You are on page 1of 7

Afifah Salshabila Radiandina

04011281621122
Alpha 2016

Nyeri

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya

kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakan. Nyeri digolongkan ke dalam tanda vital ke 5, dapat memberikan

perubahan fisiologi, ekonomi, sosial, dan emosional yang berkepanjangan sehingga

perlu dikelola secara baik.

Mekanisme nyeri

Respon nyeri di transmisikan dari sistem saraf perifer ke sistem saraf pusat dan

diatur dari pusat yang lebih tinggi.

Umumnya nyeri dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu nyeri nosiseptif

dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang disebabkan oleh

kerusakan jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau orgam

dalam. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus,

dan korteks serebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan

mengharuskan setiap individu untuk belajar mengenali stimulus-stimulus tertentu

yang berbahaya dan harus dihindari.

Nyeri nosiseptif terdiri dari empat rangkaian proses yang terlibat yaitu,

transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Proses tersebut merupakan proses yang

sangat rumit. Tahap pertama yang terjadi ialah transduksi. Transduksi merupakan

konversi stimulus noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi aktivitas listrik pada
akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh reseptor ion channel

yang spesifik.

Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial dari akhiran saraf perifer ke

sepanjang akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat. Kerusakan jaringan

menyebabkan pelepasan mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin,

substansi P, dan histamin. Mediator-mediator ini kemudian mengaktifkan nosiseptor,

sehingga terjadilah proses yang disebut transduksi. Pertukaran ion natrium dan

kalium terjadi pada membran sel sehingga mengakibatkan potensial aksi dan

terjadinya impuls nyeri.

Tahap kedua yaitu proses transmisi. Transmisi merupakan bentuk transfer

sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial aksi dari tempat cedera

bergerak dari sepanjang serabut saraf afferen ke nosiseptor di medulla spinalis.

Pelepasan substansi P dan neurotransmitter lainnya membawa potensial aksi melewati

celah ke kornu dorsalis pada medulla spinalis, kemudian naik sebagai traktus

spinotalamikus ke thalamus dan otak tengah. Proses yang terjadi setelah potensial

aksi melewati talamus yaitu serabut saraf mengirim pesan nosisepsi ke korteks

somatosensori, lobus parietal, lobus frontal, dan sistem limbik setelah melewati

talamus, dimana proses nosiseptif ketiga terjadi.

Proses akhir nosiseptif yakni modulasi merupakan hasil dari aktivasi otak

tengah. Beberapa neuron dari daerah tersebut memiliki berbagai neurotransmiter,

yaitu endorfin, enkephalins, serotonin (5-HT), dan dinorfin, turun ke daerah-daerah

dalam sistem saraf pusat yang lebih rendah. Neuron ini merangsang pelepasan

neurotransmiter tambahan, yang pada akhirnya memicu pelepasan opioid endogen

dan menghambat transmisi impuls nyeri di kornu dorsal.

Proses persepsi melibatkan kedua komponen sensorik dan affektif nyeri.

Penelitian klinis dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan pemahaman yang
lebih besar mengenai sistem limbik di daerah gyrus cingula anterior dan perannya

dalam respon emosional terhadap rasa sakit. Perjalanan nyeri merupakan lalu lintas

dua arah, yaitu jalur asenden dan desenden. Efek inhibisi dicapai melalui arah

desenden yang menjangkau dari otak sadar sampai kegerbang otak setengah sadar dan

medulla spinalis. Kornu dorsalis pada medulla spinalis merupakan zona mayor yang

menerima akson aferen primer (nosiseptor) yang mengirim informasi dari reseptor

sensorik pada kulit, visceral, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan ke sistem saraf

sentral. Kornu dorsalis juga menerima input dari akson yang turun dari berbagai area

di otak.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara

lain:

a. Pengalaman Nyeri Masa Lalu

Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula individu

tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri

tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri;

akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi

lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui

ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Potter & Perry,

2005).

b. Kecemasan

Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan

nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik,

kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin

merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada


susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri

(Le Mone & Burke, 2008).

c. Umur

Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah

dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas

kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda

dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua

mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan

persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses

penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit

gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi

impuls saraf normal (Le Mone & Burke, 2008).

d. Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan

dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu

ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu.

Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang

berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik berperan

dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).

e. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat

Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat

mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri

seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk

memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa,

tetapi kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan rasa


kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada seringkali

membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-anak yang

mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter & Perry, 2005).

Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut

dan nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi

terjadinya nyeri.

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,

biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat

mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang

disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler,

gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry, 2005).

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan.

Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan,

karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang

diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan

kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik mengakibatkan

supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor,

depresi, dan ketidakmampuan.

Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif

dan neuropatik (Potter & Perry, 2005).

a. Nyeri nosiseptif
Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan dalam hal ini

ujung saraf nosiseptif, menerima informasi tentang stimulus yang mampu

merusak jaringan. Nyeri nosiseptif berdifat tajam, dan berdenyut (Potter &

Perry, 2005).

b. Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf. Nyeri

neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap

sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain

nyeri somatik, nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah

kulit (superficial) pada otot dan tulang. Macam lainnya adalah nyeri menjalar

(referred pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya

dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cidera organ visceral.

Sedangkan nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari bermacam-macam

organ viscera dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 2008).

LeMone, P, Burke, Karen, 2008, Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care (4th Edition),

New Jersey: Prentice Hall Health

Potter, P.A., Perry, A.G., 2005, Fundamental of Nursing, (4th Edition), USA: Mosby Company

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

Pemeriksaan Abdomen (Mcburney)

Terletak 1.5-2 inchi atau 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior
superior kanan dan umbilikus. Nyeri tekan yang dilokalisasi di atas titik McBurney adalah
pertanda mengenai apendisitis bila benar-benar memasukkan konteks presentasi klinis lainnya.

Indikasi
a. Pasien dengan nyeri di kuadran kanan bawah
b. Mendiagnosis apendisitis
Teknik
a. Mulailah dengan menyuruh pasien berbaring telentang di kasur.
b. Mintalah pasien batuk atau melakukan manuver valsava dan tunjuk ke tempat rasa sakit.
c. Tekan abdomen kanan bawah tempat titik mcburney.

Diagnostic Accuracy
Likelihood ratios (McGee S.; 2001)
a. Positive: 3.4 (95% CI 1.6, 7.2)
b. Negative: 0.4 (95% CI 0.2, 0.7)

Jika usus buntu pecah atau berada pada posisi abnormal dan / atau peritonitis
generalis ada, kelembutan tidak akan berada di lokasi yang diharapkan. Kehamilan juga
bisa menggantikan usus buntu lebih dekat ke umbilikus atau lebih tinggi di kuadran
kanan atas abdomen. Usia kehamilan bayi akan mempengaruhi perubahan lokasi.

1. McBurney C. Experience with early operative interference in cases of disease of


the vermiform appendix. N Y Med J 1889;50:676-684.
2. Bickley LS et al. Bates' Guide to Physical Examination and History Taking. 11 th ed.
Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins. 2013;467-8.
3. McGee S. Evidence-Based Physical Diagnosis. Philadelphia, PA: W.B. Saunders;
2001.
4. Orient, JM. Sapira's Art and Science of Bedside Diagnosis. 4th ed. Philadelphia,
PA: Lippincott Williams & Wilkins. 2010;422-3.
5. Erkek A et al. Location of the appendix at the third trimester of pregnancy: a new
approach to an old delimma. J Obstet Gynaecol 2015;Feb 18:1-3. PubMed

You might also like