah ekstensi dari
tujuan anak perusahaan (karakteristik kualitatif) relevansi dan keandalan
informasi akuntansi (Framework, paragraf 26-28, 31-32). Bisnis dan
kegiatan ekonomi lainnya terjadi di lingkungan ditandai dengan
ketidakpastian. Beberapa hasil yang pasti, termasuk penerimaan manfaat
ekonomi masa depan yang timbul sebagai akibat dari transaksi atau
peristiwa masa lalu. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa kriteria
pengakuan Kerangka menggabungkan pertimbangan kemungkinan
manfaat ekonomi yang akan datang dan bahwa untuk memenuhi syarat
untuk pengakuan dalam rekening, aset harus mampu diukur dengan andal.
Banyak kriteria pengakuan telah diterapkan di masa lalu untuk membantu
akuntan untuk memutuskan kapan untuk mencatat aset. Tidak semua
kriteria ini sekarang digunakan dalam Kerangka, dan beberapa memiliki
sedikit atau tidak ada landasan teoritis. Daftar berikut ini tidak
dimaksudkan untuk menjadi lengkap dan kriteria tidak saling eksklusif.

2.3 Pengukuran Aset

“Which measurement basis should be adopted???”

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 14


Setelah kriteria pengakuan terpenuhi, akuntan harus memutuskan
bagaimana mengukur aset. Ada beberapa pendekatan pengukuran yang dijadikan
sebagai dasar pengukuran yang harus diadopsi.
“Measurement at acquisition cost is argued to be objective and to
provide reliable and verifiable information. On the other hand, fair value
measurement provides relevant infornration”
Penyusun Standar telah menyepakati pedoman konseptual untuk
pengukuran. Pengukuran pada biaya perolehan berpendapat untuk bersikap
objektif dan untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya dan dapat
diverifikasi. Di sisi lain, pengukuran nilai wajar memberikan informasi yang
relevan. Kerangka IASB menguraikan karakteristik kualitatif infromasi keuangan
Namun yang belum dapat ditentukan adalah pengukuran apa yang harus
digunakan dalam mencapai karateristik kualitatif yang diinginkan.

2.3.1 Aset Berwujud

“Some national GAAP favour the use of historical cost, and Consistent
with a conservative approach to measurement.”
GAAP mendukung penggunaan biaya historis; misalnya, GAAP
nasional di Perancis dan Jerman, dan Uni Eropa Directive sebelum 2005.
Pengukuran setelah pengakuan berdasarkan biaya historis berarti bahwa
aset diukur pada biaya perolehan dikurangi penyusutan dan penurunan
akumulasi biaya. Pendukung model biaya berpendapat bahwa biaya
akuisisi memberikan bukti objektif dan dapat diverifikasi dari biaya aset
dan bahwa penerapan penyusutan dan penurunan memastikan bahwa nilai
saat ini tercermin dalam neraca. Selain itu, Konsisten dengan pendekatan
konservatif dalam melakukan pengukuran, kerugian nilai aset diakui
dalam laporan keuangan tetapi keuntungan yang tidak. .
“However, 1ASB standards permit subsequent remeasurement of tangible
assets, but do not require, the use of a current value measurement model”

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 15


Revaluasi dapat memberikan informasi lebih lanjut saat ini tentang nilai
dari biaya historis. Namun, argumen ini kurang persuasif jika aset yang
baru dibeli tidak mengikuti fluktuasi harga pasar. Manajer dapat
merevaluasi tanah pada kenaikan harga, untuk memastikan bahwa aset
tidak dinilai terlalu rendah di neraca. Sebuah nilai saat ini pada neraca
mungkin relevan untuk pengambilan keputusan. Di perusahaan Inggris
Raya dan Australia telah bertahun-tahun menilai aset berwujud selain
biaya historis. Aboody, Barth dan Kasznik menunjukkan bahwa di Inggris
Raya 43 persen dari perusahaan mencatat cadangan revaluasi aset
(berdasarkan pada perusahaan-tahun antara tahun 1983 dan 1995) 0,21
Barth dan Clinch melaporkan bahwa 45 persen dari perusahaan-
perusahaan Australia menilai kembali aset peralatan (berdasarkan pada
perusahaan-tahun pada periode 1991-1995). Aboody et al. menyimpulkan
bahwa revaluasi aktiva tetap oleh perusahaan-perusahaan Inggris memiliki
pengaruh dalam perubahan kineraja. Sebelum adopsi IAS / IFRS pada
tahun 2005, perusahaan-perusahaan baik di Inggris dan Australia diamati
kurang menggunakan model revaluasi dibandingkan dengan sebelumnya
periode. Alasannya adalah lingkungan relatif rendah inflasi, sehingga nilai
aset direvaluasi tidak akan berbeda secara material terhadap jumlah
tercatat di neraca. Hal ini juga akan menimbulkan Biaya revaluasi
meningkat karena perusahaan perlu menilai aset setiap waktu. Contoh-
contoh ini menunjukkan dari banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pilihan perusahaan dari model pengukuran. Keanekaragaman dalam
praktek akan membuat sulit bagi IASB untuk mempromosikan salah satu
model pengukuran. Bahkan jika dewan bisa menyepakati sebuah model
yang bagus. Salah satu argumen terhadap penggunaan model pengukuran
saat ini adalah bahwa pengukuran dapat diandalkan dan subjektif karena
nilai wajar mudah diamati perubahannya. Barth dan Clinch melaporkan
revaluasi aset adalah nilai yang relevan. Mereka memberikan dukungan
untuk penyusun standar dalam memperkenalkan pengukuran nilai wajar
dalam standar akuntansi.. Perlakuan keuntungan dan kerugian yang belum

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 16


direalisasi yang timbul dari nilai model pengukuran saat ini adalah salah
satu isu paling kontroversial dalam akuntansi saat ini.

2.3.2 Aset tidak berwujud

Sebelumnya tadi dijelaskan dalam praktik akuntansi ada dua pengukuran


yaitu system biaya dan nilai pasar dalam mengukur asset berwujud.
Apakah kita akan menggunakan hal yang sama dalam mengukur asset
tidak berwujud??
a. As for tangible assets, accounting standards require that we measure
intangible assets initially at cost of acquisition (IAS 38, para. 24)
dalam hal ini, pengukuran menggunakan biaya pada saat akuisisi.
b. The use of a current value model for intangible assets is rare. 1AS 38
(para. 75) permits the revaluation mode. Dalam hal ini, dimungkinkan
ada penilaian kembali aset tidak berwujud.
c. IAS 16, requires that fair value be determined with reference to an
active market. Adanya persyaratan dalam mengukur nilai wajar pada
pasar yang aktif.

Standar akuntansi mengharuskan kita mengukur aset tidak berwujud


awalnya menggunakan biaya perolehan (IAS 38, para. 24). Penggunaan
model nilai saat ini untuk aset tidak berwujud jarang. 1AS 38 (ayat. 75)
memungkinkan model revaluasi tetapi, tidak seperti IAS 16, mensyaratkan
bahwa nilai wajar ditentukan dengan mengacu pada pasar aktif. Karena
sebagian besar berwujud aset dengan sifatnya tidak memiliki pasar aktif,
biaya (dikurangi akumulasi amortisasi dan penurunan) adalah metode
pengukuran luas digunakan (para. 81). Selain itu, IAS 38 melarang
pengakuan aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal (para. 48,
63). Meskipun pengeluaran dapat menimbulkan manfaat masa depan, itu
dihapuskan atas dasar bahwa itu tidak menghasilkan aset yang dapat

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 17


diidentifikasi secara terpisah (para. 49, 64). Salah satu cara aset tidak
berwujud yang dihasilkan secara internal dapat muncul di neraca adalah
melalui kapitalisasi biaya pengembangan, seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Penilaian aset tidak berwujud adalah kontroversial, yang
melibatkan seperti halnya estimasi subjektif dari nilai wajar aset.

2.3.3 Intrument Keuangan

“Historical cost principles are inappropriate to measure some financial


instruments. For example, consider derivatives, which have no cost.”

Kita tahu bahwa model pengukuran yang dominan digunakan adalah biaya
historis. Namun beberapa berpendapat bahwa prinsip-prinsip biaya historis tidak
pantas untuk mengukur beberapa instrumen keuangan. Misalnya, pertimbangkan
derivatif, yang tidak memiliki biaya. Seiring waktu, nilai mereka dapat berubah,,
tetapi di bawah biaya historis, biaya perubahan nilai tidak akan dicatat dalam
laporan keuangan. Sedangkan haruskah perubahan nilai derivatif harus
dimasukkan dalam neraca, untuk mencerminkan nilainya pada entitas perusahaan ?
Haruskah keuntungan atau kerugian dari derivatif masukkan dalam laba/rugi
perusahaan? Bagaimana investor cukup menilai risiko jika derivatif dan kontrak
keuangan lainnya tidak diakui?

Sehingga dibukunya Godfrey dan kawan-kawan mengatakan “The FASB and


IASB have concluded that derivatives should be measured at fair value rather
than cos. defined fair value as 'the amount at which the instrument could be
exchanged in a current transaction between willing parties, other than in a forced
or liquidation sale” FASB dan IASB telah menyimpulkan bahwa derivatif harus
diukur pada nilai wajar dari pada biaya historis. Fair value adalah nilai pertukaran
aset yang diperpleh dari kedua pihak yang melakukan transaksi tanpa adanya
batasan apapun. setter standar berpendapat bahwa dengan pengukuran aset
keuangan pada nilai pasar, pengguna informasi disediakan dengan informasi yang
relevan tentang nilai mereka. Sejak 1980-an FASB telah diperlukan pengukuran

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 18


nilai wajar (baik secara langsung dalam laporan keuangan atau pengungkapan
catatan) dalam standar seperti PSAK No. 107, 115, 119, 123, 125, 133, 140, 142,
143 dan 144. PSAK 107, yang diterbitkan pada tahun 1991, didefinisikan nilai
wajar sebagai jumlah di mana instrumen tersebut dapat dipertukarkan dalam
transaksi saat ini antara pihak bersedia, selain dalam penjualan paksa atau
likuidasi. Standar ini lebih lanjut dijelaskan bagaimana nilai wajar dapat
ditentukan. The IASB telah berkomitmen untuk penggunaan pengukuran nilai
wajar untuk instrumen keuangan dalam rangka memberikan informasi yang
relevan bagi pengguna laporan keuangan. setter Standar berpendapat bahwa
keuntungan dan kerugian dari instrumen harus diakui sebagai mereka muncul
untuk melaporkan risiko yang terkait, untuk membuat laporan keuangan yang
lebih transparan dan untuk menghindari kompleksitas perlakuan akuntansi yang
ada (seperti akuntansi lindung nilai). " Di sisi lain, beberapa pembuat laporan
keuangan menentang aspek pernyataan IASB, mengklaim bahwa pengukuran nilai
wajar tidak akan relevan, dapat diandalkan, dipahami dan sebanding dalam
pelaporan. Instrumen keuangan mencerminkan kompleksitas mereka. Sebuah
model pengukuran tunggal belum disahkan oleh pembuat standar di IAS 39.
Bahkan, sejumlah metode pengukuran yang digunakan. Semua instrumen
keuangan dikelompokkan ke dalam empat jenis, masing-masing dengan metode
pengukuran diperlukan. Pada pengakuan awal, semua instrumen keuangan yang
diukur pada biaya perolehan (yang, pada tahap ini, setara dengan nilai wajar).
Dalam pengakuan selanjutnya, suatu entitas dapat memilih untuk menghargai
semua atau instrumen keuangan pada nilai wajar, dengan perubahan nilai wajar
diakui dalam pendapatan melalui laporan laba rugi.

2.4 Tantangan bagi Penyusun Standar

Ada dua Hal yang menjadi tantangan dalam menyusun standar, salah
satunya adalah Model Pengukuran yang seperti apa yang ingin digunakan ?
2.4.1 Which Measurement Model?

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 19


“The FASB and IASB intend to address the issue of measurement in Phase C of
the conceptual framework project. Issues to be considered include potential
measurement bases: past entry or exit prices, modified past amount, current entry,
exit or equilibrium price, value in use or future entry or exit price”
Masalah yang dimaksudkan pertimbangan dasar pengukuran apakah
menggunakah harga jual masa lalu, modifikasi dari kejadian masa lalu, harga
sekarang atau harga keseimbangan pasar, nilai guna masa depan atau harga jual
masa depan? Mereka akan mengevaluasi dasar-dasar pengukuran tersebut melalui
metode pemberian peringkat yang diurutkan tentang sejauh mana pengukuran
dapat memberikan karateristik kualitatif informasi keuangan. Komentator
mengklaim bahwa standar IASB memperkenalkan tentang meluasnya penggunaan
pengukuran nilai wajar, IFRS telah memperkenalkan pengukuran nilai wajar
untuk derivatif pada setiap tanggal neraca dan beberapa aset keuangan lainnya dan
kewajiban (di bawah IAS 39) serta sebagai persyaratan untuk mengukur
pembayaran berbasis saham kepada karyawan sebesar nilai wajar (di bawah INS 2)
Sehingga dikatakan support by the IASB and FASB for greater use of
fair value measurement, for example for all financial instruments. Dukungan oleh
IASB dan FASB untuk penggunaan yang lebih besar dari pengukuran nilai wajar,
misalnya untuk semua instrumen keuangan. Tantangan kedua bagi Penyusun
Standar adalah Bagaimana menghitung Nilai Wajar.

2.4.2 How to Calculate Fair Value Measurement ?

Tadi sudah dijelaskan bahwa IASB memperkenalkan penggunaan


pengukuran fair value, meskipun Cairns tidak mengakuinya. IFRS juga
memperkenalkan pengukuran fair value untuk derivative dan beberapa aset dan
liabilitas keuangan

“The FASB's SFAS 157 Fair Value Measuremenrs (effective 2007)


provides examples of valuation techniques to be used to estimate fair value.“

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 20


Sekarang FASB ini PSAK 157 Nilai Wajar Pengukuran (efektif 2007)
memberikan contoh teknik penilaian yang akan digunakan untuk memperkirakan
nilai wajar.
a. The market approach Menggunakan harga dan informasi dari transaksi
yang sesungguhnya untuk aset dan liabilitas yang sejenis dan
diperbandingkan
b. Income approach,Konversi dari diskonto uang yang diterima dimasa yang
akan datang
c. Cost approach Sejumlah uang yang digunakan untuk memperoleh
kapasitas yang sama (current replacement cost)

2.5 Masalah bagi Auditor

Mengaudit Nilai Wajar menciptakan kesulitan bagi para auditor karena hal
ini menjadi persyaratan dari model evaluasi dan digunakan oleh ahli dalam hal
evaluasi. Mengaudit nilai wajar aset di identifikasi oleh CEO Perusahaan audit
dunia yaitu Grant Thornton sebagai salah satu dari 10 topik terbaik untuk
penelitian. Meskipun sebagai profesi, auditor telah membahas isu-isu yang
berkaitan dengan penurunan nilai, sampai saat ini, tidak ada lingkup yang luas
untuk audit nilai wajar dengan tidak adanya pasar yang siap diminta dari para
auditor. Menilai kewajaran fair value dalam kondisi seperti itu membutuhkan ahli
evaluasi yang banyak. Sintesis penelitian sampai saat ini, Martin, Rich dan wino
berpendapat bahwa lebih banyak aset (dan kewajiban) diukur pada nilai wajar,

“auditors need to understand more about valuation models and the


management processes that determine the inputs to those models, even when
specialist valuers are used. “

Artinya auditor perlu memahami lebih lanjut tentang model penilaian dan
proses manajemen yang menentukan input untuk model pengukuran, bahkan
ketika penilai spesialis digunakan.

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 21


Untuk mengembangkan pendekatan audit yang efektif, godfrey dan
kawan-kawan mengatakan “the auditor needs to understand and control the
process of determining the fair value, and perform judgment whether the method
of measurement used is sufficient for its clients resulting in a fair value
measurement is reasonable.” auditor perlu memahami proses perusahaan klien
dan pengendalian yang relevan untuk menentukan nilai wajar, dan membuat opini
apakah metode pengukuran perusahaan klien dan asumsi yang digunakan sudah
tepat dan telah memberikan dasar yang memadaipengukuran fair value.

Martin et al. juga menunjukkan bahwa auditor perlu menghargai


manajemen potensi bias dan kesalahan mungkin dalam menerapkan model
penilaian, mengidentifikasi input pasar, dan membuat asumsi yang diperlukan.
Jika manajer memiliki insentif untuk melebih-lebihkan aset, maka auditor harus
menyadari komponen penting dari model penilaian yang akan membuat ini lebih
mudah bagi manajer dalam mencapainya. Menggunakan nilai wajar aset bisa
tampil lebih menarik untuk manajemen (mengurangi resiko auditor) selama
periode kenaikan nilai. Dalam kasus Turunnya pasar saham dan obligasi pada
akhir 2008 dan awal 2009 mendorong beberapa investor dan manajer
menyalahkan aturan akuntansi nilai wajar untuk melebih-lebihkan kerugian bagi
perusahaan-perusahaan keuangan. Reilly melaporkan klaim oleh beberapa
manajer itu karena kerugian pada investasi dalam saham dan obligasi yang 'belum
direalisasi', menuliskan aset tersebut adalah 'melebih-lebihkan' gejolak pasar.

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 22


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Aset merupakan sumberdaya yang dikendalikan oleh suatu badan sebagai hasil
dari transaksi yang lalu dan diharapkan memberikan manfaat ekonomis dimasa
yang akan datang yang mengalir pada badan. Dalam mengakui aset tidak harus
bergantung pada hak hukum, tetapi secara substansi ekonomi, kita harus
mengakui sesuatu yang akan memberikan manfaat masa depan perusahaan dan itu
harus dilaporkan dalam laporan keuangan agar bisa menghasilkan infromasi yang
lebih relevan dan dapat di andalkan. Kemudian dalam mengukur aset, ada dua
sistem pengukuran yang menjadi perdebatan oleh beberapa ahli sampai sekarang
yaitu sistem pengukuran biaya historis dan sistem nilai wajar. Pengakuan Akuisisi
awal aset memang menggunakan biaya perolehan untuk menyajikan laporan
keuangan yang aktual, tapi kita memerlukan revaluasi nilai terhadap aset tetap
agar nilainya bisa relevan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan.
Kemudian bagaimana cara menghitung nilai wajar, ada tiga pendekatan yang
digunakan yaitu : Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan, dan Pendekatan
Biaya. Mengukuran dan cara menghitung Aset dengan menggunakan nilai wajar
merupakan tantangan bagi para pembuat standar dalam menyusun standar. Dan
hal ini juga menjadi masalah bagi para auditor. Auditor perlu memahami berbagai
model penilaian dan proses manajemen untuk menentukan input yang digunakan
untuk pengukuran yang digunakan. Untuk mengembangkan pendekatan audit
yang efektif, auditor perlu memahami proses dan pengendalian penentuan fair

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 23


value, dan melakukan judgment apakah metode pengukuran yang digunakan klien
sudah memadai untuk menghasilakan pengukuran fair value yang reasonable.

DAFTAR PUSTAKA

GodFrey dkk. Accounting Theory

Googletranslate.com

Pdfonline.com

Accounting Theory, Chapter 7 of Asset Page 24

You might also like