Professional Documents
Culture Documents
Laporan Praktek Kerja Semen Indonesia
Laporan Praktek Kerja Semen Indonesia
PABRIK SEMEN
PABRIK TUBAN
Oleh :
Wiranto (I 0510039)
SURAKARTA
2014
iii
Laporan Praktek Kerja
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan dan menyusun laporan praktek kerja ini yang
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata Satu (S-1)
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
Dengan adanya praktek kerja ini, diharapkan mahasiswa dapat
membandingkan antara teori yang dipelajari dan penerapannya di dalam dunia
industri, sehingga dapat menyiapkan diri dalam memasuki dunia industri.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua penulis yang selalu mendukung serta mendoakan penulis, sehingga
penulis dapat melakukan praktek kerja dengan lancar tanpa ada halangan.
2. Dr. Sunu H. Pranolo, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret.
3. Dr. Margono, S.T., M.T selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan
membantu dalam penyelesaian tugas praktek kerja ini.
4. Ir. Aris Sunarso, selaku Kepala Bagian Pendidikan dan Pelatihan PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk.
5. Oktoria Masniari, S.T., selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan
petunjuk dan bimbingan selama pelaksanaan praktek kerja di PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk., Pabrik Tuban.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan praktek kerja maupun
penyusunan laporan kerja praktek ini.
Surakarta,
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul..................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................................. ii
Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................. v
Daftar Tabel ......................................................................................................... vii
Daftar Gambar ...................................................................................................... viii
Intisari ................................................................................................................. ix
Bab I Pendahuluan .............................................................................................. 1
A. Sejarah dan Perkembangan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk ................. 1
B. Visi dan Misi ............................................................................................ 4
C. Lokasi Pabrik ........................................................................................... 5
D. Tata Letak Pabrik Tuban .......................................................................... 7
E. Bahan Baku dan Produk ........................................................................... 8
F. Organisasi Perusahaan ............................................................................. 11
G. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ........................................................... 15
Bab II Deskripsi Proses ....................................................................................... 16
A. Konsep Proses .......................................................................................... 16
B. Diagram Alir Proses ................................................................................. 34
C. Langkah-langkah Proses .......................................................................... 35
Bab III Spesifikasi Alat ....................................................................................... 50
A. Spesifikasi Alat Utama ............................................................................. 50
B. Spesifikasi Alat Pendukung ..................................................................... 64
Bab IV Utilitas .................................................................................................... 72
A. Penyediaan Air ......................................................................................... 72
B. Penyediaan Listrik.................................................................................... 75
C. Penyediaan Udara Tekan.......................................................................... 76
D. Penyediaan IDO ....................................................................................... 76
Bab V Pengolahan Limbah ................................................................................. 77
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Intisari
PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., Pabrik Tuban berlokasi di Desa Sumber
Arum, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban Jawa Timur. Saat ini, PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk., Pabrik Tuban memproduksi semen dengan kapasitas total
9.000.000 ton/tahun, meliputi empat plant yaitu Tuban I, Tuban II, Tuban III, dan
Tuban IV. Pabrik Tuban memproduksi dua jenis semen yaitu, Pozzolan Portland
Cement (PPC), Ordinary Portland Cement (OPC) dan Special Blended Cement
(SBC) .
Bahan baku yang digunakan berupa batu kapur, tanah liat, dengan bahan
korektif berupa copper slag, pasir silika, dan limestone (high grade) dan bahan
tambahan berupa gypsum, trass, dan fly ash. Kebutuhan masing-masing bahan yaitu
campuran batu kapur dan tanah liat sekitar 2600 ton/jam, pasir silika 52 ton/jam,
cooper slag 48 ton/jam, gypsum 28 ton/jam, dan trass 96 ton/jam (khusus semen
PPC). Semen jenis OPC diproduksi digunakan bahan baku batu kapur, tanah liat,
copper slag, gypsum dan fly ash. Sedangkan untuk membuat semen PPC digunakan
bahan tambahan berupa trass. Bahan bakar utama yang digunakan adalah batu bara
dan Industrial Diesel Oil (IDO).
Secara garis besar proses pembuatan semen dibagi menjadi lima tahap, yaitu
penyiapan bahan baku, penggilingan bahan mentah, pembakaran, penggilingan
akhir, dan pengemasan. Keseluruhan proses menggunakan proses kering.
Kelancaran proses produksi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. didukung
oleh beberapa seksi yaitu seksi utilitas (penyediaan air, udara tekan, genset, dan
IDO), seksi pengolahan limbah (mengatasi pencemaran udara dengan pemasangan
dan perawatan electrostatic precipitator dan gravel bag filter), seksi pengendalian
proses, dan seksi jaminan mutu (menjamin kualitas semen dengan didukung oleh
laboratorium kimia, laboratorium fisika, dan laboratorium X-ray).
BAB I
PENDAHULUAN
sehingga kapasitas terpasang pabrik Semen Gresik Unit I dan II menjadi 1,8 juta
ton/tahun.
Tanggal 16 November 1994, ditandatangani kerjasama perjanjian antara PT
Semen Gresik dengan Fuller International untuk pembangunan perluasan keempat,
yaitu pabrik Semen Gresik Unit III di Kota Tuban yang berkapasitas 2,3 juta
ton/tahun dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 September 1994.
Salah satu alasan didirikannya Unit III di Tuban ini adalah struktur geografis Kota
Tuban dan sekitarnya, yaitu pegunungan kapur yang mempunyai kemungkinan
dilakukan penggalian bahan baku sampai dengan seratus tahun mendatang. Dengan
berdirinya pabrik Semen Gresik Unit III ini, maka total kapasitas produksi menjadi
4,1 juta ton/tahun.
Unit pabrik I dan II terletak di Desa Sidomoro, Kabupaten Gresik. Sedangkan
Unit III terletak di Desa Sumber Arum, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Pada
masa ini pabrik yang beroperasi adalah Unit III, sedangkan untuk Unit I dan II
beroperasi sebagai finishing dan analisis (laboratorium) saja.
Bulan September 1995, PT Semen Gresik (Persero) melakukan penjualan
sahamnya kepada masyarakat untuk kedua kalinya sehingga komposisi
kepemilikan saham menjadi 65% milik pemerintah dan 35% milik masyarakat.
Berkat disiplin dan kerjasama yang baik di antara para pegawai, maka pada tanggal
29 Mei 1996 PT Semen Gresik memperoleh sertifikat ISO 9002 untuk Unit I, II,
dan III di Gresik dan Tuban.
Pada tanggal 17 April 1997 dilakukan peresmian pabrik Semen Gresik Tuban
II sebagai perluasan pabrik Semen Gresik unit III oleh Presiden Soeharto. Pabrik
ini mempunyai kapasitas 2,3 juta ton/tahun. Pada tanggal 20 Maret 1998, Presiden
Soeharto meresmikan pabrik Semen Tuban III yang juga berkapasitas 2,3 juta
ton/tahun. Dengan selesainya pabrik Semen Tuban III, maka pabrik Semen Gresik
mempunyai total produksi 8,2 juta ton per tahun.
B.2 Misi
1. Memproduksi, memperdagangkan semen dan produk terkait lainnya yang
berorientasikan kepuasan konsumen dengan menggunakan teknologi yang
ramah lingkungan.
2. Mewujudkan manajemen perusahaan yang berstandar internasional dengan
menjunjung tinggi etika bisnis dan semangat kebersamaan serta bertindak
proaktif, efisien dan inovatif dalam setiap karya.
3. Meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri semen domestik dan
internasional.
4. Memberdayakan dan mensinergikan unit-unit usaha strategik untuk
meningkatkan nilai tambah secara berkesinambungan.
C. Lokasi Pabrik
Dalam pendirian suatu pabrik, salah satu faktor yang sangat penting adalah
pemilihan lokasi pabrik. Karena pemilihan lokasi pabrik yang tepat dapat
menaikkan daya guna dan akan menghemat biaya produksi suatu pabrik.
Pabrik Semen Indonesia Unit III berada di Desa Sumber Arum, Kec. Kerek,
Kab. Tuban, Jawa Timur dengan luas area 15.000 ha dan luas bangunan 400.000
m2 .
Pemilihan lokasi pabrik PT Semen Indonesia antara lain didasarkan pada:
1. Pertimbangan bahan baku
Bahan baku batu kapur dan tanah liat cukup tersedia, batu kapur berada di
Desa Popongan dan tanah liat terletak di Desa Tlogowaru dan Mliwang,
kurang lebih 5 km dari lokasi pabrik.
2. Pertimbangan bahan pembantu
Pasir Silika diperoleh dari Tuban dan Madura. Copper Slag diperoleh dari PT
Copper Smelting Gresik. Gypsum diperoleh dari PT Petrokimia Gresik
berupa gypsum sintetis. Walaupun bahan pembantu tersebut lokasinya agak
jauh, hal ini bukan merupakan masalah yang serius, karena lokasi pabrik
dekat dengan jalan raya yang menghubungkan kota-kota di Pulau Jawa.
3. Pertimbangan faktor transportasi
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Tuban memiliki lokasi yang strategis
karena:
- Terletak kurang lebih 9 km dari tepi jalan raya yang menghubungkan kota-
kota besar seperti Surabaya dan Semarang.
- Terletak dekat dengan pantai Tuban dan memiliki pelabuhan sendiri.
4. Pertimbangan faktor sosial
Keterangan Gambar:
1. Limestone Crushing 13. Clinker Cooler
2. Clay Crushing 14. Clinker Storages
3. Clay Storages 15. Central Control Room
4. Limestone Storages 16. Gypsum/Trass Bin
5. Raw Material 17. Cement Finish Mill
6. Iron Silica Storages 18. Cement Storages Silo
7. Raw Mill 19. Cement Packing and Load Out
8. Electrostatic Precipitator 20. Masjid
9. Coal mill 21. Dormitory
10. Blending silo 22. Kantor Utama
11. Suspension Preheater 23. Utilitas
12. Rotary kiln 24. Bengkel Pemeliharaan Mesin
Tata letak pabrik seperti dapat dilihat pada Gambar I.1, disusun dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1. Unit-unit penyiapan bahan baku seperti limestone dan clay crusher,
limestone, dan clay storage terletak dekat dengan area penambangan, hal ini
bertujuan untuk kemudahan dalam penyimpanan sementara sebelum material
dibawa ke pabrik.
2. Roller mill dan unit pembakaran seperti blending silo, coal grinding,
preheater, kiln dan cooler terletak di satu area, hal ini bertujuan agar proses
aliran material dari alat-alat tersebut menjadi lebih mudah.
3. Electrostatic presipitator (EP) sebagai alat pemisah debu dan dapat
beroperasi pada suhu tinggi dipasang pada keluaran unit penggilingan bahan
baku/roller mill dan cooler karena pada kedua alat tersebut debu keluar
bersama gas dalam jumlah banyak dan bersuhu cukup tinggi (95°C).
4. Dome klinker dan gypsum storage terletak di dekat unit finish mill sehingga
transport material untuk penggilingan akhir sampai menjadi semen akan lebih
mudah dan singkat.
5. Semen silo dan unit packer berada pada satu tempat dan terletak dekat dengan
jalur transportasi utama menuju ke pelabuhan, hal ini bertujuan memudahkan
truk pengangkut semen melintas di dalam pabrik.
Kekerasan batu kapur secara umum adalah 1,8 – 5,0 skala mohr dan specific gravity
2,6 – 2,8. Dalam keadaan murni, batu kapur berwarna putih karena dipengaruhi oleh
adanya komponen tanah liat dan oksida besi. Batu kapur sebagai bahan baku dalam
pembuatan semen mempunyai kadar CaO sebesar 50% - 60% dan kadar airnya
sekitar 5%.
b. Tanah liat (Clay)
Tanah liat (2SiO3.2H2O) termasuk ke dalam kelompok mineral Siliceous dan
Argillaceous, yaitu mineral sumber silika (SiO2), besi alumina (Fe2O3), serta
kandungan CaCO3 kurang dari 75%. Tanah liat pada dasarnya terdiri atas berbagai
variasi komposisi. Pada umumnya tanah liat merupakan senyawa alumina silica
hydrate dengan kadar H2O maksimal 25% dan kadar A12O3 minimal 14%.
industri besar seperti gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu, dan jalan
raya.
b. Portland Pozzolan Cement (PPC)
Portland Pozzolan Cement merupakan semen campuran dengan pozzolan
sebagai bahan tambahan pada campuran terak dan gypsum pada proses
penggilingan akhir. PPC diproduksi di Pabrik Tuban I dan Tuban II. Semen ini
digunakan untuk konstruksi umum yang tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi
sedang. Semen ini digunakan untuk bangunan perumahan, bendungan, dam, irigasi,
bangunan tepi pantai, daerah rawa/gambut, dan bahan bangunan (genteng dan
ubin).
F. Organisasi Perusahaan
Kelancaran dan kontinuitas operasional suatu pabrik merupakan hal penting
dan menjadi tujuan utama setiap perusahaan. Struktur organisasi memberikan
wewenang pada setiap bagian perusahaan untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya, juga mengatur fungsi-fungsi atau orang-orang dalam
hubungan satu dengan yang lain dalam melaksanakan fungsi mereka.
Adapun struktur organisasi PT. Semen Indonesia (Persero) berbentuk
organisasi garis (Line Organization) yang tertuang dalam Surat Keputusan Direksi
Nomor 005/Kpts/Dir/2011, tentang Struktur Organisasi di PT. Semen Indonesia
(Persero).
Kedudukan tertinggi Struktur Organisasi dipegang oleh seorang Direktur Utama
yang dibantu oleh seorang Wakil Direktur Utama yang membawahi 4 orang
direktur, antara lain :
• Direktur Produksi
• Direktur Litbang
• Direktur Pemasaran
• Direktur Keuangan
Direktur Utama juga membawahi langsung Satuan Pengawasan Intern dan
Departemen Sumber Daya Manusia. Satuan Pengawasan Intern membawahi 2 dinas
c. PT Eternit Gresik
PT Eternit Gresik terletak di Gresik, Jawa Timur. Bidang usahanya meliputi:
memproduksi lembaran fiber-semen, panel, dan bahan bangunan lain dari fiber
semen, serta memproduksi bahan bangunan dari bahan setengah jadi fiber-semen
untuk diproses lebih lanjut.
e. PT Varia Usaha
PT Varia Usaha bergerak dalam bidang:
- Jasa pengangkutan
- Perdagangan/distributor semen
- Pertambangan
- Perdagangan barang industry
f. PT Swadaya Gatra
Bidang usaha PT Swadaya Gatra meliputi developer, kontraktor sipil,
kontraktor mekanikal, kontraktor mekanikal dan elektrikal, bengkel dan
manufaktur, fabrikasi baja, jasa penyewaan dan pemeliharaan alat berat, biro
teknik, industri dan perdagangan.
BAB II
DESKRIPSI PROSES
A. Konsep Proses
1. Definisi Semen
Semen adalah pengikat hidrolis, dimana jika bercampur dengan air akan
membentuk suatu pasta yang akan mengeras karena adanya hidrasi. (Locher and
Kropp, 1986)
2. Komposisi semen
Semen Portland terutama terdiri dari oksida kapur (CaO), oksida silika (SiO2),
oksida alumina (Al2O3), dan oksida besi (Fe2O3). Kandungan dari keempat oksida
kurang lebih 95% dari berat semen dan biasanya disebut “major oxides”, sedangkan
sisanya sebanyak 5% terdiri dari oksida magnesium (MgO) dan oksida lain.
Keempat oksida utama pada semen akan membentuk senyawa-senyawa yang biasa
disebut:
1) Trikalsium Silikat, 3CaO. SiO2 disingkat C3S
2) Dikalsium Silikat, 2CaO. SiO2 disingkat C2S
3) Trikalsium Aluminat, 3CaO. Al2O3 disingkat C3A
4) Tetra Kalsium Alumino Ferrite, 4CaO. Al2O3. Fe2O3, disingkat C4AF
Keempat senyawa tersebut mempunyai sifat sebagai berikut:
1) C3S
Sifat C3S hampir sama dengan sifat semen, yaitu apabila ditambahkan air
akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam saja pasti akan mengeras. C3S
menunjang kekuatan awal semen dan menimbulkan panas hidrasi
±500 joule/gram. Kandungan C3S pada semen portland bervariasi antara
35% - 55% tergantung pada jenis semen portland.
2) C2S
Pada penambahan air segera terjadi reaksi, menyebabkan pasta mengeras
dan menimbulkan sedikit panas yaitu ±250 joule/gram. Pasta yang
mengeras, perkembangan kekuatannya stabil dan lambat pada beberapa
3. Sifat–sifat Semen
Sifat-sifat semen antara lain sebagai berikut :
3.1. Sifat Fisika
a. Setting dan Hardening
Proses setting dan hardening terjadi karena adanya pembentukan komponen
hidrat yang dihasilkan dari reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan
menghasilkan pasta yang elastis dan dapat dibentuk (workable), sampai beberapa
waktu karakteristik dari pasta tersebut tidak berubah dan periode ini sering
dinamakan dormant periode. Pada tahapan selanjutnya pasta mulai menjadi kaku
walau masih ada yang lemah, tetapi sudah tidak dapat dikerjakan (unworkable),
kondisi ini dinamakan initial set. Tahapan berikutnya pasta melanjutkan
kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh, kondisi ini dinamakan final set.
Proses pengerasan berjalan terus dan sejalan dengan waktu akan diperoleh
kekuatan, proses ini dikenal dengan nama hardening. Hasil padatan tersebut biasa
disebut hardened cement paste atau cement stone. Jika pada pasta semen
ditambahkan pasir dan agregat maka sifat cement stone akan meningkat (Locher
and Kropp, 1986).
b. Hidrasi Semen
Hidrasi semen merupakan reaksi yang terjadi antara senyawa semen dengan
air. Semen terdiri atas beberapa senyawa, dengan demikian hidrasi semen terdiri
dari beberapa reaksi kimia yang berjalan bersamaan. Semen Pozzolan mempunyai
kandungan utama yaitu C3S, C2S, C3A, C4AF, dan silika aktif pada bahan pozzolan
yang ditambahkan. Adapun reaksi-reaksi senyawa tersebut dengan air adalah
sebagai berikut :
Hidrasi C3S dan C2S
Reaksi hidrasi C3S dan C2S dengan air akan membentuk kalsium silika hidrat
(CSH) dan kalsium hidroksida. Kalsium silikat hidrat adalah kristal yang bentuknya
berupa padatan yang sering disebut tube morite gel. Dengan adanya Ca(OH)2 pasta
semen mempunyai kebasaan yang tinggi.
C3 S + H2O → CSH + Ca(OH)2
C2 S + H2O → CSH + Ca(OH)2
Hidrasi C3A
Hidrasi C3A akan menghasilkan kalsium aluminat hidrat (CAH) yang
kristalnya berbentuk kubus. Reaksi hidrasi C3A sangat cepat sehingga pasta semen
cepat mengeras yang disebut dengan false set, untuk mencegahnya, perlu ditambah
gypsum (CaSO4.2H2O).
Mula-mula C3A akan bereaksi dengan gypsum menghasilkan kalsium sulfo
aluminat (C3A.3CaSO4.31H2O) dimana kristalnya berbentuk jarum dan lebih stabil
disebut dengan ettringite yang akan membungkus permukaan sendiri dengan C3A,
sehingga menyebabkan reaksi hidrasi terlambat. Namun akibat peristiwa osmosis
lapisan ini akan pecah dan reaksi hidrasi C3A akan terjadi lagi. Peristiwa ini terjadi
pada dormant periode.
Namun, setelah gypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium aluminat
hidrat (C3A.6H2O).
C3A + 3CaSO4 + 32H2O →C3A.3CaSO4.32H2O
(Ettringite), menunda pengerasan
C3 A + H2 O → CAH + panas tinggi
Hidrasi C4AF
Reaksi hidrasi C4AF air akan membentuk kalsium aluminoferrit hidrat dan
kalsium hidroksida.
Reaksi:
C4AF + H2O → CAFH + Ca(OH)2
C4AF + 2Ca(OH)2(s) + 4H2O(l) → 3CaO.Al2O3.3H2O(s) + 3CaO.Fe2O3.3H2O(s)
Pozzolan
Bahan pozzolan mengandung silika aktif dan alumina, dan jika bertemu
dengan kalsium hidroksida dan air juga akan mengalami reaksi hidrasi membentuk
calcium silica hydrat dan tetra calcium alumina hydrat.
SiO2 + Ca(OH)2 + Air → CSH
Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain:
1) Kehalusan dari semen
2) Jumlah air yang digunakan
3) Temperatur
4) Additive
Panas Hidrasi
Hidrasi merupakan reaksi eksotermis. Panas hidrasi merupakan panas yang
terjadi selama semen mengalami proses hidrasi. Pada komposisi kimia semen yang
menghasilkan panas hidrasi terbesar adalah C3A, sedangkan C2S menghasilkan
panas hidrasi yang terkecil (tabel II.1). Panas hidrasi yang terlalu tinggi akan
menimbulkan keretakan pada beton. Hal ini disebabkan panas yang timbul sulit
dilepaskan dan terjadi pemuaian, kemudian pada proses pendinginan akan
mengalami keretakan yang diakibatkan oleh adanya penyusutan. Tabel II.2
menunjukkan perbandingan panas hidrasi yang ditumbulkan dari semen Portland
dan semen Pozzolan.
e. False Set
False Set adalah kekakuan yang cepat (abnormal premature setting) terjadi
beberapa menit setelah penambahan air. Plastisitas adukan dapat diperoleh kembali
dengan pengadukan tanpa penambahan air.
Penyebab terjadinya false set:
1. Dehidrasi gypsum, terjadi apabila gypsum ditambahkan ke dalam klinker
yang terlalu panas. Karena gypsum berubah menjadi gypsum semi hidrat atau
anhidrat yang bila dicampur dan diaduk dengan air akan terbentuk gypsum
kembali dan adukan menjadi kaku.
2. Reaksi alkali selama penyimpanan dengan karbonat.
3. Alkali karbonat bereaksi dengan Ca(OH)2 kemudian mengendap dan
menimbulkan kekakuan pada pasta.
4. C3S bereaksi dengan udara (Airation) pada kelembaban yang tinggi dan pada
waktu penambahan air terjadi reaksi yang sangat cepat sehingga
menimbulkan false set.
3.2. Sifat Kimia Semen
a. Loss On Ignition (LOI)
LOI dipersyaratkan untuk pencegahan mineral-mineral yang dapat diuraikan
dengan pemijaran karena kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya
mengalami perubahan dalam periode yang panjang. Proses ini dapat menimbulkan
kerusakan pada batu setelah beberapa tahun kemudian.
b. Insoluble Residue
Insoluble residue adalah impuritas sisa setelah semen tersebut direaksikan
dengan asam klorida (HCl) dan natrium karbonat (Na2CO3). Insoluble residu
dibatasi untuk upaya pencegahan tercampurnya semen Portland dengan bahan-
bahan alami lainnya dan tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika.
c. Modulus Semen
Modulus semen adalah bilangan yang menyatakan perbandingan kuantitatif
dari senyawa-senyawa CaO, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3. Perhitungaan modulus semen
ini bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah dari masing-masing bahan
mentah dalam penyiapan umpan kiln (kiln feed) sehingga diharapkan akan
diperoleh terak/klinker dengan komposisi yang dikehendaki. Komposisi terak yang
berbeda akan menghasilkan sifat semen yang berbeda pula.
Beberapa modulus semen yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
i. Hydraulic Modulus (HM)
Hydraulic Modulus merupakan perbandingan antara CaO dengan SiO2, Al2O3
dan Fe2O3. Nilai HM antara 1,7 - 2,3.
CaO
HM
SiO 2 Al2O3 Fe2O3
2. kadar free lime tinggi, sehingga dapat menyebabkan retak-retak saat semen
diaplikasikan.
3. kekuatan awal tinggi.
Hydraulic Modulus yang rendah menyebabkan:
1. klinker mudah dibakar karena fluxing material berlebih.
2. kekuatan awal rendah.
3. kandungan C3S, C3A, C4AF turun.
C3S
BI
C4 AF C3 A
4. Jenis-jenis Semen
a. Semen Portland
Di Amerika Serikat terdapat lima tipe umum semen portland yang memiliki
spesifikasi tertentu dan didesain oleh ASTM Specification C 150-63 sebagai
berikut:
b. Tipe I/Ordinary Portland Cement (OPC)
Semen ini digunakan untuk semua konstruksi umum yang tidak
membutuhkan sifat-sifat khusus misalnya rumah dan gedung-gedung perkantoran.
c. Tipe II/Moderate Heat Cement
Digunakan untuk konstruksi dengan persyaratan panas hidrasi dan tahan
sulfat yang sedang.
d. Tipe III/High Early Strength Cement
Digunakan untuk konstruksi dengan persyaratan kekuatan awal yang tinggi.
Kekuatan awal semen tergantung oleh jumlah C3S. Untuk meningkatkan
kandungan C3S maka semen tipe III ini memiliki kandungan perbandingan lime-
silica dan kehalusan yang lebih tinggi dibandingkan semen tipe OPC. (Austin,
1984)
l. Masonary Cement
Semen ini dibuat dari penggilingan klinker semen Portland, kapur halus dan
pasir. Sifat-sifat yang dimiliki oleh masonary cement adalah workability, daya
plastisnya tinggi, dan ekspansinya rendah. Semen jenis ini digunakan untuk
bangunan di daerah dingin sebab masonary cement memiliki perubahan volume
kecil pada suhu yang berubah-ubah. (Shukla and Pandey, 1977)
m. Expanding Cement
Berbeda dengan jenis semen lainnya, semen tipe ini justru memiliki sifat
expanding pada awal pengerasan. Expanding Cement cocok digunakan untuk
menambal beton yang tua. Namun semen ini tidak dianjurkan untuk bangunan yang
terkena air larut secara langsung.
Expanding Cement dibuat dari 70% klinker, 10% expanding medium seperti
calcium sulfoaluminate (campuran dari 50% gipsum, 25% bauxite¸dan 25% chalk)
dan 20% stabilizing agent seperti granulated slag. (Shukla and Pandey, 1977)
Batu kapur dihancurkan lalu disimpan dalam gudang, sedangkan tanah liat
dilumatkan dengan air kemudian dimasukkan dalam tangki tanah liat sambil diaduk
supaya tidak mengendap. Pasir silika dan pasir besi disimpan dalam tempat
penimbunan masing-masing.
b. Pengolahan bahan
Batu kapur, pasir silika dan pasir besi dicampur dan digiling dengan sejumlah
air kemudian ditambahkan ke dalam tangki pencampur (blending tank) bersama
lumatan tanah liat sambil terus diaduk supaya tetap homogen.
c. Pembakaran
Bahan yang telah dicampur kemudian dipompakan melalui pipa- pipa ke
dalam kiln untuk dibakar pada suhu 1350°C - 1400°C. Selama proses pembakaran
akan terjadi penguapan air, pelelehan bahan dan reaksi pembentukan material
klinker. Setelah dibakar, bahan kemudian didinginkan sehingga diperoleh klinker
padat.
d. Penggilingan
Klinker padat dicampur dengan gypsum lalu digiling bersama untuk menjadi
semen. Semen hasil penggilingan ini kemudian dipindahkan ke dalam silo-silo
penyimpanan semen.
e. Pengantongan
Semen dimasukkan ke dalam kantong dengan berat tertentu yaitu 50 kg.
Semen yang telah dikemas kemudian siap diangkut dan dipasarkan.
Keuntungan proses basah:
Pencampuran umpan kiln lebih mudah karena berbentuk slurry.
Debu yang dihasilkan sedikit (kurang menyebabkan pencemaran udara).
Kerugian proses basah:
Membutuhkan bahan bakar yang banyak karena memerlukan panas yang besar.
Kiln yang dipakai lebih panjang, karena terdapat dehydration zone.
Kerugian proses semi kering membutuhkan alat yang cukup banyak dan
dalam prosesnya menghasilkan debu oleh karena itu diperlukan alat penyaring
debu.
mempunyai kandungan air sekitar 30%. Slurry tersebut kemudian disimpan dalam
wash mill dan selama penyimpanan dihomogenkan dengan pengadukan.
c. Pembakaran
Bahan dari homogenizing silo diumpankan ke preheater supaya mengalami
pemanasan awal, yang meliputi penguapan air bebas dan pelepasan air hidrat dalam
clay menurut reaksi:
Al2O3.2 SiO2.xH2O → Al2O3 + 2 SiO2 + xH2O
Bahan melewati ducting masuk dalam preheater melalui saluran (ducting)
kemudian dibawa oleh gas panas dari bawah menuju ke cyclone I. Transfer panas
terjadi ketika bahan dibawa bersama gas melewati ducting secara searah. Dari
cyclone I, bahan turun menuju ducting di bawahnya lalu dibawa menuju cyclone II.
Bahan kemudian turun lagi melalui ducting dibawah cyclone II dan dibawa menuju
cyclone III. Dari cyclone III, bahan dibawa menuju cyclone IV. Dari cyclone IV,
bahan masuk ke calciner untuk mengalami reaksi kalsinasi. Bahan dari calciner
kemudian masuk ke kiln untuk mengalami proses pembakaran. Pada proses
pembakaran terjadi pembentukan senyawa-senyawa penyusun semen yaitu C3S,
C2S, C3A, dan C4AF.
Setelah keluar dari kiln, klinker didinginkan mendadak dalam cooler dan
disimpan dalam clinker storage. Pendinginan dilakukan pada suhu kurang dari
1000°C.
Batu Limestone
kapur crusher
Pasir
besi packer
Batu Coal
bara mill konsumen
IDO
gypsum
Trass u/
PPC
Zak
kosong
C. Langkah-langkah Proses
Proses pembuatan semen ada dua macam yaitu proses basah dan proses
kering. Proses pada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk., Pabrik Tuban adalah
proses kering. Alasan dihentikannya proses basah adalah penggunaan bahan bakar
dan biaya operasional terlalu tinggi. Proses kering menggunakan prinsip
preblending dan homogenasi umpan tanur dalam keadaan kering (kadar air 0,1% –
1%), untuk penghilangan air dilakukan pra pemanasan di luar kiln, yaitu pemanas
awal (preheater). Proses pemanasan awal dilakukan dengan memanaskan material
dengan jalan mensuspensikan material ke dalam aliran gas panas. Prinsip
pencampuran suspensi ini dapat dilakukan dengan mudah dan dapat dilakukan
secara vertikal dan bertingkat. Keuntungan proses kering adalah kiln yang
digunakan relatif pendek, kebutuhan energi rendah sehingga konsumsi bahan bakar
relatif lebih sedikit, kapasitas besar, dan biaya operasi rendah. Sedangkan kerugian
proses kering adalah kadar air sangat mengganggu operasi karena material menjadi
lengket, impuritas alkali menyebabkan penyempitan pada saluran, campuran
kurang homogen, dan banyak debu yang dihasilkan, maka dibutuhkan penangkap
debu. (Duda, 1985)
Secara garis besar proses pembuatan semen dibagi dalam lima tahap
produksi, yaitu penyiapan bahan mentah, pengolahan bahan, pembakaran,
penggilingan, serta pengisian dan distribusi. Batu kapur (80%) diambil dari quarry,
diangkut dan dihancurkan dengan alat pemecah batu kapur (limestone crusher),
dicampur dengan tanah liat (15%) yang diambil, diangkut dan diiris dengan clay
cutter, kemudian campuran yang disebut batu kapur mix tersebut disimpan di mix
storage dalam bentuk pile. Pasir silika dan copper slag diperoleh dari pemasok.
Kemudian dilakukan pengolahan bahan mentah, yaitu bahan mentah dicampur
dengan proporsi tertentu, digiling dan dikeringkan pada mesin penggiling (vertical
roller mill), sehingga menjadi tepung dan disimpan di silo umpan (homogenizing
silo). Dalam tahap pembakaran, tepung umpan kiln diumpankan ke pemanas awal
(preheater), dibakar dalam tanur putar (rotary kiln) agar membentuk terak sampai
temperatur 1400°C, didinginkan secara mendadak pada cooler dan disimpan pada
penampung terak (clinker dome). Selanjutnya terak yang ditambah dengan gypsum
dan atau tambahan lain pada proporsi tertentu digiling pada mesin penggiling (ball
mill) dengan kehalusan tertentu menjadi semen dan disimpan pada silo-silo semen.
Semen dikemas dengan berat 40 kg, 50 kg, atau curah, pada unit pengisian (packing
plant), dan siap didistribusikan melalui darat maupun laut (Arsa, 1995). Tahap-
tahap pembuatan semen secara detail dijelaskan sebagai berikut:
1. Persiapan Bahan
Bahan baku pembuatan semen terdiri dari 2 komponen, yaitu bahan baku
utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah batu kapur
(kemurnian 55% – 60%) dan tanah liat (kemurnian 65% – 70%), yang dipenuhi
sendiri oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk., Pabrik Tuban. Sedangkan bahan
tambahan, yaitu copper slag (kemurnian minimal 75%) dan pasir silika (kemurnian
85% – 90%) didatangkan dari luar seperti PT Copper Smelting Gresik, Tuban dan
Madura. Untuk bahan penolong berupa gypsum dan trass didatangkan dari
Petrokimia Gresik. Pada unit penyiapan bahan ini meliputi penyiapan bahan berupa
batu kapur dan tanah liat dari penambangan sampai pada pemecahan awal.
i. Pembersihan (Clearing)
Pembersihan permukaan tanah dari kotoran, seperti semak-semak dan
rumput-rumputan dilakukan dengan menggunakan buldozer.
dan shovel. Tujuan pengupasan ini adalah menghilangkan lapisan tanah yang tidak
berguna karena dapat mengurangi persentase kandungan kapur.
limestone dibawa dari hopper crusher (HP-1) melewati wobbler feeder (FE-1),
material yang berukuran kurang dari 90 mm akan jatuh ke belt conveyor (BC-1),
sedangkan material yang besar akan masuk ke crusher (CR-1) dengan kapasitas 700
– 900 ton/jam. Di dalam limestone crusher material mengalami size reduction, yaitu
bongkahan-bongkahan besar limestone dengan ukuran 1200 x 1200 mm akan
dihancurkan menjadi produk crusher dengan ukuran 90% dari produk berukuran 7
– 8 cm. Kedua produk crusher tersebut akan jatuh ke belt conveyor (BC-1). Produk
limestone crusher dengan kadar CaCO3 88% – 92% (medium grade) yang
mengandung CaO 50% – 53% dicampur dengan produk Clay Crusher (CR-2) di
dalam belt conveyor (BC-3). Kemudian campuran batu kapur dan tanah liat
ditimbang oleh belt scale system di atas belt conveyor (BC-3) dan dibawa ke
limestone and clay mix pile storage yang berkapasitas total 45.000 ton melalui belt
conveyor (BC-4, dan BC-5) dan tripper (TR-1). Produk limestone Crusher dengan
kadar CaCO3 lebih dari 93% (high grade) yang mengandung CaO 54% – 56% yang
telah ditimbang oleh belt scale system yang terdapat di atas belt conveyor (BC-3)
langsung dibawa ke limestone pile storage yang berkapasitas 10.000 ton melalui
belt conveyor (BC-4, dan BC-5, dan BC-6) dan vibrating feeder (VF-1).
Copper slag dan pasir silika disimpan dalam open storage di-reclaim dengan
front-end loader dimasukkan ke dalam Hopper (HP-3) dan selanjutnya dimasukkan
ke dalam Bin (BI-1 dan BI-2) secara bergantian oleh Belt conveyor (BC-8).
Pengeluaran copper slag dan pasir silika dari dalam Bin (BI-1 dan BI-2) diatur oleh
Weight Feeder (WF-1 dan WF-2).
Kadar limestone kadang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan,
untuk itu perlu dikoreksi dengan penambahan limestone (CaCO3) high grade.
Limestone and clay mix yang berada di dalam Bin pengeluarannya diatur oleh
Apron Conveyor (AC-2), kemudian turun ke Mix Weight Feeder (WF-3) untuk
ditimbang. Sedangkan pengeluaran limestone correction dari Bin (BI-4) diatur oleh
Apron Conveyor (AC-3) dan ditimbang di Weight Feeder (WF-4). Keempat
material tersebut kemudian diumpankan ke Roller Mill (RM-1) oleh Belt conveyor
(BC-9, BC-10, dan BC-11). Belt conveyor dilengkapi dengan metal detektor untuk
mendeteksi adanya metal terikut.
b. Raw Grinding
Roller mill di pabrik Tuban adalah tipe Fuller Loesche, raw material mill
system ini dilengkapi dengan 3 buah mill fan system. Proses pengeringan raw
material di dalam raw mill system menggunakan udara panas dari Suspension
Preheater (SP) dan Grate cooler (GC) yang memiliki temperatur 230°C. Selain itu,
raw mill system dilengkapi pula dengan air heater berbahan bakar IDO sebagai
persediaan bila panas dari Suspension Preheater (SP) dan Grate Cooler (GC) tidak
mencukupi atau bila kondisi kiln (KL) tidak beroperasi. Penggunaan air heater
harus dibatasi seminimal mungkin karena biaya operasinya tinggi.
Produk output dari Roller Mill (RM-1) mempunyai kehalusan 90% lolos
ayakan 90 mikron dan kadar air kurang dari 1%. Produk tersebut dibawa aliran
udara masuk ke dalam Cyclone (CN-1) akibat tarikan mill fan, 93% dari material
akan terpisahkan dari aliran udara. Gas yang keluar dari Cyclone (CN-1) kemudian
dilepas ke Stack (SK-1) melalui Electrostatic Presipitator (EP-1). Sisa produk yang
masih ada diambil oleh Electrostatic Presipitator (EP-1), sedangkan gas yang telah
bersih dibuang ke udara melalui Stack (SK-1). Kedua produk dari Electrostatic
Presipitator (EP-1) dan Cyclone (CN-1) dibawa oleh Air Slide (AS-1, AS-2, AS-3,
dan AS-4), Screw Conveyor (SC-1 dan SC-2), dan Bucket elevator (BE-1) ke
Blending silo (BS-1 dan BS-2). Umur material dalam Blending silo adalah ± 4 jam.
Pembakaran tidak sempurna pada kiln (KL) atau Suspension Preheater (SP)
menghasilkan gas CO yang sebagian akan masuk ke dalam Roller Mill (RM-1).
Kondisi ini akan meningkatkan suhu Electrostatic Presipitator (EP-1) secara
drastis. Untuk pencegahan kerusakan alat, maka dust tertampung dalam
Selain penggilingan, di dalam coal mill, batu bara juga mengalami pemanasan
awal. Ke dalam coal mill, dialirkan gas panas bertemperatur sekitar 186°C dari
suspension preheater dan kiln. Umpan masuk mill berkadar air 12% dan keluar
dengan spesifikasi ukuran produk lolos 80% dari classifier 170 mesh berkadar air
3% – 4% dan bertemperatur sekitar 40°C. Produk dari coal mill akan terbawa aliran
udara oleh alat explossion vent kemudian dihembuskan menuju bag filter (BF-3)
untuk pemisahan batubara dari udara pembawa. Batubara kemudian terkumpul dan
dibawa dengan screw conveyor (SC-3) menuju pulverized coal bin (BI-22)
berkapasitas 120 ton. Batu bara tersebut kemudian dipompa dengan menggunakan
pump menuju dua bin lain berkapasitas 120 ton dan 70 ton. Bin dengan kapasitas
lebih besar digunakan untuk mensuplai batubara ke burner Separate Line Calciner
(SLC) dan In Line Calciner (ILC), sedangkan bin berkapasitas lebih kecil
digunakan untuk mensuplai batubara pada kiln burner.
7). Dari Kiln Feed Bin (BI-6) kemudian dibagi ke dalam Bin Kalibrasi (BI-7 dan
BI-8) yang masing-masing berkapasitas 50 ton. Keluar dari Bin kalibrasi (BI-7 dan
BI-8) ditimbang oleh Flowmeter yang kemudian diumpankan ke ILC dan SLC
Preheater.
c. Pembuatan Terak
Proses pembentukan terak terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai
berikut:
i. Tahap Pelepasan Air dan Kalsinasi Awal dalam suspension preheater
Suspension preheater yang digunakan terdiri dari cyclone empat stage dan
memiliki distribusi suhu seperti pada Tabel II.5 berikut:
Tabel II.5 Suhu Material Tiap Stage
Stage Suhu
I 310°C - 400°C
II 500°C - 650°C
III 700°C - 820°C
IV 850°C - 900°C
Sumber: Central Control Room Tuban III, 2014
Pada tahap tersebut, material halus umpan ke kiln akan mengalami
pemanasan awal. Udara pemanas pada suspension preheater diperoleh dari udara
panas dari kiln (untuk ILC) dan grate cooler yang dihisap dengan menggunakan ID
Fan melalui bagian bawah suspension preheater (kalsinator). Selain itu, panas juga
dihasilkan dari pembakaran batu bara pada kalsinator. Suspension preheater
tersebut terdiri dari dua bagian yaitu ILC dan SLC. Masing-masing bagian tersebut
terdiri dari lima buah cyclone separator dan sebuah kalsinator. Arus masuknya
material dalam suspension Preheater dapat dijelaskan sebagai berikut. Material
masuk ke bagian Riser Duct I dengan bantuan bucket elevator. Karena pengaruh
dari arus udara pemanas, maka material tersebut terbawa ke atas dan masuk ke
cyclone I. Dalam cyclone I, material akan terpisah dari udara pemanas, kemudian
jatuh ke Riser Duct II. Dari Riser Duct II, material terbawa ke atas oleh udara dan
masuk ke Cyclone II. Dan seterusnya, sampai pada akhirnya material masuk
Cyclone IV dan siap diumpankan ke kiln. Di stage 4 ILC terdapat gate yang dapat
mengatur arus keluar ILC langsung masuk kiln atau SLC terlebih dahulu. Pada saat
start up, unit ILC dioperasikan terlebih dahulu (dengan bahan bakar IDO). Baru
setelah ILC stabil, SLC mulai dioperasikan. Pada kondisi start up, material keluar
ILC akan langsung dimasukkan kiln. Setelah steady state, material keluar ILC akan
dialirkan ke SLC untuk dikalsinasi lanjut, baru masuk sebagai umpan kiln. Dalam
suspension preheater, air bebas serta air hidrat yang terdapat pada tanah liat
mengalami penguapan. Deskripsi prosesnya adalah sebagai berikut:
- Pada temperatur 100°C terjadi penguapan air.
H2O H2O
T=100°C
- Pada temperatur 500°C terjadi pelepasan air hidrat pada tanah liat.
Al2O3xH2O Al2O3 + xH2O
T=500°C
Umpan akan masuk rotary kiln dengan temperatur inlet pada kiln sekitar
900°C. Rotary kiln terbagi menjadi empat zona, yaitu:
- Zona Kalsinasi (Calsining Zone)
Pada daerah tersebut terjadi proses kalsinasi lanjutan, yaitu reaksi peruraian
kalsium dan magnesium karbonat menjadi CaO, MgO dan CO2. Temperatur di zona
kalsinasi ini sekitar 900°C – 1100°C. Partikel CaCO3 pada permukaan isi kiln akan
mengalami kalsinasi relatif lebih cepat, karena secara terus menerus dibantu oleh
gerakan tumbling selama kiln berputar. Pada saat proses kalsinasi berlangsung akan
terjadi proses pembentukan mineral C2S atau 2CaO.SiO2. Persamaan reaksinya
adalah sebagai berikut:
CaCO3 CaO + CO2
T = 900°C – 1100°C
MgCO3 MgO + CO2
T = 900°C – 1100°C
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2
T = 900°C – 1100°C
T = 1100°C – 1250°C
kiln, digunakan batu bara sebagai bahan bakar dalam burner. Sedangkan untuk
operasi start up kiln, digunakan IDO sebagai bahan bakar sementara. Pemasok
oksigen menggunakan dua sumber yaitu udara primer (udara luar) dan udara
sekunder (berasal dari grate cooler).
(BE-5) melalui Belt Conveyor (BC-17) menunjukan gypsum Bin (BI-10 dan BI-11)
atau Trass Bin (BI-12 dan BI-13) masing-masing berkapasitas 175 ton.
material campuran berukuran 100 mesh. Suhu terak masuk ball mill dikendalikan
oleh water spray dengan sistem udara semprot. Alat ini berfungsi menurunkan
temperatur terak masuk penggiling menjadi 70°C. Pendinginan lanjut dilakukan
selama pemisahan di dalam separator sehingga diharapkan suhu akhir produk
menjadi 60°C. Produk dari ball mill dipisahkan oleh Separator (SR) melalui air
slide dan Bucket Elevator (BE-7). Dari sini produk dipisahkan menjadi dua bagian
yaitu produk yang mempunyai kehalusan 325 mesh dibawa oleh aliran udara masuk
Cyclone (CN-2) dan produk yang mempunyai kehalusan kurang dari 325 mesh
dikembalikan ke Ball Mill (BM-1 dan BM-2). Produk dari Cyclone (CN-2) dibawa
ke Air Slide (AS-8), selanjutnya diumpankan ke dalam Bucket Elevator (BE-8).
Kemudian dari Bucket Elevator (BE-8) dimasukkan ke dalam Cement Silo (CS-1,
CS-2, CS-3, dan CS-4) melalui Air Slide (AS-9).
BAB III
SPESIFIKASI ALAT
halus akan menimbulkan banyak debu sehingga perlu Dust Collector (2)
untuk menguranginya.
Pengeluaran material dilakukan bersama melalui 2 dari 10 flow gate
(3) pada setiap silo. Pengeluaran melalui flow gate ini diulang dalam selang
waktu tertentu, satu siklus lengkap memerlukan waktu 12 menit. Selama
proses tersebut material diaerasi oleh Blower (6) pada bagian bawah layer
tersebut. Material keluar selanjutnya akan ditampung dalam sentral Hopper
(5) melalui air slide yang diatur oleh bukaan Valve (6). Kemudian dari sentral
hopper akan dikirim ke dalam kiln feed bin.
Keterangan Gambar:
1. Air slide
2. Dust collector
3. Flow gate
4. Valve
5. Central hopper
6. Blower
Cara kerja :
Secara umum cara kerja coal mill sama dengan raw mill, dalam
pengoperasian coal mill jumlah udara yang masuk dibatasi untuk mencegah
terjadinya kebakaran akibat berkontaknya batu bara dengan oksigen.
Material umpan kiln yang jatuh ke riser pipe dimasukkan ke dalam Riser
Duct Cyclone stage II (2), kemudian mengalami proses seperti cyclone stage I.
Selanjutnya material akan masuk ke dalam cyclone stage III (3) dan cyclone stage
IV (4) dan mengalami proses yang sama dengan proses-proses sebelumnya.
Material yang keluar dari cyclone stage III akan masuk ke dalam ILC dan SLC
calsiner untuk mengalami proses kalsinasi awal pada kedua calsiner (5) tersebut.
Selanjutnya material yang telah terkalsinasi akan terbawa oleh aliran gas masuk ke
dalam cyclone stage IV. Material keluar dari cyclone stage IV dan siap diumpankan
ke dalam kiln.
Stage 1
Feed SLC Feed ILC
Stage 2
Stage 3
Stage 4
Calciner Calciner
Aliran Feed
Aliran Gas
Keterangan Gambar:
1. Inlet material 6. Clinker Breaker
2. Grate-grate cooler 7. Movable Frame
3. Motor 8. Grizzly Bars
4. Drag Conveyor 9. Clinker Outlet
5. Fan udara pendingin
4. Penggilingan Semen
a. Roll crusher (HRC)
Fungsi : Menggiling clinker sebelum masuk ball mill
Tipe : Hydraulic Roll Crusher
Power : 1.000 kW
diinginkan. Ball mill terbuat dari plat baja berbentuk silinder horisontal, pada
bagian dalam dilapisi oleh linier dari baja tuang yang dipasang menempel
pada dinding dan terdapat screen (saringan), screen pada kompartemen satu
dan dua tidak sama. Hal ini dikarenakan fungsi dan hasil yang dicapai tidak
sama. Tujuan pemasangan linier adalah melindungi sel dari benturan bola-
bola penggiling.
Ball mill terdiri dari dua kompartemen yang masing-masing
kompartemen mempunyai ukuran bola yang berbeda. Bola pada
kompartemen I berdiameter 40 mm, 50 mm, 60 mm, dan 70 mm sedangkan
bola pada kompartmen II berdiameter 17 mm, 20 mm, dan 25 mm Antara
kedua kompartemen tersebut terdapat screen sebagai penyaring material dan
mencegah bercampurnya bola-bola logam pada di kompartemen I dan II.
Kompartemen I dan II dipisahkan oleh Mill Shell (3) dengan sekat difragma
(4). Material setelah dihancurkan di kompartemen I masuk ke celah
diafragma karena adanya gaya putaran dari mill menuju ke kompartemen II.
Pada kompartemen II material akan dihaluskan oleh bola-bola baja (5) namun
ukurannya lebih kecil dari kompartemen I. Material halus akan ditarik oleh
fan masuk separator untuk dilakukan pemisahan antara material halus dan
yang kasar. Material semen yang halus akan langsung dibawa ke semen Silo,
sedangkan yang masih kasar akan di-recycle ke finish mill untuk digiling lagi.
4. Sekat diafragma
5. Pengisian Semen
a. Rotary packer (PC)
Fungsi : Mengemas semen
Jumlah Filling Spout : 6 unit
Kapasitas : 2.000 - 2.200 kantong/jam
Udara Tekan : 22 Nm3/jam
Diameter Packer : 1,6 m
Tinggi : 18 m
Daya : 15 kW
Cara Kerja :
Filling spout dimasukkan ke dalam lubang pada kantong kemasan.
Semen akan dicurahkan melalui filling spout ke dalam kantong. Pada alat
rotary packer terdapat timbangan sebagai pengukur berat semen masuk ke
kemasan dengan ketelitian 0,1 kg.
2. Penangkap Debu
a. Electrostatic Precipitator (EP-1 & EP-2)
Fungsi : Memisahkan material dan gas secara elektrik inlet
gas Temperatur : 95°C
Tekanan : -146 mmWg
Volume : 1.295.000 m3/jam
T outlet gas : 95°C
Tekanan : -184 mmWg
Volume : 1.356.000 m3/jam
Dust loading : 50 mg/Nm3
Power : 894 kW
3. Silo/Storage
a. Clay mix storage (BI-3)
Fungsi : Menampung batu kapur dan tanah liat produk
crusher untuk dicampur
Kapasitas : 90.000 ton (2 stock pile, dengan kapasitas setiap pile
adalah 45.000 ton)
Panjang : 160 m
Bentuk : Teras beratap
Konstruksi : Beton
f. Belt scale
Fungsi : Menimbang batu kapur dan tanah liat
Kapasitas : 300 – 1.800 ton/jam
Lebar : 1,2 – 2 m
Kecepatan : 1,02 – 1,8 m/detik
g. Tripper (TR-1)
Fungsi : Mencurahkan batu kapur dan tanah liat ke
limestone/clay storage
Kapasitas : 2.800 ton/jam
Ukuran :2m
Bahan konstruksi : Baja
n. Table feeder
Fungsi : Mengeluarkan raw coal dari bin
Tipe : Roplex Rotary Flow Discharger
Diameter :3m
Kapasitas : 20 – 70 ton/jam
Power : 18,5 kW
5. Aeration blower
Fungsi : Memenuhi kebutuhan aerasi air slide di blending
silo
Tipe : Vertical model 4M V – Sutor Blit
Kapasitas : 360 m3/jam
Tekanan : 0,56 kg/cm2
Power motor drive : 11 kW, 1.500 rpm
6. Air heater
Fungsi : Pemanas dalam raw mill bila panas dari preheater
dan grate cooler tidak mencukupi atau dalam kondisi
kiln down
Kapasitas : 74,4 x 10 kcal/jam
Suhu udara masuk : 400°C
Suhu udara keluar : 90°C
Tinggi pendingin : 33 m
Pressure Drop : 38 mmWg
Luas area : 98,5 m2
BAB IV
UTILITAS
A. Penyediaan Air
Kebutuhan air menggunakan sumber air dari waduk Temandang, bozem, dan
sumur artesis. Air dari Waduk Temandang dan dari bozem dengan kapasitas
162.000 m3 dipompa dan ditampung dalam bak penampung raw water sebelum
diolah di unit Water Treatment Plant dan digunakan sebagai air clear (sanitasi).
Sedangkan 2 buah sumur artesis dengan debit masing-masing 120 m3/jam
digunakan jika ada masalah pada proses pengendapan di unit Water Treatment
Plant.
Adapun penggunaan air di PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pabrik Tuban
meliputi:
1. Air Sanitasi
Kebutuhan air sanitasi atau air bersih mencapai 96 m3/jam. Air sanitasi
digunakan untuk:
• Melayani kebutuhan pabrik
• Usaha sampingan
• Perumahan karyawan
• Memberikan bantuan penduduk sekitar
Secara terperinci air minum diambil dari:
• Air baku : Waduk Temandang
• Air tanah : 2 buah sumur artesis
2. Air Proses
Kebutuhan air proses rata-rata 14 m3/jam. Air sebagian besar digunakan
untuk pendingin.
perlu ditambahkan larutan HCI (30% berat). Penambahan ini dilakukan pada pipa
dari clarifier ke penyaring pasir (sand filter) yang berjumlah 6 buah.
3. Filtrasi
Kotoran yang tidak terendapkan pada tangki pengendapan (clarifier)
dipisahkan dengan filtrasi. Media filtrasi berupa kerikil dan pasir. Media terbawah
berdiameter 2 inchi setebal 20 cm sebanyak 1,56 m3. Lapisan selanjutnya, berturut
turut ke atas berdiameter 1,25, 1/8, 1/16, 1/32 inchi dengan tebal masing masing 16
cm dan volume 1,25 m3.
Tiap periode tertentu kotoran yang tertahan oleh media dicuci dengan
dialirkan air secara lawan arah dari bawah.
4. Desinfektan
Selanjutnya untuk membunuh kuman dalam air digunakan zat desinfektan
berupa chlor air. Chlor cair diperoleh dengan melarutkan kaporit dalam air.
Kebutuhan kaporit sekitar 9 kg/m3. Setelah klorinasi, air diendapkan dalam tangki,
selanjutnya dipompa ke tangki air bersih. Dari sini air telah siap didistribusikan.
7 8
Lumpur
1 5 9 10
15 m3 400 m3
12 11
15 m3 100 m3
Lumpur
2 Lumpur
3
13
4
14
15 16
Sumber
Air
Keterangan :
1. Tangki penampung sementara 7. Sand filter 13. Tangki NaOH
2. Tangki penampung sementara 8. Sand filter 14. Tangki penukar anion
3. Tangki Ca(OH)2 30 % 9. Tangki air proses 15. Tangki penukar kation
4. Tangki soda 30 % 10. Tangki air sanitasi 16. Tangki HCl
5. Tangki Clarifier 11. Menara air
6. Tangki HCl 30 % 12. Menara pendingin air
B. Penyediaan Listrik
Kebutuhan listrik tenaga diesel di PT.Semen Indonesia dipenuhi dari dua
sumber, yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya 96 MVA dan Genset
dengan daya 2500 kVA untuk melayani cooler dan kiln jika ada pemadaman PLN.
D. Penyediaan IDO
IDO hanya digunakan untuk start up atau heating up di kiln karena harganya
yang mahal. IDO didapatkan dari Pertamina Surabaya dengan jumlah 400 kL/bulan
melalui jalur darat. IDO tersebut disimpan di tangki penampungan yang
berkapasitas 2400 kL.
BAB V
PENGOLAHAN LIMBAH
A. Limbah Cair
Limbah cairan PT. Semen Indonesia berasal dari lumpur sisa penjernihan air,
dan air buangan dari demineralisasi air. Penanganan limbah cair ini, perusahaan
melakukan dengan dua cara, yaitu mud trap (memisahkan lumpur dari cairan) dan
oil trap (memisahkan minyak dari cairan). Berdasarkan analisa laboratorium
mengenai baku mutu air limbah maka spesifikasi limbah cair masih di bawah
ambang batas sehingga tidak membahayakan bagi masyarakat sekitarnya.
B. Limbah Udara (Debu)
Salah satu karakteristik industri semen adalah pencemaran udara, melalui
debu, SO2, CO2, dan NO2. Limbah tersebut biasanya berasal dari raw material (batu
kapur, tanah liat), klinker, semen, dan batu bara. Limbah padatan (debu) di pabrik
semen ini banyak dihasilkan dari pabrik dengan proses kering. PT. Semen Indonesia
menangani limbah udara dengan melewatkan limbah debu melalui dust collector
dan cyclone sebelum di lepas ke udara. Kedua alat ini berfungsi menangkap debu
dan memisahkan padatan halus dan kasar. Jika alat ini bekerja dengan baik, maka
debu yang keluar hanya mengandung debu. Selain itu PT. Semen Indonesia juga
memasang peralatan berupa Electrostatic Precipitator dan Bag Filter. Penggunaan
kedua alat ini cukup efektif untuk penanganan emisi debu
C. Limbah Padat
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pabrik Tuban menghasilkan limbah padat
berupa sampah kertas yang berasal dari kertas-kertas arsip perkantoran yang
dibuang karena sudah tidak terpakai dan kertas kantong semen yang pecah.
Penanganan limbah kertas arsip dan kantong semen dengan cara dijual kepada
pengumpul.
BAB VI
LABORATORIUM
2. Jaminan Mutu
a. Laboratorium Kimia
Laboratorium kimia bertugas menguji bahan mentah dan semen dengan
analisa kimia. Kandungan yang diuji meliputi SiO3, R2O3, (Fe2O3+Al2O3), CaO,
MgO, hilang pijar (Loss of Ignition/LOI). Untuk semen diuji juga SO3. Semen diuji
tiap 1 jam (kering), selain itu semen diuji satu hari sekali dari contoh komposit
pengambilan silo tiap hari dan untuk semen yang dikirim ke penelitian bahan di
Bandung diambil tiap 3 kali sebulan.
b. Laboratorium Fisika
Laboratorium ini bertugas menguji sifat-sifat fisika semen meliputi normal
consistency, kecepatan pengerasan, pemuaian, kuat tekan semen, pengerasan semu
semen, dan kehalusan semen. Selain itu dilakukan pula uji pack set untuk semen
curah. Tujuannya adalah mengetahui terjadinya penggumpalan. Adanya gumpalan
akan mempengaruhi pengosongan truk dan pengisian semen.
B. Alat-Alat Laboratorium
Alat-alat laboratorium utama dalam laboratorium PT Semen Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Blain
Berdasar kecepatan udara dalam volume tertentu untuk menembus suatu
batch semen. Makin halus semen maka nilai blain semakin besar.
2. Wagner
Untuk menentukan particle size distribution semen.
3. Spektrofotometer sinar x
Untuk memeriksa kadar SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3.
4. Viccat
Untuk memeriksa waktu pengerasan semen.
5. Gillmore
Untuk memeriksa kekeringan semen.
C. Prosedur Analisis
1. Laboratorium Mix
a. Uji Kehalusan Semen.
Untuk mengetahui kesesuaian standart SNI. Ada 3 cara dalam uji kehalusan:
• Mesh
Berdasarkan kelolosan partikel
• Blain
Berdasarkan kecepatan udara dalam volume tertentu umtuk menembus suatu
batch semen.
• Turbiditer
Untuk mengetahui partikel size distribution semen
b. Kadar air
Uji ini untuk mengetahui kandungan air.
c. Kadar CaCO3
Untuk menyesuaikan standart SNI.
d. Freelime
Untuk mengetahui CaCO3 bebas dalam terak dan semen.
e. Kadar S03
Untuk kandungan gypsum dalam semen, uji dilakukan tiap 4 jam.
2. Laboratorium Kimia
a. Cara Pengujian SiO2 Semen
- Menimbang 0,5 gram contoh.
- Memasukkan dalam cawan porselin dan ditambah 2 ml aquadest.
- Metambah 10 ml HCI (1: 1) dan 2 - 3 tetes HNO3 pekat.
- Memanasi di atas hot plate, setelah kering atau gosong diangkat dan didinginkan.
- Membasahi dengan aquadest secukupnya dan ditambah 10 ml HCl.
- Memanasi lagi di atas hot plate hingga warna coklat larut, sambil disemprot air
kemudian mendinginkan.
- Menyaring dengan Whatman no 41, filtrat ditampung dalam gelas piala 400 ml
untuk diuji kadar R2O3.
- Menggosok endapan yang tertinggal dengan polish rubber dan menyemprot
aquadest 4 - 5 kali.
- Endapan diambil dan dimasukkan dalam oven 300°C selama 30 menit.
- Menyimpan dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian ditimbang.
%SiO2 = 2 x berat endapan x 100%.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. PT Semen Indonesia Pabrik Tuban memproduksi semen jenis Ordinary
Portland Cement (OPC) dan Pozzoland Portland Cement (PPC)
2. Proses pembuatan semen di PT Semen Indonesia Pabrik Tuban menggunakan
proses kering dimana bahan baku yang digunakan yaitu batu kapur, tanah liat,
pasir besi, pasir silika, gypsum (untuk membuat OPC) dan trass (untuk
membuat PPC)
3. Unit utilitas untuk menunjang produksi pada Pabrik Semen Tuban meliputi
penyediaan air, tenaga listrik, udara tekan, dan bahan bakar
4. Untuk menjaga mutu produk, dilakukan pemantauan terhadap bahan baku
yang analisanya dilakukan Seksi Penelitian dan Pegujian Bahan, proses
produksi yang analisanya dilakukan Seksi Pengendalian Proses dan hasil
produksi yang analisanya dilakukan oleh Laboratorium Jaminan Mutu
5. Adanya karyawan/pegawai PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. yang kurang
mematuhi peraturan dalam kelengkapan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD)
6. Kesadaran karyawan/pegawai dalam pemeliharaan dan kebersihan alat-alat
analisa yang terdapat dalam Laboratorium masih kurang baik.
B. Saran
1. Untuk dapat mencapai visi dan misi perusahaan, disarankan kepada PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. untuk selalu meningkatkan kualitas produk
semen dan terus meningkatkan kesejahteraan karyawan dan masyarakat
sekitar.
2. Pengawasan karyawan terhadap kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) sebaiknya terus ditingkatkan.
3. Perlu adanya perawatan yang lebih baik terhadap alat-alat analisa yang
terdapat dalam Laboratorium agar ketelitian dalam analisa dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Arsa, K., Ir, 1995, Diktat Teknologi Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk., Tuban
Bond, Fred C., 1951, Crushing & Grinding Calculations, British Chemical
Engineering, British
Duda, W.H., 1980, Cement Data Book, 3rd Edition, Vol I, Vol II, Vol III, Banverlag
GMBH, Wesbeden and Berlin
Peray, E.Kurt, 1979, Cement Manufacture’s Handbook, Chemical Published
Co.Inc., New York
PT Semen Gresik (Persero) Tbk., 2010, Profil Perusahaan, PT Semen Gresik
(Persero) Tbk.”, Gresik
http://www.cementkilns.co.uk/ckr_therm.html
LAMPIRAN
PABRIK TUBAN
Oleh :
Wiranto (I 0510039)
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.3. Tujuan
1. Mencari jumlah panas yang hilang.
2. Mengetahui efisiensi bahan bakar.
I.4. Manfaat
1. Dapat digunakan sebagai contoh pelaporan audit energi.
2. Dapat mengetahui apakah perlu dilakukan modifikasi peralatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berbentuk silinder panjang dengan kemiringan tertentu, bagian outlet lebih rendah
daripada bagian inlet. Hal ini bertujuan agar material dapat mengalir.
Rotary Kiln terdiri atas empat zona, yaitu zona kalsinasi, zona transisi, zona
klinkerisasi (zona pembakaran), dan zona pendinginan. Pada zona kalsinasi terjadi
kalsinasi lanjutan dari Suspension Preheater, sehingga semua CaCO3 terurai
menjadi CaO. Pada zona klinkerisasi, senyawa-senyawa penyusun semen
terbentuk. Proses ini terjadi akibat reaksi antara oksida-oksida penyusun semen,
yaitu CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Senyawa-senyawa tersebut bereaksi satu sama
lain menghasilkan C2S, C3S, C3A, dan C4AF. Kemudian terbentuk fase cair
aluminat dan ferit. Pada zona pendinginan, klinker mengalami penurunan
temperatur dan terjadi kristalisasi fase cair.
Tepung baku masuk Rotary Kiln pada suhu ± 800°C. Pada daerah kalsinasi
suhu berkisar antara 800°C - 1000°C, dan pada daerah klinkerisasi berkisar 1450°C.
Kemudian terjadi pendinginan di bagian paling akhir kiln sehingga temperatur
klinker keluar kiln sekitar 1200°C. Karena proses pembentukan klinker di dalam
Rotary Kiln berlangsung pada temperatur yang sangat tinggi, maka dinding Rotary
Kiln harus dilapisi dengan bata tahan api untuk melindungi shell kiln akibat nyala
api, gas panas dan material panas, mengurangi beban Rotary Kiln dan berfungsi
sebagai isolator panas, sehingga dapat mengurangi kehilangan panas akibat radiasi
dan konveksi.
Pada sistem kiln ada beberapa proses pembakaran klinker:
- Pada suhu 100°C (reaksi endotermis) penguapan H2O bebas dari kiln feed.
H2O(l) H2O(v)
- Pada suhu 600°C - 800°C (reaksi endotermis) penguraian garam-garam
karbonat (kalsinasi).
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO + CO2
- Pada suhu 800°C - 900°C (reaksi eksotermis) reaksi pembentukan senyawa C2S
(dikalsium silikat).
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2
BAB III
METODOLOGI
8a 9a 9b 8b
4a ILC ILC 4b
String 1 String 2
2a 2b
3a 3b
1
Kiln 5
6 [
C
i
t
Crossbar 10 e
7 y
Cooler o
u
11 r
12
s
o
u
Gambar III.1. Distribusi Material dalam rTahap Pembakaran
c
Keterangan: e
h
Arus 1 = Umpan batu bara kiln e
r
Arus 2a = Umpan batu bara ILC String 1 e
.
Arus 2b = Umpan batu bara ILC String 2 ]
Arus 3a = Udara pendorong batu bara dan udara pembakaran ILC String 1
Arus 3b = Udara pendorong batu bara dan udara pembakaran ILC String 2
Arus 4a = Umpan raw mix ILC String 1
Arus 4b = Umpan raw mix ILC String 2
Arus 5 = Kiln primary air
Arus 6 = Udara pendorong batu bara
Arus 7 = Udara pendingin cooler
Arus 8a = Hasil pembakaran batu bara ILC String 1
Arus 8b = Hasil pembakaran batu bara ILC String 2
Arus 9a = Debu keluar dan hasil pembakaran raw mix ILC String 1
Arus 9b = Debu keluar dan hasil pembakaran raw mix ILC String 2
Arus 10 = Udara panas keluaran cooler
Arus 11 = Udara panas ke raw mill
Arus 12 = Klinker
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Fine coal
- Umpan fine coal masuk kiln (PW 1) = 24,0 ton/jam
- Umpan fine coal masuk ILC 1 (PW 2) = 15,8 ton/jam
- Umpan fine coal masuk ILC 2 (PW 3) = 18,0 ton/jam
Karakteristik fine coal
- GHV = 4800 kcal/kg coal
- L min = 8,542 kg air/kg coal
- Pulvurized = 791 kcal/kg klinker
Komposisi fine coal
- Kadar Air = 13,7%
- Kadar Abu = 11,5%
3. Udara pendorong batubara
a. Kiln
Flow = 119,281 kg udara/menit
b. ILC String 1
Flow = 112,005 kg udara/menit
c. ILC String 2
Flow = 119,378 kg udara/menit
4. Udara primer kiln
Volume aktual = 932,376 kg udara/menit
5. Klinker/terak
Produksi klinker = 365,4 ton/jam
Suhu (T) = 131°C
6. Udara panas ke Raw Mill
Flow = 151716 Nm3/jam
Suhu (T) = 354°C
7. Udara panas keluar Cooler
Flow = 185961 Nm3/jam
Suhu (T) = 200°C
8. Profile luas permukaan dan temperature Suspension Preheater
Tabel IV.2 Profile Luas Permukaan & Temperature Suspension Preheater
Area Temp
PREHEATER Description
m² °C
III Cone 195.7 79.23
III Riser Duct 153.2 110.17
III Down Pipe 87.2 182.34
IV Roof 19.6 140.27
IV Cyclone 203.8 90.03
444CN15 IV Cone 195.7 74.53
Calsiner 750.5 179.5
IV Down Pipe 47.1 168.6
IA Roof 12.6 69.43
IA Cyclone 164.9 70.20
444CN21 IA Cone 89.9 63.23
IA Riser Duct 212.1 64.37
IA Down Pipe 14.9 163.30
IB Roof 12.6 65.53
IB Cyclone 164.9 65.27
444CN22 IB Cone 89.9 68.63
IB Riser Duct 212.1 73.57
IB Down Pipe 14.9 158.97
II Roof 19.6 82.27
II Cyclone 203.8 92.43
444CN23 II Cone 170.2 85.23
II Riser Duct 168.1 81.7
II Down Pipe 14.1 136.2
III Roof 19.6 141.20
III Cyclone 203.8 75.43
444CN24 III Cone 195.7 89.37
III Riser Duct 153.2 108.0
III Down Pipe 87.2 152.1
IV Roof 19.6 137.20
IV Cyclone 203.8 147.00
444CN25 IV Cone 195.6 97.40
Calsiner 750.5 184.43
IV Down Pipe 131.9 221.60
Untuk melengkapi data primer, dipelukan data sekunder yang diperoleh dari
referensi adalah sebagai berikut:
a. Panas spesifik (Cp) dengan basis suhu (Tr) 0°C, dari buku Kurt E. Peray
b. Gas hasil pembakaran baru bara = 9,349 kg gas/kg batu bara
c. Panas konveksi udara = 21,72563 kcal/h.m2.°C
d. Densitas udara = 1,293 kg/Nm3
2. Arus 5
𝐹𝑙𝑜𝑤 𝑘𝑖𝑙𝑛 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎𝑟𝑦 𝑎𝑖𝑟
𝐾𝑖𝑙𝑛 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎𝑟𝑦 𝑎𝑖𝑟 =
𝐶𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
932,376 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑚𝑖𝑛 × 60 𝑚𝑖𝑛⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
=
365400 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
= 0,1531 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝐾𝑖𝑙𝑛 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎𝑟𝑦 𝑎𝑖𝑟 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,1531 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0.23769 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (30 − 0)°𝐶
= 1,80640 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
3. Arus 6
a. Kiln coal transport
𝐹𝑙𝑜𝑤 𝑘𝑖𝑙𝑛 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡
𝐾𝑖𝑙𝑛 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 =
𝐶𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
119,281 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑚𝑖𝑛 × 60 𝑚𝑖𝑛⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
=
365400 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
= 0,01959 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝑘𝑖𝑙𝑛 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,01959 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0.23769 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (30 − 0)°𝐶
= 0,13969 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
b. Remaining kiln burner
𝐾𝑖𝑙𝑛 𝑏𝑢𝑟𝑛𝑒𝑟 = (𝐶𝑜𝑚𝑏𝑢𝑠𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑒 × 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟)
− (𝐾𝑖𝑙𝑛 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 + 𝐾𝑖𝑙𝑛 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑎𝑟𝑦 𝑎𝑖𝑟)
Dimana:
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = (1 + %𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝐼𝐿𝐶 1 + %𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝐼𝐿𝐶 2) × %𝑃𝑊1
𝐶𝑜𝑚𝑏𝑢𝑠𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑒 = 𝑓𝑖𝑛𝑒 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 × 𝐿 𝑚𝑖𝑛
Didapatkan:
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = (1 + 15,8% + 14,9%) × 41,5%
= 0,54241
𝐶𝑜𝑚𝑏𝑢𝑠𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑒 = 0,16479 𝑘𝑔 𝑐𝑜𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 × 8,542 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑜𝑎𝑙
4. Arus 3a
a. ILC String 1 Coal Transport
𝐹𝑙𝑜𝑤 𝐼𝐿𝐶 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡
𝐼𝐿𝐶 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 =
𝐶𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
112,005 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑚𝑖𝑛 × 60 𝑚𝑖𝑛⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
=
365400 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
= 0,01839 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝐼𝐿𝐶 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,01839 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0.23769 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (30 − 0)°𝐶
= 0,13113 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
b. Remaining Air ILC String 1
𝐶𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 1 = (𝐶𝑜𝑚𝑏 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑒 × 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟) − 𝐼𝐿𝐶 1 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡
Dimana:
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = (1 + %𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝐼𝐿𝐶 1) × %𝑃𝑊2
Didapatkan:
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = (1 + 15,8%) × 27,4%
= 0,31729
𝐶𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 1 = (1,40764 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0,31729) − 0,01839 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘
= 0,42824 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
5. Arus 3b
a. ILC string 2 coal transport
𝐹𝑙𝑜𝑤 𝐼𝐿𝐶 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡
𝐼𝐿𝐶 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 =
𝐶𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
119,378 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑚𝑖𝑛 × 60 𝑚𝑖𝑛⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
=
365400 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟⁄ℎ𝑜𝑢𝑟
= 0,0196 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝐼𝐿𝐶 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,0196 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0.23769 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (30 − 0) °𝐶
= 0,13976 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
b. Remaining Air ILC String 2
𝐶𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 2 = (𝐶𝑜𝑚𝑏 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑒 × 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟) − 𝐼𝐿𝐶 2 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡
Dimana:
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = (1 + %𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝐼𝐿𝐶 2) × %𝑃𝑊3
Didapatkan:
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = (1 + 14,9%) × 31,1%
= 0,35734
𝐶𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑆𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 2 = (1,40764 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0,35734) − 0,0196 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘
= 0,48361 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝐶𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 2 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,48361 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0.23769 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (30 − 0)°𝐶
= 3,44848 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
c. Extra Air for ILC String 2
𝐸𝑥𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝐼𝐿𝐶 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 2 = (1 + %𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝐼𝐿𝐶 2) × 𝐴𝑖𝑟
= (1 + 14,9%) × 0,01914 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
= 0,02199 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝐸𝑥𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑓𝑜𝑟 𝐼𝐿𝐶 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑛𝑔 2 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,02199 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0.23769 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (30 − 0)°𝐶
= 0,1568 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐴𝑟𝑢𝑠 3𝑏 = 𝐼𝐿𝐶 𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡 + 𝑟𝑒𝑚𝑎𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑖𝑟 𝐼𝐿𝐶 + 𝑒𝑥𝑡𝑟𝑎 𝑎𝑖𝑟
= 0,13976 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 + 3,44848 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 + 0,1568 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘
= 3,74504 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
6. Arus 7
a. Cooler Excess Air
𝐹𝑙𝑜𝑤 = 185961 𝑁𝑚3 ⁄ℎ𝑟
185961 𝑁𝑚3 ⁄ℎ𝑟 × 1,293 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟/𝑁𝑚3
=
365400 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟⁄ℎ𝑟
= 0,65804 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 𝐶𝑜𝑜𝑙𝑒𝑟 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,65804 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0.23769 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (30 − 0)°𝐶
= 4,69229 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
b. Hot Air for Raw Mill
𝐹𝑙𝑜𝑤 = 151716 𝑁𝑚3 ⁄ℎ𝑟
2. Arus 9a dan 9b
a. Raw mix combustion product
Jumlah gas hasil pembakaran raw mix dihitung dengan kesetimbangan reaksi
pembakaran karbon (basis 1 kg karbon) berikut:
𝐶 + 𝑈𝑑𝑎𝑟𝑎 → 𝐶𝑂2 + 𝑁2
1 𝑘𝑔 + 11,53 𝑘𝑔 → 3,67 𝑘𝑔 + 8,86 kg
Sedangkan jumlah karbon dalam raw mix dihitung dengan rumus berikut:
𝐶𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑖𝑛 𝑟𝑎𝑤 𝑚𝑖𝑥 = 𝑅𝑎𝑤 𝑚𝑖𝑥 𝑡𝑜 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 × %𝑐𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑖𝑛 𝑟𝑎𝑤 𝑚𝑖𝑥
Didapatkan:
𝑘𝑔 𝑟𝑎𝑤 𝑚𝑖𝑥 𝑘𝑔 𝑐𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛
𝐶𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑖𝑛 𝑟𝑎𝑤 𝑚𝑖𝑥 = 1,51296 × 0.11%
𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 𝑘𝑔 𝑟𝑎𝑤 𝑚𝑖𝑥
= 0,00166 𝑘𝑔 𝑐𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐶 + 𝑈𝑑𝑎𝑟𝑎 → 𝐶𝑂2 + 𝑁2
0,00166 𝑘𝑔 + 0,01914 𝑘𝑔 → 0,00609 𝑘𝑔 + 0,01471𝑘𝑔
Sehingga diperoleh gas hasil pembakaran raw mix dalam ILC String 1 dan
ILC String 2 sebagai berikut:
Tabel IV.3 Hasil Pembakaran Raw Mix dalam ILC String 1 dan 2
Suspension Excess CO2 N2
Preheater Udara kg CO2/kg clinker kg N2/kg clinker
ILC String 1 15,8% 0,00609 0,01703
ILC String 2 14,9% 0.00609 0.0169
3. Arus 10
𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = 185961 𝑁𝑚3 ⁄ℎ𝑟
185961 𝑁𝑚3 ⁄ℎ𝑟 × 1,293 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟/𝑁𝑚3
=
365400 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟⁄ℎ𝑟
= 0,65804 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = 𝑓𝑙𝑜𝑤 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,65804 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0,2416 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (200 − 0)°𝐶
= 31,796 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
4. Arus 11
𝐻𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 𝑓𝑜𝑟 𝑀𝑖𝑙𝑙 = 151716 𝑁𝑚3 ⁄ℎ𝑟
151716 𝑁𝑚3⁄ℎ𝑟 × 1,293 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟/𝑁𝑚3
=
365400 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟⁄ℎ𝑟
= 0,53686 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑅𝑀 𝑎𝑖𝑟 = 𝑓𝑙𝑜𝑤 × 𝐶𝑃𝑎𝑖𝑟 × (𝑇𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 0,53686 𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0,2451 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟. °𝐶 × (354 − 0)°𝐶
= 46,58 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
5. Arus 12
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 = 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 × 𝐶𝑃𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 × (𝑇𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 − 𝑇𝑟𝑒𝑓 )
= 1 𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘 × 0,18986 𝑘𝑐𝑎𝑙⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘. °𝐶 × (131 − 0)°𝐶
= 24,87166 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
6. Radiasi
a. Suspension preheater
4
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 = [7. (𝑇𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 − 𝑇𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 ) + 0,000000051. (𝑇𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 + 273)
4
− (𝑇𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 + 273) ] × 0,86 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
427,1 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘
= × 100%
791 𝑘𝑐𝑎𝑙 ⁄𝑘𝑔 𝑐𝑙𝑘
= 53,995%
IV.2 Pembahasan
Efisiensi energi aktual dihitung dengan mengasumsikan bahwa panas yang
digunakan sistem adalah panas masuk (heat input) dikurangkan dengan panas
yang hilang atau heat loss (heat output). Hal ini dikarenakan panas yang
digunakan sistem (panas untuk reaksi dan panas untuk menguapkan air dalam
bahan baku) tidak dapat dihitung dengan akurat.
Besarnya efisiensi energi aktual dari hasil perhitungan diperoleh 48,781%.
Persentase ini sangat bagus karena selisih antara efisiensi desain dengan efisiensi
energi aktual hanya sebesar 5,214%. Peningkatan efisiensi peralatan ini dapat
dilakukan dengan mengurangi jumlah panas yang hilang (heat loss). Agar panas
yang hilang semakin kecil harus memperbaiki sistem isolasi peralatan,
meningkatkan kualitas bahan baku (raw mix) dan bahan bakar, serta menguji
komposisi bahan baku (raw mix) dan bahan bakar secara rutin agar proses dapat
terkendali dengan baik.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari perhitungan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Penyusunan neraca panas dalam unit kiln melibatkan 3 kompartemen yaitu,
suspension preheater, rotary kiln dan crossbar cooler.
2. Penyusunan neraca panas dalam sistem kiln menggunakan prinsip perpindahan
panas dan termodinamika.
3. Besarnya efisiensi energi operasi berbeda dengan efisiensi energi desain. Hal
ini dikarenakan kondisi operasi yang berbeda dengan rancangan.
V.2 Saran
Beberapa saran agar sistem kiln semakin efisien adalah:
1. Agar panas yang hilang semakin kecil harus memperbaiki sistem isolasi
peralatan, meningkatkan kualitas bahan baku dan bahan bakar, serta menguji
komposisi bahan baku dan bahan bakar secara rutin agar proses dapat
terkendali dengan baik.
2. Pengambilan data untuk neraca massa dan neraca panas harus dilakukan secara
komprehensif dan menyeluruh dalam unit tersebut demi mengetahui efisiensi
alat.