You are on page 1of 10

KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

MAKALAH DANA ALOKASI KHUSUS


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keuangan pusat dan daerah
Dosen Dr. H. Asep Kusdiman Jauhari, M.Si.

Nama Anggota :
Winda Mustika 162010055
Muhammad Nizar 162010068
Gina Brigitha A 162010089
Isnan F 162010094
Obay Gunawan 162010095

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK


ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS PASUNDA
2017/2018
A. Pengertian DAK
Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana perimbangan dan
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu de ngan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Transfer DAK merupakan konsekuensi lahirnya Ketetapan MPR No.
XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah ; Pengaturan, Pembagian dan
Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian
dilanjutkan dengan lahirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.
25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Yang
kemudian disempurnakan melalui penerbitan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah sebagai pengganti dari UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Keuangan Negara dan Keuangan Daerah sebagai
pengganti UU No.25 Tahun 1999.
Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah,
yang menyebutkan bahwa: “Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.” Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan
bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan
desentralisasi untuk (1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat
atas dasar prioritas nasional dan (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah
tertentu
Dalam menjalankan Kebijakan DAK, langkah kebijakan yang dijalankan oleh
pemerintah dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (i) penetapan program dan kegiatan,
(ii) penghitungan alokasi DAK, (iii) arah kegiatan dan penggunaan DAK, dan (iv)
administrasi pengelolaan DAK. Pada tulisan ini, penulis hanya akan mencoba membahas
proses penetapan program dan kegiatan serta perhitungan alokasi DAK.
Definisi DAK
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:107) “Dana Alokasi Khusus
(DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Sesuai dengan Undang-Undang
No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud adalah :
• Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus alokasi
umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah tidak sama dengan kebutuhan daerah
lain, misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi /
prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer.
• Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Menurut H.A.W Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi, biaya penyiapan
proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain biaya umum
yang sejenis tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi umum.

B. Dasar kebijakan kriteria teknis kegiatan

Formula perhitungan DAK berdasarkan tiga kriteria, yaitu :

A. Kriteria Umum (KU)

Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang


dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri
Sipil Daerah, kemudian kemampuan keuangan daerah juga dihitung berdasarkan
indeks fiskal netto dan ditetapkan setiap tahun.

KU=(PAD+DAU+DBH-DBH DR)-Belanja Gaji PNSD Daerah dengan KU dibawah


rata-rata KU secara Nasional adalah daerah yang menjadi prioritas mendapatkan
DAK.

B. Kriteria Khusus (KK)

Kriteria khusus ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur


penyelenggaraan otonomi khusus (Papua & Papua Barat) serta karakteristik daerah.
Karakteristik daerah meliputi:
(1) Daerah Tertinggal;

(2) Daerah perbatasan dengan negara lain;

(3) Daerah rawan bencana;

(4) Daerah Pesisir;

(5) Daerah ketahanan pangan;

(6) Daerah potensi pariwisata.

C. Kriteria Teknis (KT)

Kriteria ini berdasarkan pertimbangan dari berupa kondisi kerusakan infrastruktur


masing-masing bidang DAK dan ditetapkan oleh kementerian teknis.

Proses penetapan Dana Alokasi Khusus (DAK) dimulai dengan


memperhitungkan Kriteria Umum kemampuan keuangan daerah atau yang lebih
dikenal dengan Indeks Fiskal Netto (IFN), kemudian memperhitungkan Kriteria
Khusus dengaan pertimbangan peraturan perundang-undangan, Karakteristik Daerah
yang dituangkan dalam Indeks Fiskal Wilayah (IKW) dan selanjutanya dinilai dari
Kriteria Teknis yang ditentukan oleh kementerian Teknis. Setelah semuanya
diformulasikan akan menjadi Indeks Teknis (IT), Indeks Fiskal Wilayah dan Teknis
(IFWT) dengan formulasi = f(IFN.IKW.IT). Kemudian akan ditentukan Bobot DAK
dengan formulasi = (IFWT*IKK) kemudian akan dihitung Alokasikan DAK per
Bidang (ADB) = ADB*Pagu per Bidang, setelah itu akan diakumulasi menjadi
alokasi per daerah =ADB1+…..(ADBn).

Proses dan waktu penyediaan data DAK disesuaikan dengan maing-masing


kriteria, yaitu :

A. KRITERIA UMUM

PAD (T-2) sumbernya dari Pemerintah Daerah dan Kementerian Keuangan.

DAU (T-2) sumbernya Kementerian Keuangan.


DBH (T-2) sumbernya Kementerian Keuangan.

Belanja Gaji PNSD (T-2) sumbernya dari Pemerintah Daerah dan


Kementerian Keuangan.

B. KRITERIA KHUSUS

Daerah Tertinggal (T-1) sumbernya dari Kementerian PDT.

Daerah Perbatasan (T-1) sumbernya dari Kemendagri.

Daerah Rawan Bencana (T-1) sumbernya dari BNBP.

Daerah Pesisir (T-1) sumbernya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Daerah Ketahanan Pangan (T-1) sumbernya dari Kementerian Pertanian.

Daerah Potensi Pariwisata (T-1) sumbernya dari Kementerian Pariwisata.

C. KRITERIA TEKNIS

Kondisi Infrastruktur per Daerah ditentukan oleh (T-1) Kementerian/Lembaga


Teknis terkait.

Alokasi dan pedoman umum pelaksanaan DAK ditetapkan dengan


Peraturan Menteri Keuangan. Pelaksanaan DAK dan penganggaran mengikuti
Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga Teknis.
Kewajiban daerah dalam pelaksanaan DAK sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 55Tahun 2005 Pasal 61 ayat (1) berbunyi “Daerah
penerima DAKwajib menganggarkan DanaPendamping dalam APBD
sekurang-kurangnya 10%(sepuluh persen) dari besaran alokasi DAK yang
diterimanya”, (2) “Dana Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat kegiatanfisik”. Kegiatan
fisik adalah kegiatan diluar kegiatan administrasi proyek, kegiatan penyiapan
proyek fisik, kegiatan penelitian, kegiatan pelatihan, kegiatan perjalanan
pegawai daerah, dan kegiatan umum lain yang sejenis. Sedangkan untuk
daerah yang memiliki kemampuan keuangan tertentu tidak wajibkan
menyiapkan dana pendamping. Mulai Tahun Anggaran 2013 ada penambahan
alokasi DAK tambahan yang digunakan untuk peningkatan infrastruktur, bagi
daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang tinggi wajib menyediakan
dana pendamping sebesar 3%.

Tata cara penganggaran sumber dana DAK juga diatur dalam


Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah. Bahkan setiap Peraturan Menteri
Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah mengatur kekhususan penganggaran sumber dana DAK.
Namun ada beberapa kendala dalam penganggaran DAK yaitu keterlambatan
Petunjuk Teknis yang ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga serta Petunjuk
Teknis yang mengatur terlalu detail, kadang kala tidak sesuai dengan Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sehingga memberikan penafsiran yang berbeda
dan akhirnya penyerapan DAK tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Pelaksanaan tidak optimal menyebabkan pencairan DAK yang ditransfer ke
Daerah tidak akan sepenuhnya, sehingga akan menjadi beban bagi daerah
untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang timbul dari pelaksanaan
DAK tersebut.Untuk mengoptimalkan penyerapan DAK dari sisa tender,
pemerintah daerah harus memperhatikan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi
Khusus di Daerah, pada pasal 32 ayat (1) s/d (6) adalah :

1. Dalam hal terjadi sisa tender atas pelaksanaan kegiatan DAK, maka penggunaan sisa
tender tersebut diarahkan untuk kegiatan yang bersifat fisik sejalan dengan petunjuk
teknis DAK yang ditetapkan.
2. Sisa tender yang akan dimanfaatkan dalam tahun anggaran berjalan dilaksanakan
mendahului perubahan APBD dengan merubah peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD yang terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapat persetujuan
Pimpinan DPRD.
3. Untuk dasar penganggaran dan pelaksanaan sisa tender sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), SKPD menyusun RKA-SKPD dan DPA-SKPD yang baru.
4. Dalam hal sisa tender belum dilaksanakan setelah ditetapkannya Perda tentang
Perubahan APBD, dapat langsung dilaksanakan dan disesuaikan dalam laporan
realisasi anggaran.
5. Untuk tertib dan disiplin anggaran serta menjamin ketersediaan dana atas pelaksanaan
sisa tender, SKPD selaku Pengguna Anggaran telah menyelesaikan administrasi
kegiatan paling lambat pada awal bulan Oktober.
6. Pengadaan barang dan jasa atas kegiatan yang bersumber dari dana sisa tender baik
dilaksanakan secara swakelola maupun mekanisme kontrak berpedoman pada
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.

Untuk diketahui bersama bahwa proses penyaluran DAK dari Kas Umum Negara ke
Kas Umum Daerah dengan tiga tahap yaitu :

 TAHAP I disalurkan ke Kas Umum Daerah apabila Peraturan Daerah tentang APBD
sudah ditetapkan, Laporan Realisasi Penyerapan DAK Tahun sebelumnya telah
disampaikan dan Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping;
 TAHAP II disalurkan ke Kas Umum Daerah apabila penyerapan sudah mencapai 90%
dari TAHAP I atau sisa DAK TAHAP I di Kas Umum Daerah maksimal 10%;
 TAHAP III disalurkan ke Kas Umum Daerah apabila penyerapan sudah mencapai
90% dari akumulasi TAHAP I dan II atau sisa akumulasi DAK TAHAP I dan II di
Kas Umum Daerah maksimal 10%.

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa proses penganggaran DAK
harus dilengkapi dengan data-data yang akurat agar pagu DAK yang di peroleh daerah
sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Kekhususan DAK juga diatur dengan ketentuan yang khusus sehingga dalam
pelaksanaan di daerah dapat berjalan secara optimal. Begitu juga dengan proses
penyaluran DAK berbeda dengan dana transfer lainnya yang menggunakan triwulan,
khusus untuk DAK penyaluran ke Kas Umum Daerah berdasarkan progres yang
diserap oleh Pemerintah Daerah. Hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan DAK seperti Peraturan Menteri Keuangan tentang pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah dan Surat Edaran tentang
Langkah-langkah Menghadapi Akhir Tahun, Dalam Rangka Penyaluran Anggaran
Transfer ke Daerah. Karena aturan-aturan tersebut mengatur batas waktu DAK,
sehingga apabila Pemerintah Daerah tidak tepat menyampaikan laporan atau
penyerapan dibawah ketentuan maka sisa DAK tidak akan disalurkan ke Kas Umum
Daerah (hangus) dan juga daerah harus menanggung pembiayaan dari sumber dana
lain apabila pekerjaan DAK telah selesai dilaksanakan pihak ketiga

C. Penetapan Program dan Kegiatan


Dalam proses penetapan program dan kegiatan DAK, penetapannya diatur dalam
Pasal 52 PP No. 55 Tahun 2005 berbunyi :
1. Program yang menjadi prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (2) dan Pasal 51 ayat (1) dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah
tahun anggaran bersangkutan.
2. Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan
ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri
Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai
dengan Rencana Kerja Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Menteri teknis menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Keuangan.

Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 jelas dikatakan bahwa
program dan kegiatan yang akan didanai dari Dana Alokasi Khsus merupakan program
yang menjadi prioritas nasional yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah. Kegiatan
dan program yang akan didanai tersebut merupakan program yang diusulkan oleh
kementerian teknis yang melalui proses koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri
Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sebelum ditetapkan
dan sesuai dengan RKP. Tahapan berikutnya adalah ketetapan program tersebut
disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk dilakukan penghitungan alokasi DAK.

Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan


D. Alokasi dak dan dana pendamping
Alokasi
DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai
mekanisme dan tatacara penyaluran DAK diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.

Dana pendamping
Khusus untuk penyediaan dana pendamping DAK di dalam APBD selain
diatur di dalam pedoman penyusunan APBD juga telah diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah, pasal 41 ayat (1) “Daerah penerima DAK wajib
menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari
alokasi DAK. (2) Dana pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dianggarkan dalam APBD”.
Dari beberapa regulasi yang saya sajikan di atas, maka penyediaan dana
pendamping di dalam APBD secara limitatif hanya untuk dana pendamping DAK
(Dana Alokasi Khusus), dan Program Penanggulangan Kemiskinan melalui
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan dan Perkotaan,
serta penerimaan hibah dan bantuan luar negeri. Muncul pertanyaan, bagaimana
dengan program nasional lainnya selain untuk dana pendamping DAK (Dana
Alokasi Khusus), dan Program Penanggulangan Kemiskinan melalui Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan dan Perkotaan, serta
penerimaan hibah dan bantuan luar negeri, yang mempersyaratkan dana
pendamping.

You might also like