Professional Documents
Culture Documents
I. Pendahuluan: Multiple Cropping Atau Tumpangsari Dengan Maksud Meningkatkan Diversitas
I. Pendahuluan: Multiple Cropping Atau Tumpangsari Dengan Maksud Meningkatkan Diversitas
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
jagung dan kedelai. Namun ternyata pola tanam tersebut berdampak negatif
terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena pola tanaman monokultur mempunyai
Sembaring, dkk. (2015) usaha tani monokultur pada lahan sempit kurang
Salah satu teknik budidaya yang ramah lingkungan adalah pola tanam
sehingga stabilitas juga meningkat (Gomez dan Gomez, 1983 dalam Permanasari
dan Dody, 2012). Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis
tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam
keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Keuntungan pada
pokok, menambah penghasilan per satuan luas tanah dan memberikan penghasilan
per satuan luas tanah dan memberikan penghasilan sebelum tanaman pokok
dipanen.
2
Produktivitas tanaman yang ditanam secara tumpangsari dipengaruhi oleh
Penanaman jagung dan kedelai secara tumpang sari memiliki kelebihan baik dari
segi agronomi maupun lingkungan. Hal ini dikarenakan kedelai merupakan jenis
tanaman legume yang mampu mengikat N di udara. Menurut Suarna, dkk. (1985)
lingkungannya.
Jika lebih dari satu jenis tanaman ditanam bersama, maka berbagai jenis
tanaman terssebut akan saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, baik dalam
pola tanam mono ataupun multiple cropping akan terjadi persaingan antar
individual tanaman dari spesies yang sama (intraspesies) maupun antar tanaman
kombinasi perlakuan 9 kombinasi dan diulang 3 kali. Setiap perlakuan terdiri atas
dua faktor, dimana faktor 1 adalah sistem tanam dan faktor 2 adalah dosis pupuk.
Adapun tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui pola pertumbuhan dan
produksi tanaman yang ditanam dengan system mono dan multiple cropping dan
3
B. Tujuan
produksi tanaman yang ditanam dengan system mono dan multiple cropping dan
4
II. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain benih kedelai dan
jagung manis, pestisida, pupuk NPK, dan 1 buah bamboo. Alat yang diperlukan
antara lain cangkul, kored, light intensity meter, termohygrometer, oven, mistar,
B. Prosedur Kerja
Persiapan
kombinasi diulang 3 kali ada 27 petak, dibuat 3 unit percobaan total ada 81
Pelaksanaan
2. Lahan yang sudah ditentukan oleh pihak kampus, diukur luasnya yaitu 2 x 3
m2 .
3. Petakan lahn dibersihan dari gulma dan kotoran, kemudian dicangkul untuk
mengemburkan tanah.
5
5. Tanah diolah dengan dicampur pupuk kandang sebanyak 7,5 kg tiap petak
lahan. Tanah atau petakan yang telah diplah dibiarkan selama 2 hari
sebelum penanaman.
x 25 cm.
10. Petak III ditanman monokultur kedelai (I2). Beih ditanam dengan jarak
tanam 25 x 25 cm.
11. Setiap petakan ditanam 1 nenih untuk setiap lubang pada masing-masing
tanaman.
12. Pupuk diberikan sesuai dengan perlakuan ( kelompok kami I1 P1;I2P1; I3P2 ,
NPK).
tanman sample, dimana yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun,
6
15. Destruksi dilakukan di minggu terakhir, dengan pencabutan dan oemanenan
16. Variabel yang diamati untuk tanman jagung adalah bobot tongkol+klobot,
18. Setiap variabel diukur dan data yang didapatkan ditabulasikan dan saling
19. Kemudian dari semua data yang diperoleh dianalisis menggunakan aplikasi
Dsastat.
7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Terlampir.
8
B. Pembahasan
lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Kelebihan
pola tanam ini adalah pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil
yang lebih besar daripada pola tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak
adanya persaingan antar tanaman dalam memperebutkan unsur hara maupun sinar
matahari. Akan tetapi, pola tanam lainnya lebih efisien dalam penggunaan lahan
karena tanaman yang ditanaman lebih dari satu jenis. Kelebihan pola tanam ini
yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun
yang dipelihara hanya satu jenis. Keuntungan lainnya dari pertanaman monokultur
adalah perhitungan biaya input dan output juga lebih mudah diperhitungkan.
Selain itu kerugian lainnya penggunaan lahan, sarana dan prasarana kurang efektif
dan efisien serta sifat ketergantungan lebih besar dan resiko kerugian yang terjadi
tidak ada kompensasinya. Menurut Sutoro, dkk. (1988) dalam Marliah, dkk.
mempunyai resiko yang besar, baik dalam keseimbangan unsure hara yang
penanaman secara pola baris sejajar rapi dan konservasi tanah dimana pengaturan
jarak tanamnya sudah ditetapkan dan pada format satu baris terdiri dari satu jenis
tanaman dari berbagai jenis tanaman. Kegunaan sistem ini yaitu biasanya
digunakan pada tanaman yang mempunyai umur berbuah lebih pendek, sehingga
9
dalam pengolahan tanah tidak sampai membongkar lapisan tanah yang paling
bawah atau bedrock, sehingga dapat menekan penggunaan waktu tanam (Beets,
1982).
lingkungan (hara, air, dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi
maksimal. Thahir dan Hadmadi (1985) dalam Marliah, dkk. (2010) menyatakan
bahwa tumpangsari bertujuan untuk mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali
dari satu jenis atau beberapa jenis tanaman dalam setahun pada lahan yang sama.
atas berbagai macam palawija, sedangkan di dataran tinggi biasanya terdiri atas
praktik budi daya pertanian yang dapat meningkatkan daya guna input yang
diberikan maupun sumber daya alam yang ada. Pertanaman secara tumpangsari
10
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut
secara tepat juga dapat meningkatkan produktivitas per satuan luas lahan (Ratri,
dkk., 2015).
kompetisi. Hal ini sangat alami karena setiap makhuk dalam suatu ekosistem akan
melakukan interaksi. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi positif yang saling
menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang cukup. Persaingan ini akan
(Fadlah, 2011).
tumbuhan yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas
pada lahan dan waktu sama yang menimbulkan dampak negatif terhadap
pertumbuhan dan hasil salah satu jenis tumbuhan atau lebih. Sumber daya alam
tersebut, contohnya air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Definisi kompetisi
sebagai interaksi antara dua atau banyak individu apabila (1) suplai sumber yang
11
tinggi lebih banyak.organisme mungkin bersaing jika masing-masing berusaha
untuk mencapai sumber yang paling baik di sepanjang gradien kualitas atau
apabila dua individu mencoba menempati tempat yang sama secara simultan
(Kastono,2005).
tanaman yang dilakukan sekali atau beberapa kali dalam setahun tergantung jenis
lebih pada sebidang tanah dalam waktu yang sama (Prasetyo, dkk., 2009).
apabila dalam lahan budidaya monokultur terdapat spesies lain, seperti gulma
maka terjadi pula kompetisi interspesies. Dalam sistem tumpangsari juga terjadi
organisme dalam memperebutkan kebutuhan ruang (tempat), unsur hara, air, dan
dispersal. Unsur hara, air, dan cahaya merupakan faktor yang sangat penting
yang ditanam secara monokultur secara nyata mempunyai tinggi tanaman yang
12
lebih besar karena tanaman memperoleh semua unsure hara yang dibutuhkan
dengan baik. Jagung yang ditanam secara tumpang sari mengalami kompetisi
mempunyai umur berbunga dan umur panen yang lebih lama dibandingkan yang
ditanam secara monokultur. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan cahaya dan
unsure hara yang diserap tanaman (Permanasari dan Dody, 2012). Sedangkan
penyerbukan. Untuk menghindari hal tersebut maka waktu tanam sangat penting
untuk diperhatikan.
kerugian yang ditimbulkan dari pola tanam tumpang sari dengan monokultur
dapat dihitung dari Nilai Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai NKL ini
yang setara dengan satu Ha produksi tumpang sari (Prasetyo, dkk., 2009). Jika
pada hasil analisis diperoleh nilai NKL lebih besar 1 (>1), hal tersebut
𝐻𝐴1 𝐻𝐵1
NKL = +
𝐻𝐴2 𝐻𝐵2
Keterangan:
13
HB1 = hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari
14
P3 2 25
P1 3 191.2
P2 3 10.6
P3 3 47.8
Jumlah 687.9
Rata-rata 76.4333333
P1 1 45.1
P2 1 28.5
P3 1 4.1
P1 2 14
Inter P2 2 70.2
P3 2 63.8
P1 3 37
P2 3 101.2
P3 3 66.2
Jumlah 430.1
Rata-rata 47.7888889
Diketahui :
𝐻𝐴1 𝐻𝐵1
NKL = +
𝐻𝐴2 𝐻𝐵2
114.782 47.7888889
NKL = 128.722 + 76.4333333 = 0.892 + 0.625 = 1.517
jagung dan kedelai monokultur mempunyai NKL sebesar 1.517. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) dengan jarak yang sama
yaitu 75 x 25 cm, yang menyebutkan bahwa tingkat efisiensi lahan tertinggi pada
15
Hasil penelitian Ernita dan Yunis (2011) serta Permanasari dan Doddy
(2012) menunjukkan bahwa NKL tumpangsari jagung-kedelai > 1. Hal ini dapat
terjadi karena pemilihan jenis tanaman yang tepat. Menurut Ernita dan Yunis
(2011) pemilihan jenis tanaman akan menentukan peningkatan nilai NKL pola
tanam secara tumpangsari. Dikatakan oleh Sarman (2001) dalam Ernita dan Yunis
(2011) bahwa kombinasi yang memberikan hasil baik pada tumpangsari adalah
jenis-jenis tanaman yang mempunyai kanopi daun yang berbeda. Marta (2013)
Menurut Indrati (2009) jagung dan kedelai serasi untuk ditanam secara
C4. Sebagai tanaman C4, jagung mampu beradaptasi dengan baik pada faktor
pembatas pertumbuhan dan produksi. Sifat lain tanaman jagung sebagai tanaman
C4 menurut Falah (2009) yaitu laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan
tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, serta efisien air. Ditinjau dari
morfologinya menurut Ernita dan Yunis (2011), jagung mempunyai akar serabut
dan kedelai mempunyai akar tunggang sehingga persaingan unsure hara relatif
kecil. Selain itu jagung mempunyai batang yang tidak bercabang dan daun yang
berbentuk helaian melekat pada buku batang sehingga tidak menghalangi sinar
16
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa dosis pupuk, system tanam serta
interaksi dosis pupuk dan system tanam tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
yang diamati baik pada komoditas jagung maupun kedelai. Variabel jagung yang
diamati antara lain: bobot segar tongkol, panjang tongkol, jumlah daun dan tinggi
tanaman. Variabel kedelai yang diamati antara lain: bobot polong, jumlah polong,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ernita dan Yunis (2011) tidak
berpengaruhnya pola tanam terhadap tinggi tanaman jagung karena tidak terjadi
Dosis pupuk tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot
tongkol dan panjang tongkol pada tanaman jagung. Menurut Pratikta, dkk. (2012)
terhadap parameter bobot tongkol, panjang tongkol, tinggi tanaman serta jumlah
daun bisa disebabkan terjadi kehilangan pupuk karena tercuci, menguap, maupun
fiiksasi. Faktor lain yang menyebabkan dosis pupuk menjadi tidak berpengaruh
terhadap variabel yang diamati yaitu curah hujan yang tinggi pada saat praktikum
dilaksanakan. Menurut Pratikta, dkk. (2012) curah hujan yang relative tinggi
proses fotosintesis.
17
Dosis pupuk juga tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun,
bobot polong, dan jumlah polong pada tanaman kedelai. Hasil yang didapat
berpengaruhnya dosis pupuk terhadap variabel yang diamati yaitu adanya faktor
dkk. 2012).
18
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perlakuan dosis pupuk, system tanam serta interaksi dosis pupuk dan system
tanam tidak berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati baik pada
B. Saran
berdasarkan tujuan acara ini mahasiswa diharapkan untuk dapat mengetahui pola
19
DAFTAR PUSTAKA
Ernita, R.M. dan Yunis, M. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea
mays L.) yang Ditumpangsarikan dengan Kedelai (Glycine max L.).
Agrista. Vol. 2 No. 3: 11-20.
Indrati, T.R. 2009. Pengaruh Pupuk Organik dan Populasi Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan hasil Tumpangsari Kedelai dan Jagung. Tesis.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Kastono, 2005. Pemuliaan Kedelai Untuk Toleran Naungan dan Tumpang sari.
Buletin Agrobio 1 (2) : 15 – 20.
Ma’rif, B. 2012. Peran Densitas Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Sistem
Tumpang Sari Deret Penggantian dengan Kacang Tanah (Arachis
hypogeal L.) Terhadap Hasil. Skripsi. Fakultas pertanian Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Marliah, A. dkk. 2010. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan pada Sistem
Tumpangsari Beberapa Varietas Jagung Manis dengan Kacang Merah
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil. Agrista. Vol. 14 No. 1: 30-38
20
Prasetyo, dkk. 2009. Produktivitas Lahan dan NKL paa Tumpang Sari Jarak Pagar
dengan Tanaman Pangan. Jurnal Akta Agrosia. Vol. 12 No. 1: 51-55.
Ratri, C.H. dkk. 2015. Pengaruh waktu Tanam Barang Prei (Allium porum L.)
pada Sistem Tumpang Sari Terhadap Pertumbuhan dan Hasil tanaman
Jagung Manis (Zea mays saccharata). J. Produksi Tanaman. Vol. 3 no.
5: 406-412.
Rifai, A. dkk. 2014. Nilai Kesetaraan Lahan Budi Daya Tumpang Sari Tanaman
Tebu dengan Kedelai: Studi Kasus di Desa Karangharjo, Kecamatan
Sulang, Kabupaten Rembang. Widyariset. Vol. 17 No. 1: 59-70.
Sembiring, A.S. dkk. 2015. Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogeal
L.) dan Jagung (Zea mays L.) Pertumbuhan dan Produksi pada Sistem
Pola Tumpang Sari. Jurnal Online Agroteknologi. Vol. 3 No.1: 52-71.
21