Professional Documents
Culture Documents
Laporan Tutorial
Laporan Tutorial
SKENARIO C BLOK 14
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang
berjudul “Laporan Tutorial Skenario C Blok 14” sebagai tugas kompetensi
kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang.
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran
diskusi tutorial,
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Tuhan.
Kelompok B3
ii
DAFTAR ISI
Skenario .............................................................................................................. 5
iii
KEGIATAN DISKUSI
13.00-15.30 WIB
4
SKENARIO C BLOK 14 TAHUN 2018
Maya, anak perempuan usia 2 tahun, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan
batuk dan sukar bernapas disertai demam sejak dua hari yang lalu, dan hari ini
keluahannya bertambah berat.
Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis, RR: 60x/menit,
nadi: 110x/menit, regular, suhu: 39oc, panjang badan: 85 cm, berat badan: 12 kg,
saturasi oksigen 90%.
Keadaan spesifik:
Informasi tambahan: tidak ada riwayat atopi dalam keluarga, anak tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI eksklusif.
Pemeriksaan laboratorium:
HB: 11,1 gr/dl, Ht: 34 vol%, leukosit: 25.000mm3, LED: 25 mm/jam, trombosit:
280.000/mm3, hitung jenis: 02/1/80/14/3, CRP: 24
Pemeriksaan radiologi:
5
I. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Klarifikasi
1. Sukar bernapas Keadaan diaman seseorang mengalami
kesulitan untuk bernapas.
6
13. Suara napas Suara napas normal yang berasa dari
vesicular alveoli.
7
I. IDENTIFIKASI MASALAH
8
III. ANALISIS MASALAH
9
alveoli, sel-sel darah putih dan PMN masuk ke alveolus menyebabkan
penumpukan eksudat yang akan meningkatkan sawar antara alveolus dan
pembuluh darah sehingga oksigen dalam arteri menurun, karbondioksida
terlarut dalam darah meningkat dan menyebabkan ukar bernapas
10
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan
untuk memperbaiki mucocilliary clearance.
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi
oksigen.
2. Pemeriksaan fisis:
Keadaan spesifik:
11
Kompos mentis Kompos Normal
Kesadaran
mentis
60x/menit 20-50x/menit Takipnea
RR
110x/menit, 80- Normal
Nadi
reguler 130x/menit,
reguler
39ºC 36-37,5 ºC Febris
Suhu
85 cm 83,2-89,6 cm Normal
Panjang badan
12 kg (86,4)
Berat badan
10,2-13 kg
(11,5)
Normal Simetris
Inspeksi: Simetris
Tidak normal Tidak ada retraksi
Inspeksi: Retraksi intercostals
Normal Stem fremitus
Palpasi: Stem fremitus kiri=kanan
kiri=kanan
12
Tidak normal Tidak ada
Auskultasi: Peningkatan suara
peningkatan
vesikuler
Tidak normal Tidak ada ronki
Auskultasi: Ronki basah halus nyaring
Normal Wheezing (-)
Auskultasi: Tidak terdengar wheezing
Suhu: 39 oc
Agen infeksi pengeluaran sistem imun tubuh (leukosit sel T, sel
edhothelial, dl) Pengeluaran sitokin (IL-1, IL-6, TNF, ifns)
peningkatan rangsangan sel endothelial hypothalamus anterior
peningkatan asam arakidonat pengeluaran prostaglandin berlebih
peningkatan set point hipotalamus demam.
13
prostaglandin) + Degranulasi sel mast mengaktifkan jalur komplemen
Komplemen + histamindan prostaglandin otot polos vaskuler paru
lemas Permeabilitas kapiler paru ↑ perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida
↑ gangguan ventilasi peningkatan usaha bernafas Nafas cuping
hidung
14
vibrasi akan berkurang.Stem fremitus sama kiri dan kanan karena infeksi
terjadi di kedua lobus paru. Stem fremitus meningkat pada sisi yang sakit.
15
Jawab :
Diagnosis pneumonia berat berdasarkan febris, takipnea, dan retraksi
dinding dada. Pembagian derajat berat pneumonia berdasarkan klasifikasi
pneumonia oleh WHO, yaitu pneumonia sangat berat bila didapatkan
takipnea, tarikan dinding dada, dan terdapat tanda bahaya (sianosis sentral,
distres napas berat seperti head nodding dan tidak dapat minum), sedangkan
pneumonia berat yaitu takipnea disertai tarikan dinding dada. Kriteria napas
cepat yaitu laju pernapasan ≥60x/menit pada bayi <2 bulan, ≥50x/menit
pada bayi 2–11 bulan, dan ≥40x/menit pada anak berusia 1–5 tahun.
16
2. Suara nafas tambahan
a. Ronchi : Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama :
ekspirasi.
Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit
akibat obstruksi napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema,
atau tumor.
Contoh : suara ngorok.
17
saat ekspirasi, dapat terdengar tanpa menggunakan stetoskop,
bunyinya ditemukan pada lokasi saluran napas atas (laring) atau
trakea, disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran napas
tersebut.
d. Pleura Visceral : Adalah suara tambahan yang timbul akibat
terjadinya peradangan pada pleura sehingga permukaan pleura
menjadi kasar.
Karakter suara : kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura.
Terdengar selama : akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak
dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar sangat baik pada
permukaan anterior lateral bawah toraks.
e. Crackles : Adalah bunyi yang berlainan, non kontinu akibat
penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup.
Terdengar selama : inspirasi.
3. Informasi tambahan: tidak ada riwayat atopi dalam keluarga, anak tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat asi eksklusif.
18
Sedangkan makna dari anak tidak mendapatkan imunisasi dan ASI ekslusif
merupakan faktor risiko bagi anak untuk menderita pneumonia.
c. Bagaimana dampak jika anak tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak
imunisasi ?
Jawab :
19
Jika tidak ASI eksklusif maka akan bertambahnya kerentanan
terhadap penyakit (baik anak maupun ibu)
Dengan menyusui, dapat mencegah 1/3 kejadian infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA), kejadian diare dapat turun 50%, dan penyakit usus parah pada
bayi premature dapat berkurang kejadiannya sebanyak 58%. Pada ibu,
risiko kanker payudara juga dapat menurun 6-10%.
Jika anak tidak mendapatkan imunisasi sama sekali, anak akan berisiko
terkena penyakit-penyakit dan bisa menyebabkan kematian pada anak.
Sistem kekebalan tubuh pada anak yang tidak mendapat imunisasi tidak
sekuat anak yang diberi imunisasi, tubuh tidak mengenali virus penyakit
yang masuk ke tubuh sehingga tidak bisa melawannya, ini membuat anak
rentan terhadap penyakit. Jika anak yang tidak diimunisasi ini menderita
sakit, ia juga dapat menularkannya ke orang sekitarnya sehingga juga
membahayakan orang lain.
4. Pemeriksaan laboratorium:
20
Normalnya: 250.000- Normal
trombosit:
600.000/mm3
3
280.000/mm
Normalnya: Abnormal (batang,
hitung jenis:
- Basofil: 0-1 segmen, limfosit)
0/2/1/80/14/3
- Eosinofil: 0-3
- Batang: 5-11
- Segmen: 15-35
- Limfosit: 45-76
- Monosit: 3-6
Normalnya: <5 Abnormal
CRP: 24
Leukosit: 25.000/mm3
Ada dua tipe leukosit pada umumnya, yaitu fagosit yang bertugas
memakan organisme yang masuk ke dalam tubuh dan limfosit yang
bertugas mengingat dan mengenali yang masuk ke dalam tubuh serta
membantu tubuh menghancurkan mereka. Sedangkan sel lainnya
adalah netrofil, yang bertugas melawan bakteri. Jika kadar netrofil
meningkat, maka bisa jadi ada suatu infeksi bakteri di dalamnya.
Adanya infeksi tubuh memfagositosis bakteri tersebut
leukositosis.
LED: 25 mm/jam
21
mensintesi protein fase akut seperti C-reactive protein dan fibrinogen
yang berfungsi sebagai opsonin (antibodi yang bersifat merangsang
leukosit untuk menyerang antigen atau kuman) non spesifik pada proses
fagositosis bakteri.
22
Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh
makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta
meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin
akan menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular
pada tempat infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi
sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek
samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri tersebut.
Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Selain
itu dirilisnya IL-8 akan merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi lebih banyak neutrophil dengan cara mempercepat proses
pematangan di setiap fasenya (shift to the right). Untuk itu, precursor
pembentukan leukosit akan diutamakan dalam pembentukan leukosit
fase akut sehingga limfosit yang lebih berperan dalam fase kronis
menurun. Maka dari itu, pada kasus ditemui neutrofilia dan limfopenia.
CRP: 24
Trauma atau infeksi pada jaringan mengakibatkan terjadinya
serangkaian reaksi dengan tujuan mencegah kerusakan jaringan lebih
lanjut dan mengaktifkan proses perbaikan. Rangkaian proses tersebut
disebut proses inflamasi dan reaksi yang mengawali adalah suatu
respon fase akut. Sel yang mengawali proses inflamasi pada umumnya
adalah sel makrofag dan sel monosit. Sel tersebut melepaskan sitokin
seperti IL1 dan TNF yang akan mengontrol migrasi leukosit masuk ke
dalam jaringan dan menimbulkan proses inflamasi, sehingga terjadi
demam dan leukositosis. Inflamasi tersebut juga akan mempengaruhi
aktivitas hati. Sitokin pro inflamasi seperti IL1 dan TNF merangsang
sel hepatosit untuk meningkatkan produksi protein fase akut seperti
CRP dan serum protein amiloid A. Protein tersebut merefleksikan
proses inflamasi sehingga terjadi peningkatan sampai 1000 kali dari
kadar normal.
23
Jawab :
CRP Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai
respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi
merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury.
Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya
inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga
pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi
adanya inflamasi/infeksi akut
5. Pemeriksaan radiologi:
24
25
V. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN
26
VI. SINTESIS
Anatomi
kurangan oksigen (O2) dan oksigen yang berada di luar tubuh dihirup atau
diinspirasi ke dalam tubuh melalui organ pernafasan. Begitu juga sebaliknya, ketika
tubuh kelebihan karbondioksida (CO2) maka sistem pernafasan dalam tubuh
mengeluarkan karbondioksida dengan menghembuskan nafas atau diekspirasi
sehingga terjadi keseimbangan antara O2 dan CO2 di dalam tubuh.
Sistem pernafasan terdiri atas dua bagian, yaitu :
1. Pernafasan Bagian Atas
Terdiri atas :
a. Hidung
27
Hidung merupakan organ tubuh yang salah satu fungsinya sebagai alat pernafasan.
Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju rongga hidung.
Dinding rongga hidung dilapisi oleh mukosa respirasi serta epitel batang, bersilia,
dan berlapis semu.
Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang berambut dan berfungsi
menyaring partikel-partikel asing yang berukuran besar agar tidak masuk saluran
pernafasan bagian bawah. Selain itu, terdapat kantung nasokrimalis yang
mengubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata. Mukosa olfaktori
berada pada bagian paliang atas nasal cavity. Mukosa pernafasan berada pada
bagian nasal cavity yang terbentuk oleh pseudostratified ciliated columnar epithe-
lium dengan goblet cells (yang memproduksi mucus).
Nasal Cavity dibagi menjadi 3 regio, yaitu :
1. Vestibula = area yang mengelilingi bagian luar yang terbuka pada nasal cavity
2. Respiratory = bagian yang terbesar dan dilapisi oleh ciliated psudeostratified
epitelium.
3. Olfaktori = berlokasi pada apex dari nasal cavity. Ini diapisi oleh sel olfaktori
dengan reseptor olfaktori
28
b. Sinus Paranasal
c. Faring
29
Faring atau tenggorok adalah tuba muskular yang terletak posterior rongga nasal
dan oral di anterior vertebra servikalis, Faring dapat dibagi menjadi tiga segmen
nasofaring, orofaring dan laringofaring.
1. Nasofaring adalah bagian teratas dibelakang rongga nasal.
2. Orofaring
- Berfungsi untuk menampung udara dari nasa faring dan makanan dari mulut
- Terdapat tonsil palatina dan tonsil lingualis
3. Laringo Faring
- Bagian terbawah faring yang berhubungandengan esofagus dan pita suara di trachea
- Berfungsi pada proses menelan dan respirasi
- Terletak pada bagian depan laring dan belakang trachea
d. Laring
30
Laring terletak diantara faring dan trakhea. Merupakan pangkal dari tenggorokan
(trakea) yang tersusun atas tulang rawan berupa lempengan dan membentuk
struktur jakun. Di atas larynx terdapat katup (epiglotis) yang akan menutup saat
menelan. Katup berfungsi mencegah makanan dan minuman masuk ke saluran
pernapasan.
31
c) Epiglottis atau kartilago epiglotik adalah kartilago paling atas, bentuknya seperti
lidah dan keseluruhannya dilaisi oleh membrane mukosa
Setelah melalui tenggorokan, udara masuk ke batang tenggorok atau trachea, dari
sana diteruskan ke saluran yang bernama bronchus. Bronchus ini terdiri dari
beberapa tingkat percabangan dan akhirnya berhubungan dengan alveolus di paru-
paru.
32
- Menghubungkan larynx dengan brochus
- Perjalanan : trakea berawal setinggi kartilago krikoid di leher (C6) dan berakhir
setinggi angulus ludovici (T4/5) dimana terjadi bifurkasio menjadi bronki utama
dekstra dan sinistra. -struktur : trakea adalah stuktur fibroelastik yang kaku.
Kartilago hialin berbentuk setengah cincin yang saling menyambung
mempertahankan bentuk lumwn trakea. Bagian dalam trakea dibatasi oleh epitel
kolumnar bersilia.
- Batas-batas : dibelakang trakea berjalan esofagus. Cincin trakea ke-2, ke-3 dan ke-
4 dileawati oleh istmus tiroid di sebelah anterior.
- Pasokan darah : trakea menerima pasokan darah dari cabang-cabang aa. Tiroidea
inferior dan bronkial.
b. Bronkus & bronkiolus
Bronkus :
Bronchus primarius dextra dan sinistra :
- Keduanya dipisahkan oleh carina- T6
Bronchus primarius dextra
- Lebih besar, lebih pendek, lebih vertikal dibanding bronchus primarius sinistra
Kedua bronchus primarius :
- Berjalan menuju hilus pada facies mediastinalis pulmo.
33
- Tempat pembuluh darah syaraf dan pembuluh limfa serta bronchus masuk ke paru-
paru.
Bronciolus :
Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus. Saluran ini lebih halus dan
dindingnya lebih tipis. Bronkiolus sinistra berjumlah 2, sedangkan bronkiolus
dextra berjumlah 3. Percabangan ini membentuk cabang yang lebih halus seperti
pembuluh.
b. Paru-paru
Paru-paru memiliki
area permukaan
alveolar kurang
lebih seluas 40m2
untuk pertukaran
udara. Tiap paru
memiliki apeks
yang mencapai
ujung sternal kosta
ke-1 ; permukaan kostovertebral yang melapisi dinding dada ; basis yang terletak
diatas diagfragma dan permukaan mediastina yang menempel dan membentuk
struktur mediastinal disebelahnya.
Struktur : paru kanan terbagi menjadi lobus atas,tengan dan bawah oleh fisura
oblikus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fisura oblikus sehingga tidak ada
34
lobus tengah. Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus
tengah kanan. Namun, secara anatomis lingula merupakan bagian dari lobus atas
kiri.
c. Dada, diagframa & pleura
Pleura terdiri dari 2 lapisan :
lapisan viseralis yang lekat
pada paru dan lapisan
parientalis yang membatasi
aspek terdalam dinding dada,
diagframa, serta sisi
perikardium dan mediastinum
Pada hilus paru kedua lapisan
leura ini berhubungan.
Hubungan ini bergantung longgar diatas hilus dan disebut ligamentum pulmonale.
Adanya ligamentum ini memungkinkan peregangan vv. Pulmonalis dan pergerakan
struktur hilus selama respirasi. Rongga pleur mengandung sedikit cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.
Udara bisa masuk ke rongga pleura bila terjadi fraktur kosta atau robekan paru
(pneumotoraks). Kejadian ini akan menghilangkan tekanan negatif pleura normal,
sehingga menyebabkan kolaps pleura.
35
Bagian ekstrapulmoner, yang meliputi trakea, bronkus, dan bronkioles yang
lebih besar, dilapisi oleh epitel bersilia pseudostratified berbeda yang mengandung
banyak sel goblet. Sebagai jalan masuk memasuki paru-paru, bronkus mengalami
percabangan yang luas dan diameternya menjadi semakin kecil. Ada juga
penurunan bertahap pada ketinggian lapisan epitelium, jumlah silia, dan jumlah
sel goblet di tubulus ini. Bronkiolus mewakili bagian terminal dari jalur konduksi.
Saluran ini membentuk bronkiolus respiratorik, yang mewakili zona transisi antara
bagian penghantar dan bagian pernapasan.
Bagian pernapasan terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alveolar,
kantung alveolar, dan alveoli. Pertukaran gas di paru-paru terjadi di alveoli, ruang
udara terminal dari sistem pernapasan. Di alveoli, sel goblet tidak ada dan lapisan
epitel adalah skuamosa selapis yang tipis.
1. Mukosa Olfaktorius dan Konka Superior
Mukosa penciuman terletak di atap rongga hidung, di setiap sisi septum yang
membelah, dan pada permukaan concha superior (1), salah satu rak tulang di rongga
hidung.
Epitel olfaktori (2, 6) (lihat Gambar 15.2 dan 15.3) adalah khusus untuk
penerimaan bau. Akibatnya, nampak berbeda dari epitelium pernapasan. Epitel
olfaktori (2, 6) adalah epitel kolumnar tinggi berlapis semu tanpa sel goblet dan
tanpa silia motil, berbeda dengan epitel pernapasan.
Lamina propria yang mendasari mengandung kelenjar olfaktori tubuloacinar
(Bowman's branch) (4, 5). Kelenjar ini menghasilkan sekret serosa, berbeda dengan
lendir campuran dan sekret serosa yang diproduksi oleh kelenjar di bagian rongga
hidung lainnya. Saraf-saraf kecil yang terletak di lamina propria adalah nervus
olfactorius(3, 7). Saraf penciuman (3, 7) mewakili aksis aferen agregat yang
meninggalkan sel-sel olfaktori dan berlanjut ke rongga kranium, di mana mereka
bersinaps di saraf olfaktori (tengkorak).
36
2. Epiglotis
Epiglotis adalah bagian sebelah atas laring yang menonjol ke atas dari dinding
anterior laring. Struktur ini memiliki permukaan lingual dan laringeal.
Tulang rawan elastic ditengah epiglottis (3) membentuk kerangka epiglotis.
Mukosa lingualis (2) (sisi anterior) dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis tak
berkeratin (1). Lamina propria yang dibawahnya menyatu dengan jaringan ikat
perichondrium (4) dari tulang rawan elastik epiglotis (3).
Mukosa lingualis (2) dengan epitel skuamosa berlapisnya (1) menutupi apex
epiglotis dan sekitar separuh dari mukosa laringealis (7) (sisi posterior) .Pada
37
pangkal epiglotis pada permukaan laringeal (7), lapisan epitel skuamosa berlapis
(1) berubag menjadi epitel kolumnar semua bersilia (8). Terletak di bawah epitel
didalam lamina propria (6) pada sisi laringeal (7) dari epiglotis terdapat kalenjar
seromukosa (6) tubuloasinus. Selain lidah, kuncup kecap (5)) dan nodulus limfatik
soliter dapat ditemukan pada epitel lingualis (2) atau epitel laringealis (7).
3. Larynx
Gambar ini mengilustrasikan bagian vertikal melalui setengah bagian laring.
Plika vokalis atau pita suara(superior) palsu (9), juga disebut pita suara, dilapisi
oleh mukosa yang bersambung dengan permukaan posterior epiglotis. Seperti pada
epiglotis, plika vokalis palsu (9) dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis semu bersilia
(7) dengan sel goblet. Dalam lamina propria (3) ditemukan banyak kelenjar
seromus (8). Duktus ekskretoris dari kelenjar campuran ini (8) bermuara ke
permukaan epitel (7). Dimana pada lamina propria (3) lipatan vocal semu (9) juga
teerdapat banyak nodul limfatik (2), pembuluh darah (1), dan sel adiposa (1).
38
Ventrikel (10) adalah cekungan dan ressesus dalam yang memisahkan plika
vokalis (superior) palsu (9) dari plica vokal (inferior) yang sejati (11-13). Mukosa
di dinding ventrikel (10) mirip dengan yang ada pada pita suara palsu (9). Nodul
limfatik (2) lebih banyak di daerah ini dan kadang-kadang disebut "tonsil laring."
Lamina propria (3) menyatu dengan perichondrium (5) dari tulang rawan tiroid
hialin (4). Tidak ada submukosa yang berbeda. Dinding bawah ventrikel (10)
membuat transisi ke lipatan vokalis yang sebenarnya (11-13).
Mukosa plica vokalis yang sejati (11-13) dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis
nonkeratinized (11) dan lamina propria yang tipis dan padat tanpa kelenjar, jaringan
limfatik, atau pembuluh darah. Pada puncak lipatan vokalis sebenarnya adalah
ligamentum vokalis (12) dengan serat elastis padat yang meluas ke lamina propria
yang berdekatan dan otot vokalis skeletal (13). Otot thyroarytenoid skelet dan
kartilago tiroid (4) merupakan dinding yang tersisa. Epitel di laring bawah berubah
menjadi epitel kolumnar bersilia pseudostratified (15), dan lamina propria
mengandung kelenjar seromus campuran (14). Kartilago hialin krikoid (6) adalah
tulang rawan laring paling bawah.
4. Trakea
39
Suatu potongan dari dinding trakea antara kartilago hialin (1) dan epitel selubung
kolom berlapis semu bersilia (8) dengan sel goblet (10) diilustrasikan pada
perbesaran yang lebih tinggi. Membran basal tipis (9) memisahkan lapisan
epitelium (8) dari lamina propria (11). Di bawah lamina propria (11) adalah jaringan
ikat submukosa (6), di mana ditemukan kelenjar seromukosa trakea (3) Asinus
mukosa kalenjar seromukosa trakea (3) dikelilingi oleh satu demiluna serous (Sel
serousa yang berbentuk sabit) (7) Duktus ekskretoris (5) kelenjar trakea (3) dilapisi
oleh epitel kuboid selapis menembus lamina propria (11) ke permukaan epitel (8).
Tulang rawan hialin yang berdekatan (1) dikelilingi oleh jaringan ikat
perichondrium (2). Kondrosit di lacuna (4) yang berukuran lebih besar dan yang
terletak di anterior kartilago hialin
(1) secara progresif menjadi semakin gepeng kearah perichondrium (2), yang secara
bertahap menyatu dengan jaringan ikat submukosadi sekitarnya (6). Arteriole dan
venula (12) memasok jaringan ikat submukosa (6) dan lamina propria (11).
40
5. Paru
41
Ketika bronkus intrapulmonal (5) bercabang menjadi bronkiolus dan bronkus
yang lebih tinggi kecil, tinggi epitel dan tulang rawan disekitar bronkus juga
berkurang hingga akhirnya tulang rawan hanya terliat kadang-kadang. Tulang
rawan lenyap dari bronkus ketika garis tengah lumen berkuuurang menjadi 1 mm.
Di bronkiolus (17), lumen dilapisi oleh sel epitel kolumnar berlapis semua
bersilia dengan sedikit sel goblet. Lumen mempunyai lipatan mukosa (18) akibat
kontrakasi lapisan otot polos (19) sekitar. Kalenjar dan tulang rawan bronkus tidak
lagi ditemukan, dan bronkiolus (17) diselubungi oleh adventisia (16). Dalam
gambar ini, satu nodulus limfatikus (15) dan satu vena (15) disebelah adventisia
(16) menyertai bronkiolus.
Bronkiolus terminalis (8,10) memperlihatkan lipatan mukosa (10) dan dilapisi
oleh epitel kolumnar bersilia yang tidak memiliki sel goblet. Bronkiolus terminalis
(8,10) ini dikelilingi oleh lapisan tipis lamina propria dan otot polos serta
adventisia.
Bronkiolus respiratorik (12,22) dengan kantong-kantong alveolus secara
langsung berhubungan dengan duktus alveolaris (13,20) dan alveolus (23). Di
bronkiolus respiratorik epitelnya kolumnar rendah atau kuboid, dengan mungkin
bersilia dibagian proximal saluran. Suatu lapisan tipis jaringan ikat menopang otot
polos, serat elastic lamina propria dan pembuluh darah penyerta. Alveolus di
didinding bronkiolus respiratorik tampak sebagai evaginasi kecil.
Setiap bronkiolus respiratorik bercabang menjadi beberapa duktus alveolaris.
Dinding duktus alveolaris dilapisi oleh alveolus yang bermuara langsung ke duktus
alveolaris. Kelompok alveolus yang mengelilingi dan bermuara ke duktus
alveolaris disebut kantong alveolus (sulkus alveolaris) (24). Dalam gambar ini,
bidang potongan berjalan dari bronkiolus terminal (8) kebronkiolus respiratorik dan
ke duktus alveolaris.
a. Bronkus Intrapulmonal (Potongan Transversal)
42
b. Bronkus Terminal (Potongan Transversal)
43
d. Dinding Alveolus dan Sel Alveolus
Beda saluran nafas pada anak-anak dan bayi dengan saluran nafas orang dewasa:
1. Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang
kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot interkostalis yang
belum sempurna menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
2. Saluran nafas
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dewasa. Besar trakea neonatus
sekitar 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa. Akan tetapi bila terjadi
sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran
pernafasan sekitar 75%.
44
3. Alveoli
3.) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlahnya yang bisa
dicapai untuk semua bagian.
4.) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler, karbondioksida lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.
45
Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin)
mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat
lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan
oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi
yaitu karbondioksida. Perubahan – perubahan berikut terjadi dalam komposisi
udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan interna
atau pernafasan jaringan.
Udara (atmosfer) yang dihirup:
Oksigen : 20%
Karbondioksida : 0-0,4%
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan
kelembaban atmosfer.
Nitrogen :79%
Oksigen :16%
Karbondioksida :4-0,4%
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhunyang sama
dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan uadra yang
dikeluarkan ).
d. Pengendalian pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor uatam yaitu
kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat
46
pernafasan yang terletak didalam medulla oblongata, kalau dirangsang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui saraf spiralis ke otot pernafasan (
otot diafragma atau interkostalis).
1) Pengendalian oleh saraf
Pusat pernafasan adalah suatu pusat otomatik dalam medulla oblongata
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernafasan, melalui radik saraf sevikalis
diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi
ritmik pada otot diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira- kira 15 kali
setiap menit.
2.) Pengendalian secara kimia
Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi :
Frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam
sumsum sangat peka sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan,
karbondioksida adalah preduksi asam metabolisme dan bahan kimia yang asam ini
merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saarf yang bekerja atas
otot pernafasan.
e. Kecepatan pernafasan
Kecepatan pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan
kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi- istirahat –ekspirasi,
disebut juga pernafasan terbalik. Kecepatan normal setiap menit berdasarkan umur
:
Bayi prematur : 40 – 90x/menit
Neonatus : 30 – 80 x/menit
1 Tahun : 20- 40x/ menit
Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja
otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu
vertical. Kenaikan igaiga dan sternum, yang ditimbulkan oleh kontaksi otot
interkostalis, meluaskan romgga dada kedua sisi dari belakang ke depan. Paru yang
bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara
ditarik masuk kedalam saluran udara, otot interkostalis eksterna diberi peran
sebagai otot tambahan hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar. Pada ekspirasi,
47
udara dipaksa oleh pengendoran otot dan karena paru kempes kembali, disebakan
sifat elastis paru itu gerakan ini adalah proses pasif. Ketika pernafasan sangat kuat,
gerakan dada bertambah, otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan
sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak.
Bronkopneumonia
Diagnosis banding
Diagnosis Dyspnea Demam Batuk Rales sianosis Nasal retraksi Redup WBC
Banding berat tinggi produktif flare pada ↑
perkusi
Bronkopneu ++ + + + + + + + +
monia (ronki
basah
halus
nyaring)
48
Bronkitis + Demam + - - + jarang - +
akut ringan (wheezing)
Bronkiolilis ++ Demam + - + + + - +
akut ringan (wheezing) hipersonor
49
diagnosis kerja
bronkopneumonia
definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian
bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau
rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran
nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.
Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh
karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian
anak.
Bronkopneumonia yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpain pada anak-anak dan orang dewasa.
etiologi
50
o Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra
M.Nettina, 2001:628)
antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien
yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat
dalam mulut dank arena adanya pneumocystis crania, Mycoplasma. (Smeltzer
& Suzanne C, 2002: 572 dan Sandra M.Nettina, 2001:628).
Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.5
51
Streptococcus Haemophillus
pneumoniae influenzae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma
urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Sitomegalo
virus
52
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak.
Badan Penerbit IDAI. Jakarta:Cetakan Kedua;350-365 5
Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus
meliputi: Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi
selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,
pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan
penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang
yang mengandung asam lemak
epidemiologi
53
tahun adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun di negara berkembang dan 2-4
kasus/anak/tahun di negara maju. Pneumonia juga berkontribusi terhadap 14%
dari penyebab dari kematian anak di bawah 5 tahun (Rahajoe, Supriyatno, &
Setyanto, 2010).
Faktor epidemiologi
sangat berguna untuk
menentukan etiologi
pneumonia. Umur,
musim dalam setahun,
status imunisasi, dan
status kesehatan anak
sangat membantu dalam
menyempitkan daftar
penyebab yang
mungkin. Patogen viral
adalah penyebab
predominan dari infeksi
saluran nafas bawah
pada balita dan anak
yang kurang dari 5
tahun. Tidak seperti
bronkiolitis yang
puncak laju serangannya
adalah pada umur 1
tahun, puncak laju
serangan pneumonia
adalah pada umur 2-3
tahun, kemudian
berkurang setelahnya
(Kliegman et al, 2015).
54
faktor resiko
1. Faktor anak
• Umur
• Jenis kelamin
• Pemberian ASI
• Status gizi
• Status imunisasi
• Defisiensi vitamin A
• Pendidikan ibu
• Pengetahuan ibu
• Sosial ekonomi
3. Faktor lingkungan
• Kepadatan hunian
• Ventilasi rumah
pathogenesis
55
Traktus respiratorius bawah normalnya tetap dipertahankan steril oleh
mekanisme pertahanan fisiologis, termasuk eskalator mukosilier, sekresi
normal seperti IgA, dan pembersihan jalur nafas dengan batuk. Mekanisme
pertahanan imunologis dari paru yang membatasi invasi oleh organisme
patogenik termasuk makrofag yang terdapat pada alveoli dan bronkioli, IgA
sekretori, dan immunoglobulin lain.
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran sepanjang jalur nafas, yang
juga berhubungan dengan jejas langsung pada epitel respiratori yang
menyebabkan obstruksi jalur nafas yang berasal dari edema, sekresi abnormal,
dan debris seluler. Saluran nafas yang masih sempit dan kecil pada balita
menyebabkan balita lebih mudah untuk mengalami infeksi parah. Atalektasis,
edema interstisial, dan mismatch antara ventilasi-perfusi menyebabkan
hipoksemia yang dibarengi dengan obstruksi jalur nafas. Infeksi virus dari
traktus respiratorius juga dapat menjadi faktor predisposisi dari infeksi
sekunder dengan mengacaukan mekanisme pertahanan host, mengganggu
sekresi, dan mengubah flora bakterial.
56
pelibatan dari duktus limfatikus dan peningkatan kecendrungan keterlibatan
pleura.
Patofisiologi
57
maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Lobus dan lobulus yang
terkena menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
netrofil, eksudat, dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna
merah berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena
diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (7-11 hari). Disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan
eksudasi lisis. Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan
leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian
antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena
dapat diselamatkan.
Klasifikasi
c. Pneumonia aspirasi
58
Berdasarkan etiologi
a. Pneumonia bakterial/tipikal
b. Pneumonia atipikal
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial
a. Pneumonia ringan
b. Pneumonia berat
Adanya batuk atau kesulitan bernafas, ditambah minimal salah satu dari
hal berikut ini:
• Kepala terangguk-angguk
59
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
• Sianosis
60
c. Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi
manifestasi klinis
anamnesis
61
pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk.
Anak besar kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
62
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.
pemeriksaan laboratorium
pemeriksaan radiolog
63
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia
sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercakbercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan
pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan,
terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus
bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat
dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
64
(Sumber: Nelson Textbook of Pediatrics, 2003)
65
(Sumber: Nelson Textbook of Pediatrics, 2003)
Edukasi
Pencegahan Primer
66
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap
kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit
ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun
dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang
bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan
anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada
anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit
campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian
akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan
efektif, cakupan imunisasi mencapai 76%, namun laporan tahun l2004
menunjukkan penyakit campak masih menyerang 30 – 40 juta anak.
o Vaksin Pertusis
Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari. Penyakit
ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bakteria Bordetella
pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam program
imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri
dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian
masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak pertahun
o Vaksin Hib
67
belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi Hib.
Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara yang
belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini dimungkinkan karena harganya
yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib
diberikan kepada semua anak di negara berkembang
o Vaksin Pneumococcus
Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi
neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
Di samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu
mendapat perhatian.
Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan
polusi di luar ruangan.
Mengurangi kepadatan hunian rumah.
Pencegahan Sekunder
68
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah
orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit,
menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan
sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat
mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munculnya
penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita,
mengurangi kematian serta usaha. rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini
dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti
perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa:
Komplikasi
69
perikardiis) atau penyebaran bakteremia dan hematologis. Meningitis, artritis
supuratif, dan osteomyelitis adalah contoh komplikasi yang jarang dari
penyebaran secara hematologis.
70
berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang
mencapai 90%. Peneitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada
pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisiin dan kotrimoksazol dua kali
sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan
adalah 25 mg/kgBB, sedangakn kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20
mg/kgBB sulfametoksazol).
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumonia dan bakteri atipik.
2) Pneumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan beta-
laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap
beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotic lain seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang
ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi meskipun tidak ada studi control mengenai lama
terapi antibiotic yang optimal.
Pada neounatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus dimulai
sesefera mungkin. Oleh karena pada neonates dan bayi kecil sering terjadi
sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotic
spectrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid,
atau sefalosporin generiasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotic dapat
diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotic yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta-aktam dengan/atau tanpa klavulanat; pada kasus yang
lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid
baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak
demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotic oral dan
berobat jalan.
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotic
beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan
kloramfenikol. Feyzullah dkk. Melaporkan hasil perbandingan pemberian
71
antibiotic pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik
yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB
setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson
intravena (50 mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari,
dan ternyata memiliki efektifitas yang sama.
Akan tetapi, banyak penelitian melaporkan resistensi Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus influenza ―mikroorganisme paling penting
penyebab pneumonia pada anak― terhadap kloramfenikol.
Kriteria Rawat Inap
Bayi :
- Saturasi oksigen <92%,sianosis
- Frekuensi napas >60x/menit
- Distress pernapasan, apnea, intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menyusu
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak :
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >50x/menit
- Distress pernapasan
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana Umum
72
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan
untuk memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan
saturasi oksigen
Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotic
oral pada anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian
besar pathogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-
amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan
azitromisin
- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua
maka antibiotic golongan makrolid diberikan sebagai
pilihan pertama secara empiris pada anak >5 tahun
- Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan
makrolid atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang
tidak dapat menerima obat per oral (missal karena muntah)
atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
- Antibiotic intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan
cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika
terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotic intravena
73
prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai dari secara
dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan
kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan
kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlamat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
SKDI
SKDI 4A yaitu setelah lulus menjadi dokter mampu membuat diagnosis klinik
dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
ASI eksklusif
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,
air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,
bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2005).
2. Kandungan ASI
ASI mengandung banyak nutrisi, antar lain albumin, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel
darah putih, dengan porsi yang tepat dan seimbang. Komposisi ASI bersifat
74
spesifik pada tiap ibu, berubah dan berbeda dari waktu ke waktu yang
disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat itu (Roesli, 2005).
b. ASI transisi/peralihan
ASI peralihan keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang
matang. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak
makin tinggi dan volume akan makin meningkat. ASI ini keluar sejak hari ke-
4/ke-7 sampai hari ke-10/ke-14.
75
Lemak ASI mudah dicerna dan diserap bayi karena mengandung enzim lipase
yang mencerna lemak. Susu formula tidak mengandung enzim, sehingga bayi
kesulitan menyerap lemak susu formula.
Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang (omega-3, omega-6, DHA, dan
asam arakhidonat) suatu asam lemak esensial untuk myelinisasi saraf yang
penting untuk pertumbuhan otak. Lemak ini sedikit pada susu sapi.
f. Karbohidrat ASI
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula) dan kandungannya lebih banyak
dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar 20-30 % lebih banyak dari
susu sapi. Salah satu produk dari laktosa adalah galaktosa yang merupakan
makanan vital bagi jaringan otak yang sedang tumbuh.
g. Protein ASI
Protein utama ASI adalah whey (mudah dicerna), sedangkan protein utama susu
sapi adalah kasein (sukar dicerna). Rasio whey dan kasein dalam ASI adalah
60:40, sedangkan dalam susu sapi rasionya 20:80. ASI tentu lebih
menguntungkan bayi, karena whey lebih mudah dicerna dibanding kasein.
76
ASI juga mengandung lactoferin sebagai pengangkut zat besi dan sebagai sistem
imun usus bayi dari bakteri patogen. Laktoferin membiarkan flora
normal usus untuk tumbuh dan membunuh bakteri patogen. Zat imun lain dalam
ASI adalah suatu kelompok antibiotik alami yaitu lysosyme.
Protein istimewa lainnya yang hanya terdapat di ASI adalah taurine yang
diperlukan untuk pertumbuhan otak, susunan saraf, juga penting untuk
pertumbuhan retina. Susu sapi tidak mengandung taurine sama sekali.
ASI mengandung nutrien khusus yaitu taurin, laktosa dan asam lemak ikatan
panjang (DHA, AHA, omega-3, omega-6) yang diperlukan otak bayi agar
tumbuh optimal. Nutrien tersebut tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu
77
sapi. Oleh karena itu, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama
6 bulan akan optimal.
IMUNISASI
78
Jadwal imunisasi lengkap anak
79
VI. KERANGKA KONSEP
80
VII. KESIMPULAN
81
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Marcdante, Keren J. dan Robert M. Kliegman. 2014. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi Keenam. Jakarta: Elsevier.
Said M. 2008. Pneumonia. In : Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B. (eds).
Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age :
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society
and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-
630
82
Eroschenko, V. and Fiore, M. (2013). DiFiore's atlas of histology with functional
correlations. 12th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott
Williams & Wilkins.
Kliegman, R. M. et al (2015). Nelson Textbook of Pediatrics, 20th Ed. Philadelphia:
Elsevier.
Pudjiadi, A. H., et al. (2011). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Rahajoe, N., Supriyatno, B., & Setyanto, D. (2010). Buku Ajar Respirologi Anak
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Aru W, Sudoyoetal. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi
4.Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI. Jakarta
Suyono, Slamet ,dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
penerbit FKUI
83