You are on page 1of 22

BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP RS BHAYANGKARA

TULUNGAGUNG
KASUS ILMU PENYAKIT ANAK

Topik : Dengue Shock Syndrome (Death Case)


Presenter :
Tanggal MRS : 03 Agustus 2017
dr. Nurul Zakiah
TanggalPeriksa : 03 Agustus 2017
Pendamping :
TanggalPresentasi :
dr. Liva Anggraeni
TempatPresentasi : RS BhayangkaraTulungagung
ObjektifPresentasi : Keilmuan, Masalah, Diagnostik
□ Neonatus □ Bayi  Anak □ Remaja □Dewasa □ Lansia □ Bumil
Anakperempuan,3 tahun, riwayat demam sejak 4 hari, disertai mual dan
□ Deskripsi :
muntah.
Memaparkankasus ilmu penyakitanakyang telahditangani di RuangRawat Inap.
□ Tujuan : Mengumpulkanreferensiilmiahuntukmenghadapikasus yang didapatkan.
Menyelesaikankasus yang dihadapidengansolusi yang terbaik.
BahanBahasan:  TinjauanPustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara
 PresentasidanDiskusi  Diskusi  E-Mail  Pos
Membahas :
Data Pasien : An. IA/ Perempuan/ 3 tahun No. Regitrasi : 736907
NamaRS :RSBhayangkaraTulungagung Telp : Terdaftar sejak:03 Agustus 2017
Data UtamauntukBahanDiskusi :
1. Diagnosis/ GambaranKlinis:
Pasien anak perempuan 3 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada tanggal 3 Agustus
2017 pukul 06.15 WIB. Pasien datang dengan kondisi lemas, kesadaran menurun. Menurut
orang tua pasien mengalami demam sejak 4 hari yang lalu, disertai keluhan mual dan
muntah. Muntah berupa makanan yang dikeluarkan, darah/warna kecoklatan (-). Nafsu
makan menurun, minum sedikit, serta rewel.Mimisan (-), gusi berdarah (-), sariawan (-),
bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB cair (+) sejak 3 hari yang lalu, ampas
(+) lendir (-), darah (-), BAB hitam (-), BAK (+) sedikit, terakhir 10 jam yang lalu.
Kejang(-)
2. RiwayatPengobatan :
Pasien belum mengkonsumsin obat apapun selama sakit ini.
3. RiwayatKesehatan/ Penyakit :
Riw. Kejang disangkal, Riw. Asma/alergi disangkal.
4. RiwayatKeluarga :
Menurut orang tua pasien tidak ada anggota keluarga maupun tetangga lingkungan sekitar
yang menderita sakit yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan:
-

6. Kondisilingkungan social danfisik :


Pasien merupakan anak pertama. Ayah bekerja berwiraswasta dan ibu pasien
seorang ibu rumah tangga.Rumah pasien bertempat pulau Kalimantan, sekarang
sedang berkunjung ke rumah nenek di Tulungagung-jawa timur, kesehariannya pasien
adalah anak yang aktif.
7. Riwayat imunisasi:
Imunisasi dasar lengkap.
DaftarPustaka :

World Health Organization. 2009. Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
Diakses dari http://www.who.int/tdr/publications/documents/dengue-diagnosis.pdf pada
tanggal 11 Maret 2016
World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and control of
Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Diakses dari
http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf pada tanggal 11 Maret 2016
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Diakses dari
http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf pada tanggal 11 maret 2016
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER. Diakses dari
http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2015/01/Buku-Panduan-Praktik-Klinis-Bagi-
Dokter-di-Fasilitas-Pelayanan-Kesehatan-Primer.edit-min.pdf pada tanggal 11 maret 2016
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela
Epidemiologi. Diakses dari
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf pada
tanggal 11 maret 2016
Hartoyo, Edi. 2008. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Diakses dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-1.pdf pada tanggal 11 maret 2016
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis DHF
2. ManejemenDHF
3. Derajat DHF
4. Penatalaksanaan DHF
BAB I
PENDAHULUAN

Demam dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
genus Flavivirus, family Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Penyakit ini ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes albopticus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, DEN
– 3 merupakan serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti
serotype DEN-2.
Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10 – 25 per 100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak
yang terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun. Spektrum klinis
infeksi dengue dapat dibagi menjadi
(1) silent dengue infection
(2) demam dengue
(3) demam berdarah dengue dan
(4) demam berdarah dengue disertai shock
(IDAI, 2009)
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi
dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002
sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan
jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada
tahun 2009. (Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI,
2010)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia,
ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

2.2 Epidemologi
Infeksi virus dengue endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis, dan
lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania, Asia Selatan, dan Fasifik
Barat. Sekitar 2,5 juta penduduk. di daerah tersebut pernah terinfeksi virus dengue.
Menurut WHO terdapat kira-kira 50 – 100 juta kasus infeksi virus dengue setiap
tahunnya,dengan250.000–500.000 demam berdarah dengue (DBD) dan 24.000 di
antaranya meninggal dunia.1 Di Indonesia DBD merupakan masalah kesehatan,
karena hampir seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit infeksi
dengue. Dua belas di antara 30 provinsi di Indonesia merupakan daerah endemis
DBD, dengan case fatality rate 1,2%. (Hartoyo, 2008)
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi
dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002
sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan
jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada
tahun 2009. (Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI,
2010)

2.3 Etiologi
Virus dengue termasuk group B anthropod-borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe utama selama
beberapa tahun terakhir adalah DEN-2 dan DEN-3. Infeksi dari satu serotipe
memberikan imunitas seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa
bulan imunitas terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat. (WHO, 2009).
Virus dengue di bawa oleh nyamuk aedes. Vektor dari virus dengue adalah
nyamuk Aedes aegypti and Aedes albopictus. Hostnya adalah manusia yang digigit
oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari (WHO, 2009).

2.4 Patogenesis
DSS terjadi pada sebagian kecil dari mereka yang terinfeksi virus dengue.
Meskipun DSS dapat muncul pada pasien yang terinfeksi virus dengue pertama kali,
sebagian besar kasus DSS terjadi pada merka dengan infeksi sekunder. Hubungan
antara DHF/DSS dan infeksi dengue sekunder mengimplikasikan peran system imun
dalam pathogenesis DSS. Baik innate immunity (misalkan system komplemen dan
NK sel) maupun adaptive immunity (termasuk imunitas yang termediasi oleh sel)
terlibat dalam proses ini. Teraktifkannya system imun (yang tentu lebih kuat pada
infeksi sekunder), akan mengakibatkan pada berlebihannya response sitokin yang
mengakibatkan perubahan pada permeabilitas vaskuler. Selain itu, produk virus
seperti NS1 mungkin berperan dalam aktivasi komplemen dan permeabilitas vaskuler.
(WHO, 2011)
Tanda khas DSS adalah peningkatan permeabilitas vaskuler yang
mengakibatkan kebocoran plasma, volume intravascular yang menyusut dandisertai
dengan shock. Kebocoran plasma pada DSS unik karena kebocoran plasma yang
selektif terjadi pada rongga pleura dan peritoneal dan periode kebocoran yang relative
singkat (24-48 jam). Pemulihan yang cepat tanpa sekuel, serta tidak adanya tanda
inflamasi pada pleura dan peritoneum mengindikasikan bahwa terjadi perubahan
fungsional pada intergritas vaskuler, bukan kerusakan endotel sebagai penyebabnya.
(WHO, 2011)
Viral load yang lebih tinggi pada pasien DSS dibanding pasien DF telah
dibuktikan dalam berbagai studi. Level viral protein, NS1, juga lebih tinggi pada
pasien DSS. Derajat viral load berhubungan dengan keparahan penyakit misalnya
jumlah efusi pleura dan thrombositopenia, hal ini menunjukkan bahwa viral burden
adalah kunci penting dalam keparahan penyakit. (WHO, 2011)
Thrombositopenia adalah hal yang sangat khas pada penyakit DSS, namun
penyebab pasti nya belum sepenuhnya diketahui. Beberapa hipotesa telah dicetuskan
untuk menjelaskan mekanisme yang terjadi. Dalam hal ini, virus dengue bisa
mengurangi kemampuan proliferative bone marrow dengan menghambat fungsinya,
baik secara langsung maupun tak langsung. Terdapat bukti bahwa dengue virus bisa
memicu hypoplasia pada bone marrow saat fase akut. Selain itu infeksi virus dengue
mengakibatkan pemakaian platelet karena DIC (disseminated intravascular
coagulopathy), destruksi platelet karena peningkatan apoptosis, lysis oleh system
komplemen dan keterkaitan antiplatelet antibodies (elzinandes, 2015)

2.5 Tanda dan gejala


Temuan klinis yang dapat kita temukan pada pasien demam berdarah antara lain
adalah sebagai berikut: demam bifasik akut 2-7 hari, nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri perut,
mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.
Pada pemeriksaan fisik, kita dapat menemukan temuan berikut:
Tanda patognomonik untuk demam dengue
a. Suhu Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)

Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue


a. Suhu > 37,5 derajat celcius
b. Ptekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa
d. Rumple Leed (+)
e. Hepatomegali
f. Splenomegali
g. cari tanda kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan asites.
h.Hematemesis atau melena
(kemenkes, 2014)

2.6Kriteria Diagnosis
diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/pola pelana
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis atau purpura
3. Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain
4. Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
2. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
3. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau
hipoproteinemia
(Kemenkes, 2014)

2.7Derajat DHF

Derajat penyakit Dengue Hemorrhagic Fever diklasifikasikan dalam 4 derajat


yaitu sebagai berikut:

 Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu – satunya


menifestasi Perdarahan ialah dengan uji tourniquet
 Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain.
 Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu darah dengan adanya
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi, Sianosis pada sekitas mulut, disertai
kulit dingin dan dan anak tampak gelisah.
 Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat teraba dan
tekanan darah yang tidak dapat diukur.
(Kemenkes, 2014)

2.8 Penatalaksanaan
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian
1. Tersangka DBD
2. Demam Dengue
3. DBD grade I dan II
4. DBD grade III dna IV (DSS)
DBD grade I dan II
Medikamentosa
- Antipiretik, dianjurkan paracetamol bukan aspirin
- Diusahakan untuk tidak memberi obat yang tidak diperlukan untuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apadila terdapat perdarahan
saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan
- Antibiotic diberikan pada DBD ensefalopati
Suportif
- Mengatasi kehilangan plasma
- Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan
dari fase demam ke fase syok dengan baik
- Cairan intravena diperlukan bila
o Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi
o Nilai hematocrit meningkat pada pemeriksaan berkala
(IDAI, 2009)
DBD grade III dan IV
- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-
20 ml/kgbb secara bolus diberikan dalam 30 menit. Apabila syok belum
teratasi tetap berikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid 20-
30ml/kgbb/jam, maksimal 1500/hari.
- Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume
cairan diturunkan menjadi 7ml/kgbb/jam, selanjutnya 5ml, dan 3 ml apabila
tanda vital dan diuresis baik
- Jumlah urin 1ml/kgbb/jam merupakan indikasi sirkulasi membaik
- Pada umumnya cairan tidak perlu lagi diberikan 48 jam setelah syok teratasi
- Oksigan 2-4 lpm pada syok
- Koreksi asidosis metabolic dan electrolit imbalance jika ada
- Indikasi pemberian darah:
o Terdapat perdarahan secara klinis
o Setelah pemberian kristaloid dan koloid, syok menetap, hematocrit
turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgbb
o Apabila kadar hematocrit tetap >40 vol% maka berikan darah dalam
volume kecil
o Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi
gangguan koagulopati atau DIC pada syok berat
o Pemberian tranfusi suspensi trombosit pada DIC harus selalu disertai
plasma segar untuk mencegar perdarahan lebih hebat
(IDAI, 2009)
Kebutuhan cairan rumatanhallidaySegar
Berat Badan (Kg) Cairan Rumatan (volume)/24jam
10 100 cc/KgBB
10 – 20 1.000 + 50 cc/KgBB di atas 10 Kg
> 20 1.500 + 20 cc/KgBB di atas 20 Kg

2.9 Kriteria Rujukan dan Pemulangan


Kriteria rujukan
a. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
b. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/ jam kondisi belum
membaik.
c.Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang,
penurunan kesadaran, dan lainnya.
(Kemenkes, 2014)
Kriteria Pemulangan
a. tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
b. nafsu makan membaik
c. perbaikan keadaan umum
d. hematocrit stabil
e. tiga hari setelah syok teratasi
f. trombosit > 50.000/ml
g. tidak ada distress nafas
(IDAI, 2009)

2.10 Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini
tergantung dari derajat beratnya penyakit. (Kemenkes, 2014)
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : An. IA
Usia : 3 Tahun
No. RM : 736907
Alamat : Tulungagung
Tanggal MRS : 03 Agustus 2017 (06.15 WIB)
Tanggal Pemeriksaan : 03 Agustus 2017 (22.00 WIB)
Pembiayaan : Umum
B. Subjective:
 Anamnesis :
 Keluhan Utama :
Lemas disertai demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
 Riwayat Keluhan Sekarang:
Pasien anak perempuan 3 tahun dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada
tanggal 3 Agustus 2017 pukul 06.15 WIB. Pasien datang dengan kondisi
lemas. Kesadaran menurun, Menurut orang tua pasien mengalami demam
sejak 4 hari yang lalu, disertai keluhan mual dan muntah. Muntah berupa
makanan yang dikeluarkan, darah/warna kecoklatan (-). Nafsu makan
menurun, minum sedikit, serta rewel.Mimisan (-), gusi berdarah (-), sariawan
(-), bercak-bercak kemerahan di tangan dan kaki (-). BAB cair (+) sejak 3 hari
yang lalu, ampas (+) lendir (-), darah (-), BAB hitam (-), BAK (+) sedikit,
terakhir 10 jam yang lalu. Kejang(-)
 Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah menderita sakit yang sama sebelumnya
 Riwayat keluarga:
Riw. Kejang disangkal, Riw. Asma/alergi disangkal.
 Kondisi lingkungan sosial
Pasien merupakan anak pertama. Ayah bekerja berwiraswasta dan
ibu pasien seorang ibu rumah tangga.Rumah pasien bertempat pulau
Kalimantan, sekarang sedang berkunjung ke rumah nenek di
Tulungagung-jawa timur, kesehariannya pasien adalah anak yang aktif.
 Riwayat imunisasi:
Imunisasi dasar lengkap.

C. Obyektif
1. Pemeriksaan fisik
 BB :10 kg
 TB : tidak diukur
 Keadaan Umum : kesadaran menurun, gelisah.
 Kesadaran : Delirium
 GCS : E3-V3-M4
 Vital Sign :
o Tensi : 60/palpasi mmHg
o Suhu : 35,8 °C
o Nadi : 160x/menit, regular, lemah
o Nafas : 28 x/menit
 Kepala/leher :
o Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Sianosis (-), nafas
cuping hidung (-/-), mata cowong (-/-)
o pembesaran KGB (-), faring hiperemis (-), tonsil hiperemi(-),
kripte lebar (-), detritus (-)
 Thorax :
o Pulmo :
 Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
 Palpasi : Ekspansi dinding dada simetris
 Perkusi : Sonor/Sonor
 Auskultasi : Ves +/+, rh +/-, wh -/-
o Cor :
 Inspeksi : Batas jantung normal,
 Palpasi : Ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS 5,
 Perkusi : Ukuran jantung normal
 Auskultasi : Suara jantung 1-2 tunggal, murmur (-),
gallop (-)
 Abdomen :
o Inspeksi : perut terlihat distended
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Palpasi : hepar teraba, nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani
 Ekstremitas :
o Edema : tidak didapatkan
o Akral : dingin +/+

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemerksaan Labiratorium Tanggal 03 Agustus 2017 (06:29) IGD
PEMERIKSAAN HASIL PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 14.3 11.00 – 16.00 g/dL
Lekosit 7.000 4.000 - 11.000/ cmm
Hitung jenis
Neutrofil% 69.1 42 – 85
Limfosit% 22.2 11 – 49
Monosit% 2.5 0 – 9.0
Basofil% 2.4 0.0-2.0
Eosinofil 3.8 0-6
L; 0 – 15
LED -
P: 0 – 20 mm/jam
Trombosit 56.000 120.000 – 380.000/cmm
Hematokrit 44.1 L: 32 - 44%
Eritrosit 5.19 4,0 – 5,5 jt/cmm
MCV 85.0 80 – 97 um3
MCH 27.6 27 – 32 pg
MCHC 32.4 32 – 36 g/dL
PDW 20.30 9 – 17 %
MPV 8.20 5 - 10 um3
PCT 0.050 0.108-0.282 %
B. Pemerksaan Labiratorium Tanggal 03 Agustus 2017 (14.19 WIB) ICU
PEMERIKSAAN HASIL PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 14.7 11.00 – 16.00 g/dL
Lekosit 8.000 4.000 - 11.000/ cmm
Hitung jenis
Neutrofil% 69.9 42 – 85
Limfosit% 23.3 11 – 49
Monosit% 4.7 0 – 9.0
Basofil% 1.6 0.0-2.0
Eosinofil 0.5 0-6
L; 0 – 15
LED -
P: 0 – 20 mm/jam
Trombosit 38.000 120.000 – 380.000/cmm
Hematokrit 47.4 L: 32 - 44%
Eritrosit 5.66 4,0 – 5,5 jt/cmm
MCV 83.7 80 – 97 um3
MCH 26.5 27 – 32 pg
MCHC 31.6 32 – 36 g/dL
PDW 18.50 9 – 17 %
MPV 11.10 5 - 10 um3
PCT 0.040 0.108-0.282 %

D. Problem List
Subyektif
1. Pasien datang dengan kondisi lemah, gelisah dan kesadaran menurun
2. Riwayat demam sejak 4 hari sebelum dibawa ke RSBhayangkara
Tulungagung
4. Nafsu makan menurun
5. Mual (-), Muntah (+) 1x
Obyektif
1. KU lemah
2. Kesadaran Delirium
3. GCS E3V3M4
4. Tensi 60/palpasi
5. nadi 160x/menit, regular, lemah
6. rr 28x/menit
7. Suhu 35,8 C
8. Abdomen distended
9. HB 14,7/dL
10. Trombosit 38.000 /cmm, dan
11. Hematokrit 47,4%

E. Assesment :
Dengue Shock Syndrome

E. Planning:
 Planning Dx : DL serial
 Planning Terapi di IGD (06.15) :
o O2 Nasal 4 Lpm
o Infus loading RL 200cc dalam 2 jam lanjut RL 15 tpm
o Inj. Cefotaxime 3x300mg (IV)
o Inj. xylomidon ½ amp.
 Infus sanmol 55 mg 3x1
 Planning Monitoring :
o Keluhan subjektif
o Keadaan umum dan Kesadaran
o Observasi TTV/6 jam, produksi urine,termoregulasi (kompres air biasa
bila panas >38°C, air hangat bila panas > 39°C)
 Edukasi:
Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan
penyakitnya, menjelaskan mengenai tatalaksanana yang akan dilakukan,
serta menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi.
FOLLOW UP

3 Agustus 2017
Subjective Objective Assassment Planning
Panas 4 hari N : 90 x/menit Obs Febris IVFD RL loading 200cc
sebelum masuk RR : 20 x/menit hari ke 4 dlm 2 jam -> RL 15 tpm
rumah sakit, diare S : 38.1º C Inj Cefotaxim 3x300mg IV
1x, muntah (+), Kes : menurun Inj Xilo Kalmet 0.3cc K/P
mual (-) Paru : vesikuler +/+, IM
Rh -/-, Wh -/-
Jantung : BJ 1 & 2 Terapi dr. Sudjito, Sp. A
reguler teratur Terapi dilanjutkan
Abd : supel, BU (+) Ekstra Kalmet 0.5cc
Eks : akral dingin Jika kondisi tetap -> terapi
diulang
Masuk ICU

Jam Tindakan
07:00 Pasien dari IGD masuk dengan kesadaran menurun,somnolen (+), N: 120
x/menit, S: 37.9ºC, akral dingin, pasang O2 4L/menit
09:00 Observasi TTV, TD: 90/60 mmHg, N: 160 x/menit, S: 36.7ºC. Lapor
dr.Sudjito, Sp. A -> pasien dipuasakan, terapi dilanjutkan
11:00 dr. Sudjito, Sp. A visit -> darah lengkap serial pagi dan sore
12:00 TTV, TD: 90/60 mmHg, N: 160 x/menit, S: 36ºC
S: keluarga mengetahui anaknya masih mual, panas (-), S: 36ºC
O: K/U lemah, rewel (+), mual (+), kembung (+)
A: Syok Hipovolemik
P: Observasi TTV, K/U (keadaan umum), terapi dilanjutkan
14:30 Observasi TD: 90/50 mmHg, N: 172 x/menit, S: 36ºC, K/U: lemah, akral
dingin, monitor (+), O2 (+)
15:15 Pasang surflo (+)
15:30 Memasukkan obat injeksi
16:00 Mual (+), muntah (+), cek darah lengkap (+), BAB hitam (+)
16:30 TD: 60 /palpasi, N: 190 x/menit, S: 35ºC
17:30 TD 90 /palpasi, N: 160 x/menit
18:00 TD: 100 /palpasi, N: 140 x/menit
20:00 S: Gelisah
O: TD: 100/70 mmHg, N: 150 x/menit, S: 36ºC, K/U lemah, rewel (+),
nangis keras (+), mual berkurang, muntah berkurang, kembung berkurang
A: Syok Hipovolemik
P: Infus RL 15 tpm, intervensi dilanjutkan
21:00 Observasi K/U lemah, akral dingin (+), saturasi O2 menurun, TD: 60 /palpasi,
N: 170 x/menit. Pasang O2 NRB (+), ganti O2 isi ± 2000 ltr.
21:30 konsul dr. Sudjito, Sp. A via telepon (Tidak di angkat)
23:30 Saturasi O2 menurun, TD: 110 /palpasi
24:00 Observasi TD: 60 /palpasi
02:00 Observasi TD: 60 /palpasi
04:00 Observasi TD: 60 /palpasi
04:20 Saturasi menurun, nadi menurun -> lapor dokter jaga
04:30 Nadi tidak teraba -> RJP 2 siklus
04:40 Pasien dinyatakan meninggal dunia
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. 2009. Guidelines for diagnosis, treatment, prevention


and control. Diakses dari
http://www.who.int/tdr/publications/documents/dengue-diagnosis.pdf pada
tanggal 11 Maret 2016
World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and
control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Diakses dari
http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf pada tanggal 11 Maret 2016
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Diakses dari
http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf pada tanggal 11 maret
2016
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. PANDUAN PRAKTIK KLINIS
BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER.
Diakses dari http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2015/01/Buku-
Panduan-Praktik-Klinis-Bagi-Dokter-di-Fasilitas-Pelayanan-Kesehatan-
Primer.edit-min.pdf pada tanggal 11 maret 2016
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buletin
Jendela Epidemiologi. Diakses dari
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
dbd.pdf pada tanggal 11 maret 2016
Hartoyo, Edi. 2008. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Diakses
dari http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-1.pdf pada tanggal 11 maret 2016

You might also like