You are on page 1of 13

2.4.

Kultur Embryo

2.4.1 Pengertian dan Jenis Kultur Embrio

Kultur embrio adalah kultur jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan

berupa embrio dari tanaman yang merupakan isolasi secara steril embrio matang

ataupun belum matang dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel.

Berdasarkan tujuan dan jenis embrio yang dikulturkan, kultur embrio

digolongkan menjadi:

1. Kultur Embrio Muda (Immature Embryo Culture)

Tujuan mengkulturkan embrio muda ini adalah menanam embrio yang

terdapat pada buah muda sebelum buah tersebut gugur (mencegah kerusakan embrio

akibat buah gugur) sehingga teknik ini disebut sebagai Embryo Rescue

(Penyelamatan Embrio). Kondisi seperti ini biasanya sering dijumpai pada buah hasil

persilangan, dimana absisi buah kerap kali dijumpai setelah penyerbukan dan

pembuahan.

2. Kultur Embryo Dewasa (Mature Embryo Culture)

Kultur embrio dewasa dilakukan dengan membudidayakan embrio yang telah

dewasa. Embrio ini diambil dari buah yang telah masak penuh dengan tujuan

merangsang perkecambahan dan menumbuhkan embrio tersebut secara in-vitro.

Teknik kultur ini umumnya dikenal dengan sebutan Kultur Embrio (Embryo Culture).

Kultur embrio lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penyelamatan embrio.

Hal ini disebabkan karena embrio yang ditanam adalah embrio yang telah

berkembang sempurna sehingga media tanaman yang digunakan juga sangat

sederhana.
2.4.2 Teknik Kultur Embrio Belum Matang dan Embrio Matang

Pada dasarnya teknik untuk kultur embrio belum matang dan embrio matang

terbagi atas tiga macam, yaitu:

1. Sterilisasi eksplan

Embrio pada prinsipnya berada dalam keadaan steril. Hal ini disebabkan

karena embrio berada di dalam buah (di dalam biji) yang terlindung oleh jaringan-

jaringan buah dan biji yang berada di luar embrio, antara lain oleh kulit buah, daging

buah dan kulit biji. Keadaan ini menyebabkan sterilisasi embrio tidak perlu

dilakukan. Sterilisasi permukaan perlu dilakukan pada buah ataupun biji untuk

mensterilkan permukaan buah/biji sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat

sumber kontaminan. Karena embrio berada di dalam, sterilisasi dapat dilakukan

dengan pembakaran buah/biji atau dengan sterilan kimia seperti sodium hypochlorite

dengan konsentrasi cukup tinggi (>2 %).

2. Isolasi dan penanaman embrio

Seringkali masalah timbul saat isolasi embrio terutama untuk embrio

berukuran kecil sehingga isolasinya harus dilakukan di bawah mikroskop. Untuk

embrio berukuran besar, isolasi embrio tidak menjadi masalah. Isolasi harus

dilakukan secara hati-hati agar embrio tidak rusak dan kehilangan salah satu atau

lebih bagian-bagiannya (radicula, plumula, hypocotil, coleoptyl, dll). Selain itu harus

tetap dijaga juga agar isolasi dilakukan dalam kondisi tetap aseptis. Embrio yang

telah diisolasi selanjutnya ditanam pada media yang telah dipersiapkan. Media untuk

pengecambahan embrio cukup sederhana. Kebutuhan nutrisi di dalam media untuk


pengecambahan embrio juga lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk

tujuan teknik kultur yang lain. Pada prinsipnya media diperlukan untuk

menggantikan peranan endosperm dalam mendukung perkecambahan embrio dan

perkembangan bibit muda mengingat embrio yang ditanam umumnya telah memiliki

radicula dan plumula. Media yang umum digunakan untuk pengecambahan embrio

adalah media Knudson dan Vacin & Went (untuk anggrek), Media MS dalam ½

konsentrasi garam-garamnya. Dalam pengecambahan embrio dewasa umumnya

vitamin tidak ditambahkan dalam media, namun sumber karbon tetap diperlukan

meskipun dalam konsentrasi yang lebih rendah (umumnya 20 g/l). Akan tetapi, dalam

pengecambahan embrio muda diperlukan media yang lebih kompleks. Perkembangan

embrio muda perlu didukung pada awalnya sehingga radicula dan plumula dapat

berkembang sempurna sebelum embrio ini berkecambah. Untuk itu, nutrisi yang

lebih lengkap beserta vitamin seperti nicotinic acid, biotin, vitamin C, vitamin B

perlu ditambahkan pada media kultur embrio muda ini. Hormon tanaman umumnya

tidak ditambahkan dalam media kultur embrio karena penambahan hormon tanaman

kemungkinan dapat merangsang terbentuknya kalus pada embrio. Kalus umumnya

tidak diinginan pada kultur embrio mengingat tujuan kulturnya adalah untuk

merangsang perkecambahan embrio. Pada beberapa kasus, terutama untuk embrio

muda atau embrio yang mengalami dormansi, penambahan giberellin dalam media

kultur dapat dilakukan. Untuk pengecambahan embrio umumnya digunakan media

padat sehingga agar pada konsentrasi 0,8 sampai 1,6 % ditambahkan ke dalam media.

Media cair kadangkala diperlukan untuk pengecambahan, misalnya pada embrio

kelapa. Kondisi pengecambahan ini memodifikasi kondisi alamiah perkecambahan


buah kelapa dimana nutrisi tersedia dari endosperm yang cair yaitu berupa air kelapa.

Apabila media cair digunakan untuk pengecambahan, umumnya kultur ditempatkan

di atas shaker (alat penggojok) untuk menghindari kekurangan oksigen pada eksplan

yang dapat menyebabkan eksplan mati.

3. Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan setelah embrio berkecambah dan diperoleh plantlet

yang siap untuk dipindahkan ke lapangan. Teknik aklimatisasi untuk plantlet hasil

regenerasi kultur embrio pada prinsipnya sama dengan aklimatisasi plantlet hasil

regenerasi dari teknik kultur jaringan lainnya. Selain kultur embrio dan embrio

rescue, terdapa pula beberapa tipe – tipe kultur lain, yaitu: kultur kalus, kultur

meristem, kultur suspensi sel, kultur protoplas, kultur anther dan pollen, dan kultur

spora paku.

2.4.3 Tujuan dan Contoh Aplikasi Kultur Embrio

Kedua teknik ini (embryo culture dan embryo rescue) dilakukan untuk

berbagai tujuan, antara lain:

1. Mematahkan dormansi

Beberapa spesies tanaman memiliki masa dormansi yang panjang, misalnya

cherry, hazel nut, dll. Selain itu ada juga beberapa jenis tanaman yang bisa

menghasilkan biji namun tidak dapat dikecambahkan secara normal di alam misalnya

Musa balbislana. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka biji tanaman ini dapat

dikecambahkan secara invitro. Dormansi fisik dapat dipatahkan dengan cara

mengisolasi embrio dari biji lalu mengecambahkannya, sedangkan dormansi


fisiologis dapat dipecahkan dengan perlakuan kimia seperti penambahan giberellin

(GA3) ke dalam media kultur.

2. Perkecambahan dari tanaman yang memerlukan bantuan/ parasit

Tanaman anggrek merupakan salah satu contoh tanaman yang bijinya sangat

sulit berkecambah di alam. Biji anggrek sangat kecil dan memiliki endosperm yang

sangat miskin sehingga tidak bisa mendukung perkecambahan bijinya. Di alam,

proses perkecambahan anggrek teresterrial (tanah) diawali dengan simbiosis antara

biji anggrek dengan jamur (mycorrizha) dimana hifa jamur akan menembus kulit biji

dan mensuplai makanan bagi biji anggrek. Tanpa simbiosa ini, biji anggrek tidak

memperoleh cukup bahan makanan untuk perkecambahannya disebabkan karena

endospermnya yang sangat kecil. Meskipun anggrek epiphyt tidak memerlukan

simbiosa ini, namun biji anggrek epiphyt juga memiliki endosperm yang amat sangat

kecil sehingga sulit berkecambah secara alamiah. Dengan teknik kultur jaringan

(embryo culture), biji anggrek dikecambahkan secara invitro sehingga dewasa ini bisa

diperoleh bibit anggrek dengan mudah. Produksi bibit anggrek dewasa ini merupakan

industri yang berkembang sangat pesat dan menguntungkan. Teknik ini biasanya

didahului dengan persilangan untuk memperoleh silangan-silangan. Dalam setahun,

ribuan silangan baru anggrek bisa diperoleh. Masing-masing nursery biasanya

memiliki pohon induk dengan keunggulan yang berbeda sehingga dihasilkan beragam

varietas baru dengan bentuk dan warna bunga yang beragam.

3. Memperpendek siklus pemuliaan tanaman

Dormansi biji dapat mengambat program pemuliaan tanaman. Pemecahan

dormansi dengan kultur embrio (embryo culture) merupakan salah satu upaya untuk
mempercepat perkecambahan biji hasil pemuliaan tanaman sehingga bisa

mempercepat proses pemuliaan tanaman.

4. Produksi tanaman haploid lewat penyelamatan embrio hasil persilangan antar jenis

tertentu.

Salah satu cara yang dilakukan untuk memperoleh tanaman haploid adalah

silangan antar spesies tertentu. Contohnya adalah persilangan antara Hordeum

vulgare dengan H. bulbosum. Setelah penyilangan yang kemudian diikuti oleh

pembuahan, kromosom H. bulbosum tereliminasi sehingga hanya kromosom H.

bulbosum yang terekspresi, sehingga dapat dihasilkan biji haploid dari silangan ini.

Sayangnya persilangan ini mengakibatkan embrio gugur (buah gugur) sebelum buah

tersebut dewasa. Hasil silangan ini (buah haploid) tidak akan dapat diperoleh apabila

buah muda tersebut tidak diselamatkan dengan cara memanennya sebelum gugur lalu

mengecambahkan embrio muda (teknik embryo rescue) ini secara invitro.

5. Mencegah gugurnya buah (embrio) pada buah

Gugurnya buah sebelum buah tersebut dewasa sangat umum ditemukan pada

persilangan. Berbagai macam faktor dapat menyebabkan buah tersebut gugur

sebelum masak. Pada persilangan buah-buah batu, transportasi air dan hasil

fotosintesa dari daun dan batang ke buah terhambat sehingga mengakibatkan

terbentuknya lapisan absisi pada tangkai buah. Akibatnya buah tidak memperoleh

nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangannya sehingga buah dengan embrio yang

terbentuk gugur sebelum dewasa. Teknik embryo rescue umumnya dilakukan untuk

menyelamatkan hasil silangan ini dengan cara memanen buah muda hasil persilangan

sebelum buah gugur kemudian mengecambahkannya secara invitro.


6. Mencegah kehilangan biji setelah persilangan (interspesific)

Persilangan antar varietas tanaman dalam satu spesies seringkali

menghasilkan buah dengan endosperm yang miskin atau embrio lemah dan berukuran

kecil. Biji-biji dengan kondisi demikian seringkali sulit sekali atau tidak bisa

dikecambahkan dalam kondisi normal. Teknik kultur embrio dapat digunakan untuk

membantu perkecambahannya. Hal ini telah dilakukan pada tomat, padi, barley, dan

phaseolus.

7. Perbanyakan vegetative

Embrio dapat digunakan sebagai bahan dasar perbanyakan vegetatif seperti

misalnya pada Poaceae dan paku-pakuan (menggunakan spora).

Contoh aplikasi kultur embrio pada kultur jaringan tanaman adalah

Mikropropagasi (Perbanyakan tanaman secara mikro), perbaikan tanaman, produksi

tanaman yang bebas penyakit dan virus, transformasi genetik, dan produksi metabolit

senyawa skunder (Sumarsih, 2011).


LAMPIRAN

1. DOKUMENTASI

1.1. Pembuatan Larutan Stok

Gambar 1. Penimbangan bahan kimia Gambar 2. Aquadest 30 ml

Gambar 3. Ditambahkan bahan kimia Gambar 4. Dihomogenkan dengan


magnetic stirrer

Gambar 5. Ditutup dengan alumunium foil


1.2. Pembuatan Media MS

Gambar 1. Disiapkan aquadest 35 ml Gambar 2. Ditambahkan larutan stok


dan gula 30 gram

Gambar 3. Dihomogenkan dengan Gambar 4. Ditambahkan aquadest hingga


magnetic stirrer 45 ml

Gambar 5. Dipanaskan dan ditambahkan Gambar 6. Ditutup dengan alumunium foil


agar-agar

Gambar 7. Disusun rapid an disterilkan dengan autoclave


1.3. Penanaman

1.3.1. Penanaman Anther Pepaya

Gambar 1. Pinset disterilkan dengan Gambar 2. Pinset disterilkan dengan api


alkohol bunsen

Gambar 3. Sterilisasi mulut botol kultur Gambar 4. Penanaman anther pepaya

Gambar 5. Tutup dengan alumunium foil Gambar 6. Tutup dengan plastic wrap
dan diberi label
1.3.2. Penanaman Embryo Mentimun

Gambar 1. Pinset disterilkan dengan Gambar 2. Pinset disterilkan dengan api


alkohol bunsen

Gambar 3. Sterilisasi mulut botol kultur Gambar 4. Penanaman embryo


mentimun

Gambar 5. Tutup dengan alumunium foil Gambar 6. Tutup dengan plastic wrap
dan diberi label
4. Pengamatan

Gambar 1. Pengamatan anther pepaya Gambar 2. Pengamatan embryo


mentimun

Gambar 3. Pengamatan
2. PERHITUNGAN

KebutuhanLarutanMgSO4.7H2O

3. Diketahui : - Bahankimia / l media = 370,00 mg

4. - KepekatanLarutan =3

5. - Volume LarutanStok= 90 ml

6. Ditanya : - Hitungkebutuhanlarutanstok media?

7. - Berapakebutuhanlarutanstok media yang di pipet?

8. Jawab:

9. - Kebutuhanbahankimia = Bahankimia x Kepekatan

10. = 370,00 mg x 3

11. = 1110 mg → 1,1 gram


𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
12. -KebutuhanLarutan yang Dipipet =
𝑘𝑒𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛

90 𝑚𝑙
13. =
3

14. = 30 ml

You might also like