You are on page 1of 21

Referat

COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY

Oleh :

Oleh:

I Gede Bagus Raiputra P I4A013062

Dessy Amalina I4A013074

Salsabilla Novienda Soewandi I4A013238

Pembimbing
dr. Yanuar Satrio Sarosa, Sp.KJ

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa


Fakultas Kedokteran Unlam/RSJ Sambang Lihum
Banjarmasin
Januari, 2018
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ 1

DAFTAR ISI......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cognitive Behavior Therapy ............................. 5

B. Aspek-aspek dalam CBT ..................................................... 6

C. Tujuan CBT ......................................................................... 7

D. Karakteristik dan prinsip CBT............................................. 8

E. Teknik-tekinik CBT............................................................. 15

F. Merencanakan proses dan konseling CBT .......................... 17

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

Berpikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya dengan

makhluk lain. Ciri inilah membuat manusia disebut sebagai anima intelectiva.

Aristoteles menyumbangkan pikiran yang sangat penting dalam tulisannya yang

berjudul "The Anima". Ia mengatakan bahwa makhluk hidup terbagi dalam tiga

golongan, yaitu anima vegetativa (tumbuh- tumbuhan), anima sensitiva (hewan),

dan anima intelektiva (manusia). Hewan berbeda dari tumbuh-tumbuhan karena

hewan berindera (sensitiva), sedangkan tumbuh-tumbuhan tidak. Namun manusia

yang juga berindera, berbeda dari hewan karena manusia punya kemampuan

mengingat (mneme), yang menunjukkan bahwa manusia mempunyai kecerdasan

(intelek). Melalui berpikir, manusia memutuskan tindakannya, karena berpikir

merupakan fungsi kognitif manusia.2

Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari apa yang dilihatnya melalui

pengindraanya, mengingat peristiwa, serta menghubungkan satu peristiwa dengan

peristiwa lainnya dengan landasan hukum asosiatif, namun mengolah informasi

yang diperolehnya melalui pengalaman hidup serta fungsi kognitifnya. Hal ini

membuat berbagai asumsi mengenai informasi yang diterima manusia di dalam

benaknya dengan mempertimbangkan berbagai hal melalui proses berfikir dan

mengambil keputusan atas dasar pertimbangan yang dipikirkan secara matang. Ciri-

ciri inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

3
Penyimpangan perilaku manusia terjadi karena adanya penyimpangan fungsi

kognitif. Untuk memberbaiki perilaku manusia yang mengalami penyimpangan

tersebut terlebih dahulu harus dilakukan perbaikan terhadap fungsi kognitif

manusia. Pernyataan ini menunjukan pentingnya pengaruh aspek kognitif terhadap

perilaku manusia. Peran kognitif dalam mempertimbangkan keputusan untuk

malakukan tindakan tertentu menjadi fokus perhatian dalam pendekatan cognitive

behavior therapy.3

Cognitive-Behavior Therapy merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk

menjelaskan intervensi psikoterapeutic yang bertujuan untuk mengurangi distres

psikologis dan prilaku maladaptif dengan mengubah proses kognitif. CBT memiliki

asumsi dasar bahwa afek dan perilaku sebagian besar merupakan hasil dari kognisi,

oleh karena itu intervensi kognitif dan perilaku dapat membawa perubahan pada

pemikiran, perasaan dan perilaku.4

CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan

cognitive therapy dan behavior therapy. CBT merupakan perpaduan pendekatan

dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy.8 Sehingga langkah-

langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam

konseling yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang tidak hanya

menekankan pada perubahan pemahaman konseling dari sisi kognitif namun

memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai

pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Cognitive Behavior Therapy

Cognitive Behavior Therapy (CBT) merupakan psikoterapi yang berfokus

pada kognisi yang dimodifikasi secara langsung, yaitu ketika individu mengubah

pikiran maladaptifnya (maladaptive thought) maka secara tidak langsung juga

mengubah tingkah lakunya yang tampak (overt action). Salah satu tujuan utama

CBT adalah untuk membantu individu dalam mengubah pemikiran atau kognisi

yang irasional menjadi pemikiran yang lebih rasional.1

Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan konseling yang

didasarkan atas konseptualisasi atau pemahaman pada setiap konseli, yaitu pada

keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Proses konseling dengan cara

memahami konseli didasarkan pada restrukturisasi kognitif yang menyimpang,

keyakinan konseli untuk membawa perubahan emosi dan strategi perilaku ke arah

yang lebih baik. Oleh sebab itu CBT merupakan salah satu pendekatan yang lebih

integratif dalam konseling.5

Matson & Ollendick mengungkapkan definisi cognitive behavior therapy

yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan

kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi,

kepercayaan dan pikiran.6 Para ahli yang tergabung dalam National Association of

Cognitive-Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari

CBT yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting

5
berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan.7 Cognitive-Behavior

Therapy merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu

cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran,

asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali

dan mengubah kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive

thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan terapi tingkah

laku membantu membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan

kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku,

menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan

membantu membuat keputusan yang tepat.8 Pikiran negatif, perilaku negatif, dan

perasaan tidak nyaman dapat membawa individu pada permasalahan psikologis

yang lebih serius, seperti depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak

nyaman atau negatif pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang

disfungsional. Oleh sebab itu dalam konseling, pikiran, dan perilaku yang

disfungsional harus direkonstruksi sehingga dapat kembali berfungsi secara

normal.

B. Aspek-Aspek dalam CBT

Langkah penting dalam memahami masalah partisipan dengan lebih tepat

berdasarkan pendekatan cognitive behavior, perlu dilakukan analisa fungsional atau

analisa masalah berdasarkan prinsip “S-O-R-C”.

 S (Stimulus) : peristiwa yang terjadi sebelum individu menunjukkan perilaku

tertentu

6
 O (Organism) : partisipan dengan aspek Kognisi (C) dan Emosi (E) di

dalamnya

 R (Response) : apa yang dilakukan oleh individu atau organism, sering juga

disebut dengan perilaku (behavior), baik perilaku yang tampak (overt

behavior) ataupun perilaku yang tidak tampak

 C (Consequences) : peristiwa yang terjadi setelah atau sebagai suatu hasil dari

perilaku.1

C. Tujuan CBT

Tujuan dari konseling Cognitive-Behavior yaitu mengajak konseli untuk

menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang

bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor

diharapkan mampu menolong konseli untuk mencari keyakinan yang sifatnya

dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat mencoba menguranginya.3

Dalam proses konseling, beberapa ahli CBT berasumsi bahwa masa lalu tidak

perlu menjadi fokus penting dalam konseling. Oleh sebab itu CBT dalam

pelaksanaan konseling lebih menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu,

akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap menghargai masa lalu

sebagai bagian dari hidup konseli dan mencoba membuat konseli menerima masa

lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir masa kini untuk

mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, CBT lebih banyak

bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status kognitif negatif

menjadi status kognitif positif.3,7

7
D. Karakteristik Dan Prinsip CBT

Pendekatan cognitive-behavioral therapy memiliki karakteristik sebagai

berikut (NACBT, 2011):

1. CBT didasarkan pada model kognitif respons emosional

CBT didasarkan pada gagasan bahwa pikiran manusialah yang menyebabkan

perasaan dan perilaku manusia, bukan faktor eksternal, seperti keberadaan orang,

situasi, dan peristiwa. Manfaat dari model ini, manusia bisa mengubah cara berpikir

sehingga dapat memiliki perasaan yang lebih baik dan melakukan sesuatu dengan

lebih baik, meskipun situasinya sendiri tidak berubah.

2. CBT berlangsung singkat dalam jumlah sesi tertentu

CBT merupakan sebuah psikoterapi yang hasilnya dapat dirasakan dalam

waktu relatif singkat (dibandingkan psikoterapi lainnya). Rata-rata jumlah sesi yang

diterima klien (untuk semua jenis masalah klien dan pendekatan CBT) hanya 16

sesi. Bentuk terapi lainnya, misalnya psikoanalisis, bisa membutuhkan bertahun-

tahun lamanya sebelum merasakan hasilnya. Waktu yang singkat dimungkinkan

karena sifat CBT instruktif dan menggunakan sejumlah tugas pekerjaan rumah.

Dengan jumlah sesi CBT tertentu dimaksudkan, sejak awal proses terapi terapis

membantu klien untuk memahami bahwa ada saatnya terapi dihentikan. Akhir dari

terapi itu diputuskan bersama oleh terapis dan klien. Dengan kata lain proses CBT

tidak “open- ended” tanpa batasan waktu, melainkan “close-ended”.

3. CBT merupakan kolaborasi klien-terapis

8
Terapis CBT berusaha untuk memahami keinginan dan tujuan hidup klien,

lalu membantu klien mencapai tujuan itu. Peran terapis adalah mendengarkan,

mengajarkan, dan memberi semangat kepada klien. Sedang peran klien adalah

mengekspresikan masalah, belajar mengatasi masalah, dan mengimplementasikan

pembelajaran itu.

4. Hubungan baik terapis-klien dalam proses terapi diperlukan tetapi tidak

mencukupi

Beberapa bentuk terapi umumnya mengasumsikan, terapi akan berhasil

dengan lebih baik jika terdapat hubungan yang positif antara terapis dan klien.

Demikian juga terapis CBT percaya bahwa hubungan yang baik dan saling percaya

penting, tetapi tidak cukup, untuk keberhasilan terapi. Para terapis CBT percaya,

perubahan pada klien bisa terjadi jika mereka belajar bagaimana berpikir secara

berbeda dan melakukan tindakan berdasarkan pembelajaran itu. Karena itu terapis

CBT memfokuskan kepada mengajarkan kepada klien agar memiliki keterampilan

melakukan konseling bagi diri sendiri secara rasional (rational self-counseling

skills).

5. CBT didasarkan pada aspek filosofi tegar (stoic philosophy)

Stoic philosophy adalah paham tentang perlunya belajar untuk bersikap tegar

(stoical). Tidak semua jenis pendekatan CBT menekankan ketegaran (stoicism).

Rational Emotive Behavior Therapy, Rational Behavior Therapy, dan Rational

Living Therapy menekankan aspek ketegaran. Sedang terapi kognitif Beck tidak

didasarkan pada ketegaran. Cognitive-behavioral therapy tidak mendikte perasaan

klien. Pendekatan yang menekankan ketegaran memberikan pelajaran tentang

9
manfaat yang dirasakan jika klien tetap tenang ketika berhadapan dengan situasi

yang tidak menyenangkan. CBT juga menekankan fakta bahwa jika seorang

menghadapi situasi (masalah) yang tidak menyenangkan, maka dia bisa marah atau

tidak marah. Jika seorang marah terhadap masalah itu, maka dia sesungguhnya

tengah menghadapi dua masalah – masalah itu sendiri dan kemarahan akibat

masalah itu. Intinya manusia ingin menghadapi sedikit mungkin masalah. Jadi jika

seorang belajar untuk bersikap tenang menerima suatu masalah pribadi, maka tidak

hanya perasaannya akan menjadi lebih baik tetapi dia juga bisa memanfaatkan

kecerdasan, pengetahuan, energi, dan sumberdaya yang ada untuk memecahkan

masalah tersebut.

6. CBT menggunakan metode Socrates

Metode Socrates (debat Socrates) merupakan sebuah bentuk tanya-jawab dan

debat antar-individu yang memiliki pandangan-pandangan berbeda, saling

melancarkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan untuk merangsang pemikiran

kritis (critical thinking) dan memperjelas gagasan. Metode ini pertama kali

digunakan oleh filsuf Yunani klasik Socrates ketika berdebat dengan murid-

muridnya (Wikipedia, 2011d). Terapis CBT menggunakan metode Socrates untuk

memperoleh pemahaman yang mendalam tentang masalah yang dihadapi klien.

Terapis CBT banyak mengajukan pertanyaan kepada klien, tetapi terapis juga

mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan sendiri tentang masalah yang

dihadapi.

7. CBT terstruktur dan terarah

10
Terapis CBT memiliki agenda, konsep, dan teknik spesifik untuk setiap sesi.

CBT memfokuskan kepada tujuan klien. Terapis CBT tidak menasihati klien

tentang tujuan apa yang harus diraih atau apa yang harus ditoleransi. Tetapi terapis

CBT mengarahkan klien dalam arti memberitahu klien tentang bagaimana

seharusnya cara berpikir dan bersikap untuk mendapatkan apa yang diinginkan

klien. Jadi terapis CBT tidak memberitahu kepada klien tentang apa yang harus

dilakukan, melainkan mengajarkan klien tentang bagaimana (cara) melakukannya.

8. CBT didasarkaan pada model edukasi

CBT didasarkan pada asumsi yang didukung secara ilmiah bahwa sebagian

besar reaksi emosi dan perilaku diperoleh melalui pembelajaran. Karena itu tujuan

terapi adalah membantu klien untuk tidak mempelajari cara bereaksi terhadap

sesuatu yang tidak diinginkan, melainkan mempelajari cara baru untuk bereaksi

terhadap tujuan yang diinginkan. Jadi CBT memiliki manfaat edukatif, yang

memberikan hasil jangka panjang. Jika seorang memahami tentang bagaimana cara

dan mengapa dia melakukan suatu hal dengan benar, maka dia bisa meneruskan

cara yang benar tersebut sepanjang masa.

9. Teori dan teknik CBT mengandalkan metode induktif

Sebuah aspek sentral dalam berpikir rasional adalah berpikir berdasarkan

fakta. Tidak jarang seorang marah terhadap suatu hal yang sesungguhnya situasinya

tidak seperti itu. Jika seorang mengetahui bahwa faktanya tidak demikian, maka dia

tidak perlu membuang waktu untuk bersikap marah. Metode induktif mendorong

klien untuk memandang apa yang dipikirkannya sebagai sebuah hipotesis.

Hipotesis itu dapat dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Jika klien mengetahui

11
bahwa hipotesisnya salah (dengan adanya informasi baru), maka dia dapat

mengubah pemikirannya agar sesuai dengan situasi yang sebenarnya.

10. Pekerjaan rumah sebagai karakteristik utama CBT

Teknik CBT dapat ditransfer kepada klien agar klien memiliki keterampilan

untuk melakukan konseling sendiri dengan rasional. Terapis CBT memberikan

pekerjaan rumah kepada klien agar klien dapat mempelajari dan mempraktikkan

teknik-teknik CBT dengan lebih substansial di rumah.

Teknik CBT bukan tanpa kritik. Beberapa praktik CBT menunjukkan,

meskipun pasien mengenali dan menyadari bahwa pikiran yang ada di benaknya

irasional dan tidak sehat, tidak dengan sendirinya klien mudah untuk menghentikan

pikiran itu. Karena itu Cherry (2011) mengingatkan, CBT tidak hanya meliputi

langkah-langkah identifikasi pola pikiran. Hakikatnya CBT terbuka untuk

Walaupun konseling harus disesuaikan dengan karakteristik atau

permasalahan konseli, tentunya konselor harus memahami prinsip-prinsip yang

mendasari CBT. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip ini diharapkan dapat

mempermudah konselor dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan

proses konseling dari setiap sesi, serta penerapan teknik-teknik CBT.

Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT berdasarkan kajian yang

diungkapkan oleh Beck (2011):

Prinsip nomor 1: Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada formulasi

yang terus berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif

konseli. Formulasi konseling terus diperbaiki seiring dengan perkembangan

evaluasi dari setiap sesi konseling. Pada momen yang strategis, konselor

12
mengkoordinasikan penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif konseli yang

menyimpang dan meluruskannya sehingga dapat membantu konseli dalam

penyesuaian antara berfikir, merasa dan bertindak.

Prinsip nomor 2: Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman

yang sama antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi

konseli. Melalui situasi konseling yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli,

dan orisinilitas respon terhadap permasalahan konseli akan membuat pemahaman

yang sama terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Kondisi tersebut akan

menunjukan sebuah keberhasilan dari konseling.

Prinsip nomor 3: Cognitive-Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan

partisipasi aktif. Menempatkan konseli sebagai tim dalam konseling maka

keputusan konseling merupakan keputusan yang disepakati dengan konseli.

Konseli akan lebih aktif dalam mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli

mengetahui apa yang harus dilakukan dari setiap sesi konseling.

Prinsip nomor 4: Cognitive-Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan

berfokus pada permasalahan. Setiap sesi konseling selalu dilakukan evaluasi untuk

mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya

respon konseli terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata

lain tetap berfokus pada permasalahan konseli.

Prinsip nomor 5: Cognitive-Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat

ini. Konseling dimulai dari menganalisis permasalahan konseli pada saat ini dan di

sini (here and now). Perhatian konseling beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika

konseli mengungkapkan sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua,

13
ketika konseli terjebak pada proses berfikir yang menyimpang dan keyakinan

konseli dimasa lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan tingkahlaku ke

arah yang lebih baik.

Prinsip nomor 6: Cognitive-Behavior Therapy merupakan edukasi, bertujuan

mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri, dan menekankan

pada pencegahan. Sesi pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat

dan permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konseling cognitive-behavior

serta model kognitifnya karena CBT meyakini bahwa pikiran mempengaruhi emosi

dan perilaku. Konselor membantu menetapkan tujuan konseli, mengidentifikasi dan

mengevaluasi proses berfikir serta keyakinan konseli. Kemudian merencanakan

rancangan pelatihan untuk perubahan tingkah lakunya.

Prinsip nomor 7: Cognitive-Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang

terbatas. Pada kasus-kasus tertentu, konseling membutuhkan pertemuan antara 6

sampai 14 sesi. Agar proses konseling tidak membutuhkan waktu yang panjang,

diharapkan secara kontinyu konselor dapat membantu dan melatih konseli untuk

melakukan self-help.

Prinsip nomor 8: Sesi Cognitive-Behavior Therapy yang terstruktur. Struktur

ini terdiri dari tiga bagian konseling. Bagian awal, menganalisis perasaan dan emosi

konseli, menganalisis kejadian yang terjadi dalam satu minggu kebelakang,

kemudian menetapkan agenda untuk setiap sesi konseling. Bagian tengah, meninjau

pelaksanaan tugas rumah (homework asigment), membahas permasalahan yang

muncul dari setiap sesi yang telah berlangsung, serta merancang pekerjaan rumah

baru yang akan dilakukan. Bagian akhir, melakukan umpan balik terhadap

14
perkembangan dari setiap sesi konseling. Sesi konseling yang terstruktur ini

membuat proses konseling lebih dipahami oleh konseli dan meningkatkan

kemungkinan mereka mampu melakukan self-help di akhir sesi konseling.

Prinsip nomor 9: Cognitive-Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk

mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi pemikiran disfungsional dan

keyakinan mereka. Setiap hari konseli memiliki kesempatan dalam pikiran-pikiran

otomatisnya yang akan mempengaruhi suasana hati, emosi dan perilaku.

E. Teknik-Teknik CBT

1. Manata keyakinan irasional.

2. Bibliotherapy, yaitu menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang

menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.

3. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play

dengan konselor.

4. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril.

5. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami

pada saat ini dengan skala 0-100.

6. Menghentikan pikiran. Konseli belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan

mengubahnya menjadi pikiran positif.

7. Desensitization systematic. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon

relaksasi dengan cara mengemukakan permasalahan secara berulang-ulang dan

berurutan dari respon takut terberat sampai yang teringan untuk mengurangi

intensitas emosional konseli.

15
8. Pelatihan keterampilan sosial. Melatih konseli untuk dapat menyesuaikan

dirinya dengan lingkungan sosialnya.

9. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak

tegas.

10. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara

sesi konseling.

11. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan

memasuki situasi tersebut.

12. Covert conditioning, upaya pengkondisian tersembunyi dengan menekankan

kepada proses psikologis yang terjadi di dalam diri individu. Peranannya di

dalam mengontrol perilaku berdasarkan kepada imajinasi, perasaan dan

persepsi.

Selain teknik-teknik di atas, juga ada beberapa teknik-teknik nyata yang

umum digunakan saat melakukan CBT terhadap pasien

(a) Melibatkan diri dengan menggunakan kata-kata seperti “saya mementingkan

anda”. Tingkah laku konselor hendaklah sesuai dengan kata-kata tersebut.

(b) Tekankan pada keadaan “di sini dan sekarang” dan singkirkan kejadian-

kejadian masa lalu

(c) Tekankan pada nilai tingkah laku. Konselor bertanya kepada klien, “adakah

tindakan itu sesuai?” “Adakah cara itu berfaedah?” bertujuan untuk klien

menentukan sikap untuk mengubah tingkah lakunya atau tidak.

(d) Konselor membuat rancangan untuk mengubah tingkah laku klien. Konselor

bertanya klien cara apakah yang sedang dipikirkan sebagai suatu yang lebih

16
baik untuk membuat sesuatu? Konselor membantu klien membuat rancangan,

Biar klien memilih alternatif-alternatif. Rancangan dibuat berbentuk spesifik

(bagaimana jika anda akan melakukannya) dan positif.

(e) Adakan suatu kontrak dan perjanjian di antara konselor dan klien. Jika

perlu,perjanjian itu hendaklah dalam bentuk tulisan dan berikan pujian di mana

yang perlu.

(f) Jangan menerima alasan jika klien gagal untuk memenuhi syarat-syarat

perjanjian.Tanya pada klien sudahkah dia akan melaksanakannya? Jika

rancangan itu sukar dilaksanakan atau mempunyai kelemahan tertentu,buat

satu rancangan yang baru. Klien perlu dilibatkan dalam membuat peraturan-

peraturan.

F. Merencanakan Proses dan Sesi Konseling

Tujuan utama dari konseling yaitu untuk membuat proses konseling mudah

dipahami oleh konselor dan konseli. Konselor akan mencoba melakukan proses

konseling seefisien mungkin, sehingga dapat meringankan atau menyelesaikan

permasalahan secepat mungkin. Dengan demikian perencanaan diperlukan untuk

memudahkan proses konseling, karena CBT bukan konseling yang didasarkan pada

hafalan langkah-langkah konseling namun berpusat pada permasalahan konseli.

Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa akan

didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan

dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika

konseli memiliki ide-ide konkret mengenai proses konseling dan ketercapaian

konseling. Kondisi ini bila ditindaklanjuti oleh konselor melalui perencanaan sesi

17
konseling dengan matang membuat proses konseling berjalan dengan baik.

Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala

yang ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara

konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konselor.

Tabel 2.1 Proses Konseling Berdasarkan Konsep Aaron T. Back

No Proses Sesi
1 Assesmen dan diagnosis 1-2
2 Pendekatan kognitif 2-3
3 Formulasi status 3-5
4 Fokus konseling 4-10
5 Intervensi tingkah laku 5-7
6 Perubahan core belief 8-11
7 Pencegahan 11-12

Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12 sesi

pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi mengungkapkan beberapa

alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:

a. Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan

manfaatnya.

b. Terlalu rumit, di mana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan

berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu

lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas

intelegensi dan emosinya yang terbatas.

c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit

demi sedikit.

18
d. Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya antara lain karena

alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan

konseling.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan konseling cognitive-

behavior di Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan

penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya

memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi.

Sebagai perbandingan berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi,

dengan harapan dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang

kreativitas yang lebih tinggi.

Tabel 2.2. Proses Konseling Cognitive-Behavior yang Telah Disesuaikan Dengan


Kultur di Indonesia

No Proses Sesi
1 Assesmen dan diagnosis 1
2 Mencari akar permasalahan yang bersumber 2
dari emosi negatif, Penyimpangan proses
berpikir dan keyakinan utama yang
berhubungan dengan gangguan
3 Konselor bersama konseli menyusun rencana 3
intervensi dengan memberikan konsekuensi
positif-negatif kepada konseli
4 Menata kembali keyakinan yang 4
menyimpang
5 Intervensi tingkah laku 5
6 Pencegahan dan training self-help 6

BAB III

KESIMPULAN

19
Cognitive Behavior Therapy (CBT) merupakan psikoterapi yang berfokus

pada kognisi yang dimodifikasi secara langsung, yaitu ketika individu mengubah

pikiran maladaptifnya (maladaptive thought) maka secara tidak langsung juga

mengubah tingkah lakunya yang tampak (overt action).1

Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat membawa

individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, trauma,

dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif pada dasarnya

diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional.nPada pelaksanaan CBT

terdapat aspek-aspek yang perlu diperhatikan yaitu stimulus, organism, response

dan consequences, di mana terdapat keterkaitan satu sama lain.

CBT merupakan sebuah psikoterapi yang hasilnya dapat dirasakan dalam

waktu relatif singkat (dibandingkan psikoterapi lainnya). Rata-rata jumlah sesi yang

diterima klien (untuk semua jenis masalah klien dan pendekatan CBT) hanya 16

sesi, dengan rata-rata 12 sesi. Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus

didasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi

konselor, kerjasama yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas

rumah yang dilakukan oleh konselor

DAFTAR PUSTAKA

1. Penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT) terhadap pengurangan


durasi bermain games pada individu yang mengalami games addiction.
Jurnal psikologi universitas sumatera utara. 2013; 9(1): 1-8.

20
2. Zulkarnain I. Kepercayaan dalam komunikasi politik: tinjauan psikologi
komunikasi. Medan: USU Press; 2016

3. Oemarjoedi, A. Kasandra. Pendekatan Cognitive Behavior dalam


Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media; 2003.

4. Stallard P. Think good- feel good: a cognitive behavior therapy workbook


for children and young people. West Sussex: john wiley and sons; 2004.

5. Beck, Judith S. Cognitive behavior therapy: basic and beyond 2nd ed. New
york: The guilford press; 2011

6. Matson, Jhony L, and Thomas H. Olendick Enhancing Chilrdren’s Social


Skil Assesment and Training. New York : Pergamon press; 1988.

7. NACBT. (2007). Cognitive-Behavioral Therapy. [Online]. Tersedia:


http://www.nacbt.org/whatiscbt.htm [5 Januari 2007].

8. Muqodas I. Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek


Konseling di Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar & Workshop
Internasional Teknik Konseling Kreatif Kontemporer, Bandung.

9. Wilson R, dan Branch R.Cognitive Behaivoural Therapy for Dummies.


John Wiley & Sons: Glascow. 2006.

21

You might also like