You are on page 1of 24

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI, 201


UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR

ERITEMA MULTIFORME MINOR

Pembimbing :

Dr. Alwi A. Mappiase, Sp.KK, Ph.D, FINSDV

Oleh :

SITI NURAZIZAH, S.Ked

A. DWI UMMU SALAMAH, S.Ked

DWI WAHYUNI, S.Ked

DIAN ISTIQAMAH MARDHATILLAH, S.Ked

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTASKEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan refarat ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Refarat berjudul “ERITEMA MULTIFORME MINOR” ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam
kepada dr. Alwi A. Mappiasse, Sp.KK, Ph.D, FNSDV selaku pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing,
memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan refarat ini belum sempurna adanya dan
memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik
moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik. Akhir kata, penulis
berharap agar refarat ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.
Makassar,04 Mei 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. DEFINISI ............................................................................................... 3

B. EPIDEMIOLOGI ................................................................................... 3

C. ETIOLOGI ............................................................................................. 3

D. PATOGENESIS ..................................................................................... 6

E. DIAGNOSIS .......................................................................................... 7

F. DIAGNOSIS BANDING ....................................................................... 15

G. TATALAKSANA .................................................................................. 16

H. PENCEGAHAN ..................................................................................... 18

I. PROGNOSIS ......................................................................................... 18

BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

Eritema multiforme (EM) merupakan penyakit kulit akut dan dapat sembuh

dengan sendirinya yang dicirikan dengan papul merah simetris yang timbul yang

disebabkan karena dilatasi pembuluh darah, khususnya pada dermis pars retikularis

dan pars papillaris. Pada kasus yang berat disertai gejala konstitusi dan lesi viseral.1

Eritema multiforme kebanyakan ditemukan pada dewasa muda dan sangat

tidak umum terjadi pada masa kanak-kanak. Jumlah penderita laki-laki ditemukan

lebih besar, tetapi tidak berhubungan dengan ras. Angka kejadian pasti dari EM

sampai saat ini tidak diketahui. Insiden Eritema Multiforme (EM) di Amerika

Serikat tidak diketahui, namun 1% pasien rawat jalan di departemen dermatologis

dengan eritema multiforme. Secara global, frekuensi eritema multiforme

diperirakan sekitar 1.26 juta individu pertahun. Sebelum epidemi HIV, kasus

perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.

Erupsi kulit yang terjadi seringnya dicetuskan oleh infeksi, kebanyakan

Herpes Simplex Virus (HSV). Bentuk EM terdiri dari EM minor dan EM mayor.

Keduanya dicirikan berdasarkan kesamaan pada dasar lesi target, tetapi dibedakan

berdasarkan ada atau tidak adanya keterlibatan mukosa dan gejala sistemik. Pada

kebanyakan pasien, EM dapat dibedakan secara klinis dari SSJ (Sindrom Steven

Jhonson) dan NET (Nekrosis epidermal Toksik) berdasarkan jenis lesi kulit dan

distribusinya.2

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Eritema multiforme (EM) merupakan penyakit kulit akut dan dapat

sembuh dengan sendirinya yang dicirikan dengan papul merah simetris yang

timbul secara tiba-tiba, dan beberapa menjadi lesi target yang tipikal

kadang-kadang atipikal. EM merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada

kulit dan kadang-kadang pada selaput lendir dengan gambaran bermacam-

macam spektrum dan gambaran khas berbentuk iris (target lesion). Eritema

menunjukkan perubahan warna kulit yang disebabkan karena dilatasi

pembuluh darah, khususnya pada dermis pars retikularis dan pars papillaris.

Pada kasus yang berat disertai gejala konstitusi dan lesi viseral.1

B. EPIDEMIOLOGI

Eritema multiforme kebanyakan ditemukan pada remaja dan dewasa

muda (20-40 tahun). Jumlah penderita laki-laki ditemukan lebih besar,

tetapi tidak berhubungan dengan ras.2 Angka kejadian pasti dari EM sampai

saat ini tidak diketahui. Insiden Eritema Multiforme (EM) di Amerika

Serikat tidak diketahui, namun 1% pasien rawat jalan di departemen

dermatologis dengan eritema multiforme. Secara global, frekuensi eritema

multiforme diperirakan sekitar 1.26 juta individu pertahun. Sebelum

epidemi HIV, kasus perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.3

C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti belum diketahui. Faktor-faktor penyebabnya

4
selain alergi terhadap obat sistemik, ialah peradangan oleh bakteri dan virus

tertentu, rangsangan fisik, misalnya sinar matahari, hawa dingin, faktor

endokrin seperti keadaan hamil atau haid, dan penyakit keganasan. Pada

anak-anak dan dewasa muda, erupsi biasanya disertai dengan infeksi,

sedangkan pada orang dewasa disebabkan oleh obat-obat dan keganasan.

Infeksi HSV yang mendahului adalah faktor presipitasi yang paling sering

terjadi, kadang-kadang juga ada infeksi lain yang mendahului, atau paparan

terhadap obat.4 Berikut merupakan beberapa faktor presipitasi pada eritema

multiforme.

Tabel 1. Faktor Presipitasi Eritema Multiforme1

FAKTOR PRESIPITASI PADA ERITEMA MULTIFORME

Infeksi (sekitar Virus  Herpes Simplex Virus

90% dari jumlah (HSV-1, HSV-2)

kasus)  Parapoxvirus (orf)

 Vaccinia (smallpox

vaccine)

 Varicella zoster virus

(chickenpox)

 Adenovirus

 Eipstein-Barr virus

 Cytomegalovirus

 Hepatitis virus

 Coxsackievirus

5
 Parvovirus B19

Bakteri  Mycoplasma pneumonia

 Chlamydophila (formerly

Chlamydia) psittaci

(ornithosis)

 Salmonella

 Mycobacteriutuberculosis

Fungi  Histoplasma capsulatum

 Dermatofita

Obat-obatan Primer:

(<10% kasus)  Obat-Obat antiinflamasi

non-steroid

 Sulfonamida

 Antiepileptik

 Antibiotik

Paparan Poison ivy

Penyakit Sistemik  Inflamatory Bowel

(Jarang) Disease

 Lupus Eryhthematosus

(Rowell’s Syndrome)

 Behcet’s Disease

6
HSV adalah agen infeksius yang jelas hubungannya, dan

Mycoplasma pneumoniae, Histoplasma capsulatum, dan parapoxvirus (orf)

yang ada tetapi jarang ditemukan. EM terkait . Histoplasmosis telah

dikatakan bahwa terjadi lebih sering pada pasien-pasien yang juga

mengalami eritema nodosum. Saat ini, bukti bahwa virus Epstein–Barr

adalah faktor presipitasi masih tidaklah sempurna. Lebih jarang lagi, EM

juga dihubungkan dengan penyakit sistemik atau akibat obat.

Bagaimanapun, kemungkinan SSJ, erupsi obat generalisata, erupsi obat

polimorfik eksantematosa, atau urtikaria juga harus diperhitungkan jika

didiagnosis awal dengan EM akibat induksi obat. Sebagai catatan, beberapa

agen fisik seperti trauma, dingin, sinar UV, dan iradiasi orthovoltage telah

digambarkan sebagai pemicu dari penjangkitan EM terkait-agen infeksius,

penyakit sistemik atau obat.

D. PATOGENESIS

Pemahaman terbaru mengusulkan bahwa kebanyakan EM, pada

kebanyakan pasien, timbul sebagai manifestasi mukokutaneus dari reaksi

imun langsung yang nyata terhadap kulit yang terjadi akibat adanya satu

infeksi pada individu yang memiliki faktor presipitasi. Penelitian

menunjukkan bahwa pembentukan kompleks imun dan deposisinya pada

mikrovaskulatur kutaneus memiliki peran dalam patogenesis EM.3

Kompleks imun yang bersirkulasi dan deposisi dari C3, IgM, dan

fibrin di sekitar bagian atas pembuluh darah dermal telah ditemukan pada

kebanyakan pasien EM. Secara histologis, infiltrat sel mononuklear

7
ditemukan di sekitar bagian atas pembuluh darah dermal, dimana halnya

pada vaskulitis kutaneus yang dimediasi oleh kompleks imun juga

ditemukan leukosit polimorfonuklear. EM menunjukkan infiltrat inflamasi

yang lichenoid dan nekrosis epidermal yang kebanyakan mempengaruhi

lapisan basalis. Keratinosit yang mengalami nekrosis bervariasi mulai dari

individu sel sampai nekrosis epidermal yang konfluen.1,3

Epidermo-dermal junction menunjukkan perubahan struktur

bervariasi mulai dari perubahan vaskuler sampai subepidermal yang

melepuh. Infiltrat di dermal kebanyakan berada perivaskuler. Bila

dibandingkan dengan SSJ, SSJ menunjukkan lebih banyak jaringan yang

nekrotik dan infiltrat inflamasi yang minimal. Konsentrasi acrosyringeal

pada keratinosit yang mengalami inflamasi pada EM terjadi pada kasus-

kasus yang behubungan dengan obat- obatan dan kebanyakan dihubungkan

dengan infiltrat inflamasi pada dermis yang mengandung eosinofil. EM

memiliki infiltrat dengan densitas yang kaya akan limfosit T. Sebaliknya,

nekrosis epidermal toksik dicirikan dengan infiltrat yang miskin sel dan

mengandung kebanyakan makrofag dan dendrosit. Perbedaan ini

menunjukkan patogenesisyang jelas untuk penyakit-penyakit tersebut.1,3

E. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pada EM, riwayat lesi kulit yang muncul akut dengan hampir

seluruh lesi muncul dalam 24 jam dan berkembang sempurna dalam 72

jam. Pruritus dan sensasi terbakar pada lesi dapat digambarkan oleh

8
pasien.

Lesi-lesi individual menetap pada tempat yang sama selama 7 hari

atau lebih. Pada kebanyakan individu dengan EM, episode penyakit

bertahan 2 minggu dan sembuh tanpa sekuele; kecuali sekuele pada

mata yang jarang tapi mungkin terjadi pada EM mayor, dimana dapat

terjadi jika tidak ada penanganan dini terhadap mata. Kadang-kadang,

ditemukan gambaran hipo/hiperpigmentasi post-inflamasi. Pasien

dengan EM biasanya memiliki gejala yang tidak berat, meskipun

rekurensi dapat terjadi. Pada kasus EM terkait-HSV, rekurensi agak

sering terjadi. Satu rekurensi biasanya terjadi pada musim semi, seperti

yang dideskripsikan oleh von Hebra, ahli dermatologi berkebangsaan

Austria yang menemukan penyakit ini. Kebanyakan individu dengan

EM terkait-HSV rekuren mengalami satu atau dua episode serangan

dalam setahun, kecuali orang-orang yang mengonsumsi obat-obat

imunosupresif.1

Penggunaan obat-obat imunosupresif seperti kortikosteroid oral

dapat dihubungkan dengan frekuensi dan lamanya episode EM. Orang-

orang ini dapat mengalami lima atau enam episode serangan dalam

setahun bahkan hampir dapat berlanjut dimana serangan pertama belum

sembuh kemudian disusul oleh serangan selanjutnya. Infeksi bakteri

sekunder jug meningkatkan frekuensi dan lama penggunaan

kortikosteroid.1

9
2. Pemeriksaan Fisik

Eritema multiforme, yang awalnya ditemukan oleh Hebra,

merupakan penyakit yang penyebabnya yang tidak diketahui yang

dicirikan dengan bentuk iris merah atau macula bull's eye-like, papul,

atau bulla yang terutama terbatas pada ekstremitas, wajah, dan bibir.

Penyakit ini biasanya ditemani oleh adanya demam ringan, malaise, dan

artralgia. Biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda pada

musim semi, dengan durasi sekitar 2-4 minggu, dan sering terjadi

rekurensi dalam beberapa tahun.

Disebabkan karena kesamaannya secara klinis, EM minor, EM

major, SSJ dan NET diputuskan sebagai bagian dari satu spektrum

penyakit tunggal. Akan tetapi, seperti yang telah dibicarakan

sebelumnya, saat ini sudah ditemukan bukti kuat yang mendukung

bahwa EM adalah penyakit yang berbeda dari SSJ dan NET dalam

banyak tingkatan gejala klinis, prognosis, dan etiologi. Kriteria klinis

memungkinkan untuk membedakan kedua bentuk EM dari SSJ dan NET

pada pasien dengan jumlah yang besar. Kriteria klinis ini mencakup (1)

tipe lesi dasar kulit; (2) distribusi lesi; (3) ada/tidaknya keterlibatan lesi

pada mukosa yang jelas; dan (4) ada/tidaknya gejala-gejala sistemik.1

1. Tipe lesi kuli

Tipe lesi kulit yang khas pada EM berupa lesi target tipikal. Lesi

berdiameter <3cm, bentuk bulat dengan batas tegas, dan terdiri dari tiga

zona, dimana dua cincin konsentris dengan perubahan warna di sekitar

10
zona pusat lesi merupakan bukti kerusakan epidermis dalam

pembentukan bulla atau krusta. Lesi target tipikal ini kadang-kadang

ditemukan sebagai lesi iris dikarenakan tampakannya yang seperti

pelangi (rainbow-like appearance).1

Lesi target yang muncul dini seringnya memiliki zona yang gelap di

tengah dan zona merah di bagian luarnya, tetapi dapat berubah menjadi

tiga zona dengan perubahan warna. Setiap cincin konsentris pada lesi

target kebanyakan menunjukkan urutan kejadian dari proses patologis

serupa yang sedang terjadi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa hanya

pada beberapa pasien yang memiliki jumlah lesi yang berkembang

penuh, dimana lesi target tipikal belum tampak atau terbentuk

sepenuhnya, sementara pada pasien lain semua lesi memiliki

perkembangan yang sama, sehingga menunjukkan tampakan klinis yang

monomorfik. Tidak menutup kemungkinan bahwa hanya beberapa lesi

target yang ditemukan, sehingga pemeriksaan kulit lengkap sangatlah

penting.1

Pada EM, lesi target atipikal juga dapat menemani lesi target tipikal

atau sebagai lesi kutanues primer. Kebanyakan lesi ini ditemukan

sebagai bentuk yang bulat, edema, palpable, serupa dengan EM, tetapi

hanya memiliki dua zona dengan/tanpa tepi yang jelas. Lesi ini harus

dapat dibedakan dengan lesi target yang rata (makula) atipikal yang

ditemukan pada SSJ atau NET, dan kelainan lain selain EM. Diagnosis

lain tersebut ditemukan sebagai lesi bulat yang juga serupa dengan EM,

11
tetapi hanya memiliki dua zona dengan/tanpa tepi yang jelas, tetapi non

palpable (dengan pengecualian inti bentuk vesikel/bulla).

Gambar 2: Variasi Eritema Multiforme


(A. Edematous/urticarial. B. Urtikaria dengan inti krusta. C. Plak eritematosa
dengan inti yang gelap; Perpaduan lesi-lesi membentuk batas polisiklik yang jelas.
D, E. lesi target tipikal (klasik) pada volar dan dorsum manus, dengan tiga zona
dengan warna yang berbeda, perhatikan vesikel inti di tengah (D). F. Respon
isomorfik.
2. Distribusi Lesi

Meskipun ada variasi dari tiap individu, lesi-lesi yang banyak

biasanya sering ditemukan. Pada umumnya, lesi pada EM timbul lebih

sering pada ekstremitas dan wajah; lesi target kebanyakan pada

12
ekstremitas superior, sama halnya dengan erupsi lainnya secara

keseluruhan pada EM. Dorsum manus dan region antebrachium adalah

lokasi lesi yang paling banyak ditemukan, tetapi volar manus, leher,

wajah, dan badan juga lokasi umum dari lesi. Keterlibatan lesi pada kaki

jarang ditemukan. Lesi EM juga dapat muncul pada arena yang terpapar

sinar matahari. Sebagai tambahan, lesi cenderung membentuk

kelompok, terutama pada siku dan lutut.

Fenomena Koebner dapat ditemukan, dengan lesi target yang

muncul di sekitar area yang mengalami trauma kutis seperti goresan

(perhatikan gambar 2F), atau sebagai eritema dan pembengkakan dari

lipatan proksimal kuku pada lokasi yang sering mengalami trauma.

Trauma harus mendahului onset erupsi EM karena fenomena Koebner

tidak akan muncul ketika lesi EM sudah ada.1

3. Lesi Mukosa

Keterlibatan mukosa yang berat adalah ciri dari EM mayor.

Keterlibatan mukosa biasanya tidak ada pada EM minor, dan jika

ditemukan biasanya lesi hanya beberapa dan sedikit bergejala. Lesi

mukosa primer EM berbentuk vesikobullosa dan sangat cepat

berkembang menjadi erosi yang sangat sakit yang melibatkan mukosa

buccal dan bibir, seperti halnya mukosa pada mata dan genitalia. Pada

bibir, erosi sangat cepat berkembang menjadi krusta yang perih. Erosi

pada mukosa anogenitalia seringnya lebih besar dan polisiklik dengan

permukaan yang basah.1

13
Gambar 3. Lesi Mukosa Eritema Multiforme

4. Gejala-gejala sistemik

Gejala-gejala sistemik hampir selalu muncul pada EM mayor dan

tidak ada atau terbatas pada EM minor. Pada EM mayor, gejala sistemik

biasanya mendahului dan menemani lesi kulit berupa demam dan

asthenia dengan derajat yang bervariasi. Artralgia dengan

pembengkakan sendi kadang-kadang ditemukan, sama halnya

keterlibatan pneumonia atipikal, dimana manifestasi pulmonal dari EM

dengan penyakit lain terkait infeksi seperti M. pneumoniae tidaklah

jelas. Ginjal, hepar, dan kelainan hematologi pada EM mayor jarang

ditemukan.

Dengan mengintegrasikan keempat kriteria klinis ini, perbedaan

antara EM mayor, EM minor, dan SSJ dapat dijabarkan (perhatikan

tabel 2).

14
Tabel 2. Perbandingan EM Mayor, EM Minor, dan Sindrom Steven Jhonson1

Diagnosis eritema multiforme membutuhkan korelasi

klinikopatologik dan tidak hanya berdasar pada temuan histologis.1

3. Pemeriksaan Histopatologi

EM didiagnosis berdasarkan klinikopatologik, tidak hanya dengan

pemeriksaan histologis semata. Temuan histologik EM memiliki ciri

15
tapi tidak spesifik, dan sangat berguna untuk menyingkirkan diagnosis

banding yang lain seperti lupus eritematosus dan vaskulitis. Pada EM,

keratinosit adalah target utama dari proses inflamasi, dimana apoptosis

dari keratinosit sebagai temuan patologis dini. Seiring dengan

perkembangannya, ditemukan spongiosis dan degenerasi vakuolar fokal

pada keratinosit basal. Edema dermis superfisialis dan infiltrat

perivaskuler dari leukosit mononuklear dan limfosit-T dengan

eksositosis ke epidermis juga ditemukan pada EM.1

F. DIAGNOSIS BANDING

Banyak klinisi yang bukan ahli dermatologi berlebihan dalam

mendiagnosis EM dengan menganggap pasien datang dengan giant

urticaria padahal EM. Kriteria klinis dari Brice et al. untuk membedakan

EM dan urtikaria haruslah diperhatikan. Kriteria klinis tersebut termasuk

jika ditemukan papul merah simetris yang menetap atau lesi papular target

atipikal, yang beberapa berkembang menjadi lesi target tipikal. Perhatian

lebih harus diberikan pada durasi lesi pada tempat yang spesifik dan

kerusakan epidermal pada inti lesi. Papul EM bersifat menetap pada kulit

16
yang sama selama minimal 7 hari, dimana lesi urtika bertahan hanya sampai

kurang dari 24 jam pada lokasi khusus. Inti lesi EM menunjukkan kerusakan

epitel dengan pembentukan krusta dan blister, dimana inti pada giant

urticarial berupa kulit normal atau eritema tanpa kerusakan epitel.1

Pemberian epinefrin subkutan dapat mengatasi urtikaria dalam 20

menit, tetapi tidak pada lesi EM. Edema pada wajah, tangan, dan kaki dapat

dihubungkan dengan urtikaria, tetapi tidak biasa pada EM.1

Banyak keadaan-keadaan yang menunjukkan gambaran lesi target

dan menyerupai EM, termasuk giant urticaria, fixed drug eruptions, lupus

eritematosa kutaneus subakut, dan beberapa bentuk vaskulitis. Biopsi kulit

dapat dilakukan untuk membantu menyingkirkan kondisi ini. Akan tetapi,

terdapat perbedaan klinis signifikan antara EM dengan fixed drug eruption.

Jumlah seluruh lesi sangatlah membantu, khususnya jika jumlahnya sangat

banyak, tetapi sangat penting untuk menghitung jumlah lesi pada awal onset

penyakit (pada fixed drug eruption jumlah lesi lebih sedikit).1

EM rekuren selama masa kanak-kanak dapat menyerupai erupsi

cahaya polimorfik atau juvenile spring eruption dimana hal ini diinduksi

oleh sinar matahari dan berkembang pada paparan pertama terhadap

matahari di musim semi. Pada pasien dengan sistemik lupus eritematosa

(SLE), kadang-kadang lesi pada individu menyerupai lesi target pada EM,

tetapi juga ditemukan lesi yang khas pada SLE. Lesi awal pada vaskulitis,

biasanya vaskulitis urtikaria, dapat menyerupai lesi target pada EM. Biposi

kulit diperlukan untuk menyingkirkan SLE dan vaskulitis, ditambah dengan

17
peningkatan laju endap darah, autoantibodi, dan penurunan kadar

komplemen serum.1

Pada eritema multiforme minor termasuk herpes primer

gingivostomatitis, pempigus vulgaris, liken planus erosi, dan lepra.6

G. TATALAKSANA

Untuk semua bentuk eritema multiforme, penanganan yang paling

penting adalah penanganan simtomatik, yaitu antihistamin oral, analgesik,

perawatan kulit, dan soothing mouthwashes (yaitu dengan membilas mulut

dengan warm saline water atau dicampur dengan difenhidramin, xylocaine,

dan kaopectate).5

Pada kasus ringan diberi pengobatan simtomatik, meskipun sedapat-

dapatnya perlu dicari penyebabnya. Pada penyakit ini biasanya dapat

diberikan pengobatan kortikosteroid per oral, misalnya berupa prednison 3

x 10 mg sehari.

Manajemen eritema multiforme melibatkan penentuan etiologi bila

mungkin. Langkah pertama adalah untuk mengobati kecurigaan penyakit

menular atau untuk menghentikan obat kausal.5

Penanganan terhadap infeksi seharusnya setelah kultur dan/atau

pemeriksaan serologis dilakukan. Pengobatan topikal berupa antiseptik

topikal untuk lesi kulit yang telah erosi dan bilasan antiseptik/antihistamin

dan anestetik lokal untuk lesi mukosa. Penggunaan cairan antiseptik, seperti

klorhexidin 0.05% saat mandi dapat mencegah superinfeksi. Pengobatan

topikal, termasuk yang melibatkan organ genitalia, harus dilakukan dengan

18
gauze dressing atau hidrokoloid. Pemberian preparat topikal mata harus

diberikan oleh ahli oftalmologi, seperti lubrikan untuk mata kering, usapan

pada forniks konjungtiva, dan pembersihan perlengkatan yang masih baru.

Antihistamin oral dan steroid topikal dapat digunakan untuk gejala

relief. Antihistamin oral selama 3-4 hari dapat mengurangi rasa perih dan

terbakar pada kulit. Pada kasus-kasus yang berat dengan gangguan fungsi,

terapi awal dengan kortikosteroid sistemik (prednison [0.5–1 mg/kg/hr])

atau metilprednisolon [1 mg/kg/hr untuk 3 hari]) haruslah dipertimbangkan.

Prednison dapat digunakan pada pasien dengan lesi banyak dengan dosis 40

sampai 80 mg per hari selama satu sampai dua minggu kemudian dosis

diturunkan. Namun, penggunaannya masih kontroversial. Belum ada studi

terkontrol dari efektivitas prednison, dan penggunaannya pada pasien

dengan herpes terkait eritema multiforme dapat menurunkan resistensi

pasien untuk HSV dan mempromosikan infeksi HSV berulang diikuti oleh

eritema multiforme berulang.1

Terapi simtomatik hanya digunakan jika terbentuk bulla dan papul

yang terlokalisir. Terapi antivirus dengan asiklovir pada EM yang timbul

akibat infeksi HSV cenderung mengecewakan ketika erupsi telah muncul,

sehingga terapi ini bermanfaat untuk profilaksis. Pada pasien yang hidup

bersama atau baru terinfeksi HSV, pengobatan dini dengan asiklovir oral

(Zovirax®) dapat mengurangi jumlah dan durasi lesi kulit. Pada individu

dengan EM terkait-HSV dengan tingkat rekurensi yang tinggi, profilaksis

minimal 6 bulan dengan asiklovir oral (10 mg/kg/hr dalam dosis terbagi,

19
biasanya 200mg dalam 5 kali sehari selama 5 hari), valasiklovir (500-1000

mg/hr, dengan dosis tergantung frekuensi rekurensi), atau famsiklovir (250

mg dua kali sehari) haruslah dipikirkan. Hasil penelitian double-blind,

placebo-controlled pada dewasa muda menunjukkan efektivitas asiklovir

sebagai profilaksis. Tentu saja, EM yang dipresipitasi selain oleh infeksi

HSV tidak memberi respon terhadap pemberian antivirus.5

Jika tetap terjadi rekurensi, dibutuhkan dosis rendah berlanjut dari

asiklovir oral. Asiklovir oral telah ditunjukkan efektif dalam mencegah EM

terkait-HSV yang rekuren dan protokol pengobatannya berupa 200-800

mg/hari selama 26 minggu. Jika asiklovir gagal, valasiklovir dapat

digunakan (500 mg, dua kali sehari). Penggunaan yang terakhir ini memiliki

bioavaliabilitas oral yang lebih besar dan lebih efektif dalam menekan EM

terkait HSV yang rekuren.5

Terapi tambahan tabir surya dan lib-balm harus digunakan setiap

hari pada wajah dan bibir untuk mencegah UV-B.7

H. PENCEGAHAN

Edukasi pasien untuk mengobati simptomatik yang sesuai, dan

memberikan jaminan pada pasien bahwa penyakitnya akan sembuh dengan

sendirinya. Selain itu memberitahu kepada pasien bahwa sakit yang diderita

dapat kambuh dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan

kekambuhan.3

I. PROGNOSIS

Kebanyakan kasus eritema multiforme bersifat self-limited. Pada

20
EM minor, lesi berkembang lebih 1-2 minggu dan pada akhirnya mereda

dalam 2-3 minggu tanpa jaringan parut. Bagaimanapun, rekurensi EM

minor umum terjadi dan kebanyakan diawali oleh infeksi subklinis dari

HSV.3

Eritema multforme mayor memiliki angka kematian kurang dari 5%

dan perlangsungannya lebih lama dimana penyembuhan membutuhkan 3-6

minggu. Lesi kulit biasanya sembuh dengan meninggalkan lesi

hipo/hiperpigmenatasi. Jaringan parut biasanya tidak ada, kecuali setelah

infeksi sekunder.3

Rekurensi ditemukan sekitar 20-25% dari kasus EM. Meskipun

penyakit ini dapat sembuh secara spontan dalam 10-20 hari, beberapa pasien

dapat mengalami 2-24 kali episode dalam setahun.

21
BAB III

KESIMPULAN

Eritema multiforme (EM) merupakan penyakit kulit akut dan dapat sembuh

dengan sendirinya yang dicirikan dengan papul merah simetris yang timbul secara

tiba-tiba, dan beberapa menjadi lesi target yang tipikal kadang-kadang atipikal.

Penyebab yang pasti belum diketahui. Faktor-faktor penyebabnya selain

alergi terhadap obat sistemik, ialah peradangan oleh bakteri dan virus tertentu,

rangsangan fisik, misalnya sinar matahari, hawa dingin, faktor endokrin seperti

keadaan hamil atau haid, dan penyakit keganasan. Pada anak-anak dan dewasa

muda, erupsi biasanya disertai dengan infeksi, sedangkan pada orang dewasa

disebabkan oleh obat-obat dan keganasan. Infeksi HSV yang mendahului adalah

faktor presipitasi yang paling sering terjadi, kadang-kadang juga ada infeksi lain

yang mendahului, atau paparan terhadap obat.

Eritema multiforme, yang awalnya ditemukan oleh Hebra, merupakan

penyakit yang dengan penyebab yang tidak diketahui yang dicirikan dengan bentuk

iris merah atau macula bull's eye-like, papul, atau bulla yang terutama terbatas pada

ekstremitas, wajah, dan bibir. Penyakit ini biasanya ditemani oleh adanya demam

ringan, malaise, dan artralgia. Biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda

pada musim semi, dengan durasi sekitar 2-4 minggu, dan sering terjadi rekurensi

dalam beberapa tahun.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. L.Bolognia Jean, L.Jorizzo Joseph, V.Schaffer Julie. Dermatology 3rd

edition. Professor of Dermatology Yale Medical School New Haven

CT. USA.2012.

2. Lima Verde Osterne Rafael, MD,MSc, DKK. Management Of

Erythema Multiforme Associated With Recurrent Infection :Case

Report. JCDA. 2009. Vol. 75 No 8.

3. A Plaza Jose, MD. Erythema Multiforme. Medscape. USA. 2016. Akses

22 Mei 2017. Available :

http://emedicine.medscape.com/article/1122915-overview

4. A Simbli Mohammed. Erythema Multiforme : Challenging Diagnosis

For Internist. Division of Nephrology, Departement of Medicine, King

Khalid Saud University,Riyadh. Saudi Arabia. 2013. Available

:http://dx.doi.org/10.4172/2165-7920.1000285

5. Micheler R. Lamorueyx, DKK. Erythema Multiforme. Drexel

University College of Medicine. Amerika.2006. Vol 74 No 11.

Available: http://aafp.org/afp

6. Oliveira, LR. Zucoloti, S. Erythema Multiforme Minor : A Rivision.

American Journal of Infection Diseases. Amerika. 2008.

7. William D. James, Timothy G Berger, Dirk M. Elston. Adrews Diseases

of The Skin Clinical Dermatology 11th Ed. China. 2011.

23

You might also like