Professional Documents
Culture Documents
Lapkas 3 Abses Perianal
Lapkas 3 Abses Perianal
Abses Perianal
RSUD CIANJUR
DISUSUN OLEH
2014
Laporan Kasus
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Usia : 30 Tahun
Alamat : Bj. Herang, Kab. Cianjur
Tgl. MRS : 01 Juli 2014
Tgl. Pemeriksaan : 04 Juli 2014
AUTOANAMNESIS
Keluhan Utama:
Os datang ke IGD RSUD Cianjur mengeluh terdapat benjolan di sekitar lubang pantat
sudah 3 hari yang lalu. Benjolan terasa gatal, nyeri, panas dan kemerahan. Os mengaku
benjolan dapat dimasukkan kembali dengan tangannya sendiri. Os merasa tidak nyaman saat
duduk dan ketika BAB terasa sakit, BAB tidak ada darah. BAK lancar. 2 hari sebelumnya Os
demam, tetapi sekarang tidak ada demam.
Os mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riw. DM (tidak
ditanyakan), riw. TB (tidak ditanyakan).
Riwayat Pengobatan:
Riwayat Alergi:
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 106x/menit
Napas : 35x/menit
Suhu : 37,2°C
3. Status Generalisata
Kepala {normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)}
Thorax
Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, vocal fremitus teraba sama
pada kedua lapang paru
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), BJ I dan II
murni regular, murmur (-), gallops (-)
Abdomen
Rectal Touche: tonus otot sphincter ani baik, teraba massa/benjolan pada pukul 7, bisa
dimasukkan kembali ke dalam anus, nyeri (+), feses (-), darah (-),
lendir (-)
4. Status Lokalis
e/r anus
Inspeksi
Tampak eritem (+), udem (+)
Palpasi
Nyeri tekan (+), teraba hangat (+)
5. Resume
Os datang ke RSUD Cianjur mengeluh terdapat benjolan di sekitar lubang pantat
sudah 3 hari yang lalu. Benjolan terasa gatal, nyeri, panas dan kemerahan. Os mengaku
benjolan dapat dimasukkan kembali dengan tangannya sendiri. Os merasa tidak nyaman
saat duduk dan ketika BAB terasa sakit, BAB tidak ada darah. BAK lancar. 2 hari
sebelumnya Os demam, tetapi sekarang tidak ada demam. Tanda vital (TD: 100/60
mmHg, N: 106x/menit, RR: 35x/menit, S: 37,2°C). Status generalis: dalam batas normal.
Status lokalis: tampak eritem, udem, nyeri tekan dan teraba hangat.
6. Differential Diagnosis
1. Abses perianal.
2. Furunkel.
3. Ca. recti.
7. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi lengkap
Tanggal 1 Juli 2014
A. Abses Perianal
Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal,
dengan pembentukan rongga abses. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup
variabel, dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous.
Abses anorektal berasal dari infeksi yang timbul dalam cryptoglandular epitel yang
melapisi saluran analis. Sphincter anal internal biasanya sebagai penghalang terhadap
infeksi yang melewati dari lumen usus ke jaringan perirectal. Akan tetapi spinchter anal
internal ini dapat ditembus sampai ke dalam ruang intersphincteric oleh infeksi melalui
kriptus dari Morgagni. Setelah infeksi masuk ke ruang intersphincteric, maka infeksi akan
menyebar ke ruang perirectal yang berdekatan. Perpanjangan infeksi dapat melibatkan
ruang intersphincteric, ruang ischiorectal, atau bahkan ruang supralevator. Dalam
beberapa kasus, abses tetap terdapat dalam ruang intersphincteric.
Pria lebih sering terkena daripada perempuan. Sekitar 30% dari pasien dengan abses
anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau
diperlukan intervensi bedah. Demografi menunjukkan perbedaan yang jelas dalam
terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas
diantara berbagai negara atau wilayah di dunia. Masih perlu dibuktikan adanya hubungan
langsung antara pembentukan abses anorectal dan kebiasaan buang air besar, diare
berulang dan kebersihan yang rendah. Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup
umum. Mekanisme yang tepat belum dipahami dengan baik tetapi tidak tampak kaitan
dengan sembelit. Kondisi ini cukup jinak pada bayi, jarang memerlukan campur tangan
operasi pada pasien tersebut selain drainage.
Kejadian puncak dari abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat
kehidupan. Pria lebih sering terkena daripada wanita, dengan perbandingan 2 : 1 – 3 : 1.
Sekitar 30% dari pasien dengan abses anorektal laporan riwayat abses sebelumnya yang
baik yang sembuh secara spontan atau melalui tindakan bedah.
Perirectal abses dan fistula merupakan gangguan yang timbul pada anorectal yang
didominasi dari adanya obstruksi kriptus analis. Obstruksi pada kriptus analis merupakan
hasil dari stasis sekresi kelenjar lalu ketika terjadi infeksi, terbentuk supurasi dan
pembentukan abses pada glandula analis. Bentuk abses awalnya dalam ruang
intersphincteric dan kemudian menyebar di sepanjang ruang-ruang potensial yang
berdekatan. Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses termasuk Escherichia
coli, spesies Enterococcus, dan spesies Bacteroides. Namun, tidak ada bakteri tertentu
telah diidentifikasi sebagai penyebab khas dari abses.
Abses dan fistula perirectal merupakan gangguan anorektal yang disebabkan oleh
obstruksi kriptus analis. Anatomi normal menunjukkan terdapat 4-10 glandula analis
pada linea dentata. Glandula analis berfungsi untuk melumasi kanalis analis. Obstruksi
kriptus analis merupakan hasil dari sekresi statis kelenjar lalu ketika terjadi infeksi,
terbentuk supurasi dan pembentukan abses pada glandula analis. Abses biasanya
terbentuk di ruang intersphincteric dan dari sini proses infeksi dapat menyebar secara
distal sepanjang otot longitudinal dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses
perianal, atau dapat menyebar secara lateral melewati otot longitudinal dan sfingter
eksternal sehingga menjadi abses ischiorektal. Meskipun kebanyakan abses yang berasal
dari kelenjar anal adalah perianal dan ischiorektal, ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan
infeksi ke atas dapat menyebabkan abses intersfingterik tinggi. Ini kemudian dapat
menerobos otot longitudinal ke ruang supralevator sehingga menyebabkan abses
supralevator. Setelah abses terdrainase, secara spontan maupun secara bedah, komunikasi
abnormal antara lubang anus dan kulit perianal disebut fistula ani.
Keterangan:
A = infeksi dari usus menyerang kriptus analis atau kelenjar analis lain. Proses primer ini
terjadi pada linea dentata; B dan C = infeksi menyebar ke jaringan perianal dan perirektal
secara tidak langsung melalui system limfatik atau secara langsung melalui struktur kelenjar;
D = terbentuk abses; E = abses pecah spontan, menorehkan lubang pada permukaan kulit.
Manifestasi Klinis
Nyeri, yang biasanya konstan, berdenyut, dan lebih buruk ketika duduk.
Iritasi kulit di sekitar anus, termasuk pembengkakan, kemerahan, dan nyeri.
Keluarnya nanah.
Sembelit atau sakit yang terkait dengan buang air besar.
Diagnosis
a. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membantu dalam kasus-kasus
tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian
terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi terhadap abses
ischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan
colok dubur. Dengan adanya obat anastesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida
untuk memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa
penggunaan visualisasi endoskopik (transrektal dan transanal) adalah cara terbaik
untuk mengevaluasi kasus yang kompleks abses perianal dan fistula. Dengan teknik
endoskopik, tingkat dan konfigurasi dari abses dan fistula dapat jelas divisualisasikan.
Visualisasi endoskopi telahdilaporkan sama efektifnya seperti fistulografi. Jika
ditangani dengan dokter yang berpengalaman, evaluasi secara endoskopik adalah
prosedur diagnostik pilihan pada pasiendengan kelainan perirektal karena rendahnya
risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak terganggu. Evaluasi secara endoskopik
setelah pembedahan juga efektif untuk memeriksa respon pasien terhadap terap
b. Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan
untuk mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien
tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang
rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat
disebabkan dari abse sanorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap
adalah penting.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses
anorektal. Namun, pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau
supralevator mungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan, MRI,
atau ultrasonografi dubur. Namun pemeriksaan radiologi adalah modalitas terakhir
yang harus dilakukan karena terbatasnya kegunaannya. USG juga dapat digunakan
secara intraoperatif untuk membantu mengidentifikasi abses atau fistula dengan lokasi
yang sulit.
Penatalaksanaan
Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa dengan
antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan peradangan sistemik,
diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan. Abses anorektal harus diobati
dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Jika diagnosis masih
diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering merupakan cara yang paling tepat baik
untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang tertunda atau tidak
memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa
apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia. Antibiotik hanya
diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien immunocompromised,
menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katup jantung. Namun, pemberian
antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati
abses perianal atau perirektal.
Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi lokal di kantor,
klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasinya yang
sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke
bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. “Dog ear" yang timbul
setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz
bath dapat dimulai pada hari berikutnya.
Komplikasi
Jika tidak diobati abses perianal dapat mengakibatkan menjadi komplikasi serius
seperti sebagai gangren perineum dan sepsis umum. Sejumlah besar abses perianal akan
terulang dalam waktu satu atau dua tahun, terutama jika ada faktor predisposisi dan
sebagian akan menimbulkan "Fistula in ano".
B. Furunkel
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya
yang sering terjadi pada daerah bokong, aksila, dan badan. Furunkel dapat terbentuk pada
lebih dari satu tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis
dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang,
dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada
folikel rambut dikulit (folikulitis), kemudian menyebar ke jaringan sekitarnya.
Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi, tekanan,
gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor yang lain, sehingga
kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya Staphylococcus aureus
maupun bakteri penyebab lainnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi
dari lesi penderita. Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor
predisposisi antara lain, alkohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenik atau keadaan
imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus. Jadi, furunkel dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Iritasi pada kulit.
2. Kebersihan kulit yang kurang terjaga.
3. Daya tahan tubuh yang rendah.
4. Infeksi oleh Staphylococcus aureus.
Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit (folikulitis) yang
menyebar pada jaringan sekitarnya. Radang nanah yang dekat sekali dengan kulit disebut
pustule. Kulit diatasnya sangat tipis, sehingga nanah di dalamnya dapat dengna mudah
mengalir keluar. Sedangkan bisulnya sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam.
Kadang-kadang nanah yang berada dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh tetapi lebih
sering mengalir sendiri melalui lubang pada kulit.
Mula-mula nodul kecil yang mengalami peradangan pada folikel rambut, kemudian
menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar. Nyeri
terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya dihidung dan lubang
telinga luar. Bisa timbul gejala seperti badan demam, malaise, dan mual. Furunkel dapat
timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh. Tempat terjadinya furunkel biasanya
yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari tangan, dan pantat. Namun,
gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi tergantung dari beratnya penyakit.
Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah:
1. Nyeri pada daerah ruam.
2. Ruam pada derah kulit yang berbentuk kerucut dan memiliki pustule.
3. Pustule dapat melunak dan mengalami nekrosis.
4. Setelah seminggu kebanyakan akan pecah sendiri dan sebagian dapat menghilang
dengan sendirinya.
Diagnosa Furunkel
Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut
meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.
Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-
kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single follicular
orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning
keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding furunkolosis adalah folikulitis dan karbunkel. Antara
furunkolosis dan folikulitis dapat dibedakan dari segi efloresensinya kalau pada folikulitis
berupa macula eritematus, papula, pustula, tidak terdapat core dan jaringan disekitarnya
tidak meradang. Antara furunkolosis dengan karbunkel, dapat dibedakan dari segi
efloresensinya mirip dengan furunkel hanya saja ukurannya lebih besar dan mata bisulnya
lebih dari satu, dan biasanya sering dijumpai pada penderita Diabetes Melitus.
Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan untuk furunkel atau furunkolosisi adalah sebagai berikut :
Diagnosa Klinis
Anamnesa
Anamnesa keluhan utama dan riwayat penyakit memegang peranan yang sangat
penting dalam penegakkan diagnosis. Berikut ini merupakan gejala yang seringkali
dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma rekti:
1. Diare palsu atau “spurious diarrhoea”
Diare palsu merupakan keluhan BAB yang frekuen tetapi hanya sedikit yang
keluar disertai dengan lendir dan darah serta adanya rasa tidak puas setelah BAB.
Terjadinya diare palsu oleh karena adanya proses keganasan pada epitel kelenjar
mukosa rektum, berupa suatu massa tumor, dimana tumor akan merangsang keinginan
untuk defekasi, tetapi yang keluar hanya sedikit disertai hasil sekresi kelenjar berupa
mukus dan darah oleh karena rapuhnya massa tumor.
2. BAB berlendir
BAB berlendir seperti halnya diare palsu merupakan manifestasi adanya proses
keganasan pada epitel kelenjar mukosa rektum dan hal ini jarang didapatkan pada
penderita hemorrhoid.
3. Feses pipih seperti kotoran kambing
Bentuk feses yang pipih seperti kotoran kambing sangat tergantung dari bentuk
makroskopis massa tumor pada rektum. Pada stadium dini dimana tumor masih kecil
dan tidak berbentuk anuler, jarang ditemukan perubahan bentuk feses.
4. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan pada dasarnya akan terjadi pada semua penderita dengan
keganasan, terutama pada stadium lanjut. Penderita dengan keganasan akan
mengalami perubahan metabolisme oleh karena adanya reaksi inflamasi tumor dengan
host. Adanya peningkatan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak akan
menyebabkan keseimbangan energi-protein menjadi negatif sehingga diikuti dengan
penurunan berat badan. Pada karsinoma rekti dapat terjadi obstruksi parsial sehingga
penderita akan mengeluhkan perut terasa kembung dan nafsu makan menurun.
Penurunan berat badan yang terjadi biasanya ringan.
5. Perdarahan bercampur tinja
Perdarahan pada keganasan kolorektal terjadi karena adanya proses inflamasi
pada massa tumor. Sifat perdarahan yang keluar akan bercampur dengan tinja dan
berwarna kehitaman jika massa tumor terdapat pada kolon proksimal, sedangkan
darah yang keluar akan berwarna merah segar jika lokasi massa tumor pada kolon
distal.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari kemungkinan metastase seperti
pembesaran KGB atau hepatomegali. Dari pemeriksaan colok dubur dapat diketahui:
Adanya tumor rectum
Lokasi dan jarak dari anus
Posisi tumor, melingkar/menyumbat lumen
Perlengketan dengan jaringan sekitar
Penatalaksanaan
Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rektum. Tiga
terapi standar yang digunakan antara lain adalah:
1. Pembedahan: Eksisi local, Low anterior resection (LAR), Abdominal perineal
resection (Miles procedure).
Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum
Indikasi
Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi
Ukuran kurang dari 3-4 cm
Kontraindikasi
Tumor tidak jelas
Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi
2. Radiasi.
3. Kemoterapi.
4. Penanganan jangka panjang: evaluasi klinik, rontgen, kolonoskopi, CEA.
Prognosis
Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting,.Grade histologi secara
signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well
differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival yang lebih baik
dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4). Lokasi kanker
terlihat sebagai faktor prognostik yang independen. Pada stage yang sama pasien dengan
tumor yang berada di rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan
dengan tumor yang berada di kolon.
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut:
a. Stadium I - 72%.
b. Stadium II - 54%.
c. Stadium III - 39%.
d. Stadium IV - 7%.
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit
kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium
tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas-batas negatif tumor.
Daftar Pustaka
Towsend, M. Jr, dkk. Comon Benign Anal Disorder at Sabiston textbook of Surgery. Elsivier.
United State of America. 2008
Vasilevsky, caro-An, dkk. Benign Anorectal at The ACRS textbook of Colon and Rectal
Surgery. 2003
Brunicardi, F. Charles, dkk. Fiatula in ano at Schwartz’s Principles of Surgery Eight Edition.
Mc Graw Hill: United State of America. 2005
Brunicardi, F. Charles, et al. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery 9th Edition. Mc Graw
Hill: United State of America
Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The
McGraw-Hill Companies
Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. The New England Journal of
Medicine, (online), 2003 march 6; 348:919-932, (www.pubmed.com, diakses 24
Agustus 2011)
Boyle P, Ferlay J. Cancer Incidence and Mortality in Europe 2004. Ann Oncol, (online), 2005
Mar; 16(3):481-8, (www.pubmed.com, diakses 24 Agustus 2011)