Professional Documents
Culture Documents
Referat Sinusitis Imaging
Referat Sinusitis Imaging
Disusun Oleh:
Steven Lie
11-2015-325
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karuniaNya sehingga referat ilmu radiologi dengan judul “Penegakkan Diagnosis Sinusitis
dengan Radiologi” dapat selesai. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan ilmu radiologi di Rumah Sakit Mardi Rahayu, Kudus.
Referat ini membicarakan peranan radiologi dalam penegakkan diagnosis sinusitis.
Seperti yang diketahui, sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek
dokter umum maupun spesialis. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologi memegang peranan yang cukup penting dalam
menegakkan diagnosis sinusitis. Pemeriksaan yang paling sering digunakan adalah foto
rontgen kepala dengan berbagai posisi dan CT scan. Pemeriksaan MRI dilakukan apabila ada
kecurigaan kearah tumor atau sinusitis fungal.
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan referat ini, terutama kepada dr. Lisa
H, Sp. Rad, yang turut membimbing penulis selama kepaniteraan radiologi di Rumah Sakit
Mardi Rahayu, Kudus.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Penulis memohon maaf
apabila ada kesalahan dalam pemilihan kata-kata ataupun penulisan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Terima kasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal. Sinus paranasal
merupakan rongga-rongga di sekitar hidung dengan bentuk bervariasi dan terdiri dari empat
pasang sinus, yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus sfenoidalis.
Diperlukan pemahaman yang baik terhadap perkembangan sinus paranasal dan berbagai
variasinya bagi para radiologis agar dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan radiologi
dengan akurat.
Berdasarkan waktunya, sinusitis dibagi menjadi akut, subakut, dan kronis. Dikatakan
sinusitis akut apabila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu dan terdapat
tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut apabila infeksi berlangsung dari 4 minggu
sampai 3 bulan, tanda akut sudah reda, dan perubahan histologi mukosa sinus masih reversible.
Dikatakan sinusitis kronis apabila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan dan terjadi perubahan
yang irreversible.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas ( terutama
pada anak kecil), dan batuk pilek lama yang sering berulang. Pemeriksaan fisik dengan
rhinoskopi anterior didapatkan tanda khas berupa akumulasi cairan pada meatus medius ( pada
sinusitis maksilaris, etmoidalis anterior dan frontalis) atau di meatus superior ( pada sinusitis
etmoid posterior dan sfenoidalis). Pemeriksaan penunjang yang umumnya digunakan adalah
foto polos posisi waters, posteroanterior, dan lateral. Kelainan yang dapat terlihat adalah
perselubungan, batas udara - cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa. CT scan sinus
merupakan gold standard karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. MRI baru akan digunakan apabila ada
kecurigaan ke arah tumor atau sinusitis fungal.
3
BAB II
Tinjauan Pustaka
2. Sinus frontalis
Sinus frontalis kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada
lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Ukuran sinus
frontalis adalah 2,4 cm tingginya, lebar 2,4 cm, dan dalamnya 2 cm. sinus
frontalis biasanya berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau
lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus.
Sinus frontalis dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa
4
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontalis mudah menjalar ke daerah
ini.
3. Sinus etmoidalis
Sinus etmoidalis berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sel-sel
yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os
etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5
cm, di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Berdasarkan letaknya, sinus etmoidalis dibagi menjadi
sinus etmoidalis anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoidalis
posterior yang bermuara di meatus superior. Di daerah etmoidalis anterior
terdapat suatu penyempitan yang disebut resesus frontal yang dapat
menyebabkan sinusitis frontalis dan pembengkakkan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksilaris. Di belakang sinus etmoidalis posterior
berbatasan dengan sinus sfenoidalis.
4. Sinus sfenoidalis
Sinus sfenoidalis terletak di dalam os sfenoid di belakang sinus etmoidalis
posterior. Sinus posterior dibagi oleh dua sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya
1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Batas - batasnya adalah
sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah
inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosa,
dan a. karotis interna ( sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
6
anterior “ ascending” dan sebuah bagian posterior ”descending” ( ramus ascendens dan
ramus descendens). Semua struktur permanen etmoid berkembang dari puncak
tersebut. Sinus sfenoidalis memiliki hubungan dengan nervus kranial, yaitu N. III, N.
IV, N. V.1, N. V.2, dan N. VI.
Sinus etmoidalis merupakan struktur berisi cairan pada bayi yang baru
dilahirkan. Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh sel
posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai dewasa berumur 12 tahun. Sel
ini tidak dapat dilihat dengan sinar X sampai berumur 1 tahun. Septa yang berangsur-
angsur tipis dan pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel etmoid bervariasi dan sering
ditemukan di atas orbita, sfenoid lateral, ke atas maksila, dan sebelah anterior diatas
sinus frontalis. Sel ini disebut sel supraorbital dan ditemukan 15% dari pasien. Sel yang
berada pada dasar sinus maksilaris ( infraorbital) disebut Haller’s sel dan dijumpai pada
10% populasi. Sel – sel ini dapat menyumbat ostium maksilaris dan membatasi
infundibulum mengakibatkan gangguan dari fungsi sinus. Sel yang meluas ke lateral
anterior sinus sfenoidalis disebut Onodi sel. Variasi dari sel ini penting pada saat
preoperative untuk memperjelas anatomi pasien secara individu.
Sinus frontalis dibentuk oleh pergerakan ke atas dari sebagian besar sel-sel
etmoidalis anterior. Os frontalis masih berupa selaput (membrane) pada saat kelahiran
dan tulang mulai mengeras sekitar usia 2 tahun. Secara radiologi, jarang bisa terlihat
struktur selaput ini, perkembangannya mulai dari usia 5 tahun dan berlnajut sampai usia
11 tahun.
II. 2 Sinusitis
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi
virus, bakteri maupun jamur.1,2 Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus
yang ada. Semua keadaan anatomik atau fisiologik yang dapat menimbulkan sumbatan
drainase dari sinus, menyebabkan statis sekret, dan hal ini menimbulkan infeksi. Penyebab
lokal lainnya yang merupakan predisposisi terjadinya sinusitis adalah polip alergi dengan
lokasi yang dekat dengan hiatus semilunaris, karena menyebabkan sumbatan relative
terhadap drainase dari sinus anterior. Infeksi dari akar gigi yang menonjol ke dalam dasar
sinus maksilaris juga dapat menyebabkan sinusitis. Hal ini terutama terjadi jika gigi yang
terinfeksi diangkat dan terjadi fistel ke dalam sinus maksilaris, atau jika bagian dari akar
gigi secara tidak sengaja hilang di dalam lumen sinus.
7
Aktivitas silia yang rusak dapat mengganggu pembersihan sinus yang menyebabkan
infeksi sisa yang berkepanjangan. Sebagai tambahan efek buruk dari merokok dan polusi
udara terhadap aktivitas mukosiliar, deviasi septum dapat mengubah arus konveksi aliran
udara inspirasi sedemikian rupa, sehingga terdapat daerah kering yang dapat merusak
aktivitas silia.3 Dengan demikian menimbulkan rangkaian keadaan, mulai dari statis sekret
dan berakhir dengan infeksi. Pada organ yang menderita sinusitis setelah berenang,
mungkin terkena infeksi dari kuman patogennya sendiri, yang secara mekanik masuk ke
dalam rongga akibat tekanan air. Untuk mencegah keadaan ini hindari berenang pada saat
menderita penyakit respiratorius yang aktif atau laten.
Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis
kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Keluhan utama rhinosinusitis ialah hidung
tersumbat disertai nyeri tekan/ rasa tekanan pada muka dan sekret purulent yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip).4 Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi
menandakan sinusitis maksilaris, nyeri di antara atau dibelakang kedua bola mata
menandakan sinusitis etmoidalis, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis
frontalis. Pada sinusitis sfenoidalis, nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata
dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksilaris kadang-kadang terdapat nyeri alih ke telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronis tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang- kadang hanya 1
atau 2 dari gejala-gejala berikut, yaitu sakit kepala kronis, post nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronis muara tuba Eustachius,
gangguan ke paru seperti bronchitis ( sino- bronchitis), bronkiektasism dan serangan asma
yang meningkat dan sulit diobati.4
Patogenesis
Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling
bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat di alirkan. Maka terjadi
gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan
lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang
baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.5 Bila sumbatan berlangsung terus menerus akan
terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya
8
terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi
dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema
mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan intraseluler sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin
membesar dan kemduain turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai,
sehingga terjadinya polip.
2. Sinusitis etmoidalis
Sinusitis etmoidalis sering bermanifestasi sebagai selulitis orbita karena dinding lateral
labirin etmoidalis ( lamina papirasea) seringkali merekah. Gejala berupa nyeri yang
dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau
belakangnya, terutama bila mata digerakkan, nyeri alih di pelipis dan sumbatan hidung.
3. Sinusitis frontalis
Sinusitis frontalis akut hamper selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis
anterior. Gejala subjektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis
mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian
perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa
dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakkan supra orbita.
4. Sinusitis sfenoidalis
Pada sinusitis sfenoidalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola
mata, dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih sering ditemukan menjadi
bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi
sinus lainnya.
9
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis dibagi menjadi :
1. Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu dan
terdapat tanda-tanda radang akut.
2. Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan, tanda
akut sudah reda, dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible
3. Sinusitis kronism bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan, terjadi perubahan yang
ireversibel, misalnya menjadi jaringan granulasi atau polipoid.
Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi melalui suatu tromboflebitis dari vena
yang perforasi, perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik,
dengan terjadinya defek, atau juga dapat melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.
Komplikasi dari sinusitis yang dapat terjadi antara lain :
1. Osteomyelitis dan abses subperiosteal.
2. Selulitis orbita, abses orbita
3. Meningitis, abses ekstradural, abses otak, trombosis sinus kavernosus.
11
Gambar 3. Foto polos waters dngan sinusitis maksilaris kiri.
2. Proyeksi lateral
Tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk menampakkan patologi sinusitis,
osteomyelitis dan polip.
Teknik pemeriksaan :
a. Posisi pasien : berdiri
b. Posisi objek :
1. Pasien diminta untuk berdiri menghadap bucky stand dengan MSP tubuh tepat
pada mid line kaset.
2. Kedua telapak tangan menempel pada dinding
3. Posisikan kepala dan dagu sehingga MSP tegak lurus pada bidang film.
4. Ekstensikan kepala pada posisi yang benar
5. Atur kepala sehingga orbito meatal line membentuk sudut ( 37o) dari bidang
film.
6. Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai objek yang akan difoto,
tidak terlalu luas tidak terlalu kecil.
7. Jangan lupa gunakan marker R atau L sebagai penandan objek kiri atau kanan
8. Jangan lupa gunakan grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran
yang dihasilkan baik.
9. Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron atau karet timbal
10. Jika posisi pasien sudah siap seluruhnya, dilakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang sudah ditentukan untuk pemotretan sinus paranasal proyeksi
lateral
12
c. Sinar pusat : atur arah horizontal tegak lurus pertengahan kaset, titik bidik
tegak lurus terhadap kaset diantara outer canthus dan EAM, dan minimum SID 100
cm.
d. Kolimasi : pada semua rongga sinus
e. Pernapasan : pasien tahan napas saat ekspos berlangsung
f. Kriteria radiograf : tampak sinus maksilaris, sfenoid, dan etmoidalis secara lateral.
3. Proyeksi Caldwell
Tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk menampakkan patologi sinusitis,
osteomyelitis dan polip. Teknik pemeriksaan :
a. Posisi pasien : berdiri
b. Posisi objek :
1. Pasien diminta untuk berdiri menghadap bucky stand dengan MSP tubuh
tepat pada mid line kaset.
2. Kedua telapak tangan menempel pada dinding
3. Posisikan kepala dan dagu sehingga MSP tegak lurus pada bidang film.
4. Ekstensikan kepala pada posisi yang benar
5. Atur kepala sehingga orbito meatal line membentuk sudut ( 37o) dari bidang
film.
6. Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai objek yang akan
difoto, tidak terlalu luas tidak terlalu kecil.
7. Jangan lupa gunakan marker R atau L sebagai penandan objek kiri atau
kanan
8. Jangan lupa gunakan grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran
yang dihasilkan baik.
9. Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron atau karet timbal
10. Jika posisi pasien sudah siap seluruhnya, dilakukan eksposi dengan faktor
eksposi yang sudah ditentukan untuk pemotretan sinus paranasal proyeksi
lateral
c. Sinar pusat : atur arah horizontal sejajar dengan kaset, titik bidik keluar
nasion, minimum SID 100 cm.
d. Kolimasi : pada semua rongga sinus
e. Pernapasan : pasien tahan napas saat ekspos berlangsung
13
f. Kriteria radiograf : tampak sinus frontal di atas sutura frontonasal, cairan anterior
etmoid tergambarkan secara lateral terhadap tulang nasal langsung di bawah sinus
frontal.
Pada foto polos rontgen, sinusitis akan tampak penebalan mukosa, airfluid level,
perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu/ lebih sinus paranasal,
penebalan dinding sinus dengan sklerotik pada kasus kronis.4,5
Pemeriksaan radiologi sinus maksilaris terbaik menggunakan foto posisi waters.
Sebagian besar bentuknya asimetris antara kanan dan kiri. Selain menilai pneumatisasi
tulang maksila, foto waters juga menilai dasar dinding orbita dan zygoma, sehingga
cukup memberikan tambahan informasi pada penyakit fibrous dysplasia, giant cell
tumor, dan paget’s disease. Foto polos lateral kepala diperlukan untuk mengevaluasi
dasar sinus maksila yang berhubungan dengan akar gigi dan palatum durum.
Evaluasi sinus etmoidalis paling baik memggunakan posisi Caldwell. Kekurangannya
selules etmoid terhalang dengan selule etmoid lain. Bila terdapat perselubungan sulit
ditentukan apakah inflamasi atau neoplasma, tapi lamina papirasea dan fovea
etmoidalis dapat terlihat jelas walaupun tidak sedetail CT scan. Foto waters hanya dapat
melihat sinus etmoidalis anterior karena bagian sinus etmoid lainnya terhalang fosa
nasalis.
Gambaran sinus frontal dapat terlihat pada foto waters dan Caldwell. Yang penting
untuk diperhatikan adalah garis mukoperiosteal yaitu garis yang memisahkan mukosa
sinus frontal dengan os frontal. Pada foto lateral kepala dapat terlihat resesus frontalis
yang berbentuk konkaf dan gambaran fraktur dinding depan sinus frontal apabila ada
riwayat trauma. Tampak gambaran osteomyelitis dinding sinus frontal pada beberapa
kasus paget’s disease.
Untuk evaluasi sinus sfenoid, karena letaknya dikelilingi oleh beberapa tulang dan
dalam dekat basis kranii, sehingga sulit dilakukan foto polos kepala.
15
MRI cukup membantu dalam menilai komplikasi sinusitis jamur baik yang terbatas
pada ekstrakranial. Sinusitis jamur sering terjadi pada sinus maksila dan sinus etmoid.
MRI mempunyai kontras jaringan lunak yang lebih baik dibandingkan CTscan untuk
membedakan lesi/tumor dengan jaringan lunak disekitarnya. Selain itu tidak adanya
radiasi ion menyebabkan aman bagi pasien dan dapat dilakukan berulang-ulang. Tetapi
kurang baik menilai kelainan pada tulang dibandingkan CT scan, waktu pemeriksaan
yang lama, dan biaya yang lebih mahal. Selain itu gambaran edema mukosa hidung
akibat inflamasi mirip dengan edema pada siklus hidung. Apabila dicurigai komplikasi
intrakranial atau intraorbital diperlukan kontras gadolinium-diethylenetriamine
pentaacetic acid (Gd- PTA). Tidak ada gambaran khusus pada sinusitis jamur pada
MRI, hanya terdapat isointense atau sedikit hipodens dibandingkan jaringanskitarnya.
MRI lebih bermanfaat dalam menilai neoplasma karena dapat membedakan massa
tumor dengan kelainan akiabt sumbatan ostium sinus atau komplek osteomeatal.
Cairan tampak hipointens pada T1 dan hiperintens pada T2. Pembengkakkan mukosa
sering dikacaukan cairan pada T2. Jaringan tumor akan tampak hipointens
dibandingkan edema mukoa pada T2. Pada T2 edematous membrane dan mucus akan
tampak hiperintens.
16
Gambar 6. MRI sinus dengan kecurigaan neoplasma.
MRI tidak dapat menggambarkan tulang sebaik CT scan. Selain itu, kerugian
menggunakan MRI adalah tingginya angka positif palsu dan memakan biaya yang
mahal. Positif palsu biasanya terjadi pada remaja sehat, anak usia sekolah, dan anak-
anak dengan gejala sinusitis asimtomatik.
17
BAB III
Penutup
18
DAFTAR PUSTAKA
19