You are on page 1of 16

PERCOBAAN 2

IDENTIFIKASI LIPID

I. Tujuan Percobaan
1.1. Memahami metode identifikasi lipid dari beberapa uji yang
dilakukan.
1.2. Mengetahui terjadinya dehidrasi gliserol.
1.3. Mengetahui golongan lipid yang dapat ditentukan oleh masing-masing uji.

II. Teori Dasar


Lipid berasal dari bahasa Yunani “lipos” yang berarti lemak. Lemak adalah
sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri dari unsur-unsur karbon,
hydrogen dan oksigen. Pengelompokan lipid berdasarkan sifatnya yang mirip
seperti kurang larut dalam air dan larut dalam pelarut organik (Baharuddin,
2011: 121).
Klasifikasi lipid berdasarkan komponen dasarnya, lipid terbagi ke dalam
lipid sederhana, lipid majemuk dan lipid turunan. Lipid sederhana yaitu ester,
asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya yaitu lemak atau gliserida dan
lilin (waxes). Lipid gabungan (majemuk) merupakan ester asam lemak yang
mempunyai gugus tambahan, contohnya yaitu fosfolipid, serebrosida. Lipid
turunan dihasilakn oleh proses hidrolisisi lipid, contohnya yaitu asam lemak,
gliserol dan sterol (Baharuddin, 2001: 122).
Lemak adalah salah satu komponen makanan multifungsi yang sangat
penting untuk kehidupan. Selain memiliki sisi positif, lemak juga mempunyai
sisi negatif terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai
sumber energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel,
isolator dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh
serta pelarut vitamin A, D, E, dan K. Penambahan lemak dalam makanan
memberikan efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut serta gurih. Di
dalam tubuh, lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan
dengan protein dan karbohidrat, yaitu 9 Kkal/gram lemak yang dikonsumsi
(Ratu, 2010: 155).
Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida
atau lemak, baik yang berasal dari hewan maupun dari tumbuhan. Asam ini
adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus
umum:
O

R – C – OH
Dimana rumus R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh dan
terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh adalah
rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang
mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya
rantai karbon mempunyai jumlah atom karbon genap (Poedjiadi, 1994: 52).
Lemak mempunyai sifat hidrofob karena struktur molekulnya yang kaya
akan rantai unsur karbon (-CH2-CH2-CH2-), ini menjadi alasan yang
menjelaskan sulitnya lemak untuk larut dalam air. Lemak hanya dapat larut
dalam pelarut nonpolar atau pelarut organik seperti eter, kloroform atau benzena.
Beberapa fungsi lipid pada makhluk hidup yaitu komponen struktur membran,
bentuk energi cadangan dalam bentuk triasilgliserol, kofaktor/ prekursor enzim
(fosfolipid dan koenzim A), hormon dan vitamin serta sebagai lapisan pelindung.
Lemak juga merupakan sarana sirkulasi energi dalam tubuh dan komponen
utama yang membentuk membran semua jenis sel (Baharuddin,2011: 123).
Berdasarkan sifatnya lipid dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Sifat Fisika
Dari rantai asam lemak didapatkan bahwa asam lemak jenuh mempunyai
rantai karbon pendek seperti asam butirat dan kaproat yang mempunyai titik
lebur rendah, ini berarti bahwa kedua asam ini berupa zat cair pada suhu kamar
sedangkan makin panjang rantai karbon menunjukkan makin tinggi titik
leburnya. Asam palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar (Ngili
Yohanis, 2009 : 260).
Asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur rendah. Asam oleat
mempunyai rantai karbon sama panjang dengan asam stearat, tetapi pada suhu
kamar asam oleat berupa zat cair. Semakin banyak ikatan rangkap, maka
semakin rendah titik leburnya, ini dapat dilihat pada pada titik lebur asam
linoleat yang lebih rendah dari titik lebur asam oleat. Asam butirat larut dalam
air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya
rantai karbon. Asam kaproat larut sedikit dalam air, sedangkan asam palmitat,
stearat, oleat dan linoleat tidak larut dalam air. Asam linoleat mempunyai
kelarutan dalam air sangat kecil (Ngili Yohanis, 2009 : 263).
2. Sifat Kimia
Asam lemak adalah asam lemah, jika larut dalam air molekul asam lemak
akan terionisasi sebagian dan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan
bergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam
lemak. pH untuk asam lemak dan ionisasinya, umumnya dapat digambarkan
sebagai berikut :
R – COOH ⇄ R – COO– + H+
Asam lemak dapat bereaksi dengan basa, membentuk garam.
R – COOH + NaOH → R – COONa + H2O
Garam natium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut
dalam air dan dikenal sebagai sabun. Molekul sabun terdiri atas rantai
hidrokarbon dengan gugus – COO– pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat
hidrofobik artinya tidak suka air atau tidak mudah larut dalam air, sedangkan
gugus – COO– bersifat hidrofilik dapat larut dalam air (Ngili Yohanis, 2009 :
263).
Dari dua bagian di atas, maka molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam
air tetapi membentuk misel. Sebagai bahan pembersih kotoran, sabun dapat
mengemulsikan lemak (fungsi emulgator). Bagian hidrofobik molekul sabun
akan masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada
dibagian luar. Dengan adanya gaya tolak antara muatan listrik negatif, maka
kotoran akan terpecah menjadi partikel kecil dan membentuk emulsi, dengan
demikian kotoran dapat terlepas dari kain dll (Imam, 2010 : 122)
Kolesterol merupakan penyusun utama batu empedu. Kolesterol berfungsi
membantu absorbsi asam lemak dari usus kecil, juga merupakan prazat
(precursor) bagi pembentukan asam empedu, hormon steroid, dan vitamin D.
Senyawa kolestrol umumnya terdapat dalam lemak hewani, sedangkan fitosterol
terdapat pada minyak nabati (Manruw, 2010 : 44).
Terdapat berbagai macam uji yang berkaitan dengan lipid yang meliputi
analisis kualitatif maupun kuantitatif. Uji-uji kualitatif lipid diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Uji Kelarutan Lipid
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terdahadap
berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat
kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya
lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat nonpolar
sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar (Gardjito,
1980 : 13).
2. Uji Akrolein
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi
gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid
akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia, uji akrolein digunakan
untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah
ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian
gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal
sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan
ditandai dengan asap putih (Ketaren, 1986 : 111).
3. Uji Kejenuhan Pada Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji
apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan
pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan sebagai indikator perubahan. Asam
lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok sampai
bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan ke dalam
tabung sambil dikocokdan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran
diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh dengan
cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda pada
gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai
dengan timbulnya warna merah asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna
awal kuning bening. Warna merah yang kembali pudar menandakan bahwa
terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak (S
Martoharsono, 2008 : 44)
Trigliserida yang mengandung asam lemak yang mempunyai ikatan
rangkap dapat diadisi oleh golongan halogen. Pada uji ketidakjenuhan, pereaksi
iod huble akan mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada
molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang selama
reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi iod
huble (Purwo, 2010 : 90).
4. Uji Salkowski Untuk Kolesterol
Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk
mengidentifikasi keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform
anhidrat lalu dengan volume yang sama ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat
berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam sampel tersebut
terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi berwarna
merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens
hijau (Sistiawan, 2011 : 12).
5. Uji Lieberman Buchard
Uji Lieberman Buchard merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip
uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam
sulfat ke dalam campuran. Sebanyak 10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam
larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkowski). Setelah itu, asam
sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa
menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat
ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air
berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk
3,5-kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi polimer yang mengandung
kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna hijau ini menandakan hasil
yang positif. Reaksi positif uji ini ditandai dengan adanya perubahan warna dari
terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi
hijau tua (Lehninger, 2006 : 21).

III. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Gelas ukur Air
Kertas saring Alkohol dingin
Korek api Alkohol panas
Penangas air Asam asetat anhidrat
Penjepit tabung Asam palmitat
Pipet tetes Asam sulfat pekat
Rak tabung Gliserol
Spirtus KHSO4
Tabung reaksi Kloroform
Kuning telur
Minyak
Olive oil
IV. Prosedur Kerja
Uji Kelarutan
Disiapkan 4 tabung reaksi kemudian pada masing-masing tabung
dimasukan 2 mL air, 2 mL alkohol dingin, 2 mL alkohol panas, dan 2 mL
kloroform. Setelah itu, dimasukkan 0,2 ml minyak kedalam tiap tabung,
kemudian dikocok dengan hati-hati. Selanjutnya diambil 2-3 tetes dari masing-
masing tabung lalu diteteskan pada kertas saring dan diamati noda yang ada
pada kertas saring. Dengan adanya noda pada kertas saring menunjukkan
adanya lemak yang terlarut dalam pelarut tersebut.
Uji Akrolein
Disiapkan 3 tabung reaksi yang bersih dan kering, kemudian pada
masing-masing tabung dimasukkan 10 tetes olive oil, gliserol atau sedikit asam
palmitat. Setelah itu, ditambahkan ke dalam masing-masing tabung sejumlah
KHSO4 dengan volume yang sama. Lalu dipanaskan pelan-pelan diatas api
bunsen. Diperhatikan bau akrolein yang menusuk hidung, dibedakan dengan
bau SO4.
Uji Lieberman-Burchard Untuk Kolesterol
Dilarutkan sedikit kolesterol (kuning telur ayam) dengan kloroform
hingga larut seluruhnya pada tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 10 tetes
asam asetat anhidrat dan 2 tetes asam sulfat pekat, dikocok perlahan-lahan dan
dibiarkan beberapa menit. Diperhatikan perubahan warna yang terjadi.
V. Data Pengamatan
5.1 Uji Kelarutan

Gambar Keterangan
Pada tabung 1 yang berisi
campuran air dan minyak
menghasilkan bercak basah pada
kertas saring dan terdapat sedikit
noda yang hanya ikut terbawa.

Pada tabung 2 yang berisi


campuran alkohol dingin dan
minyak, terdapat bercak yang
agak samar dan sedikit noda yang
hanya ikut terbawa.

Pada tabung 3 yang berisi


campuran alkohol panas dan
minyak didapatkan hasil, tidak
terdapat bercak basah yang besar
serta adanya noda.

Pada tabung 4 yang berisi


campuran kloroform dan minyak,
didapatkan hasil bahwa pada
kertas saring terdapat noda yang
jelas.
5.2 Uji Akrolein

Bahan Uji Bau


Olive Oil Bau tengik ++
Gliserol Bau tengik +++
Asam Palmitat Tidak berbau

5.3 Uji Lieberman-Burchard Untuk Kolesterol

Gambar Keterangan
Terjadi perubahan warna dari
kuning pekat menjadi kuning
pucat.
VI. Pembahasan

6.1 Uji Kelarutan Lipid


Uji kelarutan lipid berkaitan dengan kepolaran, dimana zat terlarut
akan larut pada pelarut yang disukainya “like dissolve like”. Prinsip dimana
setiap zat yang bersifat polar hanya dapat larut dalam pelarut polar,
demikian juga yang setiap zat yang non polar hanya akan larut dalam pelarut
non polar. Sedangkan untuk zat yang bersifat semi polar tentunya
menyesuaikan dengan ukuran kepolaran yang dimilikinya.
Pada percobaan ini pelarut yang digunakan adalah air, alkohol dingin,
alkohol panas dan kloroform. Sedangkan sampel lipid yang digunakan pada
percobaan ini adalah minyak. Pada percobaan ini disiapkan 4 tabung reaksi
kemudian tabung 1 diisi 2 mL air, tabung 2 diisi dengan 2 mL alkohol
dingin, tabung 3 diisi 2 mL alkohol panas, dan tabung 4 diisi dengan 2 mL
kloroform. Selanjutnya, ke dalam masing-masing tabung dimasukkan 0,2
mL minyak lalu dikocok agar dapat melihat kelarutan lipid pada setiap
tabung. Kemudian diambil 2-3 tetes dari masing-masing tabung dan
diteteskan pada kertas saring. Hasil yang diperoleh adalah pada tabung 1
yang berisi campuran air dan minyak menghasilkan bercak seperti basah
pada kertas saring dan terdapat sedikit noda, hanya saja noda yang ada itu
hanya ikut terbawa saja. Minyak dalam air akan membentuk emulsi yang
tidak stabil karena bila dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi
dua lapisan. Pada saat membentuk dua lapisan atau fasa air berada dibawah
dan minyak berada diatas hal ini dikarenakan air memiliki berat jenis lebih
besar daripada minyak, yaitu 1 gram/cm3 sedangkan minya 0,8 gram/cm3.
Hal ini menunjukkan bahwa minyak tidak larut dalam air karena minyak
adalah senyawa tidak polar dan air merupakan senyawa polar sehingga
keduanya tidak dapat bercampur.
Pada tabung 2 yang berisi campuran alkohol dingin dan minyak,
terdapat bercak yang agak samar serta sedikit noda, tetapi sama halnya
seperti campuran air dan minyak, noda yang ada hanyalah ikut terbawa
bukan melainkan larut. Hal ini menunjukkan bahwa minyak tidak larut
dalam alkohol dingin, dimana minyak bersifat non polar dan alkohol dingin
bersifat polar sehingga minyak dan alkohol dingin tidak dapat bercampur.
Alkohol merupakan senyawa semi polar, memiliki sifat polar dari gugus –
OH dan nonpolar dari gugus alkil. Semakin tinggi suhu alkohol, maka sifat
kepolarannya semakin berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa alkohol
dingin tidak cukup baik dalam melarutkan minyak.
Pada tabung 3 yang berisi campuran alkohol panas dan minyak
didapatkan hasil, tidak terdapat bercak seperti basah serta adanya noda. Hal
ini menandakan bahwa alkohol dalam keadaan panas dapat melarutkan
minyak, berbeda dengan alkohol dingin karena disini ada pengaruh suhu
yang meningkat, dimana semakin tinggi suhu alkohol, maka sifat
kepolarannya semakin berkurang. Inilah yang menyebabkan adanya
perbedaan kelarutan minyak pada alkohol panas dan alkohol dingin. Pada
suhu yang tinggi alhokol akan bersifat nonpolar sehingga dapat melarutkan
minyak yang bersifat nonpolar.
Pada tabung 4 yang berisi campuran kloroform dan minyak,
didapatkan hasil bahwa pada kertas saring terdapat noda yang jelas. Hal ini
menunjukkan bahwa klorofom adalah pelarut yang baik untuk lipid. Seperti
teori yang disampaikan oleh Armstrong (1995) menyatakan bahwa lemak
dan minyak tidak larut dalam pelarut polar seperti air, namun larut dalam
pelarut non polar seperti kloroform, eter, dan benzen.
6.2 Uji Akrolein
Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam
minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Uji akrolein digunakan
atau bertujuan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Untuk uji ini
disiapkan 3 tabung reaksi yang masing-masingnya dimasukan 10 tetes olive
oil, gliserol dan asam palmitat. Kemudian pada masing-masing tabung
ditambahkan KHSO4 dalam volume yang sama, lalu dipanaskan pelan-
pelan diatas api dan diperhatikan bau akrolein yang menusuk hidung.
Hasil yang diperoleh yaitu hasil reaksi gliserol ditambah dengan KHSO4
mengeluarkan bau yang lebih menyegat daripada olive oil. Hal ini
dikarenakan gliserol lebih cepat tengik daripada olive oil sebab olive oil
perlu di hidrolisis terlebih dahulu hingga membentuk gliserol dan asam
lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi
(KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke
dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein
(CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai
dengan asap putih (Poedjiadi, 1994). Pada uji ini, penambahan KHSO4
berfungsi sebagai katalisator pembentukan gliserol pada sampel yang
mengandung gliserol, dan KHSO4 ini tidak ikut bereaksi karena tidak larut
dalam larutan sampel, tetapi hanya berfungsi sebagai katalisator. KHSO4
merupakan pereaksi yang bersifat higroskopis yang mempercepat terjadinya
aldehid. Pembentukan akrolein ini terjadi karena dehidrasi gliserol dalam
olive oil dan larutan gliserol yang menghasilkan aldehid akrilat atau
akrolein. Sedangkan pada asam palmitat tidak menimbulkan bau, karena
tidak mengandung flatogliserol dan tidak terbentuk trigliserida sehingga
akrolein tidak terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa uji akrolein positif
terhadap gliserol karena menurut Anwar (1994), menyatakan bahwa hanya
gliserol dalam bentuk bebas atau yang terikat berupa senyawa yang akan
membentuk akrolein, sedangkan asam-asam lemak tidak. Hasil ini juga
sejalan dengan teori menurut Sunarya (2003) yang menyatakan bahwa
gliserol bila teroksidasi baunya lebih menyegat dibanding dengan olive oil.
Proses ketengikan dapat dilihat dari reaksi berikut :
6.3 Uji Lieberman Burchard
Percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kolesterol
dengan adanya pereaksi asam astat anhidrat dan H2SO4 pekat. Terdapat atau
tidaknya kolesterol ditandai dengan dengan adanya perubahan warna
menjadi hijau setelah ditetesi asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat.
Kemudian setelah dikocok warna hijau yang terjadi ini ternyata sebanding
dengan konsentrasi kolesterol. Hal ini membuktikan bahwa reaksi
Lieberman-Burchard dapat digunakan untuk menentukan kolesterol secara
kuantitatif.
Dilakukan dengan menyiapkan 1 buah tabung reaksi, kemudian
dimasukkan kolesterol kedalamnya atau kuning telur yang sebelumnya
dilarutkan terlebih dahulu di dalam krorofom. Penambahan kloroform
berfungsi untuk melarutkan kolesterol yang terkandung di dalam sampel.
Fungsi dari kloroform adalah untuk melarutkan lemak karena sifat dari
lemak atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan prinsip “like disolve like”
maka senyawa non polar akan larut pada pelarut non polar (Lehninger,
1982). Selanjutnya di teteskan asam asetat anhidrat sebanyak 10 tetes.
Alasan digunakannya asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan
asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil yang akan bereaksi
dengan asam sulfat pekat membentuk larutan berwarna. .
Setelah itu dilakukan penambahan asam sulfat pekat sebanyak 2 tetes.
Dimana fungsi dari penambahan asam sulfat pekat adalah untuk membentuk
kompleks warna serta untuk memutuskan ikatan ester pada lemak. Jika ada
kolesterol akan terbentuk lapisan merah pada permukaan larutan dan
H2SO4 pekat akan berwarna kuning. Setelah itu tabung reaksi dikocok
perlahan-lahan dan dibiarkan beberapa menit. Kemudian didapatkan hasil
bahwa terjadi perubahan warna dari kuning pekat menjadi kuning pucat.
Mekanisme yang terjadi dalam uji ini ketika asam sulfat pekat
ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air
berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi
membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi polimer yang
mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna ini
disebabkan karena adanya gugus hidroksi (−OH) dari kolesterol bereaksi
dengan pereaksi Lieberman Burchard dan meningkatkan konjugasi dari
ikatan tak jenuh dalam cincin yang berdekatan. Reaksi positif ini ditandai
dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian
menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi hijau tua (Poedjiadi, 1994).

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan warna akhir yaitu kuning


pucat, ini menunjukkan bahwa kuning telur ayam positif mengandung
kolesterol, namun kolesterol yang terdapat dalam kuning telur ayam
sangatlah rendah karena seharusnya reaksi positif dari uji kolesterol ini
menunjukkan warna akhirnya menjadi hijau menurut literatur.
VII. Kesimpulan
Pada uji kelarutan, lipid hanya larut pada pelarut kloroform dan alkohol
panad, karena kloroform merupakan pelarut yang bersifat non polar sama
seperti sifat lipid yang non-polar dan pada alkohol panas dimana pada suhu
yang tinggi alhokol akan bersifat nonpolar sehingga dapat melarutkan minyak
yang bersifat nonpolar.
Pada uji akrolein hanya gliserol yang menghasilkan bau tengik atau bau
tidak sedap yaitu bau akrolein, karena hanya gliserol yang bisa didehidratasi
oleh KHSO4.
Pada uji Liebermann-Burchard yang menunjukkan reaksi positif
terhadap kolesterol adalah kuning telur, membuat senyawa kompleks yang
menyebabkan perubahan warna dari kuning pekat menjadi kuning pucat.
VIII. Daftar Pustaka

Baharuddin, Maswati., (2011), Biokimia Dasar, Alauddin Press, Makassar :


121-123.

Imam, (2010), Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta : 122.

Ketaren, (1986), Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI Press,


Jakarta : 111.

Lehninger, (2006), Dasar-dasar Biokimia Jilid 3, Erlangga, Jakarta :21.

Manruw, (2010), Pengantar Biokimia, UI Press, Jakarta.Gardjito, Murdiati


dan Supriyanto, (1980), Teknologi Pengolahan Minyak dan Lemak II,
PAU Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta : 44.

Martoharsono, S., (2008), Biokimia 2, UGM Press, Yogyakarta : 44.

Ngili, Yohanis, (2009), Biokimia Metabolisme & Bioenergitika, Graha Ilmu,


Yogyakarta : 260-263.

Poedjiadi, Anna., (1994), Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta : 52.

Purwo, (2010), Biokimia Konsep-Konsep Dasar, ITB Press, Bandung : 90.

Ratu Ayu Dewi Sartika, (2010), Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh
dan Asam Lemak Trans Terhadap Kesehatan, Swadaya Murni, Jakarta :
155.

Sistiwawan, (2011), Modul Praktikum Biokimia, Universitas


Muhammadiyah, Sukabumi : 12.

You might also like