You are on page 1of 3

Dimana perkecambahan adalah batas antara benih (biji yang mampu tumbuh) yang masih

tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tumbuhan yang mampu berdiri sendiri
dalam mengambil unsur hara (Irawanto, 2015).

Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan individu baru pada tanaman yang diawali dengan
munculnya radikel pada testa benih. Perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air
dalam medium pertumbuhan. Air akan diabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas enzim-
enzim metabolisme perkecambahan (Agustrina, 2008).

Perkecambahan adalah tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji.
Dalam tahapan ini, embrio didalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami
sejumlah perubahan fisologis yang menyebabkan biji berkembang menjadi tumbuhan muda.
Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah. Setelah kecambah dihasilkan , selanjutnya kecambah
akan berkembang pada tumbuhan hanya terjadi apabila biji berada dalam lingkungan yang sesuai.
Tersedianya air dalam jumlah yang cukup, suhu yang optimum untuk kerja enzim, udara yang cukup,
dan kelembapan merupakan sarat penting terjadinya perkecambahan. Kenaikan suhu meningkatkan
energi kinetik molekul yang beraksi dan ini meningkatkan laju reaksi; tetapi kenikan suhu juga
meningkatka denaturasi. Salisbury, dan Roses, 1995.

Perkecambahan merupakan peristiwa tumbuhnya embrio di dalam biji menjadi tanaman baru. Biji
akan berkecambah jika kondisi lingkungannya sesuai. Proses perkecambahan ini memerlukan suhu
yang cocok, banyaknya air yang memadai, persediaan oksigen yang cukup, kelembapan, dan cahaya.
Struktur biji yang berbeda antara tumbuhan monokotil dan dikotil akan menghasilkan struktur
kecambah yang berbeda pula. Pada tumbuhan monokotil, struktur kecambah meliputi radikula, akar
primer, plumula, koleoptil, dan daun pertama. Sedangkan, pada kecambah tumbuhan dikotil terdiri
atas akar primer, hipokotil, kotiledon, epikotil, dan daun pertama (Purnobasuki,2011: 4).

Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting, meliputi
absorbsi air, metabolisme pemecahan materi cadangan makanan, transpor materi hasil pemecahan
dari endosperm ke embrio yang aktif tumbuh, proses-proses pembentukan kembali materi-materi
baru, respirasi dan pertumbuhan. Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik
yang bersifat internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan
keseimbangan antara promoter dan inhibitor perkecambahan, terutama asam gliberelin (GA) dan
asam abskisat (ABA). Faktor eksternal yang merupakan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu,
kelembaban, cahaya, dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai
inhibitor perkecambahan. Proses perkecambahan dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan cahaya.
Oksigen dipakai dalam proses oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan
suhu yang tepat untuk aktivasi enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu yang
tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik
dalam keadaan gelap. Perkecambahan memerlukan hormon auksin dan hormon ini mudah
mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu di tempat gelap kecambah
tumbuh lebih panjang daripada di tempat terang (Mayer dan Mayber, 1975).

Ada dua tipe perkecambahan mengacu pada ada tidaknya kotiledon yang tumbuh di atas tanah atau
tetap di dalam tanah. Pada kotiledon, jika pada bagian aksis batang atau internodus, hanya hipokotil
(kotiledon bawah) yang memanjang, kemudian kotiledon diangkat keatas tanah . perkecambahan
seperti ini disebut perkecambahan epigeal. Jika internodus di bagian atas kotiledon ( epikotil yang
memanjang) kemudian kotiledon tetap tinggal didalam tanah. Perkecambahan seperti ini disebut
perkecambahan hipogeal. Pada perkecambahan epigeal, hanya bagian kait pada hipokotil yang
tumbuh menembus tanah, sehingga bagian plumule yang halus tidak terkena tanah dan dilindungi
oleh kotiledon yang tertutup. Pada perkecambahan hipogeal, epikotil membentuk kait, kembali
melindungi ujung plumule (Kristiati,2011:86). Tipe perkecambahan dibagi menjadi dua: epigeal dan
hipogeal. Tipe epigeal yaitu perkecambahan dengan kotiledon terangkat keatas tanah dengan
memanjangkan hipokotil, sedangkan tipe hipogeal dimana kotiledon tidak membesar sehingga
kotiledon tetap berada dibawah tanah selama perkecambahan (Irawanto, 2015). Tipe
perkecambahan benih ada dua macam yaitu hipogeal dan epigeal. Pada tipe kecambah hipogeal,
kotiledon tetap tinggal di tanah, sedangkan pada tipe kecambah epigeal kotiledon terangkat keatas
(Kartasapoetra, 1989).

Perkecambahan merupakan suatu rangkaian komplek perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia
benih tanaman. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air
oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-
kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap
dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-
bentuk terlarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari
bahan bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi
kegiatan pembentukan komponen dan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari
kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh
(Sutopo, 2002).

Pengaktifan proses metabolisme, pada tahap ini kadar air dalam benih bertambah menjadi 30-40%.
Peningkatan laju respirasi akibat imbibisi, akan mengaktifkan enzim-enzim yang terdapat di
dalamnya sehingga terjadi proses perombakan cadangan makanan (katabolisme). Enzim-enzim yang
teraktifasi pada proses perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik seperti: α amylase dan β amylase
yang mertombak pati menjadi gula (glukosa, fruktosa, dan sukrosa), ribonuklease yang merombak
ribonukleotida endo-α-glukanase, glukan fosfatase yang merombak senyawa yang mengandung P,
lipase yang merombak lemak menjadi glycerine dan asam lemak, dan protease yang merombak
senyawa protein menjadi asam amino. Peruraian cadangan makanan bertujuan menjadikan
senyawa-senyawa larut dalam air, sehingga dapat diangkut ke embryo axis, plumula, radikula
dengan proses difusi atau osmose antar sel, untuk pertumbuhan. Perombakan cadangan makanan
melibatkan dua proses yang akan terjadi yakni : (i) katabolisme karbohidrat, melalui proses ini ATP
dan unsur hara akan dihasilkan dan diikuti pembentukan senyawa protein melalui proses anabolisme
(sintesis protein), yang mana kedua proses ini terjadi secara berurutan dan pada tempat yang
berbeda, digunakan untuk pembentukan sel-sel baru pada embrio, dan berfungsi untuk membentuk
protoplasma dan organela sel baru, guna keperluan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah
selanjutnya, (ii) metabolisme lemak, proses ini terjadi setelah semua proses imbibisi, aktivasi enzim,
dan katabolisme cadangan makanan berjalan. Melalui proses ini lemak akan dirombak oleh enzim
lipase dan enzim lainnya, yang mendorong inisiasi pertumbuhan embrio. Keseluruhan proses
perombakan cadangan makanan ini akan berlangsung terus dan merupakan pendukung dari
pertumbuhan kecambah sampai tanaman dewasa (Kozlowski, 1972b; Mayer dan Poljakoff-Mayber,
1978).

Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Namun
pasir memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro), substitusi atau penambahan bahan
organik yang bersifat menahan air dapat memperbaiki sifat pasir tersebut (Putra et al, 2013).
Menurut Supriyanto et al. (1986), media tanam yang baik harus mempunyai sifat fisik yang baik, dan
kelembaban harus tetap dijaga serta saluran drainasenya juga harus baik. Banyak penelitian yang
mengindikasikan keuntungan dari pencampuran media tanam organik dan anorganik untuk sayuran
dengan peningkatan kinerja dalam produksi rumah kaca (Tzortzakis dan Economakis 2008). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jenis media tanam hanya mempengaruhi jumlah daun tanaman
terong dan berat buah per tanaman pada kedua komoditas (Putra et al,2013).

Kedalaman tanam tergantung dari suhu dan kondisi kelembaban di sekitar daerah perakaran.
Menurut Beukema dan van der Zaag (1990), kedalaman tanam harus disesuaikan dengan
kondisi tanah. Untuk dataran tinggi, dengan kelembaban udara yang relatif tinggi, penanaman
dangkal yang semakin mendekati permukaan tanah, lebih dianjurkan. Sebaliknya untuk areal
yang kuang lembab, penanaman harus lebih dalam dari l0 cm karena lapisan atas permukaan tanah
lebih cepat rnengering. Untuk itu perlu diteliti berapa dalam suatu bibit kentang harus ditanam
khusumya dangan menggunakan umbi bibit yang berasal dan benih botani.

Menurut Bambang B. Santoso dan Bambang S. Purwoko (2008), terdapat interaksi kedalaman tanam
dengan posisi benih terhadap daya kecambah benih, umur berkecambah, dan persen. Kedua faktor
tersebut tidak berinteraksi nyata pada komponen pertumbuhan semai maupun bibit. Kedalaman
tanam benih berpengaruh nyata hanya terhadap tinggi semai sedangkan posisi benih berpengaruh
nyata pada panjang akar lateral, panjang akar tunjang, bobot kering akar, dan rasio tajuk-akar.

Benih yang berukuran besar dan ukuran kecil memiliki perbedaan dalam proses pertumbuhan
tanaman, benih yang berukuran kecil memiliki kandungan cadangan makanan dengan ukuran
embrio yang lebih sedikit sehingga menyebabkan pertumbuhan kurang optimal berbeda dengan
ukuran besar mengandung cadangan makanan yang lebih banyak sehingga pertumbuhan tanaman
optimal. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran benih berkorelasi positif terhadap kandungan protein,
semakin besar atau semakin berat ukuran benih maka kandungan protein makin meningkat pula
(Sutopo, 2002).

Ketersediaan air merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman dan menjaga ketersediaannya dalam tanah beserta distribusinya diperlukan
pengairan. Komponen lain dalam peningkatan produksi ialah penyiraman yang merupakan faktor
essensial bagi tanaman( Sari et al, 2016). Oktem et al (2003) mengemukakan bahwa diantara 2 -, 4 -,
6 - dan 8 - frekuensi irigasi, irigasi 2 hari frekuensi, dengan 100% ET aplikasi air optimal untuk jagung
manis (Zea mays L.) tumbuh di daerah semi kering.

You might also like