You are on page 1of 10

BAB II

PEMBAHASAN
A. ORGAN HATI
Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis
tubuh yang meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan
imunologi. Sudut pandang anatomi dan fisiologi, hati adalah organ terbesar di dalam
tubuh manusia, dengan berat ± 1,5 kilogram atau kurang lebih 25% berat badan
dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas rongga cavitas abdomen
dan tepat di bawah diafragma (Panjaitan, 2010).

Hati memiliki fungsi untuk mempertahankan hidup, fungsi hati yaitu


metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan vitamin serta pembentukan dan ekskresi
empedu. Tempat sintesis albumin, fibrinogen dan tempat penyimpanan berbagai jenis
zat. Mendeteksi adanya zat-zat berupa racun yang membahayakan diubah menjadi zat
secara fisiologi tidak aktif (detoksifikasi dan ekskresi). Hasil detoksifikasi kemudian
diekskresikan ke dalam empedu dan urin (Price, S.A, 2005).

B. BILIRUBIN
Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah yang tua.
Bilirubin disaring dari darah oleh hati dan dikeluarkan pada cairan empedu.
Sebagaimana hati menjadi semakin rusak, bilirubin total akan meningkat. Sebagian
dari bilirubin total termetabolisme. Dan bagian ini disebut sebagai bilirubin langsung.
Meningkatynya di bagian ini, penyebab biasanya di luar hati. Bilirubin total tinggi,
hal ini menunjukkan kerusakan pada hati atau saluran cairan empedu dalam hati.
Bilirubin mengandung bahan pewarna, yang memberi warna pada kotoran, bila
tingkatnyasangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang mengakibatkan
gejala ikterus. Bilirubin merupakan produk pemecahan sel darah merah. Pemecahan
pertama dari sistem RES (reticuleondothelial System) yang diawali dengan pelepasan
besi dan rantai peptida globulin. Bilirubin berawal dari turunan cincin porforin yang
terbuka dan menjadi rantai lurus, dalam sistem RES, turunan tersebut dikenal sebagai
biliverdin yang kemudian dikeluarkan ke sirkulasi, didalam plasma, bilirubin diikat
oleh albumin yang dikenal sebagai bilirubin indirek (kosasih, E.N, 2008).
Bilirubin indirek masuk ke dalam sel setelah sampai hepar, sedangkan yang
lain tetap berada di sirkulasi tubuh melewati jantung, bilirubin yang masuk ke sel
hepar dalam keadaan bebas, berikatan dengan asam glukorunida dan disebut dengan
bilirubin terkonjungasi atau yang lebih dikenal dengan bilirubun direk. Setelah itu,
bilirubin direk sebagian besar masuk ke dalam sirkulasi empedu dan sebagian lagi
masuk ke dalam sirkulasi darah, oleh karna itu dalam sirkulasi umum terdapat
bilirubin indirek dan bilirubin direk, dalam keadaan normal, bilirubin indirek <0,75
mg% dan bilirubn direk <0,25 mg%, dan total bilirubin tidak lebih dari 1 mg %.
Bilirubin direk yang memasuki jalur empedu akan terkumpul dalam kantong empedu
dan akhirnya akan masuk ke dalam usus. Sampai dalam lumen usus, akibat flora usus,
bilirubin direk teroksidasi menjadi urobilinogen (Sutedjo, 2009).
1. Jenis- jenis Bilirubin
Bilirubin dibagi menjadi 2 jenis yaitu
a) bilirubin indirek merupakan bilirubin yang belum mengalami konjungasi
oleh hati dengan asam glukoronat sedangkan
b) bilirubin direk yang telah mengalami konjyngasi dengan asam glukoronat di
dalam hati.
Pemeriksaan bilirubin di laboratorium untuk membedakan bilirubin direk dan
indirek, maka dilakukan juga pemeriksaan bilirubin total yang merupakan jumlah
bilirubin direk dan indirek (Wibowo, S, 2007).
Rumus bilirubin= bilirubin total = bilirubin indirek + bilirubin direk
Bilirubin indirek = bilirubin total - bilirubin direk
2. Sifat Bilirubin
Berdasarkan sifat bilirubin terdapat perbedaan antara bilirubin direct dan bilirubin
indirect yaitu:
3. Nilai normal Bilirubin
Pada anak – anak dan orang dewasa, nilai normal bilirubin direk adalah 0 – 0.4
mg per desiliter (mg / dL). Nilai normal bilirubin total adalah 0,3 – 1,0 mg / dL.
Pada bayi baru lahir, bilirubin tinggi adalah normal karena stres lahir.
Bilirubin normal pada bayi yang baru lahir akan berada di bawah 5 mg / dL, namun
banyak bayi yang baru lahir memiliki beberapa jenis penyakit kuning dan bilirubin di
atas 5 mg / dL (kemenkes RI, 2011)
a. Peningkatan nilai bilirubin
Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi pada
gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi saluran empedu atau
hemolisis sel darah merah.
Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada anemia
hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran hematoma dan infark pulmonal.
Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan penurunan
fungsi hati hingga 50%
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada kanker
pankreas dan kolelitiasis
Peningkatan kadar keduanya dapat terjadi pada metastase hepatik, hepatitis,
sirosis dan kolestasis akibat obat - obatan.
Pemecahan bilirubin dapat menyamarkan peningkatan bilirubin.
Obat-obat yang dapat meningkatkan bilirubin: obat yang bersifat
hepatotoksik dan efek kolestatik, antimalaria (primakuin, sulfa, streptomisin,
rifampisin, teofi lin, asam askorbat, epinefrin, dekstran, metildopa)
Obat-obat yang meningkatkan serum bilirubin dan ALP : Allopurinol,
karbamazepin, kaptopril, klorpropamid, siproheptadin, diltiazem, eritromisin, co-
amoxiclav, estrogen, nevirapin, quinidin.
C. ALBUMIN
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia,
yaitu sekitar 55-66% dan total kadar protein serum normal adalah 3,8-5,0 g/dl.
Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dan terdiri dari 585 asam amino. Kadar
albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, dan distribusi
antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular. Protein ini disintesa oleh hati.
Serum darah albumin merupakan protein yang memegang tekanan onkotik terbesar
untuk mempertahankan cairan cairan vaskular, membantu metabolisme dan
transportasi obat-obat, anti peradangan, anti oksidan, keseimbangan asam basa.
Albumin memiliki waktu paruh yaitu 19-22 hari (Marzuki, 2003).
1. Fungsi Albumin
Albumin di dalam tubuh berfungsi mempertahankan tekanan onkotik
plasma, peranan albumin terhadap onkotik plasma mencapai 80% yaitu 25 mmHg
(Nicolson dan wolmaran , 2000). Fungsi albumin dalam tubuh adalah sebagai
berikut:
a. Pengikat dan pengangkut
Albumin akan mengikat secara lemah dan reversibel partikel yang
bermuatan negatif dan positif, dan berfungsi sebagai pembawa dan
pengangkut molekul metabolit dan obat.
b. Efek antikogulan
Albumin mempunyai efek terhadap pembekuan darah, bekerja seperti
heparin, karena mempunyai persamaan struktur molekul. Heparin bermuatan
negatif pada gugus sulfat yang berikatan dengan antitrombin III bermuatan
positif, menimbulkan efek antikoagulan. Albumin serum juga bermuatan
negatif (Nicolson dan Wolmaran , 2000).
c. Pendapar
Albumin berperan sebagai buffer dengan adanya muatan sisa dan
molekul albumin jumlahnya relatif banyak dalam plasma. Keadaan PH
normal albumin bermuatan negatif dan berperan dalam pembentukan gugus
anion yang dapat mempengaruhi status asam basa. Penurunan albumin 1 g/dl
akan meningkatkan kadar bikarbonat 3,4 mmol/L dan produksi basa >3,7
mmol/L serta penurunan anion 3 mmol/L (Nicolson dan Wolmaran, 2000).
2. Nilai normal albumin : 3,5 – 5,0 g% SI : 35-50 g/L
a. Hipoalbumin
Hipoalbumin atau nilai albumin menurun dapat disebabkan karena
kondisi yang bervariasi, termasuk : Sindroma absorpsi, hipertiroid,
kehamilan, gangguan fungsi hati, infeksi kronik, luka bakar, edema, asites,
sirosis, sindrom nefrotik, dan perdarahan (Kemenkes RI, 2011).
b. Hiperalbumin
Nilai albumin meningkat pada keadaan : dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

D. GAMMA-GLUTAMYLTRANSFERASE (Gamma GT)


Gamma-Glutamyltransferase (Gamma GT) atau GTT adalah salah satu enzim
dalam serum, yang bekerja pada lini pertama proses degradasi ekstraselular
glutathione. Glutathione adalah antioksidan utama sel mamalia yang berperan penting
dalam perlindungan sel dari oksidan. Jika stres oksidatif meningkat, kebutuhan
glutathione juga akan meningkat, jika kadar glutathione rendah, maka kerusakan
akibat stres oksidatif akan meningkat. Oleh sebab itu, GGT diperkirakan memiliki
peran penting di beberapa jenis jaringan atau organ. (Haurissa, 2014)
Enzim ini merupakan marker (penanda) untuk fungsi hati dan kerusakan
kolestatis. GGT adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu sehingga meningkat
nilainya pada gangguan empedu. Enzim ini berfungsi dalam transfer asam amino dan
peptida. Laki-laki memiliki kadar yang lebih tinggi daripada perempuan karena juga
ditemukan pada prostat. (Kemenkes RI, 2011)
Enzim GGT diproduksi di banyak jaringan, sebagian besar dibuat di dalam
organ hati dan dibawa oleh lipoprotein dan albumin. GGT juga ditemukan di ginjal,
paru, pankreas, usus, dan endotel vaskuler. Kadar GGT serum dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti : genetika, asupan alkohol, lemak tubuh, lipid plasma, tekanan
darah, kadar glukosa, kebiasaan merokok, dan berbagai konsumsi obat. Dalam praktik
klinis sehari-hari, gammaglutamyltransferase (GGT) sering digunakan untuk menilai
fungsi sistem hepatobiliaris, seperti pada inflamasi hati, penyakit perlemakan hati
(fatty liver disease), dan penyalahgunaan alkohol. (Haurissa, 2014)
1. Nilai normal GTT : Laki-laki ≤94 U/L dan Perempuan ≤70 U/L
a. Peningkatan kadar GGT dapat terjadi pada kolesistitis, koletiasis, sirosis,
pankreatitis, atresia billier, obstruksi bilier, penyakit ginjal kronis, diabetes
mellitus, pengggunaan barbiturat, obat-obat hepatotoksik. GGT sangat
sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT
(bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati. (Kemenkes RI,
2011)
b. Obat-obat yang menyebabkan peningkatan GGT antara lain karbamazepin,
barbiturat, fenitoin, serta obat yang menginduksi sistem sitokrom P450.
(Kemenkes RI, 2011)
GGT telah dihipotesiskan cukup kuat memiliki peranan dalam risiko dan
mekanisme penyakit kardiovaskuler. Diperlukan studi lebih lanjut mengenai
mekanisme molekulernya dan banyak pembuktian klinis, agar GGT lebih terbukti
dapat diandalkan untuk menilai risiko kardiovaskuler, menjadi biomarker yang baik
dan dapat dikembangkan untuk hal terapeutik dan prognostic. (Haurissa, 2014).

E. PROTEIN TOTAL
Protein dalam tubuh melakukan begitu banyak fungsi (Murray, 2003). Protein
terdapat di dalam sel maupun dr luar sel. Protein-protein ekstrasel yang paling banyak
di dalam darah adalah albumin, globulin, dan fibrinogen. Fibrinogen hanya terdapat
dalam plasma. Serum dan plasma susunan proteinnya sama kecuali fibrinogen dan
beberapa faktor koagulasi (Widmann, 1989).
Menurut Weatherby dan Fergusson (2002), Protein total serum terdiri dari
albumin dan globulin total. Kondisi yang mempengaruhi pembacaan albumin dan
globulin akan berdampak pada nilai protein total. Nilai protein total yang normal
belum tentu kadar albumin dan globulin total juga normal. Misalnya pada keadaan
dimana kadar albumin rendah dan kadar globulin total tinggi, atau sebaliknya akan
menghasilkan nilai protein total yang normal.
Penyerapan protein dipengaruhi oleh gangguan fungsi lambung, pankreas, dan
usus halus. Oleh karena itu, protein total dapat menggambarkan defisiensi nutrisi dan
masalah fungsi pencernaan. Penurunan nilai protein total dapat mengindikasikan
malnutrisi, gangguan fungsi pencernaan karena HCl yang tinggi, atau gangguan fungsi
hati. Malnutrisi lebih mengarah pada penurunan protein total yang disebabkan oleh
kurang tersedia asam amino essensial (Weatherby & Fergusson, 2002).
Karena nilai protein total terdiri dari nilai albumin dan nilai globulin total,
maka kenaikan nilai protein total juga harus seiring dengan kenaikan salah satu atau
kedua nilai tersebut. Kenaikan nilai protein total dapat terjadi pada kondisi dehidrasi,
gangguan fungsi
hati/kelenjar empedu, adrenal hypofunction, dan asam amino yang tinggi
(Weatherby & Fergusson, 2002).

F. ENZIM AMINOTRANSFERASE (SGOT / SGPT)


Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim
yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transaminase
yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamat piruvat
transaminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitif
terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber
utamanya di hati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada jaringan terutama
jantung, otot rangka, ginjal dan otak (Cahyono, 2009).
Enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat
oksaloasetat transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi
mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α-
oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat (Price dan Wilson,2006).
Dalam kondisi normal enzim yang dihasilkan oleh sel hepar konsentrasinya
rendah. Fungsi dari enzim-enzim hepar tersebut hanya sedikit yang diketahui. Nilai
normal kadar SGOT < 35 U/L dan SGPT < 41 U/L. (Daniel S. Pratt, 2010)
Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel hati.
Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-
sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi
tingkat kerusakan sel-sel hati (Cahyono 2009). Kerusakan membran sel menyebabkan
enzim Glutamat Oksaloasetat Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang
rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator
kerusakan hati (Ronald, dkk., 2004).
Kadar SGOT/SGPT (Pramudiantoro, 2014)
1. SGOT
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan
AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot
jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka,
ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika
terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam
sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan
mencapai puncaknya 24- 48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan
normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar
SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti
CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya
akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama.
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau spektrofotometer,
atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk
SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.
a. Kondisi yang Meningkatkan SGPT
Kodisi yang dapat meningkatkan SGPT dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut,
nekrosis hati (toksisitas obat atau kim ia).
2) Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis
aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark
miokard (SGOT>SGPT).
3) Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, sirosis biliaris.
2. SGPT
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau juga dinamakan ALT
(Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel
hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam
jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada
umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan
parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk
SGPT/ALT adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.
a. Kondisi yang Meningkatkan SGOT
Kondisi yang dapat meningkatkan SGPT dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai n ormal) : kerusakan hepatoseluler
akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis
infeksiosa.
2) Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal) : obstruksi saluran empedu,
aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau
primer), distrophia muscularis.
3) Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal) : perikarditis, sirosis, infark
paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA).
3. Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kadar SGOT/SGPT
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang
berhubungan dengan nilai SGOT/SGPT, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kadar SGOT/SGPT, yaitu :
a. Istirahat tidur
Penderita hepatitis yang tidak tercukupi kebutuhan istirahat tidurnya
atau waktu tidurnya kurang dari 7 atau 8 jam setelah dilakukan pemeriksaan
terjadi peningkatan kadar SGOT/SGPT.
b. Kelelahan
Kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas yang terlalu banyak atau
kelelahan yang diakibatkan karena olahraga juga akan mempengaruhi kadar
SGOT/SGPT.
c. Konsumsi obat-obatan
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar
SGOT/SGPT. Haloten, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai
obat bius. Isoniasid, merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC.
Metildopa, merupakan jenis obat anti hipertensi. Fenitoin dan Asam
Valproat, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat anti
epilepsi atau ayan. Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa diberikan
dalam resep dokter sebagai pereda dan penurun demam. Parasetamol adalah
jenis obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun jika
berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup parah
bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain jenis obat diatas adapula jenis
obat lainnya yang dapat merusak fungsi hati, seperti alfatoksin, arsen,
tembaga dan vinil klorida

F. Alkali Fosfatase
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang
diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru);
enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu
yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu.
Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes
ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit hati
(hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan
pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada
sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada
penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun,
sementara kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan
pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan
kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).
Metode pemeriksaan AlP dengan kalorimetri untuk menentukan
orthophosphoric monoester phosphohydrolase, yang didapat dari serum atau plasma
heparin. Prinsipnya alkali phosphatase mengkatalisa dalam media alkali yang
mentransfer 4-nitrophenilphosphat dan 2-amino-2-metil-1-propanol (AMP) menjadi
4-nitrophenol. Kenaikan 4-nitrofenol diukur secara fotometri pada panjang
gelombang 405 nm yang sebanding dengan aktivitas alkali phosphatase dalam
sampel.
1. Nilai normal Alkali phosphatase : Laki-laki : 61- 232 U/L dan Perempuan : 49-
232 U/L
a. Peningkatan kadar :
Obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati, hepatitis,
hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit
Paget, osteitis deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple,
osteomalasia, kehamilan trimester akhir, arthritis rheumatoid (aktif), ulkus.
Pengaruh obat : albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin,
penisilin), kolkisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat
penenang, indometasin (Indocin), prokainamid, beberapa kontrasepsi oral,
tolbutamid, isoniazid, asam para-aminosalisilat.
b. Penurunan kadar
Hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vit C),
hipofosfatasia, anemia pernisiosa, isufisiensi plasenta. Pengaruh obat :
oksalat, fluoride, propanolol (Inderal)

You might also like