Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
NO Nama Desa Jml kader di Jmlh kader Jml tkh msyk Jmlh tkh
latih aktif dilatih msyr aktif
1 Getasrabi 35 15 2 2
2 Klumpit 35 18 2 2
3 Gribig 25 18 2 2
4 Karang Malang 30 15 2 2
5 Padurenan 25 15 2 2
6 Besito 25 17 6 6
Jumlah 175 98 16 16
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007). Pengetahuan bisa diperoleh secara alami
maupun secara terencana, yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Budiharto,2010).
Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah tentang gigi, penyakit mulut,
serta kesehatan gigi dan mulut, maka pengetahuan yang diperoleh adalah mengenai gigi, penyakit
mulut, serta kesehatan gigi dan mulut (Budiharto,2010).
2.3. Perilaku
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Masyarakat memiliki
beberapa macam perilaku terhadap kesehatan. Perilaku tersebut dibagi menjadi dua, yaitu perilaku
sehat dan perilaku sakit (Ramadhan,2012).
a. Perilaku sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan meningkatkan
kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau
menghindari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah dan penyebab masalah
(perilaku preventif). Contoh perilaku sehat antara lain makan makanan dengan gizi
seimbang, olah raga secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.
b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan
untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini
disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan
yang diambil seseorang bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan
melalui sarana pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.
Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru),
di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Rogers, apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan
sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila
perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama
(Notoatmodjo,2007).
Kebersihan mulut merupakan hal mendasar untuk pemeliharan kesehatan mulut. Orang
yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan mulut akan lebih cenderung mengadopsi perilaku
perawatan diri (Budiharto,2010).
2.4. Hipertensi
2.4.1. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.
Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan
darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya,
penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010).
Pada tahun 2003, National Institutes of Health Amerika telah mengeluarkan suatu laporan
lengkap berkenaan hipertensi yang dikenali sebagai The Seventh Report of Joint National
Committee on Detection, Evaluation, and Treatment for High Blood Pressure (JNC-7).
Berdasarkan rekomendasi (Joint National Committee 7 (JNC-7), tekanan darah yang normal
seharusnya berkisar di bawah 120 mmHg sistolik dan di bawah 80 mmHg diastolik. Tekanan darah
sistolik di antara 120 dan 139 mmHg dan tekanan darah diastolik di antara 80 dan 89 mmHg
dianggap pre-hipertensi.
Diagnosa hipertensi hanya akan dibuat apabila tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg. Untuk orang dewasa dengan Diabetes Mellitus,
tekanan darah individu tersebut haruslah berada di bawah 130/80 mmHg. Hipertensi kemudiannya
dibagikan lagi kepada hipertensi derajat 1 dan 2 berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastoliknya. Pembagian hipertensi berdasarkan Joint National Committee 7 seperti yang
tercantum dalam tabel di bawah:
Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC-VII 2003
Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, dianggap merupakan masalah paling utama yang
dihadapi oleh orang dewasa di seluruh dunia dan merupakan salah satu faktor resiko utama
terjadinya penyakit kardiovaskuler. Hipertensi lebih sering dijumpai pada laki-laki muda
berbanding wanita muda (Grim, 1995), pada orang berkulit gelap berbanding orang berkulit cerah,
pada orang dengan sosioekonomi rendah dan pada orang tua (Gillum, 1996). Laki-laki mempunyai
tekanan darah yang lebih tinggi berbanding perempuan sehingga menopause, di mana perempuan
akan mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi (Carol, 2005). Berdasarkan satu kajian dari
Framingham study mengusulkan bahawa individu yang memiliki tensi yang normal
(normotensive) sehingga umur 55 tahun 90% cenderung untuk menghidapi hipertensi pada waktu
yang akan datang (Vassan, 2001).
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial), yaitu
suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme
kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas (Mervin, 1995). Hipertensi
esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau
keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan
sebagainya (Depkes, 2007).
Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan hipertensi sekunder,
yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya, meliputi kurang lebih 5% dari total penderita
hipertensi.Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau
kebiasaan seseorang (Astawan,2010).Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu,
glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria renalis,
vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin juga dapat
menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing,
aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen
(glukokortikoid, estrogen, makanan yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor
monoamin oksidase), feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan.
Gangguan pada sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan
volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan
hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik seperti psikogenik, peningkatan intrakranium,
apnea tidur, dan stres akut (Cohen, 2008).
Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi berbagai
faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah
jantung dan resistansi perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara
volume darah sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama
ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus
vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk
angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat).
Resistensi pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi; peningkatan aliran darah memicu
vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia,
serta interaksi saraf (sistem adrenergik α- dan β-), mungkin penting. Ginjal berperan penting dalam
pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi
perifer dan homeostasis natrium. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan resitensi perifer (efek langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah
(stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga
mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin melawan efek
vasopresor angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi glomerulus (glomerular
filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal
sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat (Kumar, et al, 2007).
Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan peristiwa
awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat menyebabkan
meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah
meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan
dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady
state (“penyetelan ulang natriuresis tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil
tekanan darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor yang
memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh sehingga resistensi perifer
meningkat) merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang
kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor
lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan,
merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai
faktor eksogen dalam hipertensi (Kumar, et al, 2007).
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit kepala, rasa
pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin jatuh, berdebar atau detak
jantung terasa cepat, dan telinga berdengung (Kaplan, 1991).
Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-gejala sebagai
berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah
dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai (Riyadina,
2002).
Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan saraf,
gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal sering di jumpai. Gagal jantung
dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula
dengan gangguan pada ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi
dapat merupakan kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma (Riyadina, 2002).
b. Pola hidup
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
c. Tinggi badan dan berat badan
d. Pemeriksaan funduskopi
e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas
f. Refleks saraf
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah : platelet, fibrinogen
c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi
Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat adalah awal
yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan ambil rata-ratanya. Hipertensi
didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2 pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-
masing 3 kali pertemuan selama 2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
atau 90 mmHg untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau
kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi stadium 1 bila
tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 sampai 99 mmHg.
Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥
100 mmHg (Cohen, 2008).
2.4.8. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang harus
dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan
diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA) merekomendasikan target
tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan
penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80
mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney Foundation
(NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan
penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria
(Cohen, 2008).
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik
untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup
direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi
obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan.
Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan
hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet
juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi,
bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk
menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah
dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat
badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol,
dan pola diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen, 2008).
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan
risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi
setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti
berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu
dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar
genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan
setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-
2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi
alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi
~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol
dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to
Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak
efektif dalam menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).
Tabel 2.2. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi
Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah, mencegah
atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan
mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
2.4.8.4. Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7
adalah:
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan
darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat
antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian
sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai
dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai
target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke
antihipertensif lain dengan dosis rendah. Tatalaksana, indikasi dan kontraindikasi pemberian obat
antihipertensi dapat dilihat pada tabel 2.3. dan 2.4.
Tabel 2.3. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH
(European Society of Hypertension) (2003).
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal
maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk
mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan
menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro,
2006).
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat