You are on page 1of 4

A.

Topik
Pembuatan Tempe

B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk :
1. Untuk memperoleh keterampilan membuat tempe
2. Untuk mengetahui pengaruh aerasi dalam pembuatan tempe

C. Dasar Teori
Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh spesies
jamur tertentu. Selama proses fermentasi ini terjadi perubahan fisik dan kimiawi pada
kedelai sehingga menjadi tempe. Banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembuatan tempe. Salah satu factor adalah aerasi (Hastuti, 2015). Tempe mempunyai
ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan
adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak
juga disebabkan miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai
tersebut. Terjadinya degradasi komponen dalam kedelai dapat menyebabkan
terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi dan pembersihan
biji, hidrasi atau fermentasi asam,penghilangan kulit, perebusan, penirisan, pendinginan,
inokulasi dengan ragi tempe, pengemasan, inkubasi dan pengundukan hasil. Tahapan
prsoes yang melibatkan jamur adalah saat inokulasi atau fermentasi. Kualitas tempe amat
dipengaruhi oleh starter yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum temepe disebut
juga starter temped an banyak pula yang menyebutnya ragi tempe. Starter atau inokulum
tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur bakteri, digunakan sebagai agensia
pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan
melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat karakteristiknya
menjadi tempe (Kasmidjo, 1990).
Menurut Sarwono (1982), inokullum tempe atau laru adalah kumpulan spora
kapang tempe yang diguankan sebagai bahan pembuatan tempe.
Inokulum tempe juga diperoleh dengan berbagai cara antara lain:
1. Berupa tempe dari batch sebelumnya, yang teah mengalami sporulasi
2. Berupa tempe segar yang dikeringan di bawah sinar matahari atau yang mengalami
lifolirasi
3. Berupa ragi tempe yaitu pulungan beras(bentuk bundar pipih atau bulatan-bulatan
kecil) yang mengandung miselia dan jamur tempe.
4. Sebagai biakan murni jamur yang disiapkan secara aseptis oleh lembaga riset atau
lembaga pendidikan (Kamidjo, 1990).
Secara tradisional, inokulum dibuat dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan
bekas pembungkus tempe, atau menggunakan tempe itu sendiri, menggunakan tempe
yang dikeringkan ataupun tempe yang diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah
sinar matahari. Metode lainnya menggunakan daun pisang, dan waru, daun jati yang
ditumbuhi dengan jamur tempe kemudian dikeringkan (Hermana, 1971). Perbedaan
perlakuan menghasilkana tempe yang berbeda pula. Tempe kedelai mengandung senyawa
antioksidan yang salah satunya genistein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap 200
g sampel tempe dalam ekstrak methanol mangandung senyawa genistein sekitar 47,9 g
pada tempe segar dan 4635,7 g pada tempe busuk. Kontribusi daya antioksidan senyawa
genistein dalm ekstrak methanol sekitar 17,5% pada tempe segar dan sekitar 25% pada
tempe busuk (Novi, 2007).
Selama proses fermentasi berlangsung terjadi perubahan fisiko-kimia pada tempe,
perubahan fisik, kedelai akan mengalami perubahan tekstur. Tekstur kedelai akan
menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih
sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus permukaan kedelai sehingga dapat
menggunakan nutrisi dari kedelai .hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam
enzim ekstraseluler dan menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya
(Hidayat, 2008). Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah kapang yang
menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak. Pada
tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan komapak serta mengeluarkan aroma
yang enak (Kasmidjo, 1990).

Perubahan kimia pada temp karena adanya bantuan proten yang menghasilan
enzim proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino,
sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5% menjadi 2,5%. Adanya lemak
menyebabkan kapang akan menguraikan sebagian besar lemak dalm kedelai selama
fermentasi. Adanya karbohidrat akan didegradasi oleh kapang yang memproduksi enzim
pendegradasi karboidrat seperti amylase,selulase dan xylanase (Samsudin,1985).
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi kapang. Selam
proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi
akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan
mengalami peningkatan kembali menjadi 64%. Ada 3 yang saling mempengaruhi selama
proses fermentasi terhadap pertumbuhan kapang yaitu oksigen, kadar air dan temperature.
Untuk tumbuh kapang memerlukan oksigen yang cukup, apabila terlalu banyak maka
pertumbuhan kapang terlalu cepat sehingga panas yang ditimbulkan akan membunuhnya.
Kadar air yang terlalu tinggi akan menghalangi difusi oksigen. Difusi oksigen secra
perlahan merata akan menhasilkan pertumbuhan kapang pada tempe optimum
(Sudarmadji dan Markakis, 1977).
DAFTAR RUJUKAN

Hastuti, S. U. 2015. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: UMM Press.


Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.

Kasmidjo, R.. B. 1990. TEMPE: Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya.
Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

Novi, D.S. 2007. Studi Pendahuluan Daya Antioksidan Ekstrak Metanol Tempe Segar dan
Tempe Busuk Kota Malang terhadap Radikal Bebas DPPH (1,1-difenil- 2-pikrilhidrazil.
Skripsi. Universitas Negeri Malang.

Samsudin, U.S. 1985. Budidaya Kedelai. Bandung: CV Pustaka Buana.

Sarwono, B. 1982. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Sudarmadji dan Markakis. 1977. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika
Terapan LIPI.

You might also like