Professional Documents
Culture Documents
Makalah Keperawatan Medical Bedah Semester 4 (Apendisitis)
Makalah Keperawatan Medical Bedah Semester 4 (Apendisitis)
(APENDISITIS)
KELOMPOK IV
PEKANBARU
2018
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “APPENDISITIS “. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan
makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat
dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini .
Kelompok IV
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................2
C. Tujuan. .................................................................................................................3
1. Tujuan Umum ..................................................................................................2
2. Tujuan Khusus .................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Appendisitis .......................................................................................3
B. Etiologi ................................................................................................................3
C. Patofisiologi .........................................................................................................4
D. Manifestasi Klinis ................................................................................................4
E. Tanda dan Gejala..................................................................................................5
F. Pemeriksaan Diagnostik .......................................................................................5
G. Penatalaksanaan ...................................................................................................6
H. Pengobatan Appendisitis ......................................................................................6
I. Asuhan Keperawatan ...........................................................................................7
J. Analisa Jurnal .......................................................................................................7
A. Latar Belakang
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis
pada usia itu. Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak
pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling
sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering
disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya
adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan
berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada negara
berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap
100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan,
yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut
data epidemologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis
sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan
pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka
yang tinggi ini menurun pada pria. Dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
apendisitis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat dalam merawat
pasien dengan penyakit apendisitis.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran secara teoritis dalam penyakit apendisitis.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui teori, etiologi dan patofisiologi diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan pengertian Appendisitis
b. Mampu menjelaskan etiologi
c. Mampu menjelaskan patofisiologi
d. Mampu menjelaskan Manifestasi Klinis
e. Mampu menjelaskan tanda dan gejala
f. Mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostic
g. Mampu menjelaskan penatalaksanaan
h. Mampu menjelaskan pengobatan appendisitis
i. Mampu menjelaskan Asuhan Keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Appendisitis
Apendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner &
Suddart, 2002). Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan
menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005):
1. Apendisitis akut. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal.
Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik
mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2. Apendisitis kronik. Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan
jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
B. Etiologi
Apendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang
terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya
timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor
apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan. Penelitian epidemiologi menunjukkan
peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis.
C. Patofisiologi
Secara patogenesis faktor penting terjadinya apendisitis adalah adanya
obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi
lumen apendiks merupakan faktor penyebab dominan pada apendisitis akut.
Peradangan pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada
bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal
apendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus menerus akan
terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminal
meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi
peningkatan jumlah kuman didalam lumen apendiks. Selanjutnya terjadi
gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan edema. Kondisi ini memudahkan
invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi
mukosa apendiks maka terjadi keadaan yang disebut apendiks fokal.
Obstruksi yang terus menerus menyebabkan tekanan intraluminer
semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler
(Pieter, 2005; Jaffe & Berger, 2005). Keadaan ini akan menyebabkan edema
bertambah berat, terjadi iskemia, dan invasi bakteri semakin berat sehingga
terjadi penumpukan nanah pada dinding apendiks atau disebut dengan
apendisitis akut supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut, dimana tekanan
intraluminer semakin tinggi, edema menjadi lebih hebat, terjadi gangguan
sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan terjadi gangren. Gangren biasanya di
tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut
apendisitis gangrenosa. Bila tekanan terus meningkat, maka akan terjadi
perforasi yang mengakibatkan cairan rongga apendiks akan tercurah ke
rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis local.
D. Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran bawah terasa dan disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney
bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri
bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot,
dan apakah terdapat atau tidaknya konstipasi dan diare tidak tergantung dari
beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbar bila ujungnya ada
pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal.
Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat dengan
rektum. Sedangkan nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung
apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus dapat terjadi. Tanda
rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi daerah kuadran bawah kiri,
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan
bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar; distensi
abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk. Pada
pasien lansia tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tandatanda
tersebut dapat sangat meragukan, menunjukan obstruksi usus atau penyakit
infeksi lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami
ruptur apendiks. Insiden perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia
karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Brunner & Suddarth, 2002).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai
75%
2. Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
3. Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus
terlokalisir
4. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan
bawah
G. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ).
Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi
umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi
terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam
observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
H. Pengobatan Appendisitis
Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pengobatan
apendisitis akut dengan antibiotik dapat menghilangkan kebutuhan untuk
operasi. Antibiotik yang diberikan sebelum apendiktomi dapat digunakan
untuk melawan peritonitis. Anestesi umum biasanya diberikan, dan apendiks
akan diangkat melalui sayatan perut atau dengan laparoskopi. Jika Anda
mengalami peritonitis, perut juga perlu diirigasi dan nanah perlu dikeringkan.
Antibiotik yang diberikan sebelum apendiktomi dapat digunakan untuk
melawan peritonitis. Anestesi umum biasanya diberikan, dan apendiks akan
diangkat melalui sayatan perut atau dengan laparoskopi. Jika Anda mengalami
peritonitis, perut juga perlu diirigasi dan nanah perlu dikeringkan.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis b.d distensi inflamasi jaringan usus
2. Nyeri akut b.d insisi post bedah
3. Hipertermi b.d dengan respon inflamasi
4. Resiko infeksi b.d prosedur invasive insisi bedah
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d menurunnya intake cairan aktif
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurang asupan makanan
7. Intoleransi aktivitas b,d insisi post bedah
8. Ansietas b.d situasional penyakit
9. Devisiensi pengetahuan b.d kurang informasi
3. Intervensi Keperawatan
E:
-Berikan informasi yang tepat,
jujur pada pasien, orang terdekat
C:
-Berikan antibiotik sesuai
indikasi
-Bantu irigasi dan drainase bila
diindikasikan
C:
- Berikan cairan IV dan elektrolit
C:
-Berikan analgesik sesuai indikasi
Risiko Tujuan : O:
4. kekurangan Setelah dilakukan tindakan -Monitor status hidrasi
volume cairan keperawatan 2x24 jam (kelembaban membran mukosa,
b.d diharapkan intake cairan nadi adekuat, tekanan darah
menurunnya pasien kembali normal ortostatik ), jika diperlukan
intake cairan KH: -Monitor vital sign
aktif - Mempertahankan urine -Monitor masukan makanan /
output sesuai dengan usia cairan dan hitung intake kalori
dan BB, BJ urine normal, harian
HT normal
-Tekanan darah, nadi, suhu N:
tubuh dalam batas normal - Dorong masukan oral pasien
E:
-Ajarkan pasien tentang status
nutrisi cairan harian
C:
- kolaborasikan Berikan
penggantian nesogatrik sesuai
output
No Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi
keperawatan
5. Nutrisi kurang Tujuan : O:
Setelah dilakukan tindakan
dari kebutuhan
keperawatan 2x24 jam - Monitor adanya penurunan BB
tubuh b.d diharapkan intake nutrisi dan gula darah
pasien kembali normal -Monitor lingkungan selama
kurang asupan
KH: makan
makanan - IMT pasien menjadi
rentang normal
- intake nutrisi pasien N:
normal kembali -manajemen nutrisi pasien
-Lakukan cek IMT pasien
E:
-Ajarkan pasien tentang status
nutrisi makanan yang baik
C:
- kolaborasi pemberian IV
C:
-Berikan cairan IV dan elektrolit
7. Intoleransi Tujuan : O
aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan
insisi post keperawatan 2x24 jam -Monitor pasien akan adanya
bedah diharapkan pasien mampu kelelahan fisik dan emosi secara
melakukan aktivitas sehari- berlebihan
hari
KH: N:
-Berpartisipasi dalam -Pertahankan istirahat dengan
aktivitas fisik tanpa disertai posisi semi fowler
peningkatan tekanan darah, E:
nadi dan RR -Ajarkan terapi sesuai program
-Mampu melakukan
aktivitas sehari hari C:
(ADLs) secara mandiri -kolaborasikan kepada tim
kesehatan agar membantu
aktifitas pasien
No Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi
keperawatan
8. Ansietas b.d Tujuan : O:
Setelah dilakukan
situasional
tindakan keperawatan - Monitor TTV pasien
penyakit 2x24 jam diharapkan -kaji tanda verbal dan nonverbal
pasien tidak cemas atas pasien ketika cemas
penyakitnya
KH: N:
-Mengidentifikasi, -dorong pasien untuk menangani
mengungkapkan dan klien dengan cara yang tepat
menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas E:
-Vital sign dalam batas -ajarkan pasien teknik relaksasi
normal dalam
C:
- kolaborasi obat-obatan yang
mengurangi kecemasan
9. Devisiensi Tujuan : O:
pengetahuan b.d Setelah dilakukan
kurang tindakan keperawatan -Pantau seberapa tau pasien
informasi 1x24 jam diharapkan tentang penyakitnya
pasien mengerti tentang
penyakitnya E:
KH: - Gambarkan tanda dan gejala
-Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada penyakit,
menyatakan pemahaman dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, -Gambarkan proses penyakit,
prognosis dan program dengan cara yang tepat
pengobatan -Identifikasi kemungkinan
-Pasien dan keluarga penyebab, dengan cara yang tepat
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan N:
secara benar - atur posisi pasien serileks
mungkin
C:
-Diskusikan dengan tenaga
kesehatan lainnya tentang terapi
nonfarmakologi kepada pasien
4. Evaluasi
a. Nyeri kronis b.d distensi inflamasi jaringan usus
- S : 1. pasien mengatakan nyeri sudah sedikit teratasi
- O : 1. skala nyeri pasien 4
- A : 1. Masalah Teratasi
- P : Intervensi dilanjutkan
b. Nyeri akut b.d insisi post bedah
- S : 1. pasien mengatakan nyeri pada bagian perut karena habis selesai
operasi
- O : 1. skala nyeri pasien 5
- A : 1. Masalah teratasi
- P : Intervensi dilanjutkan
c. Hipertermia b.d respon inflamasi
- S : 1. Pasien mengatakan suhu tubuhnya sudah menurun
- O : 1. Suhu tubuh pasien 36,5
2. TTV pasien 120/80 mmHg
- A : 1. Masalah teratasi
- P : Intervensi dihentikan
d. Risiko kekurangan volume cairan b.d menurunnya intake cairan aktif
- S : 1. pasien mengatakan BAKsudah mulai normal kembali
- O : 1. Tekanan darah 120/80 mmHg
2. Intake cairan normal
- A : 1. Masalah teratasi
- P : Intervensi dihentikan
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurang asupan makanan
- S : 1. Pasien mengatakan nafsu makannya bertambah
- O : 1. IMT pasien 19,5 (dalam rentang normal)
- A : 1. Masalah teratasi
- P : 1. Intervensi dihentikan
f. Ansietas b.d situasional penyakit
- S : 1. pasien mengatakan kecemasan yang dirasakannya sudah
berkurang
- O : 1. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg
2. frekuensi nadi 70x/m
3. pernafasan 17x/m
- A : 1. Masalah teratasi
- P : 1. Intervensi dihentikan
g. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur invasive, insisi bedah
- S : 1. pasien mengatakan infeksinya sudah tidak terasa nyeri lagi. skala
nyeri 4
- O : 1. Td : 120/80 mmHg
2. Nadi 20x/m
- A : 1. Masalah teratasi
- P : 1. Intervensi dihentikan
h. Intoleransi aktivitas b.d insisi post bedah
- S : 1. pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas sehari – hari
- O : 1. TTV : 120/80 mmHg
2. perkembangan pasien jauh lebih baik
- A : 1. Masalah teratasi
- P : Intervensi dihentikan
i. Devisiensi pengetahuan b.d kurang informasi
- S : 1. pasien mengatakan sudah tau tentang penyakit yang dialami
- O : 1. pasien sudah mengetahui jalannya penyakit yang dialami
- A : 1. Masalah teratasi
- P : 1. Intervensi dihentikan
J. Analisa Jurnal
Out Come
Resume
A. Simpulan
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis, dan bukan peradangan usus buntu. apendiks atau yang sering
disebut juga dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu.
fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan
dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh). Apendisitis ada 2
macam, yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis. Yang mendasari
terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks. Selain
penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi bakteri atau
kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis,
yaitu nyeri, muntah dan mual, suhu tubuh meningkat, nadi cepat, sasa sakit
hilang timbul, diare atau konstipasi, tungkai kanan tidak dapat atau terasa
sakit jika diluruskan, perut kembung, hasil leukosit meningkat. Gejala lain
adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Bare 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Harrison, 2000 . Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 4.
Jakarta: EGC.
Keith L Moore, Dalley 2013. Anatomi Beriorientasi Klinis. Edisi 5. Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.