You are on page 1of 83

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 14

Tutor : dr. Budi Santoso

Disusun oleh: Kelompok B3

Kelas Beta 2016

Miranti Adi Ningsih (04011181621008)


Oktavianti Wella Safitri (04011181621019)
Yorisda Septi Ayu (04011181621020)
Vezi (04011181621066)
Mutiah Fadilah (04011181621070)
Sisi Melansi (04011181621220)
Dyah Nur Chasanah (04011181621224)
Chindy Putri Oktrisna (04011281621103)
Fathur Afif Moulana (04011281621114)
Nadella Priscella (04011281621153)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang
berjudul “Laporan Tutorial Skenario C Blok 14” sebagai tugas kompetensi
kelompok.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,


bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur,
hormat, dan terima kasih kepada :

1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran
diskusi tutorial,

2. dr. Budi Santoso selaku tutor kelompok B3

3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2016

Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 11 April 2018

Kelompok B3

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................iii

Kegiatan Diskusi ................................................................................................ 4

Skenario .............................................................................................................. 5

I. Klarifikasi Istilah ..................................................................................... 6


II. Identifikasi Masalah ................................................................................ 8
III. Analisis Masalah ..................................................................................... 9
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan ............................................................ 21
V. Sintesis .................................................................................................. 22
VI. Kerangka Konsep ......................................................................................
VII. Kesimpulan................................................................................................

Daftar Pustaka .......................................................................................................

iii
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Budi Santoso

Moderator : Nadella Priscella


Sekretaris 1 : Yorisda Septi Ayu

Sekretaris 2 : Fathur Afif Moulana

Pelaksanaan : 9 dan 11 April 2018

13.00-15.30 WIB

Peraturan selama tutorial :

 Semua peserta wajib aktif dalam kegiatan diskusi

 Mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat.

 Menjawab dan menyampaikan pendapat apabila telah diizinkan


oleh moderator.

 Tidak langsung menyanggah pendapat orang lain.

 Tidak diperbolehkan mengoperasikan hp setelah tahap klarifikasi


istilah.

 Meminta izin terlebih dahulu dari moderator jika hendak keluar

4
SKENARIO C BLOK 14 TAHUN 2018

Maya, anak perempuan usia 2 tahun, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan
batuk dan sukar bernapas disertai demam sejak dua hari yang lalu, dan hari ini
keluahannya bertambah berat.

Pemeriksaan fisis:

Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis, RR: 60x/menit,
nadi: 110x/menit, regular, suhu: 39oc, panjang badan: 85 cm, berat badan: 12 kg,
saturasi oksigen 90%.

Keadaan spesifik:

Kepala: terdapat napas cuping hidung, tidak terdapat head bobbing.

Toraks: paru: inspeksi: simetris, retraksi intercostals, subcostal,

Palpasi: stem fermitus kiri=kanan,

Perkusi: redup pada basal kedua lapang paru,

Auskultasi: peningkatan suara napas vesicular, ronki basah halus


nyaring, tidak terdengar wheezing.

Pemeriksaan lain dalam batas normal

Informasi tambahan: tidak ada riwayat atopi dalam keluarga, anak tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI eksklusif.

Pemeriksaan laboratorium:

HB: 11,1 gr/dl, Ht: 34 vol%, leukosit: 25.000mm3, LED: 25 mm/jam, trombosit:
280.000/mm3, hitung jenis: 02/1/80/14/3, CRP: 24

Pemeriksaan radiologi:

Toraks AP: infiltrasi di parahilar kedua paru.

5
I. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Klarifikasi
1. Sukar bernapas Keadaan diaman seseorang mengalami
kesulitan untuk bernapas.

2. Napas cuping Kondisi dimana cuping hidung ikut


hidung bergerak pada saat bernapas akibat
adanya kesulitan bernapas.
3. Head bobbing Tanda gangguan pernapasan pada bayi
yang terjadi ketika bayi belum dapat otot
scalemi dan sternocleidomastoid untuk
membantu ventilasi yang menyebabkan
kepala bergoyang karena otot ekstensor
leher tidak cukup kuat untuk
menstabilkannya.
4. Saturasi oksigen Persentasi Hb yang berikatan dengan
oksigen dalam arteri dengan kadar
normal 95-100 %.

5. Stem fremitus Getaran suara pada dindng dada yang


teraba saat palpasi.

6. Wheezing Jenis bunyi continue seperti bersiul.

7. Ronki basah Bunyi tambahan yang terdengar tidak


(krepitasi) kontinu pada waktu inspirasi seperti
bunyi ranting bunyi yag terbakar,
disebabkan oleh adanya secret dalam
alveoli atau bronkiolus.
8. Retraksi Tertariknya otot-otot intrakostal,
interkostal subkostal, surasternal, akibat
meningkatnya pemakaian otot-otot leher
dan dada sebagai usaha untuk bernapas.
9. Batuk Ekpulsi udara dari dalam paru yang tiba-
tiba sambil mengelurakan suara berisik .
10. Sakit berat Keadaan dimana seseorang tidak mampu
melakukan aktifitas sehari-hari.
11. Imunisasi Pemberian reaktifitas imun spesifik pada
individu yang sebelumnya tidak imun
melalui pemberian sel limfoid
tersensitisasi/ serum dari indvidu yang
imun.
12. Atopi Predisposisi genetic untuk membentuk
reaksi hiper sensitivitas cepat terhadap
antigen lingkungan umum ( alergi atopik
).

6
13. Suara napas Suara napas normal yang berasa dari
vesicular alveoli.

14. ASI eksklusif Pemberian ASI saja selama 6 bulan


pertama tanpa makanan/minuman
tambahan lain.

15. Parahilar Terletak disebelah hilus paru.

16. CRP (protein c Suatu protein yang dihasilkan oleh hati


reaktif) terutama saat terjadi infeksi atau
inflamasi di dalam tubuh.

7
I. IDENTIFIKASI MASALAH

No. Masalah Concern


1. Maya, anak perempuan usia 2 tahun, dibawa ibunya
ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar bernapas
VV
disertai demam sejak dua hari yang lalu, dan hari ini
keluahannya bertambah berat.
2. Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran:
kompos mentis, RR: 60x/menit, nadi: 110x/menit,
regular, suhu: 39oC, panjang badan: 85 cm, berat
badan: 12 kg, saturasi oksigen 90%.
Keadaan spesifik:
Kepala: terdapat napas cuping hidung, tidak
terdapat head bobbing.
Toraks: paru: inspeksi: simetris, retraksi V
intercostals, subcostal,
palpasi: stem fermitus kiri=kanan,
perkusi: redup pada basal kedua
lapang paru,
auskultasi: peningkatan suara napas
vesicular, ronki basah halus nyaring,
tidak terdengar wheezing.
Pemeriksaan lain dalam batas normal
3. Informasi tambahan: tidak ada riwayat atopi dalam
keluarga, anak tidak mendapat imunisasi, tidak V
mendapat ASI eksklusif.
4. Pemeriksaan laboratorium:
HB: 11,1 gr/dl, Ht: 34 vol%, leukosit: 25.000mm3,
V
LED: 25 mm/jam, trombosit: 280.000/mm3, hitung
jenis: 02/1/80/14/3, CRP: 24
5. Pemeriksaan radiologi:
V
Toraks AP: infiltrasi di parahilar kedua paru.

8
III. ANALISIS MASALAH

1. Maya, anak perempuan usia 2 tahun, dibawa ibunya ke dokter dengan


keluhan batuk dan sukar bernapas disertai demam sejak dua hari yang lalu,
dan hari ini keluahannya bertambah berat.

a. Apa hubungan jenis kelamin, usia dengan keluhan ?


Jawab :
Menururt Depkes RI (2004), Anak-anak berusia 0-24 bulan rentan terkena
pneumonia dibandingkan yang di atas 2 tahun karena sistem imun yang
belum berkembang sempurna dan saluran napas yang relatif sempit. Selain
itu di tahun yang sama pula, pada program Pemberantasan Penyakit ISPA
(P2 ISPA), Depkes RI menyebutkan laki-laki adalah faktor risiko yang
mempengaruhi kesakitan pneumonia. Menurut Sunyananingkanto (2004),
risiko anak laki-laki cenderung menderita pneumonia 1,5 kali daripada anak
perempuan dikarenakan diameter saluran napas anak laki-laki lebih sempit
dan perbedaan daya tahan tubuh dengan anak perempuan.

b. Bagaimana mekanisme batuk ?


Jawab :
Benda asing/ iritan memasuki saluran nafas bawah lalu memberi impuls
aferen dari nervus vagus ke otak menyebabkan respon inspirasi 2,5 L udara
secara cepat kemudian epiglotis dan pita suara menutup untuk menahan
udara dalam paru. Otot abdomen berkontraksi mendorong diafragma serta
otot pernafasan (mis, m. intercostalis internus) juga berkontraksi, lalu pita
suara dan epiglotis membuka tiba-tiba sehingga udara bertekanan tinggi
keluar dari paru-paru dengan cepat disertai keluarnya iritan.

c. Bagaimana mekanisme sukar bernapas?


Jawab :
Infeksi alveolus merangsang makrofag alveolar mengeuarkan sitokin-
sitokin seperti TNF alfa, interferon, dan interleukin 1 serta 2 lalu
permeabilitas kapiler alveolus meningkat sehingga eksudat serosa masuk ke

9
alveoli, sel-sel darah putih dan PMN masuk ke alveolus menyebabkan
penumpukan eksudat yang akan meningkatkan sawar antara alveolus dan
pembuluh darah sehingga oksigen dalam arteri menurun, karbondioksida
terlarut dalam darah meningkat dan menyebabkan ukar bernapas

d. Bagaimana mekanisme demam ?


Jawab :
Infeksi  merangsang pengeluaran mediator inflamasi seperti IL-1, IL6,
dan TNF α  asam arakhidonat  sintesis prostaglandin  homeostasis
tubuh meningkatkan suhu tubuh dengan meningkatkan set point di
hipothalamus untuk melawan infeksi.

e. Mengapa keluhan bertambah berat ?


Jawab :
Ketika microorganisme masuk dan menginfeksi alveoli akan terjadi proses
peradangan yang meliputi 4 stadium. Waktu perjalananan antar stadium
berjalan cepat hanya dengan hitungan jam-hari, sehingga ketika kondisi ini
tidak segera ditangani maka eksudat serosa yang masuk ke alveoli semakin
banyak dan stadium makin berlanjut ke tingkat yang lebih parah sehingga
keluahan semakin bertambah

f. Bagaimana tatalaksana awal dari keluhan ?


Jawab :
Pasien dengan saturasi <92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%.
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan
cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat.
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan
untuk anak dengan pneumonia.
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.

10
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan
untuk memperbaiki mucocilliary clearance.
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi
oksigen.

2. Pemeriksaan fisis:

Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis, RR:


60x/menit, nadi: 110x/menit, regular, suhu: 39oc, panjang badan: 85 cm, berat
badan: 12 kg, saturasi oksigen 90%.

Keadaan spesifik:

Kepala: terdapat napas cuping hidung, tidak terdapat head bobbing.

Toraks: paru: inspeksi: simetris, retraksi intercostals, subcostal,

Palpasi: stem fermitus kiri=kanan,

Perkusi: redup pada basal kedua lapang paru,

Auskultasi: peningkatan suara napas vesicular, ronki basah


halus nyaring, tidak terdengar wheezing.

Pemeriksaan lain dalam batas normal

a. Bagaimana interpretasi pada hasil pemeriksaan fisik diatas ?


Jawab :
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
pemeriksaan
Tampak sakit - Abnormal
Keadaan
berat
umum

11
Kompos mentis Kompos Normal
Kesadaran
mentis
60x/menit 20-50x/menit Takipnea
RR
110x/menit, 80- Normal
Nadi
reguler 130x/menit,
reguler
39ºC 36-37,5 ºC Febris
Suhu
85 cm 83,2-89,6 cm Normal
Panjang badan
12 kg (86,4)
Berat badan
10,2-13 kg
(11,5)

90% 95-100% Menurun


Saturasi
oksigen

Keadaan Spesifik Interpretasi Normal

Tidak normal Nafas cuping hidung


Kepala: Nafas cuping hidung (+)
(-)

Normal Simetris
Inspeksi: Simetris
Tidak normal Tidak ada retraksi
Inspeksi: Retraksi intercostals
Normal Stem fremitus
Palpasi: Stem fremitus kiri=kanan
kiri=kanan

Tidak normal Sonor


Perkusi: Redup pada basal kedua
lapangan paru

12
Tidak normal Tidak ada
Auskultasi: Peningkatan suara
peningkatan
vesikuler
Tidak normal Tidak ada ronki
Auskultasi: Ronki basah halus nyaring
Normal Wheezing (-)
Auskultasi: Tidak terdengar wheezing

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan fisik diatas ?


Jawab :
 RR: 60x/menit (takipneu)
Inflamasi respiratori  pertukaran udara tidak adekuat  hipoksia
jaringan  kompensasi tubuh  takipneu.

 Suhu: 39 oc
Agen infeksi  pengeluaran sistem imun tubuh (leukosit sel T, sel
edhothelial, dl)  Pengeluaran sitokin (IL-1, IL-6, TNF, ifns) 
peningkatan rangsangan sel endothelial hypothalamus anterior 
peningkatan asam arakidonat  pengeluaran prostaglandin berlebih 
peningkatan set point hipotalamus  demam.

 Saturasi oksigen: 90% (menurun).


Peningkatan permeabilitas kapiler  pelepasan mediator peradangan
dari sel mast  mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan
histamin dan prostagladin  pelemasan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru  perpindahan eksudat plasma
ke dalam ruang interstitial  pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus  meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida  penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

 Nafas cuping hidung (+)


Inhalasi pathogen ke saluran nafas  Respon inflamasi di alveolus 
Hiperemia  Pelepasan mediator peradangan (histamine dan

13
prostaglandin) + Degranulasi sel mast mengaktifkan jalur komplemen 
Komplemen + histamindan prostaglandin  otot polos vaskuler paru
lemas  Permeabilitas kapiler paru ↑  perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium  pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus  jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida
↑  gangguan ventilasi  peningkatan usaha bernafas  Nafas cuping
hidung

 Retraksi Interkostal dan subskostal


Infeksi pada parenkim paru  timbulnya respon inflamasi dimana
terjadinya pelepasan mediator-mediator inflamasi  destruksi jaringan
parenkim paru dan menyebabkan akumulasi cairan di alveolus atau
eksudat  terganggunya proses difusi udara dari alveolus menuju kapiler
paru terganggu  inadekuat proses oksigenasi  tubuh merasa
kekurangan oksigen  tubuh akan mencoba untuk meningkatkan
volume inspirasi  oksigen yang dihirup dapat lebih banyak 
memperkuat kontraksi otot-otot pernafasan utama sampai menggunakan
otot-otot bantuan nafas, antara lain antara muskulus skalenus,
sternokleidomastoideus, pectoralis major  Otot-otot ini berfungsi
untuk mengangkat rongga toraks supaya bisa lebih mekar (meningkatkan
ekspansi) dan bisa memasukkan udara lebih banyak Namun, karena
rongga toraks mempunyai tekanan yang sedemikian negatifnya, ada
bagian yang “tertinggal” karena tertarik ke dalam di saat rongga toraks
diangkat. Pada saat otot pernafasan inspirasi berkontraski maka os costae
akan terangkat namun kulit dan ototnya akan tertarik kedalam sehingga
tampak seperti tarikan (retraksi) dinding dada. Untuk meningkatkan
komplians paru

 Stem fremitus kiri=kanan


Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi

14
vibrasi akan berkurang.Stem fremitus sama kiri dan kanan karena infeksi
terjadi di kedua lobus paru. Stem fremitus meningkat pada sisi yang sakit.

 Perkusi: redup pada basal kedua lapangan paru


Bakteri memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di udara terhirup
pada waktu bernafas. Ketika bakteri mencapai alveoli maka beberapa
mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Leukosit PMN dengan
aktivitas fagositosisnya akan direkrut dengan perantaraan sitokin
sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya kongesti vascular dan edema. Terjadi penumpukkan cairan
edematus yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin, sel-sel
leukosit PMN) dan bakteri di alveoli. Area dimana terdapat cairan edema
inilah yang menimbulkan suara redup pada pemeriksaan perkusi paru.

 Auskultasi : peningkatan suara nafas vesikuler, ronki basah halus


nyaring, tidak terdengar wheezing
Mekanisme: adanya cairan eksudat/ infiltrate pada bronkiolus
Infeksi bakteri  makrofag menangkap bakteri  inflamasi 
konsolidasi (RBC, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli) 
Peningkatan suara nafas vesikuler

 Ronki basah halus nyaring


Ronkhi basah (dalam bahasa Inggris disebut rales) adalah suara napas
tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi
karena cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Ronkhi basah halus
terjadi bila cairan berada di duktus alveolus, bronkiolus, dan bronkus
halus. Bunyi terdengar nyaring atau tidaknya tergantung dari substansi
cairan yang dilewati. Apabila merupakan infiltrate maka akan terdengar
nyaring karena merupakan pengantar suara yang baik.

c. Bagaimana kriteria seorang anak dikatakan sakit berat ?

15
Jawab :
Diagnosis pneumonia berat berdasarkan febris, takipnea, dan retraksi
dinding dada. Pembagian derajat berat pneumonia berdasarkan klasifikasi
pneumonia oleh WHO, yaitu pneumonia sangat berat bila didapatkan
takipnea, tarikan dinding dada, dan terdapat tanda bahaya (sianosis sentral,
distres napas berat seperti head nodding dan tidak dapat minum), sedangkan
pneumonia berat yaitu takipnea disertai tarikan dinding dada. Kriteria napas
cepat yaitu laju pernapasan ≥60x/menit pada bayi <2 bulan, ≥50x/menit
pada bayi 2–11 bulan, dan ≥40x/menit pada anak berusia 1–5 tahun.

d. Apa saja bunyi napas pokok dan tambahan ?


Jawab :
1. Suara nafas pokok
a. Vesikuler : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan.
b. Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial
dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas
yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini
terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding
dada.
c. Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa),
suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut.
Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada
henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea
atau daerah suprasternal notch.
d. Trakheal : bunyinya sangat kasar dan keras serta tinggi dan
terdengar kira-kira pada bagian trakea pada ekstratoraks. Panjang
bunyinya sama antara inspirasi dan ekspirasi. Namun, bunyi trakeal
ini jarang dinilai karena tidak mencerminkan adanya masalah klinis
pada paru.

16
2. Suara nafas tambahan
a. Ronchi : Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama :
ekspirasi.
Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit
akibat obstruksi napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema,
atau tumor.
Contoh : suara ngorok.

 Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu


terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada
bronkus. Ada yang high pitch (menciut) misalnya pada asma
dan low pitch oleh karena secret yang meningkat pada bronkus
yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.
 Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak
kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering
yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau
bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki
halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya
pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar
misalnya pada bronkiekstatis.
Perbedaan ronchi dan mengi.
Mengi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil
salurannya, terdengar bersuara tinggi dan bersiul. Biasanya
terdengar jelas pada pasien asma.
Ronchi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar
salurannya, mempunyai suara yang rendah, sonor. Biasanya
terdengar jelas pada orang ngorok.

b. Wheezing (mengi) : Adalah bunyi seperti bersiul, kontinu, yang


durasinya lebih lama dari krekels. Terdengar selama : inspirasi dan
ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat ekspirasi.
c. Stridor : yaitu suara yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus),
bernada tinggi yang terjadi baik pada saat inspirasi maupun pada

17
saat ekspirasi, dapat terdengar tanpa menggunakan stetoskop,
bunyinya ditemukan pada lokasi saluran napas atas (laring) atau
trakea, disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran napas
tersebut.
d. Pleura Visceral : Adalah suara tambahan yang timbul akibat
terjadinya peradangan pada pleura sehingga permukaan pleura
menjadi kasar.
Karakter suara : kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura.
Terdengar selama : akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak
dapat dihilangkan dengan dibatukkan. Terdengar sangat baik pada
permukaan anterior lateral bawah toraks.
e. Crackles : Adalah bunyi yang berlainan, non kontinu akibat
penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup.
Terdengar selama : inspirasi.

e. Bagamana status gizi anak pada kasus ini ?


Jawab :
Status gizi pada maya adalah normal, baik dari IMT, berat badan
berdasarkan umur, dan tinggi badan berdasarkan umur.

3. Informasi tambahan: tidak ada riwayat atopi dalam keluarga, anak tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat asi eksklusif.

a. Bagaimana makna dari data informasi tambahan diatas ?


Jawab :
Riwayat atopi dalam keluarga menunjukkan adanya kecenderungan untuk
mengalami reaksi hipersensitivitas/alergi. Tidak adanya riwayat atopi dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit alergi seperti
asma bronkhial, rinitis alergi, dermatitis atopi, alergi obat dan alergi
makanan.

18
Sedangkan makna dari anak tidak mendapatkan imunisasi dan ASI ekslusif
merupakan faktor risiko bagi anak untuk menderita pneumonia.

b. Apa saja imunisasi wajib untuk anak 2 tahun?


Jawab :
Untuk anak usia 2 tahun seharusnya sudah mendapat imunisasi berupa :
1. Hepatitis B ,Diberi saat bayi lahir (<12 jam setelah lahir).
2. BCG, Diberi sebelum bayi berusia 3 bulan.
3. Polio, Diberi sebelum bayi berusia 6 bulan sebanyak 4x (saat lahir, 2
bulan, 4 bulan ,6 bulan)
4. Campak, Diberi pada usia 9 bulan dan 24 bulan. Untuk mencegah
penyakit campak berat yang menyebabkan pneumonia.
5. pentavalen (DPT-HB-HIB), Merupakan vaksin gabungan dari vaksi DPT,
vaksin HiB dan vaksin HB. Untuk mencegah 6 penyakit sekaligus yaitu
difteri,pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia, dan meningitis. Diberi
sebanyak 4x ( 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan).

Jadwal imunisasi anak

c. Bagaimana dampak jika anak tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak
imunisasi ?
Jawab :

19
Jika tidak ASI eksklusif maka akan bertambahnya kerentanan
terhadap penyakit (baik anak maupun ibu)
Dengan menyusui, dapat mencegah 1/3 kejadian infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA), kejadian diare dapat turun 50%, dan penyakit usus parah pada
bayi premature dapat berkurang kejadiannya sebanyak 58%. Pada ibu,
risiko kanker payudara juga dapat menurun 6-10%.

Jika anak tidak mendapatkan imunisasi sama sekali, anak akan berisiko
terkena penyakit-penyakit dan bisa menyebabkan kematian pada anak.
Sistem kekebalan tubuh pada anak yang tidak mendapat imunisasi tidak
sekuat anak yang diberi imunisasi, tubuh tidak mengenali virus penyakit
yang masuk ke tubuh sehingga tidak bisa melawannya, ini membuat anak
rentan terhadap penyakit. Jika anak yang tidak diimunisasi ini menderita
sakit, ia juga dapat menularkannya ke orang sekitarnya sehingga juga
membahayakan orang lain.

4. Pemeriksaan laboratorium:

HB: 11,1 gr/dl, Ht: 34 vol%, leukosit: 25.000mm3, LED: 25 mm/jam,


trombosit: 280.000/mm3, hitung jenis: 0/2/1/80/14/3, CPR: 24

a. Bagaimana interpretasi pada hasil pemeriksaan laboratorium diatas ?


Jawab :
HB: 11,1 gr/dl Normalnya: 10,5 -13 Normal
gr/dl
Normalnya: 33-38 Normal
Ht: 34 vol%
vol%
Normalnya: 6.000- Abnormal
leukosit: 25.000/mm3
17.500 mm3 (leukositosis)

Normalnya: 0-10 Abnormal


LED: 25 mm/jam
mm/jam

20
Normalnya: 250.000- Normal
trombosit:
600.000/mm3
3
280.000/mm
Normalnya: Abnormal (batang,
hitung jenis:
- Basofil: 0-1 segmen, limfosit)
0/2/1/80/14/3
- Eosinofil: 0-3
- Batang: 5-11
- Segmen: 15-35
- Limfosit: 45-76
- Monosit: 3-6
Normalnya: <5 Abnormal
CRP: 24

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan laboratorium


diatas ?
Jawab :

 Leukosit: 25.000/mm3

Ada dua tipe leukosit pada umumnya, yaitu fagosit yang bertugas
memakan organisme yang masuk ke dalam tubuh dan limfosit yang
bertugas mengingat dan mengenali yang masuk ke dalam tubuh serta
membantu tubuh menghancurkan mereka. Sedangkan sel lainnya
adalah netrofil, yang bertugas melawan bakteri. Jika kadar netrofil
meningkat, maka bisa jadi ada suatu infeksi bakteri di dalamnya.
Adanya infeksi  tubuh memfagositosis bakteri tersebut 
leukositosis.

 LED: 25 mm/jam

S. pneumoniae masuk ke dalam tubuh kemudian menyebabkan


terjadinya proses inflamasi. Pada proses ini sel melepaskan berbagai
sitokin antara lain IL-6. Selanjutnya IL-6 menginduksi sel hati untuk

21
mensintesi protein fase akut seperti C-reactive protein dan fibrinogen
yang berfungsi sebagai opsonin (antibodi yang bersifat merangsang
leukosit untuk menyerang antigen atau kuman) non spesifik pada proses
fagositosis bakteri.

Protein fase akut yang bermuatan positif menyebabkan muatan negatif


zeta potensial eritrosit menjadi netral. Zeta potential adalah muatan
negatif pada permukaan eritrosit yang menyebabkan terjadinya gaya
tolak menolak pada eritrosit. Penurunan muatan negatif zeta potential
menyebabkan gaya tolak menolak eritrosit menurun sehingga eritrosit
cepat membentuk roulleaux (gumpalan eritrosit karena tarik-menarik
diantara permukaan sel) dan proses pengendapan akan lebih cepat,
sehingga nilai LED melebihi normal.

 Hitung jenis: 0/2/1/80/14/3


Pada kasus adanya infeksi bakteri pada parenkim paru akan
menimbulkan respon imun. Respons imun alamiah terhadap bakteri
ekstraselular terutama melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil,
monosit serta makrofag jaringan. Aktivasi komplemen tanpa adanya
antibodi juga memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri
ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram
negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya
antibodi. Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai
efek opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis. Selain itu
terjadi lisis bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta
beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan
respons inflamasi melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi
leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi
sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa
jenis sitokin tersebut antara lain tumour necrosis factor (TNF), IL-1,
IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan berat molekul rendah yang
termasuk golongan IL-8.

22
Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang dihasilkan oleh
makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta
meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin
akan menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular
pada tempat infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi
sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek
samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri tersebut.
Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Selain
itu dirilisnya IL-8 akan merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi lebih banyak neutrophil dengan cara mempercepat proses
pematangan di setiap fasenya (shift to the right). Untuk itu, precursor
pembentukan leukosit akan diutamakan dalam pembentukan leukosit
fase akut sehingga limfosit yang lebih berperan dalam fase kronis
menurun. Maka dari itu, pada kasus ditemui neutrofilia dan limfopenia.

 CRP: 24
Trauma atau infeksi pada jaringan mengakibatkan terjadinya
serangkaian reaksi dengan tujuan mencegah kerusakan jaringan lebih
lanjut dan mengaktifkan proses perbaikan. Rangkaian proses tersebut
disebut proses inflamasi dan reaksi yang mengawali adalah suatu
respon fase akut. Sel yang mengawali proses inflamasi pada umumnya
adalah sel makrofag dan sel monosit. Sel tersebut melepaskan sitokin
seperti IL1 dan TNF yang akan mengontrol migrasi leukosit masuk ke
dalam jaringan dan menimbulkan proses inflamasi, sehingga terjadi
demam dan leukositosis. Inflamasi tersebut juga akan mempengaruhi
aktivitas hati. Sitokin pro inflamasi seperti IL1 dan TNF merangsang
sel hepatosit untuk meningkatkan produksi protein fase akut seperti
CRP dan serum protein amiloid A. Protein tersebut merefleksikan
proses inflamasi sehingga terjadi peningkatan sampai 1000 kali dari
kadar normal.

c. Bagaimana kriteria pemeriksaan CRP ?

23
Jawab :
CRP Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai
respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi
merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury.
Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya
inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga
pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi
adanya inflamasi/infeksi akut

5. Pemeriksaan radiologi:

Toraks AP: infiltrasi di parahilar kedua paru.

a. Bagaimana interpretasi pada hasil pemeriksaan radiologi diatas ?


Jawab :

infiltrasi di parahilar Normalnya tidak terdapat Abnormal


kedua paru.

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada hasil pemeriksaan radiologi diatas ?


Jawab :
Infeksi mikroorganisme di bronkiolus  respons inflamasi di bronkiolus 
eksudat di bronkiolus  gambaran infiltrat pada rontgen.

c. Bagaimana gamabaran dari hasil pemeriksaan radiologi diatas ?


Jawab :

24
25
V. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN

What I don’t What I have to How will I


No Pokok Bahasan What I Know
know prove learn
Anatomi dan
Anatomi Anatomi
1. Histologi sistem -
sistem respirasi sistem respirasi
respirasi
Fisiologi sistem Fisiologi
2. - -
respirasi sistem respirasi
Tatalaksana,
Patogenesis, Jurnal
manifestasi
patofisiologi,
klinis, etiologi,
Definisi, faktor algoritma Textbook
epidemiologi,
risiko, SKDI, penegakan
3. Bronkopneumonia anamnesis,
edukasi & diagnosis, Internet
pemeriksaan
pencegahan diagnosis
fisik,
banding, Pakar
pemeriksaan
komplikasi
penunjang
Imunisasi
imunisasi dan ASI
4. wajib, manfaat - Cara pemberian
eksklusif
ASI

26
VI. SINTESIS

Anatomi dan histologi system pernapasan anak

 Anatomi
kurangan oksigen (O2) dan oksigen yang berada di luar tubuh dihirup atau
diinspirasi ke dalam tubuh melalui organ pernafasan. Begitu juga sebaliknya, ketika
tubuh kelebihan karbondioksida (CO2) maka sistem pernafasan dalam tubuh
mengeluarkan karbondioksida dengan menghembuskan nafas atau diekspirasi
sehingga terjadi keseimbangan antara O2 dan CO2 di dalam tubuh.
Sistem pernafasan terdiri atas dua bagian, yaitu :
1. Pernafasan Bagian Atas

Terdiri atas :
a. Hidung

27
Hidung merupakan organ tubuh yang salah satu fungsinya sebagai alat pernafasan.
Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju rongga hidung.
Dinding rongga hidung dilapisi oleh mukosa respirasi serta epitel batang, bersilia,
dan berlapis semu.
Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang berambut dan berfungsi
menyaring partikel-partikel asing yang berukuran besar agar tidak masuk saluran
pernafasan bagian bawah. Selain itu, terdapat kantung nasokrimalis yang
mengubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata. Mukosa olfaktori
berada pada bagian paliang atas nasal cavity. Mukosa pernafasan berada pada
bagian nasal cavity yang terbentuk oleh pseudostratified ciliated columnar epithe-
lium dengan goblet cells (yang memproduksi mucus).
 Nasal Cavity dibagi menjadi 3 regio, yaitu :
1. Vestibula = area yang mengelilingi bagian luar yang terbuka pada nasal cavity
2. Respiratory = bagian yang terbesar dan dilapisi oleh ciliated psudeostratified
epitelium.
3. Olfaktori = berlokasi pada apex dari nasal cavity. Ini diapisi oleh sel olfaktori
dengan reseptor olfaktori

 Fungsi Rongga hidung


1. Menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup
2. Menghilangkan dan menangkap patogen danpertikel yang bersangkutan dari udaa
yang dihirup
3. Digunakan untuk penciuman
4. Mengeringkan dan membebaskan sinus paranasal dan lacrimal ducts
5. Menyediakan suplai udara dan kondisi udara
6. Mengumpulkan kelembapan

28
b. Sinus Paranasal

 Struktur Sinus Paranasal :


1. Dinding Lateral Nasal
2. Sinus Maxillaris
Sinus yang terbesar pada bagian tubuh maxilla.
Berbentuk seperti piramida, pada dasarnya
berbentu medial, dengan apex pada proses
zigomatik dari maxilla.
3. Sinus Ethmoidalis
Terdiri dari beberapa lubang yang kecil pada labirin etmoidal. Dinding dari lubang
dilengkapi dengan tulang yang melingkupi.
4. Sinus Frontalis
5. Sinus Sphenoidalis pada sinus cavernous dan internal carotid asrtery
Sinus sphenoidal pada tubuh terdapat pada tulang sphenoid and itu teradapat dalm
berbagai ukuran. Aspek superior berhubungan dengan hipofisis dan saraf optik dan
chiasma dan secara lteral
 Fungsi Sinus Paranasal :
1. Membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas
2. Untuk pertahanan imun
3. Pemberina resonansi suara

c. Faring

29
Faring atau tenggorok adalah tuba muskular yang terletak posterior rongga nasal
dan oral di anterior vertebra servikalis, Faring dapat dibagi menjadi tiga segmen
nasofaring, orofaring dan laringofaring.
1. Nasofaring adalah bagian teratas dibelakang rongga nasal.
2. Orofaring
- Berfungsi untuk menampung udara dari nasa faring dan makanan dari mulut
- Terdapat tonsil palatina dan tonsil lingualis
3. Laringo Faring
- Bagian terbawah faring yang berhubungandengan esofagus dan pita suara di trachea
- Berfungsi pada proses menelan dan respirasi
- Terletak pada bagian depan laring dan belakang trachea

d. Laring

30
Laring terletak diantara faring dan trakhea. Merupakan pangkal dari tenggorokan
(trakea) yang tersusun atas tulang rawan berupa lempengan dan membentuk
struktur jakun. Di atas larynx terdapat katup (epiglotis) yang akan menutup saat
menelan. Katup berfungsi mencegah makanan dan minuman masuk ke saluran
pernapasan.

Glottis celah diantara 2 plica vocalis :


- Terbuka saat bernafas
- Tertutup saat bersuara dan menelan makanan
- Terdapat otot yang menggerakkan pita suara, membuka dan menutup glottis.
1. Plica vocalis : pita suara
2. Plica vestibularis : katup yang menutup glotis
Dinding laring dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) :
a) Cartilago thyroid adalah kartilago terbesar, (adam’s apple)
b) Cartilago cricoidterletak dibawah katilago tiroid

31
c) Epiglottis atau kartilago epiglotik adalah kartilago paling atas, bentuknya seperti
lidah dan keseluruhannya dilaisi oleh membrane mukosa

2. Pernafasan Bagian Bawah, terdiri atas :

Setelah melalui tenggorokan, udara masuk ke batang tenggorok atau trachea, dari
sana diteruskan ke saluran yang bernama bronchus. Bronchus ini terdiri dari
beberapa tingkat percabangan dan akhirnya berhubungan dengan alveolus di paru-
paru.

1. Saluran udara konduktif


a. Trakea

32
- Menghubungkan larynx dengan brochus
- Perjalanan : trakea berawal setinggi kartilago krikoid di leher (C6) dan berakhir
setinggi angulus ludovici (T4/5) dimana terjadi bifurkasio menjadi bronki utama
dekstra dan sinistra. -struktur : trakea adalah stuktur fibroelastik yang kaku.
Kartilago hialin berbentuk setengah cincin yang saling menyambung
mempertahankan bentuk lumwn trakea. Bagian dalam trakea dibatasi oleh epitel
kolumnar bersilia.
- Batas-batas : dibelakang trakea berjalan esofagus. Cincin trakea ke-2, ke-3 dan ke-
4 dileawati oleh istmus tiroid di sebelah anterior.
- Pasokan darah : trakea menerima pasokan darah dari cabang-cabang aa. Tiroidea
inferior dan bronkial.
b. Bronkus & bronkiolus
 Bronkus :
 Bronchus primarius dextra dan sinistra :
- Keduanya dipisahkan oleh carina- T6
 Bronchus primarius dextra
- Lebih besar, lebih pendek, lebih vertikal dibanding bronchus primarius sinistra
 Kedua bronchus primarius :
- Berjalan menuju hilus pada facies mediastinalis pulmo.

33
- Tempat pembuluh darah syaraf dan pembuluh limfa serta bronchus masuk ke paru-
paru.

 Bronciolus :
Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus. Saluran ini lebih halus dan
dindingnya lebih tipis. Bronkiolus sinistra berjumlah 2, sedangkan bronkiolus
dextra berjumlah 3. Percabangan ini membentuk cabang yang lebih halus seperti
pembuluh.

2. Saluran respiratorius terminal


a. Alveioli
Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di
sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari
pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300
juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-
rata 0,2 milimeter.

b. Paru-paru

Paru-paru memiliki
area permukaan
alveolar kurang
lebih seluas 40m2
untuk pertukaran
udara. Tiap paru
memiliki apeks
yang mencapai
ujung sternal kosta
ke-1 ; permukaan kostovertebral yang melapisi dinding dada ; basis yang terletak
diatas diagfragma dan permukaan mediastina yang menempel dan membentuk
struktur mediastinal disebelahnya.
Struktur : paru kanan terbagi menjadi lobus atas,tengan dan bawah oleh fisura
oblikus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fisura oblikus sehingga tidak ada

34
lobus tengah. Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus
tengah kanan. Namun, secara anatomis lingula merupakan bagian dari lobus atas
kiri.
c. Dada, diagframa & pleura
Pleura terdiri dari 2 lapisan :
lapisan viseralis yang lekat
pada paru dan lapisan
parientalis yang membatasi
aspek terdalam dinding dada,
diagframa, serta sisi
perikardium dan mediastinum
Pada hilus paru kedua lapisan
leura ini berhubungan.
Hubungan ini bergantung longgar diatas hilus dan disebut ligamentum pulmonale.
Adanya ligamentum ini memungkinkan peregangan vv. Pulmonalis dan pergerakan
struktur hilus selama respirasi. Rongga pleur mengandung sedikit cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.
Udara bisa masuk ke rongga pleura bila terjadi fraktur kosta atau robekan paru
(pneumotoraks). Kejadian ini akan menghilangkan tekanan negatif pleura normal,
sehingga menyebabkan kolaps pleura.

A. Histologi Sistem Pernafasan


Komponen Sistem Pernafasan
Sistem pernapasan terdiri dari paru-paru dan banyak saluran udara, atau
tabung, dengan berbagai ukuran yang mengarah ke dan dari setiap paru. Selain itu,
sistem ini terdiri dari bagian penghantar dan bagian pernapasan.
Bagian melakukan sistem pernapasan terdiri dari lorong luar
(extrapulmonary) dan di dalam (intrapulmonary) paru-paru yang melakukan udara
untuk pertukaran gas ke dan dari paru-paru. Sebaliknya, bagian pernapasan terdiri
dari lorong-lorong di dalam paru-paru yang tidak hanya mengalirkan udara, tetapi
juga memungkinkan untuk respirasi, atau pertukaran gas.

35
Bagian ekstrapulmoner, yang meliputi trakea, bronkus, dan bronkioles yang
lebih besar, dilapisi oleh epitel bersilia pseudostratified berbeda yang mengandung
banyak sel goblet. Sebagai jalan masuk memasuki paru-paru, bronkus mengalami
percabangan yang luas dan diameternya menjadi semakin kecil. Ada juga
penurunan bertahap pada ketinggian lapisan epitelium, jumlah silia, dan jumlah
sel goblet di tubulus ini. Bronkiolus mewakili bagian terminal dari jalur konduksi.
Saluran ini membentuk bronkiolus respiratorik, yang mewakili zona transisi antara
bagian penghantar dan bagian pernapasan.
Bagian pernapasan terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alveolar,
kantung alveolar, dan alveoli. Pertukaran gas di paru-paru terjadi di alveoli, ruang
udara terminal dari sistem pernapasan. Di alveoli, sel goblet tidak ada dan lapisan
epitel adalah skuamosa selapis yang tipis.
1. Mukosa Olfaktorius dan Konka Superior
Mukosa penciuman terletak di atap rongga hidung, di setiap sisi septum yang
membelah, dan pada permukaan concha superior (1), salah satu rak tulang di rongga
hidung.
Epitel olfaktori (2, 6) (lihat Gambar 15.2 dan 15.3) adalah khusus untuk
penerimaan bau. Akibatnya, nampak berbeda dari epitelium pernapasan. Epitel
olfaktori (2, 6) adalah epitel kolumnar tinggi berlapis semu tanpa sel goblet dan
tanpa silia motil, berbeda dengan epitel pernapasan.
Lamina propria yang mendasari mengandung kelenjar olfaktori tubuloacinar
(Bowman's branch) (4, 5). Kelenjar ini menghasilkan sekret serosa, berbeda dengan
lendir campuran dan sekret serosa yang diproduksi oleh kelenjar di bagian rongga
hidung lainnya. Saraf-saraf kecil yang terletak di lamina propria adalah nervus
olfactorius(3, 7). Saraf penciuman (3, 7) mewakili aksis aferen agregat yang
meninggalkan sel-sel olfaktori dan berlanjut ke rongga kranium, di mana mereka
bersinaps di saraf olfaktori (tengkorak).

36
2. Epiglotis
Epiglotis adalah bagian sebelah atas laring yang menonjol ke atas dari dinding
anterior laring. Struktur ini memiliki permukaan lingual dan laringeal.
Tulang rawan elastic ditengah epiglottis (3) membentuk kerangka epiglotis.
Mukosa lingualis (2) (sisi anterior) dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis tak
berkeratin (1). Lamina propria yang dibawahnya menyatu dengan jaringan ikat
perichondrium (4) dari tulang rawan elastik epiglotis (3).
Mukosa lingualis (2) dengan epitel skuamosa berlapisnya (1) menutupi apex
epiglotis dan sekitar separuh dari mukosa laringealis (7) (sisi posterior) .Pada

37
pangkal epiglotis pada permukaan laringeal (7), lapisan epitel skuamosa berlapis
(1) berubag menjadi epitel kolumnar semua bersilia (8). Terletak di bawah epitel
didalam lamina propria (6) pada sisi laringeal (7) dari epiglotis terdapat kalenjar
seromukosa (6) tubuloasinus. Selain lidah, kuncup kecap (5)) dan nodulus limfatik
soliter dapat ditemukan pada epitel lingualis (2) atau epitel laringealis (7).

3. Larynx
Gambar ini mengilustrasikan bagian vertikal melalui setengah bagian laring.
Plika vokalis atau pita suara(superior) palsu (9), juga disebut pita suara, dilapisi
oleh mukosa yang bersambung dengan permukaan posterior epiglotis. Seperti pada
epiglotis, plika vokalis palsu (9) dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis semu bersilia
(7) dengan sel goblet. Dalam lamina propria (3) ditemukan banyak kelenjar
seromus (8). Duktus ekskretoris dari kelenjar campuran ini (8) bermuara ke
permukaan epitel (7). Dimana pada lamina propria (3) lipatan vocal semu (9) juga
teerdapat banyak nodul limfatik (2), pembuluh darah (1), dan sel adiposa (1).

38
Ventrikel (10) adalah cekungan dan ressesus dalam yang memisahkan plika
vokalis (superior) palsu (9) dari plica vokal (inferior) yang sejati (11-13). Mukosa
di dinding ventrikel (10) mirip dengan yang ada pada pita suara palsu (9). Nodul
limfatik (2) lebih banyak di daerah ini dan kadang-kadang disebut "tonsil laring."
Lamina propria (3) menyatu dengan perichondrium (5) dari tulang rawan tiroid
hialin (4). Tidak ada submukosa yang berbeda. Dinding bawah ventrikel (10)
membuat transisi ke lipatan vokalis yang sebenarnya (11-13).
Mukosa plica vokalis yang sejati (11-13) dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis
nonkeratinized (11) dan lamina propria yang tipis dan padat tanpa kelenjar, jaringan
limfatik, atau pembuluh darah. Pada puncak lipatan vokalis sebenarnya adalah
ligamentum vokalis (12) dengan serat elastis padat yang meluas ke lamina propria
yang berdekatan dan otot vokalis skeletal (13). Otot thyroarytenoid skelet dan
kartilago tiroid (4) merupakan dinding yang tersisa. Epitel di laring bawah berubah
menjadi epitel kolumnar bersilia pseudostratified (15), dan lamina propria
mengandung kelenjar seromus campuran (14). Kartilago hialin krikoid (6) adalah
tulang rawan laring paling bawah.

4. Trakea

39
Suatu potongan dari dinding trakea antara kartilago hialin (1) dan epitel selubung
kolom berlapis semu bersilia (8) dengan sel goblet (10) diilustrasikan pada
perbesaran yang lebih tinggi. Membran basal tipis (9) memisahkan lapisan
epitelium (8) dari lamina propria (11). Di bawah lamina propria (11) adalah jaringan
ikat submukosa (6), di mana ditemukan kelenjar seromukosa trakea (3) Asinus
mukosa kalenjar seromukosa trakea (3) dikelilingi oleh satu demiluna serous (Sel
serousa yang berbentuk sabit) (7) Duktus ekskretoris (5) kelenjar trakea (3) dilapisi
oleh epitel kuboid selapis menembus lamina propria (11) ke permukaan epitel (8).
Tulang rawan hialin yang berdekatan (1) dikelilingi oleh jaringan ikat
perichondrium (2). Kondrosit di lacuna (4) yang berukuran lebih besar dan yang
terletak di anterior kartilago hialin
(1) secara progresif menjadi semakin gepeng kearah perichondrium (2), yang secara
bertahap menyatu dengan jaringan ikat submukosadi sekitarnya (6). Arteriole dan
venula (12) memasok jaringan ikat submukosa (6) dan lamina propria (11).

40
5. Paru

Gambar ini menunjukan struktur-struktur utama untuk penghantaran udara dan


pertukaran gas (respirasi) di paru. Histologi bronkus intrapulmonal serupa dengan
histologi di trakea dan bronkus ekstra pulmonal, kecuali bahwa dibronkus
intrapulmonal, cincin tulang rawan berbentuk C pada trakea diganti dengan
lempeng tulang rawan. Semua tulang rawan di trakea dan paru-paru adalah tulang
rawan hialin.
Dinding bronkus intrapulmonal (5) dapat dikneali dengna lempeng tulang
rawan hialin (7) disekitarnya. Bronkus (5) juga dilapisi oleh epitel kolumnar
berlapis semu bersilia dengan sel goblet. Dinding bronkus intrapulmonal (5) terdiri
dari lamina propria (4) yang tipis, suatu lapisan yang sempit otot polos (3)
submukosa (2) dengan kalenjr bronkus (6), lempeng tulang rawan hialin (7) dan
adeventisia.

41
Ketika bronkus intrapulmonal (5) bercabang menjadi bronkiolus dan bronkus
yang lebih tinggi kecil, tinggi epitel dan tulang rawan disekitar bronkus juga
berkurang hingga akhirnya tulang rawan hanya terliat kadang-kadang. Tulang
rawan lenyap dari bronkus ketika garis tengah lumen berkuuurang menjadi 1 mm.
Di bronkiolus (17), lumen dilapisi oleh sel epitel kolumnar berlapis semua
bersilia dengan sedikit sel goblet. Lumen mempunyai lipatan mukosa (18) akibat
kontrakasi lapisan otot polos (19) sekitar. Kalenjar dan tulang rawan bronkus tidak
lagi ditemukan, dan bronkiolus (17) diselubungi oleh adventisia (16). Dalam
gambar ini, satu nodulus limfatikus (15) dan satu vena (15) disebelah adventisia
(16) menyertai bronkiolus.
Bronkiolus terminalis (8,10) memperlihatkan lipatan mukosa (10) dan dilapisi
oleh epitel kolumnar bersilia yang tidak memiliki sel goblet. Bronkiolus terminalis
(8,10) ini dikelilingi oleh lapisan tipis lamina propria dan otot polos serta
adventisia.
Bronkiolus respiratorik (12,22) dengan kantong-kantong alveolus secara
langsung berhubungan dengan duktus alveolaris (13,20) dan alveolus (23). Di
bronkiolus respiratorik epitelnya kolumnar rendah atau kuboid, dengan mungkin
bersilia dibagian proximal saluran. Suatu lapisan tipis jaringan ikat menopang otot
polos, serat elastic lamina propria dan pembuluh darah penyerta. Alveolus di
didinding bronkiolus respiratorik tampak sebagai evaginasi kecil.
Setiap bronkiolus respiratorik bercabang menjadi beberapa duktus alveolaris.
Dinding duktus alveolaris dilapisi oleh alveolus yang bermuara langsung ke duktus
alveolaris. Kelompok alveolus yang mengelilingi dan bermuara ke duktus
alveolaris disebut kantong alveolus (sulkus alveolaris) (24). Dalam gambar ini,
bidang potongan berjalan dari bronkiolus terminal (8) kebronkiolus respiratorik dan
ke duktus alveolaris.
a. Bronkus Intrapulmonal (Potongan Transversal)

42
b. Bronkus Terminal (Potongan Transversal)

c. Bronkiolus Respiratorik, Duktus Alveolaris dan Alveolus Paru.

43
d. Dinding Alveolus dan Sel Alveolus

Beda saluran nafas pada anak-anak dan bayi dengan saluran nafas orang dewasa:
1. Dinding dada

Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang
kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot interkostalis yang
belum sempurna menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.

2. Saluran nafas

Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dewasa. Besar trakea neonatus
sekitar 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa. Akan tetapi bila terjadi
sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran
pernafasan sekitar 75%.

44
3. Alveoli

Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan “elastic recoil” untuk


mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada anak, alveoli agak relatif lebih besar
dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya usia bayi dan anak, jumlah alveoli
bertambah sehingga menambah “elastic recoil”

Fisiologi system pernapasan

a. Pernafasan paru (pernafasan pulmoner)


Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernafasan
melalui paru / pernafasan eksternal, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut,
pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trachea dan pipa bronchial ke alveoli,
dan erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan
membrane yaitu membrane alveoli kapiler, memisahkan oksigen dari darah, darah
menembus dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung.
Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru
pada tekanan oksigen mmHg dan pada tingkatan Hb 95% jenuh oksigen. Didalam
paru, karbondioksida salah satu buangan metabolsme menembus membrane kapiler
dan kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial dan trachea di
lepaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan
pernafasan pulmoner pernafasan eksterna:
1.) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2.) Arus darah melaui paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh tubuh,
karbondioksida dari seluruh tubuh masuk paru.

3.) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlahnya yang bisa
dicapai untuk semua bagian.
4.) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler, karbondioksida lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.

b. Pernafasan jaringan (pernafasn interna)

45
Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin)
mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat
lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan
oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi
yaitu karbondioksida. Perubahan – perubahan berikut terjadi dalam komposisi
udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan interna
atau pernafasan jaringan.
Udara (atmosfer) yang dihirup:
Oksigen : 20%
Karbondioksida : 0-0,4%
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan
kelembaban atmosfer.

Udara yang dihembuskan:

Nitrogen :79%
Oksigen :16%
Karbondioksida :4-0,4%
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhunyang sama
dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan uadra yang
dikeluarkan ).

c. Daya muat paru


Besarnya daya muat udara dalam paru 4500 ml- 5000 ml (4,5 – 5 liter).Udara
diproses dalam paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10% kurang lebih 500 ml
disebut juga udar a pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang
dihembuskan pada pernafasan biasa. Pada seorang laki- laki normal (4-5 liter) dan
pada seorang perempuan (3-4 liter). Kapasitas (h) berkurang pada penyakit
paruparu) dan pada kelemahan otot pernafasan.

d. Pengendalian pernafasan
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor uatam yaitu
kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu, merangsang pusat

46
pernafasan yang terletak didalam medulla oblongata, kalau dirangsang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui saraf spiralis ke otot pernafasan (
otot diafragma atau interkostalis).
1) Pengendalian oleh saraf
Pusat pernafasan adalah suatu pusat otomatik dalam medulla oblongata
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernafasan, melalui radik saraf sevikalis
diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi
ritmik pada otot diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira- kira 15 kali
setiap menit.
2.) Pengendalian secara kimia
Pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi :
Frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat pernafasan dalam
sumsum sangat peka sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan,
karbondioksida adalah preduksi asam metabolisme dan bahan kimia yang asam ini
merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar impuls saarf yang bekerja atas
otot pernafasan.

e. Kecepatan pernafasan
Kecepatan pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan
kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi- istirahat –ekspirasi,
disebut juga pernafasan terbalik. Kecepatan normal setiap menit berdasarkan umur
:
Bayi prematur : 40 – 90x/menit
Neonatus : 30 – 80 x/menit
1 Tahun : 20- 40x/ menit
Inspirasi atau menarik nafas adalah proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja
otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai bawah, yaitu
vertical. Kenaikan igaiga dan sternum, yang ditimbulkan oleh kontaksi otot
interkostalis, meluaskan romgga dada kedua sisi dari belakang ke depan. Paru yang
bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara
ditarik masuk kedalam saluran udara, otot interkostalis eksterna diberi peran
sebagai otot tambahan hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar. Pada ekspirasi,

47
udara dipaksa oleh pengendoran otot dan karena paru kempes kembali, disebakan
sifat elastis paru itu gerakan ini adalah proses pasif. Ketika pernafasan sangat kuat,
gerakan dada bertambah, otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan
sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak.

f. Kebutuhan tubuh akan oksigen


Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut oksigen dapat diatur menurut
keperluan orang tergantung pada oksigen untuk hidupnya, kalau tidak
mendapatkannya selam kurang lebih 4 menit dapat mengakibatkan kerusakan pada
otak yang tidak dapat perbaiki dan biasanya pasien meninggal. Keadaan genting
timbul bila misalnya seorang anak menutupi kepala dan mukanya dengan kantong
plastic menjadi lemas. Tetapi hanya penyadiaaan oksigen berkurang, maka pasien
menjadi kacau pikirannya, ia menderita anoxia serebralis. Hal ini terjadi pada orang
yang bekerja dalam ruangan sempit tertutup seperti dalam ruang kapal, oksigen
yang ada mereka habiskan dan kalau mereka tidak diberi oksigen untuk bernafas
atau tidak dipindahkan ke udara yang normal, maka akan meninggal karena
anoxemia. Istilah lain adalah hypoxemia atau hipoksia. Bila oksigen didalam darah
tidak mencukupi maka warna merahnya hilang dan berubah menjadi kebiru- biruan,
bibir telingga, lengan dan kaki pasien menjadi kebiru- biruan dan keadaan itu
disebut sianosis (Evelyn C.Pearce, 2002)

Bronkopneumonia

 Diagnosis banding

Diagnosis Dyspnea Demam Batuk Rales sianosis Nasal retraksi Redup WBC
Banding berat tinggi produktif flare pada ↑
perkusi

Bronkopneu ++ + + + + + + + +
monia (ronki
basah
halus
nyaring)

48
Bronkitis + Demam + - - + jarang - +
akut ringan (wheezing)

Bronkiolilis ++ Demam + - + + + - +
akut ringan (wheezing) hipersonor

 algoritma penegakan diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al.,


2011):

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan


dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)

49
 diagnosis kerja
bronkopneumonia
 definisi

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian
bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau
rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran
nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.
Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh
karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian
anak.
Bronkopneumonia yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpain pada anak-anak dan orang dewasa.

 etiologi

Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh


adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
pathogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
o Reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia yang
menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral
setempat.

50
o Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa, mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra
M.Nettina, 2001:628)
antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien
yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat
dalam mulut dank arena adanya pneumocystis crania, Mycoplasma. (Smeltzer
& Suzanne C, 2002: 572 dan Sandra M.Nettina, 2001:628).
Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.5

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria Haemophillus influenzae
moonocytogenes
Streptococcus
pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

51
Streptococcus Haemophillus
pneumoniae influenzae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma
urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Sitomegalo
virus

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus
influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus Neisseria meningitidis
pneumoniae
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus
influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

52
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak.
Badan Penerbit IDAI. Jakarta:Cetakan Kedua;350-365 5

Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus
meliputi: Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi
selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,
pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan
penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang
yang mengandung asam lemak

 epidemiologi

Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan utama dan menyebabkan


lebih dari 5.000.000 kematian per tahun pada anak balita di negara
berkembang. Penyakit ini juga merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia <5 tahun. Insidens pneumonia pada anak berusia <5

53
tahun adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun di negara berkembang dan 2-4
kasus/anak/tahun di negara maju. Pneumonia juga berkontribusi terhadap 14%
dari penyebab dari kematian anak di bawah 5 tahun (Rahajoe, Supriyatno, &
Setyanto, 2010).

Faktor epidemiologi
sangat berguna untuk
menentukan etiologi
pneumonia. Umur,
musim dalam setahun,
status imunisasi, dan
status kesehatan anak
sangat membantu dalam
menyempitkan daftar
penyebab yang
mungkin. Patogen viral
adalah penyebab
predominan dari infeksi
saluran nafas bawah
pada balita dan anak
yang kurang dari 5
tahun. Tidak seperti
bronkiolitis yang
puncak laju serangannya
adalah pada umur 1
tahun, puncak laju
serangan pneumonia
adalah pada umur 2-3
tahun, kemudian
berkurang setelahnya
(Kliegman et al, 2015).

54
 faktor resiko

Faktor resiko pneumonia anak

1. Faktor anak

• Umur

• Jenis kelamin

• Riwayat bayi berat lahir rendah (BBLR)

• Pemberian ASI

• Status gizi

• Status imunisasi

• Defisiensi vitamin A

• Pemberian makanan terlalu dini

2. Faktor orang tua

• Pendidikan ibu

• Pengetahuan ibu

• Sosial ekonomi

3. Faktor lingkungan

• Polusi udara di dalam rumah

• Kepadatan hunian

• Ventilasi rumah

• Kondisi fisik rumah

 pathogenesis

55
Traktus respiratorius bawah normalnya tetap dipertahankan steril oleh
mekanisme pertahanan fisiologis, termasuk eskalator mukosilier, sekresi
normal seperti IgA, dan pembersihan jalur nafas dengan batuk. Mekanisme
pertahanan imunologis dari paru yang membatasi invasi oleh organisme
patogenik termasuk makrofag yang terdapat pada alveoli dan bronkioli, IgA
sekretori, dan immunoglobulin lain.

Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran sepanjang jalur nafas, yang
juga berhubungan dengan jejas langsung pada epitel respiratori yang
menyebabkan obstruksi jalur nafas yang berasal dari edema, sekresi abnormal,
dan debris seluler. Saluran nafas yang masih sempit dan kecil pada balita
menyebabkan balita lebih mudah untuk mengalami infeksi parah. Atalektasis,
edema interstisial, dan mismatch antara ventilasi-perfusi menyebabkan
hipoksemia yang dibarengi dengan obstruksi jalur nafas. Infeksi virus dari
traktus respiratorius juga dapat menjadi faktor predisposisi dari infeksi
sekunder dengan mengacaukan mekanisme pertahanan host, mengganggu
sekresi, dan mengubah flora bakterial.

Ketika terdapat infeksi bakteri di parenkim paru, proses patologis terjadi


berdasarkan organisme yang menginvasi. M. pneumoniae melekat pada epitel
respiratori, menghambat silia, dan menyebabkan destruksi sel dan respon
inflamasi di submucosa. Seiring dengan progres infeksi, debris sel, sel
inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalur nafas, dimana infeksi
menyebar sepanjang bronkus, mirip seperti yang terjadi pada pneumonia viral.

S. pneumoniae menyebabkan edema local yang memfasilitasi proliferasi


organisme dan menyebar menuju bagian terdekat paru, biasanya dicirikan
dengan konsolidasi lobaris yang fokal.

Infeksi Streptococcus grup A pada traktus respiratorius bawah menyebabkan


infeksi yang lebih difus pada parenkim dan pneumonia interstisial. Patologinya
meliputi nekrosis mukosa trakeobronkial; pembentukan banyak sekali eksudat,
edema, dan pendarahan local dengan ekstensi ke septa interalveolar; dan

56
pelibatan dari duktus limfatikus dan peningkatan kecendrungan keterlibatan
pleura.

Pneumonia oleh S. aureus dicirikan dengan bronkopneumonia yang konfluen,


yang biasanya unilateral dan dicirikan dengan adanya area nekrosis hemoragik
yang luas dan area kavitasi ireguler dari parenkim paru, menyebabkan
pneumatoceles, empyema, atau seringkali fistula bronkopulmoner.

Kelainan lain harus dipertimbangkan apabila anak mengalami pneumonia


bacterial yang rekuren. Kemungkinan daapt terjadi defek seperti abnormalitas
pada produksi antibody (seperti agammaglubilnemia,
hipogammaglobulinemia, atau defisiensi IgG), defek granulosit (seperti
penyakit kronik granulomatosa), fibrosis kistik, dyskinesia silier, bronkiektasis
kongenital, fistula trakeoesofageal, atau peningkatan pulmonary blood flow.
Faktor tambahan yang mempengaruhi juga seperti trauma, anastesia atau
aspirasi.

 Patofisiologi

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke


paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkhopneumonia
dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium, yaitu:
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama). Mengacu pada peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan
mediator peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan
prostagladin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen
bekerjasama dengan histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus, yang
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida

57
maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering mengakibatkan
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Lobus dan lobulus yang
terkena menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
netrofil, eksudat, dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek.

3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna
merah berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena
diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.

4. Stadium resolusi (7-11 hari). Disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan
eksudasi lisis. Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan
leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian
antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena
dapat diselamatkan.

 Klasifikasi

Berdasarkan klinis dan epidemiologis

a. Pneumonia komuniti (community acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital acquired pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised

58
Berdasarkan etiologi

a. Pneumonia bakterial/tipikal

b. Pneumonia atipikal

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur

Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen.

b. Bronkopneumonia

Pneumonia yang terjadi pada bagian distal dari bronkiolus terminalis.

c. Pneumonia interstisial

Berdasarkan derajat keparahan penyakit

a. Pneumonia ringan

Di samping adanya batuk atau kesulitan bernafas hanya terdapat nafas


cepat, tanpa adanya tanda-tanda pneumonia berat.

b. Pneumonia berat

Adanya batuk atau kesulitan bernafas, ditambah minimal salah satu dari
hal berikut ini:

• Kepala terangguk-angguk

• Pernafasan cuping hidung

59
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

• Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat


luas,konsolidasi,dll)

• Adanya nafas cepat, grunting

c. Pneumonia sangat berat

• Tidak mau menyusu/ makan dan minum, atau memutahkan


semuanya

• Kejang, letargis atau tidak sadar

• Sianosis

• Distres pernafasan berat

World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan


peningkatan frekuensi nafas dan retraksi subkosta untuk mengkasifikasikan
pneumonia:

• Bayi kurang dari 2 bulan

a. Pneumonia berat: nafas cepat atau retraksi berat

b. Pneumonia sangat berat: tidak mau menyusu/minum, kejang,


letargis, demam atau hipotermia, bradipnea atau pernafasan ireguler

• Anak umur 2 bulan-5 tahun

a. Pneumonia ringan: nafas cepat

b. Pneumonia berat: retraksi

60
c. Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi

 manifestasi klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan
mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal
penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya


daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang.Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan
pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat
terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi
antara 2-3 minggu.

 anamnesis

61
 pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk.
Anak besar kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

62
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.

Pada auskultasi, dapa terdengar suara pernapasan menurun. Fine creackles


(ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi.
Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus
menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine creakles (ronkhi basah
halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada;
bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang
sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.

 pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya


lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.

 pemeriksaan radiolog

63
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia
sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercakbercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan
pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan,
terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus
bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat
dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.

64
(Sumber: Nelson Textbook of Pediatrics, 2003)

A,Temuan radiografi karakteristik RSV pneumonia pada (in a 6-mo-old)


dengan pernapasan yang cepat dan demam. Anteroposterior (AP) radiografi
dada menunjukkan hiperekspansi dari paru-paru dengan gambaran ruang
udara bilateral halus dan garis-garis kepadatan, yang mengindikasikan
keberadaan keduanya, pneumonia dan atelektasis. Tabung endotrakeal di
tempat. B, Suatu hari nanti AP radiografi dada menunjukkan peningkatan
pneumonia bilateral.

65
(Sumber: Nelson Textbook of Pediatrics, 2003)

Temuan radiografi karakteristik pneumonia pneumokokus pada anak usia 14


tahun dengan batuk dan demam. Posteroanterior (A) dan lateral radiografi (B)
dada mengungkapkan konsolidasi di lobus kanan bawah, hal ini kuat
menunjukkan pneumonia akibat bakteri.

 edukasi dan pencegahan

Edukasi

1. Memberikan penjelasan kepada orangtua khususnya ibu pasien mengenai


pentingnya imunisasi dan pemberian ASI ekslusif.
2. Memberikan penjelasan kepada ibu pasien tentang penyakit anaknya dan
cara merawat anaknya.

Pencegahan Primer

66
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap
kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

 Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT


(Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
o Vaksin Campak

Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit
ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun
dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang
bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan
anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada
anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit
campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian
akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan
efektif, cakupan imunisasi mencapai 76%, namun laporan tahun l2004
menunjukkan penyakit campak masih menyerang 30 – 40 juta anak.

o Vaksin Pertusis

Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari. Penyakit
ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bakteria Bordetella
pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam program
imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri
dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian
masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak pertahun

o Vaksin Hib

Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib)


merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama.
Diduga Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap
tahun. Vaksin Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun
penggunaannya masih terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara,
vaksinasi Hib telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia

67
belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi Hib.
Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara yang
belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini dimungkinkan karena harganya
yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib
diberikan kepada semua anak di negara berkembang

o Vaksin Pneumococcus

Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di


negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak usia
diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi dan anak
dibawah 3 tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate
vaccine (PCV). Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju.
Hasil penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara rutin
pada bayi, menunjukkan penurunan bermakna kejadian pneumonia pada anak
dan keluarganya terutama para lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV
7, artinya vaksin mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam
waktu dekat akan tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika),
dengan pemberian imunisasi PCV 9 terjadi penurunan kasus pneumonia
sebesar 37%, pengurangan penderita yang harus dirawat di rumah sakit sebesar
15%, dan pengurangan kematian pada anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan
bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk menurunkan kematian pada anak
karena pneumonia.

 Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi
neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
Di samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu
mendapat perhatian.
 Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan
polusi di luar ruangan.
 Mengurangi kepadatan hunian rumah.

Pencegahan Sekunder

68
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah
orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit,
menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan
sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat
mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:

 Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan


penambahan oksigen.
 Pneumonia: diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau
amoksilin.
 Bukan Pneumonia: perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi
antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada
anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi
air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau
selama 10 hari ke depan.

Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munculnya
penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita,
mengurangi kematian serta usaha. rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini
dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti
perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa:

 Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik


selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.
 Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat
agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.

 Komplikasi

Komplikasi dari pneumonia biasanya merupakan hasil dari penyebaran


langsung bakteri pada kavum toraks (seperti efusi pleura, empiema, dan

69
perikardiis) atau penyebaran bakteremia dan hematologis. Meningitis, artritis
supuratif, dan osteomyelitis adalah contoh komplikasi yang jarang dari
penyebaran secara hematologis.

S. aureus dan S. pneumoniae adalah penyebab utama dari empiema.


Pengobatan empyema didasarkan pada stadium penyakit (seperti eksudatif,
fibropurulen, atau organizing) (Kliegman et al, 2015).

 tatalaksana farmako dan non farmako


Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis,
distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang
lain kompikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasein. Neonatus dan
bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi
yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan
pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobioogis cepat. Oleh karena itu, antibiotic dipilih
berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris
didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan
usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.
1) Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan

70
berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang
mencapai 90%. Peneitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada
pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisiin dan kotrimoksazol dua kali
sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan
adalah 25 mg/kgBB, sedangakn kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20
mg/kgBB sulfametoksazol).
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumonia dan bakteri atipik.
2) Pneumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan beta-
laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap
beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotic lain seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang
ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi meskipun tidak ada studi control mengenai lama
terapi antibiotic yang optimal.
Pada neounatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus dimulai
sesefera mungkin. Oleh karena pada neonates dan bayi kecil sering terjadi
sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotic
spectrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid,
atau sefalosporin generiasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotic dapat
diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotic yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta-aktam dengan/atau tanpa klavulanat; pada kasus yang
lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid
baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak
demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotic oral dan
berobat jalan.
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotic
beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan
kloramfenikol. Feyzullah dkk. Melaporkan hasil perbandingan pemberian

71
antibiotic pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik
yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB
setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson
intravena (50 mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari,
dan ternyata memiliki efektifitas yang sama.
Akan tetapi, banyak penelitian melaporkan resistensi Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus influenza ―mikroorganisme paling penting
penyebab pneumonia pada anak― terhadap kloramfenikol.
Kriteria Rawat Inap
 Bayi :
- Saturasi oksigen <92%,sianosis
- Frekuensi napas >60x/menit
- Distress pernapasan, apnea, intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menyusu
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
 Anak :
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >50x/menit
- Distress pernapasan
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tatalaksana Umum

Pasien dengan saturasi <92% pada saat bernapas dengan udara


kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,


diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak
direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia

72
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan
untuk memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan
saturasi oksigen

Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotic
oral pada anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian
besar pathogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-
amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan
azitromisin
- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua
maka antibiotic golongan makrolid diberikan sebagai
pilihan pertama secara empiris pada anak >5 tahun
- Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumonia sangat mungkin sebagai penyebab
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan
makrolid atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang
tidak dapat menerima obat per oral (missal karena muntah)
atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
- Antibiotic intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan
cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika
terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotic intravena

73
 prognosis

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai dari secara
dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan
kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan
kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlamat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

 SKDI

SKDI 4A yaitu setelah lulus menjadi dokter mampu membuat diagnosis klinik
dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

Imunisasi dan ASI eksklusif

ASI eksklusif

1. Definisi ASI Eksklusif


ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain.

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,
air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,
bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2005).

2. Kandungan ASI
ASI mengandung banyak nutrisi, antar lain albumin, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel
darah putih, dengan porsi yang tepat dan seimbang. Komposisi ASI bersifat

74
spesifik pada tiap ibu, berubah dan berbeda dari waktu ke waktu yang
disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat itu (Roesli, 2005).

Roesli (2005) mengemukakan perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari


(stadium laktasi) sebagai berikut:

a. Kolostrum (colostrum/susu jolong)


Kolostrum adalah cairan encer dan sering berwarna kuning atau dapat pula jernih
yang kaya zat anti-infeksi (10-17 kali lebih banyak dari susu matang) dan protein,
dan keluar pada hari pertama sampai hari ke-4/ke-7. Kolostrum membersihkan
zat sisa dari saluran pencernaan bayi dan mempersiapkannya untuk makanan
yang akan datang. Jika dibandingkan dengan susu matang, kolostrum
mengandung karbohidrat dan lemak lebih rendah, dan total energi lebih rendah.
Volume kolostrum 150-300 ml/24 jam.

b. ASI transisi/peralihan
ASI peralihan keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang
matang. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak
makin tinggi dan volume akan makin meningkat. ASI ini keluar sejak hari ke-
4/ke-7 sampai hari ke-10/ke-14.

c. ASI matang (mature)


Merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya,
komposisi relatif konstan.

d. Perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit


ASI yang pertama disebut foremilk dan mempunyai komposisi berbeda dengan
ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk dihasilkan sangat banyak
sehingga cocok untuk menghilangkan rasa haus bayi. Hindmilk keluar saat
menyusui hampir selesai dan mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak
dibanding foremilk, diduga hindmilk yang mengenyangkan bayi.

e. Lemak ASI makanan terbaik otak bayi

75
Lemak ASI mudah dicerna dan diserap bayi karena mengandung enzim lipase
yang mencerna lemak. Susu formula tidak mengandung enzim, sehingga bayi
kesulitan menyerap lemak susu formula.
Lemak utama ASI adalah lemak ikatan panjang (omega-3, omega-6, DHA, dan
asam arakhidonat) suatu asam lemak esensial untuk myelinisasi saraf yang
penting untuk pertumbuhan otak. Lemak ini sedikit pada susu sapi.

Kolesterol ASI tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan otak.


Kolesterol juga berfungsi dalam pembentukan enzim metabolisme kolesterol
yang mengendalikan kadar kolesterol di kemudian hari sehingga dapat
mencegah serangan jantung dan arteriosklerosis pada usia muda.

f. Karbohidrat ASI
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula) dan kandungannya lebih banyak
dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar 20-30 % lebih banyak dari
susu sapi. Salah satu produk dari laktosa adalah galaktosa yang merupakan
makanan vital bagi jaringan otak yang sedang tumbuh.

Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk


pertumbuhan tulang. Laktosa juga meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang
baik yaitu, Lactobacillis bifidus. Fermentasi laktosa menghasilkan asam laktat
yang memberikan suasana asam dalam usus bayi sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri patogen.

g. Protein ASI
Protein utama ASI adalah whey (mudah dicerna), sedangkan protein utama susu
sapi adalah kasein (sukar dicerna). Rasio whey dan kasein dalam ASI adalah
60:40, sedangkan dalam susu sapi rasionya 20:80. ASI tentu lebih
menguntungkan bayi, karena whey lebih mudah dicerna dibanding kasein.

ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung


lactoglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi. Selain
itu, pemberian ASI eksklusif dapat menghindarkan bayi dari alergen karena
setelah 6 bulan usus bayi mulai matang dan bersifat lebih protektif.

76
ASI juga mengandung lactoferin sebagai pengangkut zat besi dan sebagai sistem
imun usus bayi dari bakteri patogen. Laktoferin membiarkan flora

normal usus untuk tumbuh dan membunuh bakteri patogen. Zat imun lain dalam
ASI adalah suatu kelompok antibiotik alami yaitu lysosyme.

Protein istimewa lainnya yang hanya terdapat di ASI adalah taurine yang
diperlukan untuk pertumbuhan otak, susunan saraf, juga penting untuk
pertumbuhan retina. Susu sapi tidak mengandung taurine sama sekali.

 Faktor pelindung dalam ASI


ASI sebagai imunisasi aktif merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi.
Selain itu, ASI juga berperan sebagai imunisasi pasif yaitu dengan adanya SIgA
(secretory immunoglobulin A) yang melindungi usus bayi pada minggu pertama
kehidupan dari alergen.

 Vitamin, mineral dan zat besi ASI


ASI mengandung vitamin, mineral dan zat besi yang lengkap dan mudah
diserap oleh bayi.

3. Manfaat Pemberian ASI


Menurut Roesli (2004) manfaat ASI bagi bayi yaitu:

a. ASI sebagai nutrisi


Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan
cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan.

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh


Bayi yang mendapat ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang sakit,
karena ASI mengandung berbagai zat kekebalan.

c. ASI meningkatkan kecerdasan

ASI mengandung nutrien khusus yaitu taurin, laktosa dan asam lemak ikatan
panjang (DHA, AHA, omega-3, omega-6) yang diperlukan otak bayi agar
tumbuh optimal. Nutrien tersebut tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu

77
sapi. Oleh karena itu, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama
6 bulan akan optimal.

d. Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang.


Perasaan terlindung dan disayangi pada saat bayi disusui menjadi dasar
perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan
dasar spiritual yang baik.

Manfaat lain pemberian ASI bagi bayi yaitu sebagai berikut:


a. Melindungi anak dari serangan alergi.
b. Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara.
c. Membantu pembentukan rahang yang bagus.
d. Mengurangi risiko terkena penyakit diabetes, kanker pada anak,
dan diduga mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung.
e. Menunjang perkembangan motorik bayi.

IMUNISASI

Untuk anak usia 2 tahun seharusnya sudah mendapat imunisasi berupa :


1. Hepatitis B
Diberi saat bayi lahir (<12 jam setelah lahir).
2. BCG
Diberi sebelum bayi berusia 3 bulan.
3. Polio
Diberi sebelum bayi berusia 6 bulan sebanyak 4x (saat lahir, 2 bulan, 4 bulan ,6
bulan)
4. Campak
Diberi pada usia 9 bulan dan 24 bulan. Untuk mencegah penyakit campak berat
yang menyebabkan pneumonia.
5. pentavalen (DPT-HB-HIB)
Merupakan vaksin gabungan dari vaksi DPT, vaksin HiB dan vaksin HB. Untuk
mencegah 6 penyakit sekaligus yaitu difteri,pertusis, tetanus, hepatitis B,
pneumonia, dan meningitis. Diberi sebanyak 4x ( 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18
bulan).

78
Jadwal imunisasi lengkap anak

79
VI. KERANGKA KONSEP

80
VII. KESIMPULAN

Maya anak perempuan usia 2 tahun menderita bonkopneumonia dengan gejalah


batuk, sukar bernapas, dan disertai demam.

81
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran


pernafasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta

Guyton dan Hall. 2003. Fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Simposium penatalaksanaan penyakit paru


pada anak terkini. Jember.

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002 Tanggal:


5 Desember 2002. Pemberantasan Penyakit ISPA

Marcdante, Keren J. dan Robert M. Kliegman. 2014. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Edisi Keenam. Jakarta: Elsevier.

Price SA, Wilson LM. Pathophysiology: clinical concepts of disease processes.


Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 1994.

Said M. 2008. Pneumonia. In : Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B. (eds).
Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

World Health Organization. 2006. Child growth standards. Diakses melalui


http://www.who.int/childgrowth/standards/en/ pada 10 April 2018

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age :
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society
and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-
630

82
Eroschenko, V. and Fiore, M. (2013). DiFiore's atlas of histology with functional
correlations. 12th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott
Williams & Wilkins.
Kliegman, R. M. et al (2015). Nelson Textbook of Pediatrics, 20th Ed. Philadelphia:
Elsevier.
Pudjiadi, A. H., et al. (2011). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Rahajoe, N., Supriyatno, B., & Setyanto, D. (2010). Buku Ajar Respirologi Anak
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Aru W, Sudoyoetal. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi
4.Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI. Jakarta

Suyono, Slamet ,dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
penerbit FKUI

83

You might also like