You are on page 1of 22

Penerapan Lubang Resapan Biopori Sebagai Alternatif

Penanggulangan Banjir Di Permukiman Daerah Aliran


Sungai (DAS) Ciliwung

Indah Ludiana Putri, Yovita Inggar Mawardi, Yasmine Fitriana Asyigah


Universitas Jember

di ajukan untuk mengikuti


Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Kebencanaan
Tingkat Nasional
Tahun 2018

Nama Ketua : Indah Ludiana Putri


Nama Anggota : Yovita Inggar Mawardi
Nama Anggota : Yasmine Fitriana Asyigah

Universitas Jember
Jember
2018
Abstrak
Banjir adalah agenda tahunan bagi warga yang tinggal di daerah aliran sungai
(DAS) Ciliwung, Jakarta. Akibat curah hujan yang tinggi dan meluapnya air dari
sungai Ciliwung dan juga disebabkan oleh konverensi lahan pertanian menjadi
lahan terbangun, yang berakibat kurangnya daerah resapan air di daerah aliran
sungai (DAS) ciliwung. Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi banjir di daerah
aliran sungai (DAS) Ciliwung menggunakan konsep lubang resapan biopori
(LRB) yang dibuat di sekitar perumahan warga. Metode yang digunakan yaitu
metode pendekatan deskriptif, dengan membuat lubang resapan biopori (DAS)
pada setiap perumahan di daerah alirang sungai (DAS) Ciliwung. Hasil dari
penelitian ini bahwa penerapan konsep lubang resapan biopori (LRB) efektif
dalam mengurangi potensi rawan banjir. Selain itu, berfungsi sebagai “pabrik”
pembuat kompos. Dimana Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan
memberikan sampah organik. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi
bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi.
Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos. Dengan
menggunakan konsep lubang resapan biopori (LRB) di sekitar aliran sungai
(DAS) ciliwung, diharapkan dapat di terapkan guna manambah daerah resapan air
yang telah berkurang akibat alih fungsi lahan, dan mengurangi bencana banjir di
daerah alirang sungai (DAS) Ciliwung akibat meluapnya sungai Ciliwung dan
konverensi lahan.
Kata kunci: bencana banjir, konverensi lahan, daerah alirang sungai (DAS)
Ciliwung, lubang resapan biopori (LRB)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan negara dengan populasi
terbanyak nomor empat di dunia. Terdiri dari lima pulau besar dan 30 kepulauan
kecil, jumlah keseluruhan mencapai 17.508 pulau dengan 6000 di antaranya telah
dihuni. Secara geografis letak Indonesia diapit oleh dua samudera dan juga dua
benua. Batas geografis ini sangat berpengaruh terhadap beberapa aspek seperti
musim, keadaan alam, sosial-budaya dan lainnya. Indonesia berlokasi di Cincin
Api Pasifik (wilayah dengan banyak aktivitas tektonik), oleh karena itu Indonesia
harus terus menghadapi resiko letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir dan
tsunami. Pada beberapa peristiwa selama 20 tahun terakhir, Indonesia menjadi
headline di media dunia karena bencana-bencana alam yang mengerikan dan
menyebabkan kematian ratusan ribu manusia dan hewan, serta menghancurkan
wilayah daratannya (termasuk banyak infrastruktur sehingga mengakibatkan
kerugian ekonomi).
Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristowa yang disebabkan oleh alam. Peristiwa alam dapat berupa
banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju,
kekeringan, dan lain sebagainya.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat. Banjir merupakan salah satu bencana
yanng sering terjadi di Indonesia. Banyak sekali daerah – daerah yang sering
dilanda banjir, salah satunya adalah kota Jakarta. Banjir yang terjadi di Jakarta ini
sudah terjadi sejak tahun 1959. Penyebab terjadinya banjir ini adalah curah hujan
yang tinggi, meluapnya air dari sungai ciliwung, cisadane dan angke, dan juga
disebabkan oleh masyarakat kota Jakarta yang kurang sadar akan kecintaan
terhadap lingkungan.
Banjir yang terjadi di Kota Jakarta ini sangat merugikan dan juga membuat
image kota Jakarta menjadi buruk. Bencana banjir ini masih belum bisa
ditanggulangi dengan tepat. Pada bulan Februari kemarin, banjir setinggi 65-100
cm merendam permukiman warga di Kampung melayu, Jakarta Timur. Banjir itu
terjadi akibat meluapnya air sungai Ciliwung. Setiap tahun di musim hujan
beberapa ruas Kali Ciliwung, terutama antara ruas Cawang – Pintu Air Manggarai
di Propinsi DKI Jakarta, mengalami luapan genangan banjir. Genangan yang
terjadi di daerah tersebut disebabkan karena perubahan tata guna lahan di daerah
hulu yang akan berpengaruh pada perubahan karakteristik banjir baik dari segi
besarnya banjir dan lama waktu kejadian banjir, genangan banjir juga
disebabkan oleh adanya penyempitan sungai oleh padatnya pemukiman di
bantaran sungai yang mengakibatkan kapasitas aliran Kali Ciliwung lebih kecil
dari pada debit banjir yang terjadi. Bencana banjir ini belum bisa ditanggulangi
dengan baik oleh pemerintah, dan jika dibiarkan terus-menerus seperti ini akan
merugikan masyarakat sekitar yang sering terkena banjir. Oleh karena itu, perlu
diadakannya penanggulangan bencana banjir dengan menggunakan Lubang
Resapan Biopori (LRB).
Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah teknologi LRB yang merupakan
produk sederhana, murah dan tidak memerlukan lahan yang luas, serta dapat
dibuat dengan cepat dan mudah. Selain bisa mencegah terjadinya banjir, LRB ini
juga dapat membantu menurunkan kerentanan kota terhadap banjir, kekeringan,
dan membantu mengurangi beban sampah kota. LRB sangat tepat diterpakan pada
lokasi yang memiliki kepadatan bangunan dan pemukiman penduduk. Menurut
Menteri Lingkungan Hidup No 12 tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan,
LRB adalah lubang yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) ke dalam tanah,
dengan diamter 10-25 cm dan kedalaman sekitar 100cm atau tidak melebihi
kedalaman muka air tanah.
Dalam LRB akan terbentuk biopori yang merupakan akibat dari aktivitas
dengan memanfaatkan sampah organik sebagai sumber makanan. Pembentukan
biopori akan meningkatkan laju infiltrasi air ke dalam tanah serta membantu
konservasi air dan tanah. LRB akan memperbesar daya tampung tanah terhadap
air hujan, mengurangi genangan air dan mengurangi limpahan air hujan.
Pembuatan LRB akan mengurangi jumlah sampah organik yang ditimbulkan oleh
aktivitas manusia dengan memanfaatkan lubang- lubang tersebut untuk
memproduksi kompos, sehingga LRB dapat mengurangi gas-gas rumah kaca
seperti gas karbondioksida dan metan yang menyebabkan pemanasan global yang
memicu perubahan iklim. Oleh karena itu, dengan berbagai kenyataan tersebut
pengelolaan LRB harus memperhatikan aspek ekologi yang akan membuat
manfaat LRB menjadi optimal. Aspek ekologi atau dimensi ekologi dibuat
berdasarkan pada manfaat-manfaat yang diperoleh dengan adanya pembuatan
LRB. Dimensi ekologi yang menjadi perhatian adalah kondisi fisik tanah
(struktur tanah, tekstur tanah, porositas, permeabilitas dan suhu); kimia
tanah (pH dan kejenuhan basa); curah hujan; kualitas air tanah; LRB terhadap
pengelolaan sampah; LRB terhadap kesuburan tanah dan sinkronisasi
jumlah LRB di lapangan dengan jumlah ideal LRB.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagimana alternatif penerapan lubang resapan biopori dalam mengatasi
bencana banjir di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dan manfaat dilakukan penelitian ini adalah :
1. Tujuan penelitian ini untuk memberikan masukan dan solusi alternatif
dalam menanggulangi bencana banjir di daerah aliran sungai (DAS)
Ciliwung.
2. Manfaat penelitian ini sebagai wawasan bahwa konsep lubang reapan
biopori (LRB) efektif dalam mengurangi bencana banjir di daerah aliran
sungai (DAS) Ciliwung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sumber Daya dan Geologi Lingkungan

Geologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi, meliputi bagian


permukaan dan bawah permukaan, batuan penyusun, serta proses-proses fisik
yang membentuk selama waktu geologi. Lingungan yakni total keseluruhan dari
suatu keadaan, meliputi kondisi fisik dan sosial budaya. Kondisi fisik berupa
bentuk lahan, udara, air, dan gas. Sedangkan sosial budaya meliputi etika,
ekonomi, estetika, dan kenyamana.

Geologi lingkungan adalah geologi terapan yang dipusatkan pada keseluruhan


keadaan saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungan fisik. Geologi
lingkungan memiliki 7 konsep-konsep fundamental sebagai berikut:

1. Konsep pertama, menjelaskan bahwa bumi pada dasarnya merupakan


sistem tertutup. Maksudnya, dibumi terdapat berbagai macam peristiwa
yang terjadi karena aktivitas- aktivitas setiap bagian dari bumi.
2. Konsep kedua, menjelaskan bahwa bumi merupakan satu-satunya tempat
yang paling sesuai dengan kehidupan manusia, akan tetapi sumber daya
yang dimiliki sangat terbatas.
3. Konsep ketiga, menjelaskan bahwa proses- proses fisik yang terjadi di
bumi mengubah bentang alam yang kita miliki, dengan melihat semua
keadaan bentang alam di bumi pada masa kini, kita dapat mengetahui
proses- proses yang telah terjadi di masa lalu.
4. Konsep keempat, menjelaskan tentang banyak proses alam yang terjadi
di bumi yang membahayakan umat manusia, contoh: aktivitas gunung
berapi, tsunami, erosi, tanah longsor, gempa bumi, dan lain sebagainya.
Semua bencana itu merupakan dampak dari proses- proses yang terjadi
dibumi, karena bumi merupakan suatu sitem yang terus bergerak.
5. Konsep kelima, menjelaskan tentang perencanaan penggunaan lahan dan
pengairan harus berusaha memperhatikan keseimbangan antara
pertimbangan segi ekonomi dan dari segi lain seperti estetika.
Pertimbangan sumber daya alam dan evaluasi keindahan sebuah kawasan
sebelum dilakukannya pembangunan menjadi bagian penting dalam teori
“Enviromental Impact” atau dampak lingkungan.
6. Konsep keenam, menjelaskan dampak dari penggunaan lahan yang
cenderung bertumpuk.
7. Konsep ketujuh, menjelaskan komponen fundamental lingkungan
merupakan faktor geologi, dan pemahaman tentang lingkungan
memerlukan beberapa pendekatan melalui ilmu-ilmu kebmian dan
disiplin ilmu yang lain yang berhubungan. Perbedaan dalam
mempertimbangkan suatu pembangunan wilayah yang dapat digolongkan
menjadi tiga kategori, yaitu fisik, biologi dan fungsi kedayagunaan.
Faktor fisik yaitu pertimbangan keadaan geografis, proses geografis,
proses hidrologi, tipe batuan dan tanah, dan klimatologi. Faktor biologis
yaitu, pertimbangan aktivitas mahluk hidup terutama tumbuhan dan
hewan, perubahan keadaan biologis atau proses, spatial analisis terhadap
informasi. Faktor fungsi kedayagunaan yaitu, kegunaan lahan, estetika,
keterkaitan antara aktivitas manusia dengan faktor fisik dan biologis, dan
peraturan yang mengatur lingkungan.

2.2 Definisi Kebencanaan

Menurut Undang- undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana, bencana adalah peristiwa yang mengancam, mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam , seperti gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tannah longsor.

a. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
b. Bencana sosial adalah peristiwa yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarkat dan teror.

2.3 Pengertian Kawasan Kategori Rawan Banjir

Sungai Ciliwung melewati dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat dan
provinsi DKI Jakarta. Lebih tepatnya bagian hulu Sungai Ciliwung berada di
Gunung Telaga Mandalawangi (Kabupaten Bogor) dan bagian hilir bermuara di
teluk Jakarta. Sungai Ciliwung memiliki panjang bentang mencapai 76 km dan
luas DAS mencapai 322 km2. DAS Ciliwung berbaatsan dengan DAS Cisadane di
sebelah barat dan DAS Citarum di sebelah Timur. DAS Ciliwung mempunyai
fenomena meanrik, bentuk aliran menyempit di bagian hilir dan lebar di bagian
hulu dengan aliran air dari arah selatan ke utara Jakarta.
Bagian hulu DAS ini berada pada ketinggian 100-300 m dari permukaan laut.
DAS Ciliwung bagian hulu, melipiti daerah Gunung Gede Pangrango yang
termasuk dalam kawasan Puncak. Luas DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah
14.876 Ha. Kondisi tanah yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu meliputi
kompleks Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Latosol Coklat,
Latosol Coklat Kemerahan. Berdasarkan keadaan geomorfologinya, DAS
Ciliwung bagian hulu didominasi oleh dataran vulkanik tua dengan bentuk
wilayah bergunung seluas 3767,76 Ha dan sebagian kecil merupakan aluvial
sungai seluas 255,33 Ha.

2.4 Pengertian Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,


baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi anacaman bencana. Dalam menghitung risiko bencana
sebuah daerah kita harus mengetahui bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability)
dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik
kondisi fiski dan wilayahnya.
Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk
menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa, atau kehilangan
harta benda. Bahaya dianggap sebuah bencana (disaster) apabila telah
menimbulkan korban dan Kerugian.
Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menetukan apakah
bahaya yang terjadi akan menimbulkan bencana(disaster) atau tidak. Rangkaian
kondisi umumnya dapat berupa persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak
bahaya.
Jenis- jenis kerentanan:
a. Kerentanan Fisik: bangunan, infrastruktur, konstruksi yang lemah.
Kerentanan Sosial: kemiskinan, lingkungan, konflik, tingkat pertumbuhan
yang tinggi, anak- anak dan wanita, lansia.
b. Kerentanan Mental: ketidaktahuan, tidak menyadari, kurang percaya dri,
dan lainnya.
kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap
situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan, dan
lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan
secara turun temurun dari generasi ke generasi.

2.5 Lubang Resanpan Biopori (LRB)

Biopori (biopore) merupakan ruang atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh
makhluk hidup seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai
liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang sehingga sangat efektif dalam
menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah. Biopori terbentuk oleh adanya
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta aktivitas
fauna tanah (Brata dan Nelistya, 2008).
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan, Lubang Resapan Biopori adalah lubang
yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) ke dalam tanah, dengan diameter antara
10 – 25 cm dan kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka
air tanah (water table). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 70 Tahun
2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Lubang Resapan
Biopori (LRB) merupakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk
mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resapan air, mengubah sampah
organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan),
dan memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman dan mengatasi
masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah
dan malaria. Dalam setiap 100 m² lahan idealnya LRB dibuat sebanyak 30 titik
dengan jarak antara 0,5 – 1 meter.

2.6 Konverensi Lahan

Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut
konverensi lahan adalah perubahan sebagian atau seluruh kawasan lahan dari
fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang negatif
terhadap lingkungan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian
perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan lain dan disebabkan oleh
faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi
kebutuhan pendudukan yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya
tuntukan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

2.7 Bencana Banjir

Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai


peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang
melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian
fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman
yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi
wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan
paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP,
2007).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dengan
menggunakan metode deskriptif dan cara pembuatan lubang resapan biopori
(LRB).
1. Pembuatan Lubang Resapan Biopori
Sebelum melakukan pembuatan langkah pertama yang harus dipersiapkan
yaitu alat dan bahan yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan hanya linggis
dan bor khusus untuk pembuatan lubang biopori. Setelah lokasi pembuatan lubang
resapan biopori dipilih langkah selanjutnya adalah melakukan pengeboran atau
pelubangan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Lubang silindris dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm dibuat
secara vertikal ke dalam tanah menggunakan bor. Jika akan dibuat lebih dari 1
lubang resapan biopori maka beri jarak 50 – 100 cm antar lubang.
b. Sepanjang 30 – 40 cm dari permukaan tanah dipasang pipa paralon dengan
diameter 10 cm. Pemasangan pipa tersebut dilakukan bertujuan agar tanah yang di
permukaan atas tidak longsor ke dalam LRB yang sudah dibuat. Mulut lubang
kemudian ditutup dengan tutup pipa juga.
c. Lubang resapan biopori yang sudah terbentuk, dapat diisi dengan sampah-
sampah organik (dapat berupa daun-daun kering, potongan rumput, ranting pohon
yang telah jatuh dan limbah organik rumah tangga lainnya) di sekitar pekarangan
rumah .
d. Kompos yang sudah terbentuk dapat dikumpulkan untuk dimanfaatkan
kembali dalam menyuburkan tanaman yang ada di sekitar pekarangan rumah
masyarakat.
Gambar 1 : proses pembuatan lubang resapan biopori
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Potensi Kawasan


Sungai Ciliwung melewati dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat dan
provinsi DKI Jakarta. Lebih tepatnya bagian hulu Sungai Ciliwung berada di
Gunung Telaga Mandalawangi (Kabupaten Bogor) dan bagian hilir bermuara di
teluk Jakarta. Sungai Ciliwung memiliki panjang bentang mencapai 76 km dan
luas DAS mencapai 322 km2. DAS Ciliwung berbaatsan dengan DAS Cisadane di
sebelah barat dan DAS Citarum di sebelah Timur. DAS Ciliwung mempunyai
fenomena meanrik, bentuk aliran menyempit di bagian hilir dan lebar di bagian
hulu dengan aliran air dari arah selatan ke utara Jakarta.
Bagian hulu DAS ini berada pada ketinggian 100-300 m dari permukaan
laut. DAS Ciliwung bagian hulu, melipiti daerah Gunung Gede Pangrango yang
termasuk dalam kawasan Puncak. Luas DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah
14.876 Ha. Kondisi tanah yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu meliputi
kompleks Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Latosol Coklat,
Latosol Coklat Kemerahan. Berdasarkan keadaan geomorfologinya, DAS
Ciliwung bagian hulu didominasi oleh dataran vulkanik tua dengan bentuk
wilayah bergunung seluas 3767,76 Ha dan sebagian kecil merupakan aluvial
sungai seluas 255,33 Ha.
Permasalah banjir yang terjadi di wilayah Sungai Ciliwung pada dasrnya
merupakan akibat dari permasalahan-permasalahan yang saling terkait dan
kompleks. Adapun indikasi permasalahan tersebut, meliputi:
a. Kondisi iklim yang semakin tahun mengalami peningkatan curah hujan,
sedangkan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung mengalami
perubahan peruntukan lahan yang semula banyak daerah resapan saat ini
berubah menajdi permukiman dan daerah urban.
b. Pada beberapa lokasi di alur sungai (khususnya daerah hilir) terjadi
pendangkalan dan penyempitan sehingga menyebabkan kapasitas
tampungan Sungai Ciliwung berkurang.
c. Pada beberapa lokasi di Sungai Ciliwung (pada daerah hulu Pintu Air
Manggarai) terdapat beberapa belokan sungai (meandering) yang
menyebabkan kurang lancarnya aliran air banjir pada Kali Ciliwung.
d. Adanya alih fungsi bantaran sungai (dimanfaatkan untuk permukiman,
industri, dan usaha perkantoran) sehingga memperkecil penampang basah
kali dan menghambat aliran air.

4.2 Identifikasi Potensi


Banyak penelitian yang dilakukian guna mengatasi masalah banjir di
daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung salah satunya yaitu “penataan ruang daerah
aliran sungai ciliwung dengan pendekataan kelembagaan dalam perspektif
pemantapan pengelolaan usahatani” oleh (saridewi dkk, 2014).
Pengelolaan DAS terpadu menurut Kodoatie dan Sjarief (2010)
merupakan penanganan integral yang mengarahkan semua stakeholders dalam
pengelolaan banjir. Pengelolaan bencana banjir terpadu tersebut dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang mengkoordinasikan pengembangan,
pengelola- an banjir dan pengelolaan aspek lainnya yang terkait secara langsung
maupun tidak langsung dengan tujuan untuk mengoptimal- kan kepentingan
ekonomi dan kesejahteraan sosial tanpa mengganggu kestabilan ekosistem.
Metode pengelolaan DAS terpadu (pengendalian banjir) dapat dilakukan dengan
metode struktural dan nonstruktural, disajikan pada Gambar 2.
Perbaikan dan Bangunan pengendali Pengelolaan DAS
pengaturan sistem banjir Pengaturan tata guna lahan
sungai
Pengendalian erosi
Bendungan (dam)
Sistem jaringan sungai Pengembangan daerah banjir
Kolam revisi
Perbaikan sungai Pengaturan daerah banjir
Pembuatan check dam
Perlindungan tanggul (penangkap sedimen) Penanganan kondisi darurat
Sudetan (by pass) Bangunan pengurang Peramalan banjir
Aliran banjir kemiringan sungai Peringatan bahaya banjir
Pembuatan polder Asuransi
Penegakan hukum
Sumber: Kodoatie dan Sugiyanto (2006) dalam Kodoatie dan Sjarief (2010)

Gambar2: kerangka pikir pengendalian banjir melalui pengelolaan DAS terpadu

Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010) pada masa lalu metode struktural
lebih diutamakan dibandingkan dengan metode non- struktural. Saat ini banyak
negara maju meng- ubah pola pengendalian banjir dengan lebih mengutamakan
metode nonstruktural, yang kemudian dikomplemen dengan pendekatan struktural
karena dalam jangka panjang memberikan hasil yang lebih baik. Sebagai contoh,
kondisi tata guna lahan yang sudah padat karena bangunan menyebabkan kenaik-
an aliran permukaan dan pengurangan resapan air. Upaya perbaikan sungai
dengan pelebaran (metode struktural) akan memberi- kan pengaruh maksimal dua
kali lipat saja, itupun bila proses pelebaran sebesar dua kali lipatnya bisa berjalan
lancar. Perlu diperhati- kan pelebaran sungai/drainase harus diper- tahankan
secara menyeluruh sampai ke hilir. Bilamana dilakukan pelebaran hanya
dilakukan pada daerah hulu tetapi daerah hilir tidak dapat dilebarkan maka akan
terjadi penyempitan alur sungai, dan akhirnya daerah hulu kembali ke posisi
semula. Selain itu, potensi kembali pada lebar sungai semula cukup besar akibat
sedimentasi dan morfologi sungai yang belum stabil. Demikian pula kedalaman
sungai yang dikeruk menjadi dua kali akan kembali ke kedalaman semula akibat
besarnya sedimen- tasi. Oleh karena itu, metode nonstruktural harus dikedepankan
lebih dahulu. Pengaturan tata guna lahan dalam jangka panjang akan memperluas
daerah resapan air dan menurun- kan air aliran permukaan (Kodoatie dan Sjarief,
2010).

4.3 Alternatif Penerapan Lubang Resapan Biopori


Konsep penerapan lubang resapan biopori dilakukan di daerah aliran
sungai (DAS) Ciliwung, Jakarta. Banjir yang setiap tahun selalu melanda
permukiman daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung akibat meluapnya air sungai
Ciliwung dan kurangnya daerah resapan air akibat konverensi lahan. Lubang
resapan biopori (LRB) ini dapat dikatakan efektif dalam menanggungali masalah
banjir di perkotaan, karena pembuatan lubang resapaan biopori yang tidak
membutuhkan lahan yang sangat luas, cukup di buat di sekitar perumahan.

BIOPORI

Menambah daerah Kompos


resapan air

Menanggulangi sumber energi bagi


banjir organisme tanah

Gambar 3 : manfaat biopori


Dapat dilihat di gambar 3, bahwa penerapan lubang resapan biopori tidak hanya
sebagai penanggulangan banjir, akan tetapi sebagai pembuat kompos untuk
sumber energi bagi organisme tanah.
Menurut penelitian (Budi, 2013) yang berjudul “Model Peresapan Air
Hujan Dengan Menggunakan Metode Lubang Resapan Biopori (LRB) Dalam
Upaya Pencegahan Banjir”, berdasarkan karakteristik tanah tersebut, jenis tanah
pada lokasi penelitian termasuk lempung (loam). Kadar air tanah pada tanah
dengan LRB sebesar 85,342% lebih besar dari kadar air tanah pada tanah asli
tanpa LRB yang besarnya 35,168%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air
tanah pada tanah dengan LRB lebih banyak dari pada kandungan air tanah pada
tanah asli tanpa LRB. Pada percobaan Batch, tanah jenis lempung (loam)
mengalami peningkatan peresapan air hingga terjadi kejenuhan air dalam tanah
pada 24 jam terakhir. Nilai peresapan air yang diperoleh pada tanah dengan LRB
sebesar 60,744% lebih baik dari pada nilai peresapan air yang diperoleh pada
tanah asli tanpa LRB sebesar 39,256% pada Volume Aliran 70 mg/l. Pada
percobaan Kolom Kontinu, pada tanah asli tanpa LRB dengan Volume Aliran 30
mg/l dan 50 mg/l dengan Debit 40 ml/hari dan 50 ml/hari, diperoleh waktu untuk
mencapai kejenuhan air dalam tanah pada hari ke 13, sedangkan pada tanah
dengan LRB diperoleh waktu untuk mencapai kejenuhan air dalam tanah pada
hari ke 10. Hal ini menunjukkan tanah dengan LRB memiliki kemampuan
meresapkan air ke dalam tanah hingga mencapai kejenuhan air dalam tanah, lebih
cepat dari pada kemampuan yang dimiliki oleh tanah asli tanpa LRB.
BAB V
PENUTUP

➢ Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya banjir
didaerah aliran sungai ciliwung tidak hanya karena curah hujan yang
tinggi dan meluapnya sungai (DAS) Ciliwung, akan tetapi disebabkan juga
akibat konverensi lahan.
2. Dengan menggunakan konsep lubang resapan biopori (LRB) dapat
dikatakan efektif dalam menanggungali bencana banjir di daerah aliran
sungai ciliwung karena pembuatan LRB tidak membutuhkan lahan yang
sangat luas.

➢ Saran
1. Semoga peelitian ini dapat dijadkan kerangka acuan dalam mengatasi
masalah banjir di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung.
DAFTAR PUSTAKA

Budi. 2013. Model Peresapan Air Hujan Dengan Menggunakan Metode Lubang
Resapan Biopori (LRB) Dalam Upaya Pencegahan Banjir. Wahan TEKNIK
SIPILVol. 18 No. 1 Juni 2013 1-12. Jurusan Sipil Politeknik Negeri
Semarang.

Elsie, dkk. 2017. Pembuatan Lubang Resapan Biopori Sebagai Alternatif


Penanggulangan Banjir Di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan
Damai Pekan Baru. Jurnal untuk MU negeRI Vol.1. No.2, November 2017.

Miswadi, S.S. 2010. Penuruan Tingkat Intrusi Air Laut Berdasarkan “Chloride
Bicarbonate Ratio” Menggunakan Lubang Resapan Biopori: Studi Kasus
Di Kota Semarang (Decreased of sea Water Intrusion Based On “Chloride
Bicarbonate Ratio” Using The Biopori: Arbsorption Hole (LRB): Case
Study in Semarang. J. Manusia dan Lingkungan, Vol. 17, No.3, November
2010:120-161

Mulyaningsih, dkk. Status Keberlanjutan Ekologi Pada Pengelolaan Lubang


Resapan Biopori di Kelurahan Langkapura Kecamatan Langkapura Kota
Bandar Lampung (Status of Ecology sustainability in the management of
infiltration Biopori Hole in Langkapura Village, Langkapura District,
Bandar Lampung City).

Saridewi, dkk. Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai Ciliwung Dengan


Pendekatan Kelembagaan Dalam Perspektif Pemantapan Pengelolaan
Usahatani (Land Use Planning of Ciliwung Watershed Area Using an
Instutional Approach trought Farm Management Improvement Perspective).

Waluyo, H, Jayadi, R, Legono, D. 2007. Kajian Penanggulangan Banjir Kali


Ciliwung DKI Jakarta Ditinjau Dari Aspek Hidro-Ekonomi (Studi kasus
Pada Ruas Cawang – Pintu Air Manggarai.
BIODATA PESERTA

BIODATA KETUA KELOMPOK


Nama Lengkap : Indah Ludiana Putri
NIM/NIK : 171910501007
Pekerjaan/Jurusan : Mahasiswa/Perencanaan Wilayah dan Kota
Tempat Tanggal Lahir : Banyuwangi, 6 Juli 1999
Alamat : Jl. Semeru no 103, Kec Sumbersari, Jember
Email : hatiiluh060799@gmail.com
No.Tlp/Hp : 082230298979
Penghargaan di Bidang Ilmiah :-

BIODATA ANGGOTA I
Nama Lengkap : Yovita Inggar Mawardi
NIM/NIK : 171910501010
Pekerjaan/Jurusan : Mahasiswa/Perencanaan Wilayah dan Kota
Tempat Tanggal Lahir : Lumajang, 7 April 1999
Alamat : Jl. Baturaden V, no 57c
Email : yovita.inggar@gmail.com
No.Tlp/Hp : 085735809964
Penghargaan di Bidang Ilmiah :-

BIODATA ANGGOTA II
Nama Lengkap : Yasmine Fitriana Asyigah
NIM/NIK : 171910501056
Pekerjaan/Jurusan : Mahasiswa/Perencanaan Wilayah dan Kota
Tempat Tanggal Lahir : Situbondo, 27 Oktober 1998
Alamat : Ayuban Jaya f/3 Situbondo
Email : asyigah@gmail.com
No.Tlp/Hp : 082244692066
Penghargaan di Bidang Ilmiah :-

You might also like