Professional Documents
Culture Documents
Askep Kanker Rektal
Askep Kanker Rektal
Kanker rektum adalah keganasan yang terjadi pada bagian rektum. Biasanya kanker rektum
secara teori tergabung dengan kanker kolon, tetapi pada materi ini dipisah karena pada
kondisi klinik terdapat pemisahan untuk asuhan keperawatan.
Rektum terdapat pada bagian distal kolon kiri dan menghubungkan kolon dengan
anus. Fungsi utama rektum adalah untuk menyimpan feses dalam persiapan untuk evakuasi.
Seperti kolon, terdapat tiga lapisan pada dinding rektum, yaitu:
Selain 3 lapisan ini, komponen penting lain rektum adalah kelenjar getah bening sekita (juga
disebut kelenjar getah bening regional). Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem
kekebalan tubuh dan membantu dalam melakukan pengawasan untuk bahan-bahan berbahaya
(termasuk virus dan bakteri) yang dapat mengancam tubuh. Kelenjar getah bening
mengelilingi setiap organ dalam tubuh, termasuk anus.
American Cancer Society memeperkirankan bahwa pada tahun 2008, lebih dari
148.000 orang telah didiagnosa dengan kanker kolorektal dan bahwa hampir 50.000 orang
akan mati dari kanker kolorektal, jenis yang paling umum dari kanker rektum adalah
adenokarsinoma, merupakan kanker yang timbul dari mukosa. Sel kanker juga dapat
mennyebar dari anus ke kelenjar getah bening dalam perjalanan mereka ke bagian lain dari
tubuh. Menurut WHO (2009), terdapat lebih dari 940.000 kasus baru pada kondisi kanker
kolorektal dan sekitar 50.000 kematian dihubungkan dengan kondisi kanker kolorektal.
Tingkat insiden kanker rektal tertingi terdapat di negara-negara barat Amerika Utara, Eropa
Utara, Australia dan Selandia Baru. Tingkat menengah ditemukan di Eropa Selatan, dan
tingkat terrendah di Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Di Amerika Serikat, kejadian dan
tingkat kematian 35% lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Di negara barat (Eropa,
USA, Australia dan Kanada), laki-laki mempunyai insiden yang lebih besar daripada wanita
kanker rektum; bervariasi dari rasio 8:7 – 9:5
Seperti kanker usus besar, yang prognosis dan pengobatan kanker rektal tergantung
pada seberapa dalam kanker telah menyerang dinding dubur dan sekitar kelenjar getah
bening. Namun meskipun rektum adalah bagian dari usus besar, lokasi rektum di panggul
menimbulkan berbagai masalah keperawatan dan tantangan tambahan dalam melakukan
asuhan keperawatan di bandingkan dengan kanker kolon.
STADIUM
Stadium yang digunakan pada kanker rektum adalah sistem klasifikasi internasional yang
dikenal sebagai TNM (Tumor,Nodus, Metastasis).
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai N0 Menunjukkan tidak ada M0 Tidak ada
Tis Karsinoma in situ, intraepitelial lamina keterlibatan KGB metastasis
propia
T1 Tumor invasi ke submukosa
T2 Tumor invasi ke muskularis propia N1 Menunjukkan keterlibatan 1-3
KGB perirektal
T3 Tumor menginvasi menuju subserosa N2 Menunjukkan keterlibatan >4 M1 Ada
atau jaringan perirektal KGB perirektal metastasis
T4 Tumor menginvasi langsung organ atau N3 Metastasis pada sepanjang nodus jauh
struktur dan/atau perforasi peritoneum limfe
viseral
Penyebab kanker rektum atau kolorektal berlum diketahui. Terjadi secara sama pada laki-laki
dan perempuan dan pada semua grup etnis. Sekitar 75% dari kanker rektal berkembang pada
orang yang tidak memiliki faktor risiko tertentu. Sisanya 25% kasus terjadi pada orang
dengan faktor – faktor resiko yang signifikan – paling umum, sejarah keluarga atau pribadi
sejarah kanker kolorektal atau polip, yang hadir dalam 15-20% dari semua kasus. Faktor
risiko penting lainnya adalah kecenderungan genetik tertentu, seperti kanker kolorektal
nonpolyposis turun- temurun (HNPCC; 4-7%dari semua kasus) dan keluarga denomatosa
poliposis (FAP,1%), dan penyakit radang usus 1% dari semua kasus (Giovannucci, 2006).
Kanker ini mungkin berhubungan dengan residu rendah, diet tinggi lemak dan makanan yang
diproses dengan asupan buah dan sayur yang tidak adekuat. Terdapat angka kejadian yang
lebih tinggi di kota, negara industri, dan pada klien obesitas dan dengan gaya hidup pasif.
Dua jenis kanker kolorektal herediter disebabkan mutasi genetik. Mutasi gen ditemukan pada
orang dengan HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal cancer) menunjukkan
kemungkinan predisposisi genetik kanker kolon sebesar 90%, dengan usia onset tipikal pada
40-an. Orang dengan disposisi genetik FAP (familia adenomatous poliposis) juga beresiko
lebih tinggi mengalami kanker kolorektal. Namun, hanya sekitar 5-10% klien dengan kanker
kolorektal memiliki basis herediter. Risiko kanker meningkat tajam dengan umur, dengan
90% kanker kolorektal terjadi setelah usia 50 tahun. Faktor risiko lain adalah riwayat kanker
payudara , ovarium dan endometrium; atau IBD terutama kolitis ulseratif. Fitur Terapi
Komplemen dan Alternatif membahas hubungan antara defisiensi besi dan kanker
gastrointestinal.
Aktivitas menjaga kesehatan termasuk skrining tahunan dengan periksa daarah samar pada
feses dam pemeriksaan colok dubur bagi orang yang resiko kanker kolorektal yaitu yang
berusia 50 tahun ke atas. Sigmoidoskopi flleksibel, kolonsokopi, atau barium enema kontras
ganda perlu dilakukan setiap 5-10 tahun pada klien dengan hasil skrining normal dan lebihs
ering pada klien dengan polip yang telah diangkat atau bila keluarga dekat (anak, orang tua,
atau saudara) telah mengalami kanker kolorektal atau polip adenoma sebelum usia 60.
Kolonoskopi virtual adalah teknik baru yang sedang dalam penelitian. Teknik tersebut
menggunakan pencitraan komputer untuk menghasilkan gambar tiga dimensi kolon. Kolon
dipindai setelah usus di isi dengan cairan. Teknik tersebut lebih murah dan lebih tidak invasif
jika dibandingkan dengan kolonoskopi. Namun, tidak dapat dilakukan pengambilan atau
biopsi. Magnetic resonance colonography adalah alternatif kolonoskopi. Teknik ini
mendeteksi massa endoluminal dan lesi serta digunakan untuk skrining klien dengan risiko
tinggi kanker kolon. Namun, dengan kedua teknik ini, jika abnormalitasi dideteksi,
sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi tetap harus dilakukan untuk visualisasi lanjut dan
biopsi. Terakhir, kamera pil adalah pil besar yang terpasang kamera kecil yang ditelan oleh
klien. Kamera ini mengambil gambar dinding usus setiap beberapa detik dan paling efektif
mengambil gambar usus halus.
Klien dengan riwayat keluarga atau pribadi dengan kanker kolorektal, polip, IBD,
atau indikator genetik kanker kolorektal harus mulai menjalani skrining kanker kolorektal
pada usia lebih muda dan lebih sering. Merupakan hal penting bagi semua klien untuk
dijelaskan perlunya deteksi dini melaporkan manifestasi klinis seperti perdarahan dari lubang
anus dan perubahan buang air besar kepada tenaga kesehatan.
Saat ini terdapat dua sindrom kanker kolrektal yang dapat dijelaskan dengan baik.
Predisposisi Patogenesis
Usia lebih dari 50 tahun Insidensi usia pasien dengan karsinoma rektal, 90% berusia lebih dari 50
tahun. Hanya 5% dari pasien kurang dari 40 tahun (Brounts, 2009)
Faktor keturunan Risiko relatif kanker rektal berkembang meningkat pada tingkat pertama
keluarga pada pasien yang terkena. Jika tingkat pertama anggota
keluarga yang lebih muda dari 45 tahun pada saat diagnosis,
peningkatan risiko bahkan lebih tinggi (Burt, 996).
Dari pasien dengan kanker kolorektal, 30% telah sinkron lesi, biasanya
adenomatosa polip. Sekitar 40-50% pasien memiliki polip pada tindak
lanjut kolonoskopi. Dari semua pasien yang memiliki polip adenomatosa
ditemukan, 29% dari mereka memiliki polip tambahan yang ditemukan
pada kolonskopi mengulang satu tahun kemudian. Keganasan
berkembang pada 2-5% pasien. Risiko kanker pada orang yang polip
telah dihapus adalah 2,7-7,7 kali dari populasi umum (Lynch, 2003)
Penyakit genetik Familial Adenomatous Polyposis (FAP). FAP adalah warisan dominan
sindrom autosomal yang menyebabkan perkembangan lebih dari 100
polip adenomatosa dan berbagai manifestasi ekstra-kolon. Cacat dalam
gen APC (Adenomatous Polyposis Coli), yang terletak pada kromosom
5 pada lokus Q21. Proses penyakit menyebabkan pembentukan ratusan
polip usus, osteomalaisia, tumor desmeid, dan terkadang tumor otak.
Peningkatan jumlah polip, memberikan predisposisi risiko yang lebih
besar untuk menjadi kanker. Jika tidak diobati, kanker kolorektal
berkembang dihampir 100% dari pasien tersebut pada usia 40 tahun.
Pada jalur herediter, sekitar 20% dari kasus yang ditemukan FAP
disebabkan oelh mutasi spontan (Lipton et al,2004)
Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC). HNPCC adalah
warisan dominan sindrom autosomal yang terjadi karena terdapat cacat
gen dikromosom 2, 3, dan 7. Pasien memiliki jumlah polip yang sama
seperti populasi umum, tetapi polip mereka lebih cenderung untuk
menjadi ganas. Pasien ini juga memiliki insiden yang lebih tinggi untuk
mengalami kanker di endometrium, lambung, tiroid, dan kanker otak
(Lipton et al, 2004)
Diet Diet tinggi lemak dan rendah serat terlibat dalam perkembangan kanker
kolorektal. Secara khusu orang-orang yang menelan makanan tinggi
lemak hewan tak jenuh dan lemak sangat jenuh pada minyak nabati
(misalnya jagung) memiliki insiden yang lebih tinggi mengalami kanker
rektal. Mekanisme bagaiman zat ini terkait dengan oerkembangan
kanker rektal masih tidak diketahui (Potter, 1999)
Lemak jenuh dari produk susu tidak memiliki efek karsinogenik yang
sama seperti lemak hewan, juga minyak yang mengandung asam
Alkohol Konsumsi alokohol lebih dari 30 g sehari telah dikaitkan dengan
peningkatan resiko karsino kolorektal, dengan resiko kanker rektum
lebih besar dari kanker usus besar. Muncul resiko lebih besar dengan bir
dari pada dengan anggur. Secara khusus, Kabat et al menemukan bahwa
konsumsi bir sehari-hari dari 32 ons atau lebih meningkatkan risiko
kanker rektal pada laki – laki (Ferrari, 2007)
Tembakau Merokok, terutama ketika mulai di usia muda, meningkatkan risiko
kanker kolorektal. Kemungkinan mekanisme untuk perkembangan
tumor termasuk perkembangan amina aromatik polycyclic beracun dan
mekanisme angiogenic induksi akibat asap tembakau (Tsoi, 2009)
Kolesistektomi Pasca kolesistektomi, asam empedu mengalir bebas, meningkatkan
eksposur bakteri usus. Pemaparan terus menerus meningkatkan proporsi
karsinogenik produk sampingan asam empedu. Sebuah meta-analisis
oleh Giovanucci et al mengungkapkan suatu peningkatan risiko
karsinoma kolon proksimal pascakolesistektomi. Meskipun sejumlah
besar studi menunjukkan peningkatan risiko kanker kolon proksimal
pada pasien kolesistektomi berikut, data tidak cukup kuat untuk
menjamin peningkatan skrinning pada populasi (Weiser, 2005)
Penyakit infeksi- Risiko kanker meningkat dengan semakin tingginya kondisi durasi
inflamasi usus penyakit. Setelah 10 tahun, kolitis ulserativa memberikan insiden kanker
kolorektal sekitar 1% pertahun. Pasien harus dievaluasi untuk perubahan
displastik melalui kolonoskopi secara reguler.
Displasia ialah pendahulu kanker dan jika ada, risiko kanker adalah 30%
(Baxter, 2007).
Insiden kanker kolorektal pada pasien penyakit Crohn adalah sekitar 4-
20 kali lebih besar daripada populasi umum. Kanker terjadi pada pasien
dengan penyakit yang sekurang-kurangnya 10 tahun lamanya. Usia rata-
rata di diagnosa kanker, 46-55 tahun, lebih muda dari populasi umum.
Kanker sering berkembang didaerah struktur dan de-functionalized
segmen usus. Pada pasien dengan penyakit Crohn perianal, keganasan
sering hadir dalam traktat fistulous. Pasien dengan kolitis Crohn harus
menjalani pengawasan yang sama seperti rejimen dengan %UC (Hassan,
2009)
PATOFISIOLOGI
Lebih dari 95% kanker kolorektal berawal dari polip adenoma (adenomas). Tiga tipe
adenoma adalah tubular, tubulovilius, dan vilus. Jenis terakhir merupakan risiko tertinggi
menjadi kanker. Polip tumbuh dengan lambat, dan sebagian besar butuh waktu 5-10 tahun
atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip membesar didalam lumen dan memulai
menginvasi dinding usus (Figur 33-10). Tumor pada usus kanan cenderung menjadi tebal dan
besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Tumor pada usus kiri bermula sebagai massa
kecil seperti kancing yang menyebabkan ulkus pada suplai darah. Klien dengan FAP
mengalami ratusan sampai ribuan polip pada kolon pada usia dini dan berisiko hampir 100%
mengalami kanker sebelum usia 40 tahun. Sebagai hasilnya, beberapa memilih untuk
menjalani kolostomi profilaksis sebagai upaya pencegahan.
1. Terapi Bedah
Tujuan utama tindak bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif
maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan
manfaat kuratif.
Tindak bedah terdiri atas reseksi luar karsinoma primer dan kelenjar limfe
regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga dengan
maksut mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensial, fistel, dan nyeri .
Pada karsinoma rektum, teknik pembedahan yang dipilih tergantung dari letaknya,
khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan
sfingter eksternal dan sfingter internal akan dipertahankan untuk menghindari
anus preternaturalis.
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun
jauh. Pada tumor sekum atau kolon asendens dilakukan hemikolektomi kanan,
kemudian anastonosis ujung ke ujung. Pada tumor difleksura hepatica dilakukan
juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon
transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung, sedangkan pada tumor kolon
desendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi
sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan
sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum
melalui reseksi abdominoperineal (Wayser, 2005).
2. Terapi Radiasi
Radiasi endocafitary metode radioterapi ini berbeda dari radiasi pancaran
eksternal terapi. Dalam dosis yang lebih besar, radiasi dapat dikirim kewilayah
yang lebih kecil selama periode yang lebih singkat. Kriteria seleksi untuk prosedur
ini dengan prosedur untuk transanal eksisi. Lesi dapat sejauh 10 cm dari anus
hampir dan tidak lebih besar dari 3 cm. Radiasi ini disampaikan melalui
proctoscope khusus dan dilakukan diruang operasi dengan obat penenang
(kapiteijn, 2001).
Ajuva terapi radiasi. Terapi radiasi sebelum operasi memiliki banyak potensi
keuntungan, termasuk menurunkan stadium kanker (kapiteijn, 2001).
3. Ajuva kemoterapi
Pilihan kemoterapi untuk kanker usus besar dan rektum telah sangat berkembang
dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kemajuan kemoterapi tetap tidak lengkap
dan toksisitas tetap sunstansial. Kombinasi terapi dengan menggunakan obat-
obatan sebanyak mungkin diperlukan untuk efek maksimal melawan kanker
rektum. Agen kemoterapi karsinoma kolorektal yang dianjurkan adalah 5-
fluorourasil (5-FU) dan telah digunakan dalam hubunganya dengan radiasi
(kombinasi modalitas). Tahap I (T1-2, N0, M0) pasien kanker rektum tidak
memerlukan terapi ajuvan karena angka kesembuhan yang tinggi dengan bedah
reseksi. Pasien dengan kanker rektum (T3-4, N0, M0 atau Tany, N1-2, M0) harus
menerima lemoterapi dan radioterapi primer (NCCN, 2009).
Diagnosis Keperawatan
Rencana Keperawatan
Evaluasi