Professional Documents
Culture Documents
Modul Pengantar Pariwisata UNTAG SEMARANG FBB PDF
Modul Pengantar Pariwisata UNTAG SEMARANG FBB PDF
MODUL
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SEMARANG
MATERI KULIAH
INTRODUCTION TO TOURISM
( PENGANTAR PARIWISATA )
Disusun oleh:
Yusak L Diyono, M.Pd
Digunakan untuk kalangan sendiri
BAB I
PENDAHULUAN
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 1
Berangkat pada usia 22 tahun dan kmbali pada usia 29 tahun. Ia melakukan perjalanan seorang
diri dengan berjalan kaki, menempuh jarak 75.000 mil.
3. Pangeran Hendry dari Potugal, terkenal sebagai Prince Hendry The Navigator (1394-1460),
banyak memberikan sumbangan dalam bidang kelengkapan navigasi, mengirim orang-orang
Portugis berlayar ke Kepulauan Azores, ke Afrika, dank e Asia termasuk Indonesia. Dikenal di
Benua Barat sebagai The Great Age of Discovery.
4. Christopher Columbus (1451-1506), dengan perahu berbendera Spanyol, pada tanggal 12
Oktober 1492, mendarat di Pegunungan Guanahani yang sekarang dikenal sebagai San Salvador.
Menemukan Cuba tanggal 28 Oktober 1492 dan Haiti pada tanggal 5 Desember 1492, yang
kemudian dinamakan Hispaniola.
Selanjutnya, ekspedisi yang kedua menemukan Puerto Rico, Keplauan Antilen Kecil, serta
Jamaica. Pada ekspedisi yang ketiga, menemukan Sungai Orinoco di Venezuela.
5. Akhir abad XV, Portugal menunjuk Alfonso d‟Albuqurque, Vasco da Gama, dan Fernando de
Magelhaens untuk menjelajahi kelima samudra.
6. Setengah abad kemudian, Kapten James Cook (1728-1779) seorang berbahasa Inggris,
mengelilingi dunia menjelajahi Hebrida Baru, Selandia Baru, dan Australia bagian timur (1768-
1771). Membuat peta perjalanan atau pelintasan Venus.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 2
Marcopolo, ketika mengadakan perjalanan sudah menemukan penginapan yang kita sebut
sekarang sebagai guest house, di Mongolia. Guest house itu, disediakan bagi mereka yang melakukan
perjalanan dan juga pengantar surat. Penginapan semacam ini dikembangkan dengan sistem self-
service.
Kemudian berkembanglah penginapan yang melayani makanan bagi yang membutuhkan.
Hotel dengan standar yang lebih baik, pertama kali didirikan di Inggris, disusul Perancis, Swiss,
dan beberapa Negara terkemuka lainnya. Tahun 1774, di Convent Garden didirikan hotel yang
bergandengan dengan bioskop dekat West-Minster di kota London. Selama abad XIX, di Eropa
banyak hotel yang bertaraf lux didirikan. Tahun 1809, Hotel Savoy dibuka di London, kemudian
resort mulai bermunculan di Riviera Perancis dan Italia. City Hotel, dibangun di New York tahun
1794, dianggap hotel yang pertama dibangun di AS. Baru tahun 1829, dibangun The Tremont House
di Boston. Selain memberikan pelayanan untuk tinggal, juga menyediakan ruangan untuk konferensi.
Tahun 1830 dan 1850, didirikan The Palmer House dan The Sherman House di Chicago, Planters
di St. Louise, dan Palace Hotel di San Fransisco. Tahun 1890 menyusul Ellsworth Milton Statler di
Buffalo dan di New York, hotel yang dibangun untuk kepentingan business travelers dan merupakan
yang pertama pada masa itu.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 3
BAB II
PARIWISATA MERUPAKAN FENOMENAL SOSIAL, EKONOMI, PSIKOLOGI,
GEOGRAFI, DAN BUDAYA
A. Fenomena Sosial
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, punya naluri untuk berhubungan dengan orang lain.
Dalam masalah kepariwisataan, perjalanan wisata dari satu daerah ke daerah lain merupakan gejala
sosial manusia yang selalu ingin melakukan hubungan dengan orang/bangsa lain. Pada saat mulainya
peradaban, bangsa Sameria telah melakukan perjalanan dengan motivasi yang sederhana, yakni ingin
tetap mempertahankan hidup, lalu berkembang ingin berdagang. Sedangkan Bangsa Romawi
melakukan perjalanan untuk bersenang-senang.
Dalam peradaban modern ini, pesatnya arus informasi, perkembangan teknologi komunikasi, ilmu
pengetahuan, dan seni, menyebabkan orang tergerak untuk melakukan perjalanan wisata ke luar
daerah bahkan ke luar batas wilayah negaranya.
Kegiatan pariwisata yang identik dengan rekreasi ini merupakan salah satu dari bentuk aktivitas
manusia, seperti dikemukakan oleh Michael Chubb, dkk. dalam bukunya One Third of Our Time.
Mengklarifikasikan aktivitas manusia menjadi lima hal, yaitu rekreasi, kebutuhan fisik, spiritual,
pekerjaan dan pendidikan, serta tugas-tugas keluarga dan kemasyarakatan (Michael Chubb, 1981).
Ilustrasi yang dikemukakan oleh Michael tersebut menggambarkan bahwa rekreasi adalah salah
satu kebutuhan dasar aktivitas manusia. Kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain ini
dilakukan dengan berkunjung ke Negara atau bangsa lain. Situasi hubungan antar kedua negara akan
mempengaruhi jalur lalu lintas perjalanan dari kedua negara tersebut. Keeratan hubungan antara
negara satu dengan lainnya, semakin membuka informasi dan memungkinkan seseorang mengetahui
informasi secara global dari suatu negara tujuan wisata.
Ilustrasi Michael dapat dilihat pada gambar berikut ini:
bodily
necessity role
- eating
- drinking
- etc.
Figure 1:
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 4
Model showing the five basic roles that a human activity can assume; one or more
roles is assumed depending on the way in which the participant perceives the activity.
Derasnya arus informasi dan promosi negara tujuan wisata, semakin meningkatkan keinginan
manusia untuk saling berkunjung ke negara-negara tujuan wisata. Hal ini merupakan gejala yang
mendasar dari manusia, yakni ingin menjalin hubungan dengan bangsa lain. Pada zaman modern ini,
melakukan wisata atau melawat ke negara lain, juga merupakan kebutuhan sekunder, karena di
samping rekreasi mereka mempunyai motivasi yang beragam seperti untuk olahraga, pendidikan, dan
kebudayaan.
Dalam cakupan yang lebih luas, fenomena sosial yang erat kaitannya dengan kegiatan
kepariwisataan adalah perjalanan wisata yang dikaitkan dengan kegiatan sosial. Seorang penyanyi
yang melawat/melakukan perjalanan wisata untuk tur dan aksi sosial. Organisasi ibu-ibu
menyelenggarakan perjalanan wisata bagi anak-anak yatim piatu merupakan salah satu bentuk dari
perjalanan wisata sebagai perwujudan rasa sosial untuk membantu orang lain.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa fenomena sosial dalam kepariwisataan adalah
kebutuhan dasar manusia untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Di samping itu, lebih luas lagi
bisa diartikan sebagai kegiatan wisata yang dibarengi dengan aksi sosial.
B. Fenomena Ekonomi
Fenomena ekonomi dalam pariwisata mempunyai aspek yang cukup luas, secara makro (nasional)
kepariwisataan merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan umum ekonomi. Ada dua aspek
dampak kepariwisataan terhadap ekonomi, yakni keuntungan-keuntungan dalam negeri dan
kepariwisataan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan umum ekonomi. (Deparpostel, 1983).
Sedangkan kepariwisataan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan umum ekonomi, antara lain
mencakup:
1. suatu alat pembangunan daerah;
2. kepariwisataan mengurangi pengangguran;
3. membangun kepariwisataan sebagai suatu ekspor yang tidak kelihatan (invinsible export);
4. kepariwisataan dan perbendaharaan negara;
5. kepariwisataan dan penanaman modal.
Secara mikro, aspek ekonomi dalam kepariwisataan dapat dijelaskan bahwa dengan adanya
perkembangan pariwisata akan memberi dampak positif bagi:
1. Pendapatan masyarakat sekitar daerah tujuan wisata (DTW) karena dengan meningkatnya arus
wisatawan di DTW, masyarakat di sekitar DTW dapat memanfaatkan untuk membuka usaha yang
kira-kira dibutuhkan oleh wisatawan. Dampak positif itu dirasakan, antara lain oleh pengusahaan
akomodasi (home stay), rumah makan, sampai dengan jasa-jasa yang lain seperti penyewaan
peralatan untuk olahraga air, mobil, masase, dan souvenirshop.
2. Pendapatan pemerintah daerah setempat, dengan perolehan pemasukkan kas daerah dari
pemungutan pajak, restribusi, dan sebagainya.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 5
3. Munculnya pedagang asongan yang beroperasi di sekitar DTW.
4. Meningkatnya permintaan hasil daerah setempat, seperti bahan-bahan mentah atau hasil pertanian
dan perkebunan yang dipasok ke hotel dan restoran. Meningkatnya permintaan barang-barang
kerajinan, handicraft, souvenir, serta barang-barang yang khas dari suatu daerah, seperti kain
tenun, sulaman, minuman khas, dan makanan khas.
Kepariwisataan sebagai fenomena ekonomi, dapat diartikan perjalanan wisata yang dilakukan
oleh orang-orang yang ekonominya sudah mapan. Dalam arti ada hubungan antara kemampuan
membayar suatu perjalanan wisata dengan kemampuan ekonomi seseorang. Dalam survey mengenai
kepariwisataan disebutkan “penghasilan seseorang banyak sekali menentukan, apakah ia dapat ikut
suatu perjalanan wisata atau tidak” (Oka A. Yoeti, 1985). Hal ini sesuai pula dengan ciri-ciri
wisatawan yang potensial. Seseorang memiliki potensi sebagai wisatawan apabila ia punya waktu
luang dan punya uang. Kesimpulannya, kondisi ekonomi seseorang memungkinkan bisa tidaknya ia
melakukan perjalanan wisata.
C. Fenomena Psikologis
Masyarakat di negara industri yang sudah maju, menghadapi permasalahan yang sangat kompleks
dan kompetitif. Di samping dilingkupi oleh teknologi yang maju, juga akibat urbanisasi sebagai salah
satu ciri dari kota metropolitan, banyak menarik kaum urban menuju pusat-pusat kota untuk mencari
nafkah Akibatnya, banyak orang dari negara industri yang terlibat dalam suasana yang tegang atau
stress. Salah satu pelariannya adalah melakukan rekreasi atau liburan di tempat-tempat wisata.
Mereka ingin rileks dan menikmati perubahan lingkungan dengan udara yang bersih, untuk
memulihkan kesegaran jasmani dan rohani agar segar dan siap untuk bekerja kembali.
Gejala yang bersifat psikologis ini dalam ruang lingkup pariwisata dikatakan sebagai “gejala
pengasingan diri” (withdrawal symptom). E. Barnet mengatakan bahwa “gejala pengasingan diri” ini
adalah seseorang berusaha melepaskan dirinya dari lingkungan pekerjaan hariannya, suasana
kebiasaan hidupnya atau hanya sekadar pergi nyepi ke tempat yang tenang untuk berkontemplasi
mencari ilham (Salah Wahab, 1989).
Lebih lanjut dikatakan oleh Salah Wahab, bahwa pariwisata menjadi suatu sarana untuk
memulihkan kesehatan moral seseorang dan untuk memantapkan kembali keseimbangan emosi
seseorang. Oleh karena itu tidak berlebihan apabila kegiatan pariwisata dapat digunakan sebagai salah
satu terapi untuk menyembuhkan seseorang dari rasa tegang dan stress karena kesibukan kerja yang
cukup tinggi.
Michael, menyebutkan bahwa rekreasi merupakan salah satu kebutuhan dasar dari aktivitas
kehidupan manusia. Oleh karena itu, pariwisata tidak sekadar perjalanan wisata belaka, tetapi lebih
dari itu adalah suatu kebutuhan manusia yang paling mendasar.
D. Fenomena Geografi
Pariwisata merupakan fenomena geografi. Posisi suatu negara tujuan wisata atau letak geografis suatu
daerah tujuan wisata mempunyai peranan dalam pariwisata. Penampakan geografis yang khusus akan
merupakan daya tarik bagi wisatawan. Struktur geografis yang terdapat flora dan fauna, seperti di
Afrika, dapat dijadikan sebagai daerah wisata untuk berburu. Demikian juga Jeram Niagara, yang
merupakan air terjun alami dan posisi tujuan wisata di tengah lalu lintas internasional, akan
merupakan modal untuk menarik wisatawan mancanegara.
Dardji Darmodihardjo, mengemukakan fenomena geografis di Indonesia sebagai berikut,
“keadaan alam yang sukar dicari bandingannya merupakan daya tarik bagi bangsa asing dan adalah
modal yang besar bagi pariwisata”(Dardji Darmodihardjo, dkk, 1979). Kepulauan nusantara yang
oleh Multatuli digambarkan sebagai “pending zamrud yang membujur sepanjang katulistiwa” adalah
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 6
tidak terlalu berlebihan. Indonesia yang terdiri dari lebih kurang 13.500 pulau besar dan kecil yang
bertebaran di antara benua Asia dan Australia dan diantara samudra Psifik dan samudra Indonesia
merupakan posisi tujuan wisata yang strategis. Luas Indonesia 2.000.000 km², panjangnya dari
Sabang sampai Merauka 5.000 km, hampir seluas benua Eropa. Ragam budaya serta alam Indonesia
merupakan daya pikat tersendiri.
Banyak primadona yang dapat diandalkan dari geografi Indonesia, Gunung Krakatau,
Tangkubanprahu, Ijen, Bromo dengan lautan pasirnya. Taman laut Bunaken, konon terindah di Asia
Tenggara. Air terjun Moramo yang 57 tingkat, serta danau tiga warna Kilimutu yang “ajaib”
merupakan cirri-ciri geografis yang dapat dijadikan promosi pariwisata.
E. Fenomena Budaya
Pariwisata dapat dikatakan merupakan fenomena budaya. Dari sisi subjek (wisatawan) sendiri, hal ini
terkait dengan motivasi perjalanannya. Motivasi perjalanan yang meliputi aspek-aspek budaya antara
lain:
1. ingin melihat adat istiadat bangsa di negara lain;
2. ingin melihat upacara adapt, upacara keagamaan, dan upacara tradisional bangsa lain;
3. ingin melihat pertunjukan kesenian, festival seni, festival tari, festival nyanyi, dan festival drama;
4. untuk keperluan studi kebudayaan masyarakat yang masih mempunyai kebudayaan primitive atau
tradisional dan langka, seperti suku Asmat, suku Dayak, dan Toraja;
5. mengunjungi benda-benda bersejarah, monument, peninggalan nenek moyang, candi, piramid,
serta hasil-hasil budaya lainnya.
Fenomena budaya kepariwisataan ditinjau dari segi objek, merupakan daya tarik pariwisata
budaya. Sebagai contoh daerah tujuan wisata Bali merupakan pariwisata budaya, lebih khususnya
dapat dikatakan pariwisata budaya religius. Bali dengan pariwisata budayanya mempunyai “daya
tarik” yang cukup memikat. Alamnya, tariannya, upacaranya, hasil kerajinannya, candi-candinya,
pura-puranya, drama-drama tradisional, dan berbagai macam daya tarik lainnya.
Dampak positif adanya kegiatan pariwisata, yang terkait dengan kebudayaan adalah dengan
semakin dibutuhkannya penampilan dan pelestarian budaya tradisional. Kebudayaan yang sifatnya
tradisional yang semula hampir terlupakan diaktifkan kembali untuk dikemas dan disajikan kepada
wisatawan sebagai salah satu atraksi budaya yang menarik.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 7
BAB III
PARIWISATA DAN JENIS PARIWISATA
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 8
B. Bentuk dan Jenis Pariwisata
Setelah kita pahami tentang istilah dan pengertian tentang pariwisata, berikut dikemukan tentang
bentuk dan jenis pariwisata.
1. Bentuk Pariwisata
Nyoman S. Pendit dalam bukunya, Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana, mengemukakan
bentuk pariwisata dapat dibagi menurut kategori sebagai berikut: menurut asal wisatawan,
menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran, menurut jangka waktu, menurut jumlah
wisatawan, dan menurut alat angkut yang dipergunakan (Nyoman S. Pendit, 1990).
Adapun uraian singkat mengenai bentuk pariwisata tersebut antara lain seperti diuraikan di bawah
ini.
a. Menurut Asal Wisatawan
1. Dari dalam negeri disebut juga pariwisata domestik atau pariwisata nusantara.
2. Dari luar negeri disebut pariwisata internasional atau pariwisata mancanegara.
b. Menurut Akibatnya terhadap Neraca Pembayaran
1. Kedatangan wisatawan ke dalam negeri memberi efek positif terhadap neraca pembayaran
luar negeri. Pariwisata ini disebut pariwisata aktif.
2. Sebaliknya, warga negara yang ke luar negeri memberikan efek negative terhadap neraca
pembayaran luar negeri atau disebut pariwisata pasif.
c. Menurut Jangka Waktu
1. Pariwisata jangka pendek, apabila wisatawan yang berkunjung ke suatu DTW hanya
beberapa hari saja.
2. Pariwisata jangka panjang, apabila wisatawan yang berkunjung ke DTW waktunya sampai
berbulan-bulan.
Jadi, yang membedakan adalah lama tinggal.
d. Menurut Jumlah Wisatawan
1. Disebut pariwisata tunggal, apabila wisatawan yang bepergian hanya seorang, atau satu
keluarga.
2. Disebut pariwisata rombongan, apabila wisatawan yang bepergian satu kelompok atau
rombongan yang berjumlah 15 sampai dengan 20 orang atau lebih.
e. Menurut Alat Angkut yang Dipergunakan
Menurut kategori ini pariwisata dapat dibagi:
1. pariwisata udara;
2. pariwisata laut;
3. pariwisata kereta api;
4. pariwisata mobil.
2. Jenis Pariwisata
a. Wisata Budaya
Seseorang yang melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk mempelajari adapt-istiadat,
budaya, tata cara kehidupan masyarakat dan kebiasaan yang terdapat di daerah atau negara yang
dikunjungi. Termasuk dalam jenis pariwisata ini adalah mengikuti misi kesenian ke luar negeri
atau untuk menyaksikan festifal seni dan kegiatan budaya lainnya.
b. Wisata Kesehatan
Disebut juga Wisata Pulih Sembuh. Artinya seseorang melakukan perjalanan denagn tujuan untuk
sembuh dari suatu penyakit atau untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani. Objek wisata
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 9
kesehatan adalah tempat peristirahatan, sumber air panas, sumber air mineral dan fasilitas-fasilitas
lain yang memungkinkan seorang wisatawan dapat beristirahat sambil berwisata.
c. Wisata Olahraga
Seseorang yang melakukan perjalanan dengan tujuan untuk mengikuti kegiatan olahraga,
misalnya Olympiade, Thomas Cup, dan Sea Games.
d. Wisata Komersial
Istilah lainnya adalah wisata bisnis. Wisatawan yang masuk ke dalam jenis wisata ini adalah
mereka yang melakukan perjalanan untuk tujuan yang bersifat komersial atau dagang. Misalnya,
mengunjungi pameran dagang, pameran industri, pecan raya, dan pameran hasil kerajinan.
e. Wisata Industri
Perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau mahasiswa untuk berkunjung ke suatu
industri yang besar guna mempelajari atau meneliti industri tersebut. Misalnya: rombongan
pelajar dan mahasiswa yang berkunjung ke IPTN untuk melihat industri pesawat terbang.
f. Wisata Politik
Seseorang yang berkunjung ke suatu negara untuk tujuan aktif dalam kegiatan politik. Misalnya
kunjungan kenegaraan, menghadiri penobatan Kasar Jepang, penobatan Ratu di Inggris. Juga
konferensi politik atau kunjungan kenegaraan yang dilanjutkan dengan berdarmawisata
mengunjungi obyek-obyek wisata dan atraksi wisata.
g. Wisata Konvensi
Seseorang yang melakukan perjalanan dan berkunjung ke suatu daerah atau negara dengan tujuan
untuk mengikuti konvensi atau konferensi. Misalnya, KTT Non-Blok yang baru-baru ini
diselenggarakan di Jakarta. Wisata konperensi ini erat kaitannya dengan wisata politik. Di
samping disediakannya tempat-tempat untuk konvensi atau konferensi, biasanya juga ada post
conference tour, yakni acara berdarmawisata sesuai konferensi dengan mengunjungi objek dan
atraksi wisata.
h. Wisata Sosial
Kegiatan wisata sosial adalah kegiatan wisata yang diselenggarakan dengan tujuan non profit atau
tidak mencari keuntungan. Perjalanan wisata ini diperuntukkan bagi remaja, atau golongan
masyarakat ekonomi lemah maupun pelajar. Contoh lain: organisasi wanita yang mengajak siswa
dari panti asuhan untuk melakukan perjalanan wisata. Kegiatan ini termasuk juga wisata sosial.
i. Wisata Pertanian
Pengorganisasian perjalanan yang dilakukan dengan mengunjungi pertanian, perkebunan untuk
tujuan studi, dan riset atau studi banding. Contoh: petani dari Jawa Timur baru-baru ini ada yang
dikirim ke Jepang untuk mempelajari teknologi pertanian di negara tersebut.
j. Wisata Maritim (Marina) atau Bahari
Wisata Bahari ini sering dikaitkan dengan olah raga air, seperti berselancar, menyelam, berenang,
dan sebagainya. Objeknya adalah pantai, laut, danau, sungai, kepulauan, termasuk taman laut.
Karena kegiatannya di air, wisata ini disebut juga Wisata Tirta.
k. Wisata Cagar Alam
Jenis wisata ini adalah berkunjung ke daerah cagar alam. Di samping untuk mengunjungi
binatang atau tumbuhan yang langka juga untuk tujuan menghirup udara segar dan menikmati
keindahan alam. Objek wisata jenis ini adalah Kebun Raya Bogor, Taman Nasional Blauran, dan
sebagainya.
l. Wisata Buru
Kegiatan wisata ini dikaitkan dengan hobi berburu. Lokasi berburu ini tentu saja yang telah
dimaklumkan oleh pemerintah sebagai daerah perburuan, misalnya jenis binatang yang merusak
seperti banteng dan babi hutan. Tidak jarang pula dalam wisata buru ini ada lomba berburu.
m. Wisata Pilgrim
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 10
Jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, kepercayaan ataupun adapt istiadat dalam masyarakat.
Wisata pilgrim ini dilakukan baik perseorangan maupun rombongan. Berkunjung ke tempat-
tempat suci, makm-makam orang suci atau orang-orang yang terkenal, dan pemimpin yang
diagungkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan restu, berkah, kebahagiaan, dan ketentraman.
Di Indonesia tempat-tempat yang dapat dikategorikan sebagai objek wisata pilgrim, misalnya
makam Bung Karno, makam Wali Songo, makam Gunung Kawi, dan juga candi-candi.
n. Wisata Bulan Madu
Sesuai dengan namanya, orang yang melakukan perjalanan dalam jenis wisata ini adalah orang
yang sedang berbulan madu atau pengantin baru. Agen perjalanan atau Biro Perjalanan yang
menyelenggarakan wisata ini biasanya menyediakan fasilitas yang istimewa/khusus. Baik
dekorasi tempat penginapannya maupun sajian makanannya. Diharapkan wisatawan benar-benar
menikmati bulan madu dengan kesan-kesan khusus, indah, dan meninggalkan kenangan yang
istimewa bagi bulan madu mereka.
BAB IV
WISATAWAN
A. Definisi Wisatawan
1. Wisatawan dalam Arti Murni
Dalam The United Nation Conference on Customs Formalities for The Temporary Importation of
Private Road Motor Vehicles and for Tourism, dalam Pasal 1 ayat b) dikatakan sebagai berikut:
“Istilah wisatawan harus diartikan sebagai seorang, tanpa membedakan ras, kelamin, bahasa dan
agama, yang memasuki wilayah suatu negara yang mengadakan perjanjian yang lain daripada negara
di mana orang itu biasanya tinggal dan berada di situ kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 6 bula,
di dalam jangka waktu 12 bulan berturut-turut, untuk tujuan non-imigran yang legal, seperti
perjalanan wisata, rekreasi, olahraga, kesehatan, alas an keluarga, studi, ibadah keagamaan atau
urusan usaha (business)” (Oka A. Yoeti, 1988).
2. Menurut IUOTO
a. Wisatawan (tourist), yaitu pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di
negara yang dikunjunginya dan tujuan perjalanannya dapat digolongkan ke dalam klarifikasi
berikut ini:
(a) Pesiar (leisure) seperti untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan, dan
olahraga.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 11
(b) Hubungan dagang (business), keluarga, konferensi, dan misi.
(c) Pelancong (excursionist),yaitu pengunjung sementara yang tinggal kurang dari 24 jam di
negara yang dikunjunginya (termasuk pelancong dengan kapal pesiar).
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 12
Indonesia, ketika liburan ia kembali ke Perancis dan melakukan perjalanan wisata di sana. Jenis
wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist.
5. Transit Tourist
Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir
atau singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.
6. Business Tourist
Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis, bukan wisata, tetapi perjalanan wisata
akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi, perjalanan wisata merupakan
tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis selesai dilakukan.
BAB V
INDUSTRI PARIWISATA DAN TUJUAN WISATA
A. Industri Pariwisata
1. Pariwisata sebagai Suatu Industri
Untuk memahami pariwisata sebagai suatu industri, dapat diberikan contoh dengan
menggambarkan seseorang yang melakukan perjalanan wisata. Seseorang yang melakukan
perjalanan wisata akan mengikuti alur kegiatan sebagi berikut.
a. Ketika ia akan mempersiapkan keberangkatannya ke daerah tujuan wisata, ia memerlukan jasa
Agen Perjalanan atau Biro Perjalanan Umum untuk memperoleh informasi mengenai Paket
Wisata, Reservation (Pemesanan), Daerah Tujuan Wisata, Tiket, Pengurusan Paspor, dan
sebagainya.
b. Setelah lengkap dokumen perjalanannya, ia memerlukan jasa taksi untuk sampai di
Pelabuhan/Bandara.
c. Selanjutnya ia naik pesawat/kapal untuk sampai di DTW atau negara tujuan wisata.
d. Setelah dating di DTW/Negara Tujuan Wisata ia memerlukan transport untuk menuju ke hotel.
e. Setelah di Hotel ia memerlukan makan dan minum, pada saat inilah ia memerlukan restoran
atau perusahaan pangan.
f. Selama di DTW ia memerlukan guide untuk memandunya ke objek wisata dan atraksi wisata,
dan membutuhkan souvenir shop untuk belanja oleh-oleh.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 13
g. Setelah puas di DTW, akhirnya ia kembali ke tempat asalnya semula.
Dari pemaparan di atas, sudah jelas bahwa industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian
dari usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan wisatawan, selama ia melakukan perjalanan
wisata sampai kembali ke tempat asalnya. Jadi, adalah salah apabila industri pariwisata
diibaratkan sebuah pabrik yang mengolah barang-barang mentah menjadi barang jadi, serta ada
produknya. Industri pariwisata adalah keseluruhan usaha-usaha yang dapat dinikmati wisatawan
semenjak ia melangkahkan kakinya ke luar rumah sampai ia pulang kembali ke rumahnya.
a. Transportasi
(1) dengan kapal: danau, sungai, laut;
(2) dengan kereta api
(3) dengan mobil dan bus
(4) pengangkutan dengan pesawat udara
b. Akomodasi dan Perusahaan pangan
(1) Jenis akomodasi: pension, herberg, inn, hospiz, kurt, hotel atau kurpension, schutzhutte,
apartemen, sanatorium, bungalow, pondok atau cottage, mess, homestay, roykan,
minshuku, motel, hostel atau asrama, perkemahan, pusat peristirahatan, dan sebagainya.
(2) Jenis perusahaan pangan: restoran, rumah makan, café, warung, cafeteria, kantin,
estaminet, bar, teahouse, cofferoom, beerhouse, buffet, pub, dan sebagainya.
c. Perusahaan Jasa
Perusahaan jasa: biro perjalanan, agen perjalanan,pelayanan wisata, pramuwisata, pelayanan
angkutan barang atau porter, perusahaan hiburan, penukaran uang, dan asuransi wisata.
a. Drs. Mohamad Ngafenan dalam Kamus Pariwisata: “Produk wisata (tourist product), segala
aspek wisata yang dialami oleh wisatawan selama mengadakan suatu perjalanan wisata,
meliputi atraksi wisata, fasilitas wisata, dan kemudahan-kemudahan yang didapatkannya”
(Mohammad Ngafenan, 1991).
b. Burkart dan Medlik:
“…The tourist product may be seen as a composite product, as an amalgam of attractions,
transport, accommodation and of entertainment” (Oka A. Yoeti, 1985).
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 14
Dikatakan bahwa produk industri pariwisata merupakan suatu susunan produk yang terpadu,
yang terdiri dari objek wisata, atraksi wisata, transportasi (angkutan), akomodasi dan hiburan,
di mana tiap unsure dipersiapkan oleh setiap perusahaan dan ditawarkan secara terpisah.
C. Tujuan Wisata
1. Surjanto, dkk, dalam bukunya Kamus Istilah Pariwisata:
“daerah tujuan wisata; daerah-daerah yang berdasarkan kesiapan prasarana dan sarana dinyatakan
siap menerima kunjungan wisawatan di Indonesia. Saat ini terdapat 10 daerah tujuan wisata,
Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan” (Surjanto,
dkk, 1985).
2. Menurut Drs. Mohamad Ngafenan, dalam Kamus Pariwisata:
“tempat tujuan wisata, yakni tempat pemberhentian terakhir suatu perjalanan wisata dan harga
paket wisata tersebut” (Mohamad Ngafenan, 1991).
2. Tourist Resort
Suatu daerah, di mana para wisatawan mendapatkan akomodasi, dapat berekreasi dan fasilitas
lain-lain yang dibutuhkan selama mengunjungi daerah itu. Pada umumnya terdiri dari sarana-
sarana wisata, sarana-sarana pelengkap, ataupun sarana-sarana penunjang.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 15
Segala objek yang dapat menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan untuk dapat
mengunjunginya. Misalnya, keadaan alam, bangunan bersejarah, kebudayaan, dan pusat-pusat
rekreasi modern. (M. Ngafenan, 1991).
a. Kamus Istilah Pariwisata menjelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan objek wisata,
antara lain sebagai berikut:
(1) Objek Wisata
Perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, sejarah bangsa, keadaan alam yang
mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.
(2) Objek Wisata Alam
Objek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan dan kekayaan alam.
(3) Objek Wisata Budaya
Objek yang daya tariknya bersumber pada kebudayaan, seperti peninggalan sejarah,
museum, atraksi kesenian, dan objek lain yang berkaitan dengan budaya.
(4) Objek Wisata Tirta
Kawasan perairan yang dapat digunakan, baik untuk rekreasi maupun untuk kegiatan olah
raga air. Dilengkapi dengan fasilitas, antara lain untuk:
a. menyelam/skin diving;
b. berselancar/surfing;
c. memancing;
d. berenang;
e. mendayung.
2. Atraksi Wisata
a. Atraksi wisata seni, budaya, warisan sejarah, tradisi, kekayaan alam, hiburan, jasa, dan lain-
lain hal yang merupakan daya tarik wisata di daerah tujuan wisata.
b. Atraksi wisata dapat berupa kejadian-kejadian tradisional, kejadian-kejadian yang tidak tetap,
dan pembuatan keramik di Kasongan. Beberapa atraksi wisata di Indonesia yang sering
dikunjungi wisatawan, misalnya Perayaan Sekaten di Yogya dan Sala, Upacara Ngaben di
Bali, gerhana matahari total, dan Pekan Raya Jakarta (Jakarta Fair). Berdasarkan pengertian
objek wisata dan atraksi wisata tersebut, dapatlah dikemukakan perbedaan dan persamaan
antara obyek wisata dan atraksi wisata.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 16
1. Iklim:
cuaca cerah (clean air), kering (dry), banyak cahaya matahari (sunny day), panas (hot),
sejuk (mild), hujan (wet), dan sebagainya.
2. Bentuk tanah dan pemandangan (land configuration and landscape):
tanah yang datar (plains), gunung berapi (volcanos), lembah pegunungan (scenic
mountain), danau (lakes), pantai (beaches), sungai (river), air terjun (water-fall),
pemandangan yang menarik (panoramic views).
3. Hutan belukar (the sylvan elements), misalnya hutan yang luas (large forest), banyak
pepohonan (trees).
4. Fauna dan flora, seperti tanaman-tanaman yang aneh (uncommon vegetation), burung-
burung (birds), ikan (fish), binatang buas (wild life), cagar alam (national parks), daerah
perburuan (hunting and photographic safari), dan sebagainya.
5. Pusat-pusat kesehatan (health center):
sumber air mineral (natural spring of mineral water), mandi lumpur (mud-baths), dan
sumber air panas (hot spring).
BAB VI
REKREASI DAN WAKTU SENGGANG
A. Pengertian Rekreasi
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan rekreasi sebagai berikut:
Rekreasi adalah penyegaran kembali badan dan pikiran; sesuatu yang menggembirakan hati dan
menyegarkan seperti hiburan, piknik: kita memerlukan rekreasi setelah lelah bekerja; berekreasi:
mencari hiburan; bermain-main santai; bersenang-senang.
2. Dictionary of Sociology, memberikan rumusan rekreasi sebagai berikut: “…any activity pursued
during leisure, either individual or collective, that is free and pleasureful, having its own
immediate necessity. Recreation includes play, games, sports, athletics, relaxation, pastime,
certain, art forms, hobbies, and avocations. A recreational activity may be engaged in during any
age period of the individual, the particular action being deter mined by the time elements, the
condition and attidu of the person, and the environmental situation”.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 17
3. George D. Butler dalam bukunya Introduction to Community Recretion memberikan definisi
sebagai berikut:
“Expressed in terms of activities, recreation may be considered as any activity which is
consciously performed for the sake of any reward beyond itself, which is usually engaged in
during leisure, which offers man an outlet for his physical, mental or creative powers, and in
which he engaged because of inner desire not because of other compulsion. The activity becomes
recreation for the individual because it elicits from him a pleasurable and satisfying response. In
short, recreation is any form of of experience or activity which an individual engages from choice
of the personal enjoyment and satisfaction which it brings directly to him. This concept
emphasizes the personal nature of recreation activities are as diversified as the interests on man”.
Berdasarkan rumusan definisi tentang rekreasi tersebut dapat didefinisikan cirri-ciri dari rekreasi,
antara lain sebagai berikut:
1. Rekreasi adalah suatu aktivitas, kegiatan tersebut bersifat fisik, mental, maupun emosional.
Rekreasi menghendaki aktivitas dan tidak selalu bersifat non-aktif.
2. Aktivitas rekreasi tidak mempunyai bentuk dan macam tertentu, semua kegiatan yang dapat
dilakukan oleh manusia dapat dijadikan aktivitas rekreasi asalkan saja dilakukan dalam waktu
senggang dan memenuhi tujuan dan maksud-maksud positif dari rekreasi.
3. Rekreasi dilakukan karena terdorong oleh keinginan atau mempunyai motif. Motif tersebut
sekaligus memilih gerakan atau bentuk dan macam aktivitas yang hendak dilakukan.
4. Rekreasi hanya dilakukan pada waktu senggang (leisure time), ini berarti semua kegiatan yang
tidak dilakukan dalam waktu senggang tersebut tidak dapat digolongkan sebagai kegiatan
rekreasi.
5. Rekreasi dilakukan secara bebas dari segala bentuk dan macam pelaksanaan. Hal ini penting
bagi sifat kegiatan rekreasi sebagai outlet for the creative powers (Butler) dan sebagai sarana
untuk dapat memilih salah satu kegiatan rekreasi, ia juga secara bebas dapat melakukan
aktivitas tersebut, dan secara bebas pula ia dapat memilih temannya untuk bersama-sama
berekreasi. Rekreasi dilakukan dalam suasana kebebasan dan secara sukarela.
6. Rekreasi bersifat universal; rekreasi hingga batas-batas tertentu telah merupakan bagian dari
kehidupan manusia, dari semua bangsa, dan tidak terbatas oleh umur, jenis kelamin, pangkat,
dan kedudukan sosial. Rekreasi telah dilakukan oleh manusia-manusia zaman purba sekarang
dan pada masa mendatang. Meskipun demikian, sebagian besar dari umat manusia belum
mendapat kesempatan untuk berekreasi karena belum mempunyai cukup uang. Keinginan
akan berekreasi mereka masih dalam keadaan laten.
7. Rekreasi dilakukan selalu secara sungguh-sungguh dan mempunyai maksud-maksud tertentu.
Banyak orang menganggap rekreasi tidak bersifat sungguh-sungguh karena justru ingin
mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Anggapan tersebut kurang tepat dan merupakan salah
pengertian (misconception). Justru karena ingin mendapatkan kesenangan dan kepuasan
rekreasi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, atau dengan kata lain kesungguhan
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan.
8. Rekreasi adalah fleksibel. Artinya rekreasi tidak dibatasi oleh tempat (indoor recreation dan
outdoor recreation), di mana saja, sesuai dengan bentuk dan macam kegiatan rekreasi.
Selanjutnya, rekreasi dapat juga dilakukan oleh perorangan maupun oleh sekelompok kawan.
Rekreasi tidak dibatasi oleh kemampuan seseorang. Miskin maupun kaya dapat menikmatinya.
Rekreasi tidak dibatasi oleh fasilitas atau alat-alat tertentu. Rekreasi dapat dilakukan dengan
alat-alat sederhana maupun dengan alat-alat tertentu. Rekreasi dapat dilakukan dengan alat-
alat sederhana maupun dengan alat-alat baru mekanisme termodern (Wing Haryono, 1978).
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 18
B. Kegunaan Rekreasi
Wing Haryono dalam bukunya Pariwisata Rekreasi dan Entertainment mengatakan kegunaan rekreasi
adalah: (1) untuk kesehatan, (2) untuk kesehatan mental, (3) membentuk character building,
(4)pencegahan kriminalitas, (5) untuk pendidikan moral, dan (6) untuk tujuan ekonomi.
C. Mengapa Rekreasi?
1. Rekreasi merupakan kegiatan atau aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang.
2. Rekreasi yang identik dengan bermain, dapat membantu seseorang untuk selingan setelah lelah
bekerja atau belajar. Baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Ny. Singgih Gunarsa dalam
bahasanya tentang bermain bagi anak memberikan pendapatnya sebagai berikut.
a. Bagi anak bermain sering mempunyai arti dalam membantu perkembangan anak.
b. Dengan bermain anak melakukan kegiatan-kegiatan dengan senang hati. Bahkan orang
dewasa pun memperoleh kesenangan dalam bermain.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 19
c. Di samping penyaluran energy yang berlebihan dalam permainan, mereka dapat menyalurkan
perasaan-perasaan terpendam. Perasaan terpendam dan merupakan perasaan yang memang
sulit disalurkan karena tidak ada objeknya.
3. Rekreasi merupakan salah satu kebutuhan dasar aktivitas kehidupan manusia, seperti yang
disampaikan oleh Michael the five basic roles, salah satunya adalah recreation role.
4. Pada abad ini, kehidupan manusia semakin kompleks, terutama masyarakat di kota industry dan
kaum urban. Menimbulkan ada semacam kecenderungan untuk melakukan “pengasingan diri”
dari rutinitas kehidupan. Di samping untuk berlibur, mencari ketenangan dan udara segar, juga
untuk menghindari stress.
5. Sejak zaman purba sampai abad 20 inim rekreasi merupakan salah satu kebutuhan yang tidak bisa
tidak, harus dilakukan dengan bentuk sesuai dengan kondisi sosial-economi masing-masing
keluarga atau individu.
D. Waktu Senggang (Leisure Time)
1. Pengertian Waktu Senggang
Untuk menghayati lebuh detail mengenai pengertian leisure time, maka berukut ini dikemukakan
rumusan tentang leisure time.
“Leisure time is time beyond that which is required for existence, the things which we must do,
biologically, to stay alive (e.g. eat, sleep, eliminate, etc.), and subsistence, the things we must do
to make a living, as in work, or prepare to make living, as in school. Leisure is time which our
feelings of compulsion should be minimal. It is discretionary time, time to used according to our
own judgement or choice.”
If time were to be divided into the major uses of it, it might appear as follow:
TIME
Type of time How used
I. Existence eat, sleep, bodily care
II. Subsistence work, study, social
III. Leisure Play-reaction, rest
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan yang dimaksud dengan „senggang‟ adalah
terluang atau lapang (tentang waktu); tidak sibuk. Dengan demikian, waktu senggang adalah
waktu yang luang atau waktu yang tidak disibukkan oleh pekerjaan atau tugas. Sedangkan Salah
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 20
Wahab mengartikan waktu luang adalah waktu seseorang dalam keadaan bebas dari segala
hambatan dan yang dapat dimanfaatkan atau dihabiskan sesuka hati seseorang.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 21
d. Waktu Senggang
Waktu senggang adalah waktu seseorang dalam keadaan bebas dari segala hambatan dan yang
dapat dimanfaatkan atau dihabiskan sesuka hatinya.
BAB VII
ENTERTAINMENT DAN AMUSEMENT
A. Beberapa Pengertian
1. Dalam Kamus Inggris-Belanda, entertainment berarti onthaal dan vermakelijkheid. Sedangkan
dalam Kamus Belanda, onthaal artinya perjamuan makan atau disambut dengan baik (M.A. Tair
dan MR. H. Van Der Tas, 1972). Jadi, entertainment diartikan menerima atau menjamu tamu-
tamu atau kawan-kawan dengan meriah, merupakan suatu pesta di mana tamu atau kawan-kawan
juga disuguhi hiburan-hiburan (Wing Haryono, 1978).
2. Peter Salim dalam The Contemporary English-Indonesian Dictionary mengartikan kedua istilah
sebagai berikut.
Amusement : hiburan, kesenangan. He sings for amusement (Ia bernyanyi sebagai
hiburan).
Amusement Park : taman hiburan
Amusement Center : tempat hiburan. He always comes to the amusement center (Ia selalu
datang ke tempat hiburan).
Entertainment : 1. hiburan. He gives numerous entertainments to his friends (Ia
memberikan banyak hiburan kepada teman-temannya).
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 22
The entertainments at the new theater changes nightly (pertunjukan di
teater baru itu berganti setiap malam).
3. John M. Echols dan Hassan Shadily dalam Kamus Inggris-Indonesia:
Amusement : 1. hiburan.
I went there only for amusement. (Saya ke sana hanya untuk hiburan
saja).
2. Kegirangan, kesenangan
The clown’s antics caused a great deal of amusement. (Kejenakaan
pelawak itu mendatangkan banyak kegirangan).
Entertainment : 1. hiburan
2. pertunjukan
Entertainment tax = pajak pertunjukan.
Entertainment allowance = uang untuk hiburan, dana untuk menghibur
nasabah.
Dari beberapa pengertian kedua istilah asing tersebut, keduanya berbeda dalam arti maksud,
tujuan, dan waktu penyelenggaraan. Namun demikian, dalam pengertian arti kedua istilah itu tidak
jauh berbeda, keduanya adalah pertunjukan dan hiburan. Bisa juga diartikan keduanya adalah
tontonan dan hiburan.
Entertainment dan amusement ini sekarang banyak terdapat di kota-kota besar. Ada yang sifatnya
menetap, permanen seperti gedung bioskop, dan sebagainya. Ada pula yang sifatnya berpindah-
pindah sepert sirkus, sulap, sepakbola, dan sebagainya. Ada pula yang mengartikan bahwa
amusement itu termasuk hiburan yang penontonnya pasif, hanya menikmati, menyaksikan saja
(Surjanto, cs, 1985). Dan mengartikan entertainment sebagai hiburan yang melibatkan penontonnya,
yaitu seperti room or hall containing pintables, gambling machines, etc. (A.S. Hornby, dll.).
Tetapi pada hakikatnya kedfua istilah tersebut, amusement dan entertainment adalah untuk
hiburan bagi yang menyaksikan, apakah penonton pasif maupun aktif dan ikut terlibat karena
hiburannya berbentuk semacam permainan (game).
B. Entertainment dan Amusement dalam Masyarakat Modern
Dewasa ini perkembangan hiburan atau tontonan sudah maju pesat seiring dengan perkembangan
zaman. Wing Haryono (1978) mengatakan bahwa “salah satu cirri dari perkembangan masyarakat
modern adalah perkembangan pesat dari hiburan massa dan rekreasi yang dikomersilkan”.
Contoh-contoh dari hiburan ini, antara lain: televisi, radio, harian-harian, majalah-majalah, buku-
buku komik, bioskop, dan tempat-tempat hiburan massa. Sport events nasional maupun internasional
merupakan bentuk-bentuk hiburan massa yang menarik banyak penonton.
Dewasa ini, Entertainment dan amusement di hotel-hotel, antara lain berupa:
(1) karaoke;
(2) band;
(3) video;
(4) televisi dengan fasilitas parabola, sehingga dapat memancarkan program-program selain TVRI,
seperti TV3, RCTI, SCTV, dan program-program TV dari luar negeri;
(5) bilyard;
(6) pub;
(7) pameran-pameran;
(8) festival;
(9) mode show;
(10) atraksi kesenian tradisional;
(11) hiburan lain yang sifatnya permanen maupun insidental.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 23
Jenis hiburan di masyarakat perkotaan, banyak pula ragamnya. Mulai dari olahraga, yaitu bola
sodok (bilyard), tenis, bowling, golf, renang, dan pacuan kuda. Bioskop yang dikemas secara modern
dengan Cineplex, serta peralatan canggih, dan fasilitas lainnya, semakin membuat daya tarik
tersendiri. Pub, bar, diskotik dan sejenisnya. Tontonan yang sifatnya insidental dan mengundang
massa seperti sirkus, festival musik rock, konser, dan sebagainya. Hiburan kompetisi sepak bola pun
sekarang dapat memberikan jaminan suatu tontonan yang banyak menarik peminat, sehingga banyak
kompetisi yang meraih keuntungan besar. Tempat-tempat rekreasi yang terdapat pemandangan dan
keindahan alam, selalu ramai di hari-hari libur, seperti pantai, daerah pegunungan, peristirahatan, dan
sebagainya.
Tentu saja tontonan atau hiburan yang dapat menarik massa tersebut digelar, untuk menghibur
masyarakat dan meraih keuntungan. Oleh karena itu, tontonan dan hiburan tersebut dapat dikatakan
sifatnya komersial.
2. Segi-Segi Negatif
a. Hiburan-hiburan massa lebih banyak bersifat pasif, orang-orang yang membeli hiburan
duduk saja sambil menonton pertunjukkan-pertunjukkan yang disajikan; secara emosional
memang para penonton juga aktif.
b. Dari segi komersial, penonton membeli hiburan yang sifatnya “murah” dipandang dari segi
mutu atau nilai hiburan-hiburan tersebut. Hal itu disebabkan para pengusaha menyediakan
hiburan-hiburan kepada masyarakat ramai yang tingkat apresiasinya belum demikian tinggi
untuk menghargai dan dapat menilai pertunjukkan-pertunjukkan yang lebih tinggi nilainya.
c. Hiburan-hiburan massa yang kurang tinggi mutunya dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh
demoralisasi. Misalnya, orang yang berjudi menjadi kurang jujur dan tidak dapatdipercaya.
Jumlah kejahatan bertambah karena pengaruh hiburan yang kurang tinggi mutunya
demikian pula kemiskinan dan kenakalan remaja.
d. Di dalam industry hiburan massa, umumnya orang-orang yang melayani para penonton dan
yang mempertunjukkan sesuatu diexploitir oleh pengusaha-pengusaha yang berusaha
mendapatkan keuntungan sebesar mungkin.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 24
BAB VIII
MOTIVASI PERJALANAN WISATA
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 25
(1) Menghindarkan diri dari kesibukan sehari-hari dan kewajiban rutin.
(2) Untuk melihat daerah-daerah baru, masyarakat asing untuk mendapatkan pengalaman.
(3) Untuk mendapatkan atau menggunakan kesempatan yang ada atau untuk memperolah
kegembiraan.
(4) Untuk mendapatkan suasana romantic yang berkesan, terutama bagi pasangan-pasangan yang
sedang melakukan bulan madu.
c. Alasan Kesehatan, Olahraga, dan Rekreasi
(1) Untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan setelah bekerja keras dan menghilangkan
ketegangan pikiran.
(2) Untuk melatih diri dan ikut dalam pertandingan olah raga tertentu, seperti Olimpiade, Asean
Games, dan sebagainya.
(3) Untuk menyembuhkan diri dari suatu penyakit tertentu.
(4) Melakukan rekreasi dalam menghabiskan masa libur.
d. Alasan Keluarga, Negeri Asal, dan Tempat Bermukim
(1) Untuk mengunjungi tempat di mana kita berasal atau dilahirkan.
(2) Untuk mengunjungi suatu tempat di mana kita pernah tinggal atau berdiam pada masa lalu.
(3) Untuk mengunjungi family dan kawan-kawan.
(4) Untuk pertemuan dengan keluarga atau kawan-kawan dalam rangka suatu reuni.
e. Alasan Bisnis, Sosial, Politik, dan Konferensi
(1) Untuk menyaksikan suatu pameran, kamar dagang, karya wisata atau meninjau suatu proyek,
dan lain-lain.
(2) Menghadiri konferensi, seminar, symposium dan pertemuan ilmiah lainnya.
(3) Mengikuti perjanjian kerjasama, pertemuan politik, dan undangan negara lain yang
berhubungan dengan kenegaraan.
(4) Untuk ikut dalam suatu kegiatan sosial.
f. Alasan Persaingan dan Hadiah
(1) Untuk memperlihatkan kepada orang lain, bahwa yang bersangkutan juga mampu melakukan
perjalanan jauh.
(2) Untuk memenuhi keinginan agar dapat bercerita tentang negeri lain pada kesempatan-
kesempatan tertentu.
(3) Agar tidak dikatakan orang ketinggalan zaman.
(4) Merealisasikan hadiah yang diberikan oleh seseorang.
b. Cultural Motivation
Motivasi yang berhubungan dengan keinginan untuk melihat tata cara masyarakat hidup di
Negara lain, khususnya yang berkaitan dengan adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya Negara
tersebut.
c. Interpersonal Motivations
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 26
Motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan karena ingin mengadakan hubungan dengan
keluarga, teman, atau sekadar untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang bersifat rutin sehari-
hari.
d. Status and Prestige Motivation
Seseorang yang melakukan perjalanan dengan maksud untuk memperlihatkan siapa dirinya,
kedudukannya, ststusnya dalam masyarakat untuk prestige pribadinya. Jadi, sifatnya hanya
emosional serta ada kaitannya dengan bisnis, dinas, pendidikan, maupun hobi.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 27
e. Pariwisata untuk Urusan Usaha (Business Tourism)
Istilah business tourism tidak hanya berlaku untuk Professional Trips yang dilakukan oleh para
pengusaha dan industrialis, tetapi juga yang dilakukan oleh para traveler yang berkunjung untuk
tujuan pameran. Kaum pengusaha tidak hanya bersikap dan berbuat sebagai wisatawan biasa.
Dalam pengertian sosiologis, mengambil dan memanfaatkan keuntungan dari atraksi yang
terdapat di negara tersebut.
Berdasarkan kenyataan ini, pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehakiman
mengeluarkan SK Menteri Kehakiman Nomor M..02-IZ.01.02 tahun 1986. Memberikan
kebebasan dari keharusan memiliki visa bagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
TABEL 2
Trade Fairs /
Exhibitions
Jumlah 273 56.900 341 60.227 219 69.155 270 73.939 558 101.651
Tabel di atas, menunjukkan pertumbuhan Wisata Konvensi Indonesia dari tahun ke tahun
sangat pesat.
Dari 60.227 peserta dalam tahun 1987, meningkat 69.115 dalam tahun 1988, meningkat lagi
menjadi 73.939 peserta dalam tahun 1989. Perkiraan dalam tahun 1990 adalah 101.651 peserta,
bila dihitung kenaikannya dalam presentase adalah sebagi berikut:
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 28
(1) 5,8 persen dalam tahun 1987.
(2) 14,8 persen dalam tahun 1988.
Dari bagian penutup Wisata Konvensi (Deparpostel, 1991-1992) disimpulkan bahwa wisata
konvensi sangat potensial, karena wisata konvensi:
(1) dapat dipakai sebagai dinamisator promosi biasa;
(2) dari segi penerimaan devisa, merupakan pendapatan yang tinggi disbanding dengan wisata
biasa;
(3) dari segi pasaran, stabil dan tidak goyah oleh naik turunnya keadaan ekonomi dunia;
(4) dapat menstimulir lapangan kerja baru dan membuka kesempatan berusaha, karena
persyaratan mengharuskan untuk ditangani secara professional.
C. Kesimpulan
Dari pembahasan berbagai macam motivasi perjalanan wisata yang dikemukakan oleh pakar
pariwisata di atas, maka dapat diidentifikasikan motif-motif yang mendorong seseorang
melakukan wisata, antara lain:
(a) bisnis (k) sosial
(b) pendidikan (l) politik
(c) kebudayaan (m) persaingan
(d) santai (n) hadiah
(e) kesenangan (o) konvensi
(f) petualangan (p) prestise
(g) kesehatan (q) berlibur
(h) olah raga (r) istirahat
(i) rekreasi (s) status
(j) negeri asal
Apabila kita ingin mendapatkan informasi secara langsung dari wisatawan mancanegara
tentang motivasi yang mendorong mereka melakukan perjalanan wisata, kita bisa melakukan
dengan mengajak mereka berdialog. Dari jawaban-jawaban mereka dapat ditemukan motivasi
yang bervariasi, sesuai dengan motivasi wisatawan.
BAB IX
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG
BERKEMBANGNYA PARIWISATA MODERN
1. Undang-Undang Sosial
Seusai Perang Dunia I, Undang-Undang Sosial (Social Legislation) telah membatasi jumlah jam kerja.
Menjamin adanya waktu istirahat mingguan dan liburan tahunan yang dibayar, bagi semua karyawan,
pegawai dan buruh-buruh yang bekerja. Undang-Undang tersebut merupakan prakarsa dari ILO
(International Labour Organization). Setelah mengalami berbagai hambatan akhirnya ditetapkan
pada tahun 1936, kemudian diperbaharui tahun 1949 dengan menetapkan pemberian libur minimum
enam hari kerja setiap tahun dengan mendapatkan upah penuh.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 29
Konvensi ILO tahun 1954 mengubahnya menjadi dua minggu libur setiap tahun, dan konvensi tahun
1970 meningkat menjadi tiga minggu libur setiap tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, di
berbagai negara yang ekonominya sudah maju bahkan menambahkan hari libur dari ketentuan di atas
dengan membayar penuh gaji mereka selama libur.
Dengan semakin meningkatkan waktu senggang (leisure time) tersebut, senakin banyak peluang
untuk melakukan perjalanan wisata.
B. Faktor Administrasi
Gerakan liberalisasi ketatnya pengawasan administrasi atau lalu lintas manusia, dan tuntutan
pengakuan hak bagi masing-masing orang dalam mengadakan perjalanan wisata di Negara lain,
dimulai dari tahun 1948. Pada bulan Desember tahun yang sama, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengesahkan “Universal Declaration of Human Right”, di mana dalam pasal 13 dinyatakan
adanya kebebasan bergerak yang dimaksudkan.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 30
Beberapa tahun kemudian, banyak negara yang menandatangani konvensi bilateral maupun
multirateral untuk saling mencabut formalitas lintas batas yang ada, serta memberikan keringanan
pada formalitas sementara sebagai gantinya. Gerakan liberalisasi tersebut merupakan sumbangan
besar atas pertumbuhan dan perkembangan pariwisata sampai sekarang.
Kemudian formalitas atas lalu lintas manusia di Indonesia, diberlakukan dengan ketentuan-ketentuan
yang memberikan kemudahan bagi wisatawan mancanegara. Antara lain mengenai: bebas visa 2
bulan, memberlakukan jalur hijau dan jalur merah (akan dijelaskan pada bab khusus Peranan Pabean),
pembukaan pintu gerbang utama di laut dan di darat, dan ketentuan-ketentuan yang ada pada
dasarnya memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 31
BAB X
PERANAN PABEAN
2. Tugas DJBC
DJBC ditugaskan untuk memungut pajak tidak langsung serta menjadi petugas pertama yang
berhadapan langsung dengan penumpang atau barang. Baik wisatawan, pedagang serta barang-barang
yang dimasukkan dari daerah luar pabean (impor).
Dengan tugas itu, sikap petugas BC dituntut memberikan pelayanan yang sopan, luwes, formal dan
tanggap. Di samping tugas pokok tersebut, DJBC juga menerima tugas titipan dari instansi lain.
3. Daerah Pabean
Menurut Undang-Undang Tarif Indonesia, yang dimaksud daerah pabean adalah seluruh bagian-
bagian Indonesia di mana dipungut Bea Masuk dan Bea Keluar, untuk sementara bea keluar
dibekukan daerah ini dihitung 12 mil laut dari pantai pada waktu air laut surut.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 32
a. Penumpang Warga Negara Asing (WNA) terdiri dari:
(1) diplomat-diplomat/tamu negara;
(2) tenaga ahli;
(3) wisatawan;
(4) pejabat/tenaga ahli PBB;
(5) pengusaha/pedagang;
(6) awak kapal udara/laut, ferry dan kendaraan darat;
(7) rombongan atau perorangan dengan tujuan tertentu.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 33
b. Pembebasan relative (dibebaskan sebagian atau semua terhadap bea masuknya karena ketentuan
peraturan pemerintah).
Dalam UU Tarif pasal 2 ayat 5 diberitahukan, barang penumpang adalah barang keperluan pribadi
penumpang dan sisa bekal yang dibawanya.
Seperti uraian di atas, yang dimaksudkan adalah penumpang WNA dan penumpang WNI yang datang
dari luar daerah pabean prinsipnya bebas membawa barang namun atas dasar informasi dari intelijen,
pihak BC dapat mengadakan pemeriksaan.
Daerah-daerah yang rawan dengan penyelundupan, di Indonesia misalnya di sepanjang pantai timur
Sumatera, Kalimantan bagian barat, serta daerah perbatasan dengan negara tetangga. Pihak DJBC
perlu mengadakan pengawasan ekstra terhadap penumpang dari daerah tersebut. Namun, petugas BC
dituntut keluwesan serta sopan santunnya dalam melayani. Terhadap barang penumpang, petugas BC
dalam pemeriksaan selalu berpedoman pada Skep. Menteri Keuangan No. 287/MK/III/5/1970 tanggal
5 Mei 1970, yaitu:
a. yang dibebaskan dari bea masuk;
b. yang dikenakan bea masuk;
c. yang harus membuka LC
Adanya hal di atas, terhadap penumpang tertentu petugas BC menemui kesukaran dalam
membedakan.
Dan ini akan menimbulkan ketidakserasian keterangan penumpang terhadap barang bawaannya
dengan petugas BC.
Untuk hal tersebut maka setiap penumpang kapal laut/udara/ferry dan darat diwajibkan sebelum
memasuki daerah pabean mengisi sendiri daftar barang bawaannya (Customs Declaration atau
Passengers Declaration).
Jika Pos/Bandara/Pelabuhan/Station masuk daerah pabean, petugas BC hanya mencocokkan
barang dengan pemberitahuan tersebut. Namun, untuk turis telah ditentukan sendiri dengan Instruksi
Menteri Keuangan No. 02/IMK.05/1983 tanggal 31 Maret 1983 dibebaskan untuk mengisi secara
mendetail CD/PD, tetapi cukup mencantumkan nomor paspor serta perkataan Tourist.
Untuk barang-barang/peralatan sebernarnya terkena pembatasan/larangan. Barang cetakan,
remakan video, dan film yang menurut ketentuan khusus, diperbolehkan di bawa tourist menurut
kebijaksanaan Kepala Kantor BC setempat. Dengan syarat barang-barang tersebut tidak
membahayakan keamanan negara.
5. Cargo/Barang
Cargo adalah barang yang diangkut oleh suatu oleh suatu kendaraan, baik itu kapal udara, kapal laut,
dan kendaraan darat yang berupa barang pribadi, barang orang lain, dan barang dagangan. Untuk itu,
si pembawa barang (atas nama) diharuskan mengisi suatu daftar yang lazimnya disebut cargo
manifest. Kumpulan daftar barang yang diangkut itu harus ditandatangani oleh pimpinan alat
pengangkut (pilot, nahkoda, sopir sebagai wakil dari perusahaan). Manifest tersebut wajib
diberitahukan kepada petugas BC waktu kedatangannya (keterlambatan melapor dikenakan denda).
Di sini barang yang dibawa oleh kendaraan pengangkut dapat dibagi sebagai berikut:
a. Barang yang dating bersamaan dengan penumpangnya (companied baggage).
b. Barang yang dating tidak bersamaan dengan siempunya (incompanied baggage).
6. Barang Kiriman
Biasanya karena terjadi hubungan orang asing dengan penduduk setempat, maka terjalin persaudaraan.
Mereka akan saling mengirim berita ataupun barang atas rasa persahabatannya.
Untuk barang kiriman ini yang kadang-kadang disebut barang Souvernir, dibedakan:
a. Barang kiriman yang bebas bea dan yang dikenakan bea.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 34
b. Barang kiriman yang diharuskan/diwajibkan membuka LC diselesaikan dengan PPUD (sekarang
PIUD).
7. Untuk Keberangkatan
Untuk keberangkatan ini para penumpang kapal laut/udara, ferry, darat dibebaskan bea keluar
terhadap barang bawaannya, karena bea keluar untuk sementara dibekukan.
Mengenai barang-barang bebas dibawa keluar kecuali terhadap barang-barang yang terkena
larangan ataupun pembatasan/pengawasan yang berlaku.
Terhadap barang-barang yang dibawa keluar dari daerah pabean dapat dibawa langsung oleh
penumpang itu sendiri atau dikirim sendiri olehnya atau wakil (melalui biro jasa). Untuk ini si
empunya harus membuat daftar barang (surat permintaan pengiriman barang-barang kerajinan rakyat)
yang akan dikirim dan ditandatangani sendiri atau wakilnya (shipping request).
Barang-barang hadiah yang tidak diperdagangkan, dan tidak melebihi ketentuan yang dianggap
sebagai melakukan ekspor diharuskan membuat PEB.
c. Cara Pemeriksaan
(1) Melalui Jalur Hijau
(a) Sepanjang tidak ada informasi dan tidak menunjukkan hal-hal yang mencurigakan maka
penumpang yang bersangkutan dapat langsung dipersilakan keluar tanpa diperiksa barang
bawaannya.
(b) Apabila ada informasi atau terdapat kecurigaan sewaktu penumpang masih berada dalam antrian,
petugas mempersilakan penumpang yang bersangkutan untuk menuju jalur merah.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 35
Setelah selesai pemeriksaan, penumpang dipersilakan untuk menutup kembali koper dan
memperlihatkan bahwa tidak ada barang bawaan yang tertinggal sewaktu pemeriksaan dilakukan.
Petugas pemeriksaan akhirnya mengucapkan terima kasih atas kerjasama penumpang tersebut turut
melancarkan jalannya pemeriksaan.
Apabila dijumpai penumpang membawa barang bawaan yang memerlukan pemeriksaan secara
teliti, sebaiknya dibawa ke ruangan khusus untuk menghindari kemacetan di meja pemeriksaan.
Kemudian petugas menanyakan apakah dapat diperlihatkan paspornya. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam paspor adalah sebagai berikut:
(1) Identitas diri penumpang sesuai atau tidak.
(2) Profesi penumpang.
(3) Negara-negara yang pernah dikunjungi penumpang sebelum tiba di Indonesia (perhatikan apakah
yang bersangkutan pernah berkunjung ke negara-negara penghasil narkotika).
Hasil Pemeriksaan:
(1) Jika pada pemeriksaan tidak terdapat barang wajib bea, penumpang yang bersangkutan
dipersilakan keluar.
(2) Jika pada pemeriksaan kedapatan barang yang wajib bea, petugas pemeriksa:
(a) membuat nota pemeriksaan, dengan menguraikan secara jelas dan lengkap jenis dan jumlah
barang kondisi dan negara asalnya;
(b) membubuhkan nama, tanda tangan, serta NIP, kemudian menyampaikan nota pemeriksaan
kepada perugas pemeriksa tariff dan harga.
(3) Petugas Memeriksa Tarif/Harga:
(a) Menentukan pos tariff, harga, dan memperhitungkan pungutan impornya.
(b) Membubuhkan nama, tanda tangan, serta NIP pada Nota Pemeriksaan.
(4) Petugas Kasir
(a) Setelah pungutan impor dibayar, emmbuat Register 9.
(b) Membubuhkan nomor dan tanggal Register 9 pada Nota Pemeriksaan.
(c) Membubuhkan nama, tanda tangan, serta NIP pada Nota Pemeriksaan dan Register 9.
(d) Menyerahkan Register 9 kepada penumpang yang bersangkutan.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 36
(b) Perhatikan peraturan pemerintah Nomor 19 tanggal 1 Juni 1955 tentang peraturan
pembebasan dari bea masuk dan bea keluar untuk umum untuk keperluan golongan pejabat
dan ahli bangsa asing yang tertentu.
(c) Tenaga ahli yang dating tanpa sepengetahuan/tidak terdaftar/tidak ada rekomendasi dari
Pemerintah c.q. Departemen Tenaga Kerja RI agar diperhatikan uraian pada penyelesaiannya.
(3) Wisatawan
(a) Pada dasarnya terhadap wisatawan asing tidak dilakukan pemeriksaan badan atau barang
bawaannya (menggunakan fasilitas jalur hijau).
(b) Perlengkapan wisatawan tidak perlu di catat di dalam paspor.
(c) Jika terdapat kecurigaan atau informasi positif bahwa turis yang bersangkutan membawa
barang dicurigai. Dalam penyelesaiannya, petugas yang bersangkutan segera melaporkan
kepada atasannya dan membawa wisatawan tersebut ke ruangan khusus. Maksudnya, untuk
mendapat keterangan yang lebih rinci guna proses lebih lanjut.
(5) Pengusaha/Pedagang
(a) Perhatikan:
1. Keputusan Menteri Keuangan RI tentang ketentuan terhadap barang impor barang kiriman,
barang penumpang dan barang anak buah kapal.
2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 29/KMK/01/1989 tanggal 10 Januari 1989, tentang
Pengaturan pemasukan barang contoh (sampel).
3. Surat DJBC No. S-87/BC/1988 tanggal 26 Maret 1988.
4. Surat Edaran DJBC No. SE-02/BC/1989 tanggal 26 Maret 1988.
(b) Jika yang bersangkutan membawa barang-barang yang menurut sifatnya/tujuannya sebagai
promosi/contoh agar diperhatikan uraian cara penyelesaiannya.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 37
(a) Memiliki paspor berwarna hitam dengan tulisan “Diplomatik”.
(b) Dapat dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan barang bawaannya.
(c) Terhadap barang-barang bawaannya harus dibedakan.
1. Jika yang bersangkutan telah menyelesaikan tugasnya sebagai diplomat di luar negeri
maka berlaku ketentuan barang pindahan. Perhatikan surat keterangan pindah dari
Perwakilan RI setempat.
2. Jika yang bersangkutan datang ke Indonesia dalam rangka dinas/cuti maka berlaku
ketentuan barang penumpang.
(7) Pengusaha/Pedagang
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 38
(a) Perhatikan penjelasan barang bagi pengusaha/pedagang.
(b) Jika yang bersangkutan membawa barang-barang yang menurut sifatnya/tujuannya sebagai
promosi/contoh.
(3) Barang penumpang yang disimpan di ruang kerangkeng Bea dan Cukai, apabila tidak
diselesaikan/diurus lebih dari 30 (tiga puluh) hari, akan dinyatakan sebagai barang tidak
dikuasai dan setelah dicatat, kemudian dikirim ke Entrepot Umum untuk diproses
penyelesaian selanjutnya.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 39
a. Identitas jelas sebagai tenaga ahli.
Perhatikan paspor, visa, dan surat-surat lain yang mendukung.
b. Maksud kunjungan sesuai dengan profesinya.
c. Lama kunjungan tidak lebih dari 1 (satu) bulan.
d. Membuat surat pernyataan bahwa barang tersebut akan dibawa kembali (dalam formulir
Temporary Admission yang disediakan).
e. Membuat jaminan tunai/bank garansi atau jaminan tertulis dari instansi pemerintah atau jaminan
tertulis dari perusahaan swasta yang bonafid, sejumlah bea masuk dan pungutan lainnya yang
seharusnya dibayar.
f. Dibuat Nota Pemeriksaan oleh petugas atas barang-barang tersebut dan barang dapat dikeluarkan
pada saat itu juga dan PPUD diserahkan pada hari berikutnya.
g. Pada waktu dire-ekspor, bukti re-ekspor dinyatakan pada PPUD atau tanpa PPUD dinyatakan
pada Nota Pemeriksaan.
h. Apabila yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya untuk membuat PPUD, maka Kepala
Kantor Inspeksi wajib memberikan teguran tertulis.
3. Barang Contoh
a. Yang Tidak Diragukan
Jika menurut penilaian sifat dan tujuannya tidak diragukan sebagai barang contoh, dapat diberikan
pembebasan pungutan impor.
b. Yang Diragukan
Jika menurut penilaian petugas, sifat dan tujuannya bukan merupakan barang contoh, maka dilakukan
tindakan sebagai berikut:
(1) Penyelesaiannya berdasarkan ketentuan yang berlaku dan melalui BAPEKSTA KEUANGAN.
(2) Barang contoh tersebut oleh pemiliknya dirusak/diberi tanda sehingga tidak mempunyai nilai jual,
tetapi tidak menghilangkan sifat hakiki sebagai barang contoh. Dan diberikan pembebasan
pungutan impor.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 40
b. Barang Pembatasan/Diatur Impornya
(1) Buah-buah segar dan sejenisnya.
(a) Kurang dari 2 kg, langsung dimusnahkan di tempat.
(b) Lebih dari 2 kg, ditahan untuk diproses pemusnahan selanjutnya.
(2) Bahan kimia/obat-obatan, ditahan untuk diproses lebih lanjut.
BAB XI
PELAYANAN PARIWISATA
(TOURISM SERVICE)
Pelayanan adalah factor yang utama dalam pengembangan kepariwisataan. Salah satu faktor yang
menentukan dalam pelayanan adalah kesiapan sarana prasarana kepariwisataan. Dalam bab ini akan
dibahas mengenai sarana dan prasarana kepariwisataan.
A. Prasarana
1. Pengertian
Prasana (infrastructures) adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian berjalan
dengan lancar sehingga memudahkan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya (Oka A. Yoeti,
1985).
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 41
2. Prasarana-Prasarana
Salah Wahab, Ph. D. dalam bukunya Tourism Management membagi prasarana menjadi tiga
kelompok, yaitu prasarana umum, kebutuhan pokok pola hidup modern, dan prasarana wisata.
a. Prasarana Umum
Prasarana umum meliputi
(1) sistem penyediaan air bersih,
(2) kelistrikan,
(3) jalur-jalur lalu lintas,
(4) sistem pembangunan limbah, dan
(5) sistem telekomunikasi
Prasarana ini menyangkut kebutuhan orang banyak (umum) yang pengadaannya bertujuan untuk
membantu kelancaran roda perekonomian.
b. Kebutuhan Pokok Pola Hidup Modern
Kebutuhan pokok pola hidup modern misalnya, rumah sakit, apotek, bank, pusat-pusat
perbelanjaan, salon, kantor-kantor pemerintahan, dan pompa-pomba bensin. Prasarana ini
merupakan prasarana yang mengangkut kebutuhan orang banyak.
c. Prasarana Wisata
Praarana yang diperuntukkan bagi wisatawan, meliputi tempat penginapan, tempat dan kantor
informasi, tempat promosi, tempat-tempat rekreasi, dan sport.
(1) Tempat Penginapan Wisatawan
Hotel, motel, pension, rumah susun, kamar keluarga yang disewakan, bangunan wisata social
(desa wisata, tempat perkemahan, pondok remaja dan sebagainya).
(2) Tempat Informasi Wisatawan
(a) Agen perjalanan dan biro perjalanan umum.
(b) Penyewaan kendaraan dan tour operator lokal.
(3) Kantor Informasi dan Promosi
Kantor penerangan wisata di pintu-pintu masuk suatu negara, kota atau daerah tertentu. Di
Indonesia terkenal dengan Tourist Information Service (TIC).
(4) Tempat-tempat Rekreasi dan Sport
Fasilitas sport, fasilitas perlengkapan sport darat dan air, dan lain-lain.
(5) Sarana Transportasi Penunjang
Kapal udara, laut, sungai, KA, dan alat transportasi darat lainnya.
B. Sarana Wisata
1. Pengertian
Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan,
baik secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak bergantung pada
kedatangan wisatawan.
2. Sarana Kepariwisataan
Sarana kepariwisataan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: sarana pokok kepariwisataan, sarana
pelengkap kepariwisataan, dan sarana penunjang kepariwisataan.
a. Sarana Pokok Kepariwisataan
Sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaan yang kehidupannya bergantung pada arus
kedatangan orang yang melakukan perjalanan.
Termasuk dalam kelompok ini adalah sebagai berikut:
(1) Travel Agent dan Tour Operator.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 42
(2) Perusahaan-perusahaan Angkutan Wisata.
(3) Hotel dan jenis akomodasi lainnya.
(4) Bar dan restoran serta rumah makan lainnya.
(5) Objek wisata dan atraksi wisata.
Tentang sarana pokok kepariwisataan ini, Nyoman S. Pendit menyebutkan dengan istilah
perusahaan utama langsung. Perusahaan utama langsung dapat dibagi menjadi dua, yaitu perusahaan
yang termasuk objek sentra dan subjek sentra. Adapun yang dimaksud dengan perusahaan utama
yang langsung adalah semua perusahaan yang tujuan pelayanannya khusus diperuntukkan bagi
perkembangan kepariwisataan dan kehidupannya benar-benar bergantung padanya.
Perusahaan utama yang termasuk dalam kategori objek sentra antara lain sebagai berikut:
(1) Perusahaan akomodasi: hotel, motel, asrama, bungalow, dan lain-lain.
(2) Perusahaan angkutan wisata: angkutan udara, darat, laut, dan KA.
(3) Perusahaan kerajinan tangan, barang-barang kesenian, dan lain-lain.
(4) Souvenir Shop, benda-benda khusus untuk wisatawan.
(5) Usaha liburan, pemandu wisata, penerjemah, dsb.
(6) Lembaga atau badan yang khusus promosi kepariwisataan.
(7) Tempat peristirahatan khusus, Spa, sanatorium, dsb.
Perusahaan yang termasuk dalam kategori subjek sentra antara lain sebagai berikut:
(1) Perusahaan penerbitan kepariwisataan untuk promosi wisata.
(2) Bank pariwisata, travel credit, badan pariwisata sosial.
(3) Asuransi wisata.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 43
(1) Night Club,
(2) Steam baths, dan
(3) Casinos.
BAB XII
SEJARAH DAN ORGANISASI KEPARIWISATAAN INDONESIA
b. Tahun 1926
Didirikan beberapa hotel, misalnya Hotel des Indes dan Hotel der Nederlander di Batavia
(Jakarta), Hotel Savoy Homan, dan Grand Hotel Preager di Bandung. Hotel Simpang di
Surabaya, Hotel de Boer di Medan, Hotel Balu di Denpasar serta beberapa losmen dan
pesanggrahan lainnya.
Perusahaan yang berkaitan dengan perjalanan pada waktu itu adalah sebagai berikut:
Perusahaan Kereta Api : Staat Spoor (s.s.).
Perusahaan Angkutan Udara : Koninklijke Paket vaart Maatschappij (KPM).
Perusahaan Angkutan Udara : Koninklijke Lucht vaart Maatschappij (KLM).
c. Tahun 1926
Pemerintah Belanda mendirikan perusahaan perjalanan “LISSONNE LINDEMAN
(LISLIND) di Batavia.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 44
pemerintah mendirikan Perusahaan Negara Hotel Negara dan Tourisme (Honet) di bawah Kementrian
Perhubungan.
b. Tahun 1953
Beberapa pengusaha hotel swasta mendirikan Serikat Gabungan Hotel dan Tourisme Indonesia
(Sergahti).
c. Tahun 1955
Berdiri Yayasan Tourisme Indonesia (Y.T.I), diprakasai dan dipimpin oleh Prof. Dr. Hendarmin
(Ketua), Wongsonegoro (Wakil Ketua) dan R.M. Harjoto (Sekretaris).
Pihak Pemerintah, Bank Industri Negara, mendirikan National Hotels and Tourisme Ltd. (Natour
Ltd.), mengelola: Hotel Simpang di Surabaya, Bali Hotel di Denpasar, Kuta Beach Hotel di Kuta Bali,
Sindhu Beach Hotel di Sanur Bali dan Hotel Numbai di Jayapura Irian Jaya.
d. Tahun 1956
Pemerintah menyelenggarakan Pekan Raya di Jakarta yang disebut 1956 Tourism and Entertainment
Fair dipimpin oleh Ny. Fatmawati Soekarno.
e. Tahun 1957
Pada tanggal 12-14 Januari 1957 di Tugu Bogor, diselenggarakan Musyawarah Nasional Tourisme I,
yang melahirkan Dewan Tourisme Indonesia (DTI) sebagai pengganti Yayasan Tourisme Indonesia,
dengan status semi pemerintah. Dengan pengurus sebagai berikut:
Ketua : Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Wakil Ketua : Sri Boedjono
Sekretaris : M.S Harris
Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 129 tahun 1957, pada Kementrian Perhubungan
dibentuk bagian tourisme di bawah Biro Sekretariat Jenderal Kementrian Perhubungan.
b. Tahun 1959
Dewan Tourisme Indonesia bekerjasama dengan PATA mengadakan riset dan survey kepariwisataan
Indonesia.
c. Tahun 1960
(1) Diterbitkan SK menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Telegrap Nomor H. 2/3/10
tanggal 14 Maret 1960. Menetapkan dewan Tourisme Indonesia ditunjuk sebagai satu-satunya
badan yang bertanggung jawab penuh untuk mengatur dan menyelenggarakan segala kegiatan
tourisme Indonesia.
(2) SK Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Telegrap Nomor H.2/4/9 tanggal 30
Maret 1960. NITOUR ditunjuk sebagai satu-satunya perusahaan yang mengurus perjalanan
wisatawan asing Indonesia.
(3) Tahun 1960 Dewan Tourisme Indonesia diubah menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (Depari).
(4) Tehun 1960 dibentuk Depatemen Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata
dengan menterinya Letjen. GPH. Djatikusumo.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 45
Khusus bidang kepariwisataan, diangkat seorang Pembantu menteri Urusan Pariwisata (Pupar)
yaitu Letkol. (L) Djali Aznam.
(5) Tahun 1960 dibentuk Badan Konsultasi Souvenir Shop sebagai suatu himpunan pengusaha-
pengusaha toko souvenir.
(6) Beberapa kegiatan tersebut:
(a) Pembangunan Hotel Indonesia di Jakarta, Samudera Beach Hotel di Pelabuha Ratu (Jabar),
Ambarukmo Palace Hotel di Yogyakata dan Bali Beach Hotel di Denpasar. Dibangun 1962
dibiayai dengan pampasan perang dari Jepang.
(b) Pembangunan pembangunan teater terbuka Roro Jonggrang di Kompleks Candi Prambanan
(Jateng) untuk pertunjukkan sendratari Ramayana.
(c) Kampanye kepariwisataan Indonesia Floating Fair 1961 ke Singapura, Hongkong, Tokyo,
Osaka, Honolulu, dan Manila dengan misi kebudayaan Indonesia.
(d) Tahun 1963, pertama kali Indonesia sebagai tuan rumah konferensi di Hotel Indonesia dan
lokakarya di Gedung Merdeka Bandung.
(7) SK Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata Nomor U.14/9/12
tanggal 16 Juni 1964, dibentuk Direktorat Kepariwisataan. Selanjutnya, dalam perkembangannya
diubah menjadi Inspektorat Pariwisata dengan inspekturnya letkol. (L) Djali Aznam.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 46
Association (IHRA), atau dalam bahasa Indonesia disebut Perhimpunan Hotel dan Restoran
Indonesia (PHRI).
g. Tahun 1971, Matrai dan Ittra bergabung dengan nama Himpunan Perusahaan Perjalanan
Indonesia (HPPI) lebih dikenal dengan nama Association of the Indonesian Tours & Travel
Agencies (Asita).
h. Tahun 1972, Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 1972 dibentuk Badan Pengembangan Rencana
Induk Pariwisata Bali (BPRIP Bali).
i. Tahun 1974, kedua kalinya Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi PATA. Konferensi di Balai
Sidang Senayan Jakarta dan Lokakarya diselenggarakan di Bali Beach Hotel Bali.
j. Tahun 1978, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.147/OT/202-Phb-77 tanggal 31
Desember 1977 dan Nomor KM.121/OT/Phb-78 tanggal 21 April 1978, dibentuk Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pariwisata di 10 daerah tujuan wisata.
k. Tahun 1979, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1979 tentang Penyerahan
Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Kepariwisataan kepada Daerah Tingkat I.
l. Tahun 1980, diadakan penyempurnaan organisasi dan tata kerja Direktorat jenderal Pariwisata,
berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.164/OT/002/Phb-80 tanggal 14 Juli
1980.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 47
(c) Direktorat Bina Pemasaran Wisata
Untuk melaksanakan tugas sehari-hari dibentuk suatu pengurus harian, dengan susunan
keanggotaan sebagai berikut:
Ketua/Anggota : Direktur Jenderal Pariwisata
Sekretaris I/Anggota : Kepala Direktorat Bina Pelayanan Wisata
Sekretaris II/Anggota : Sekretaris Jenderal PHRI
Anggota-Anggota : Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah
(PUOD), Ketua Umum ASITA, dan Ketua Umum PHRI.
2. Tingkat Daerah
a. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pariwisata
KWDJP merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Pariwisata. Dengan memperhatikan segi
kesiapan prasarana dan sarana, pada tahap pertama dibentuk Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pariwisata di 10 daerah tujuan wisata. Yaitu: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi
Selatan, dan Sulawesi Utara. Susunan organisasi dan tata kerjanya diatur dalam Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM.147/OT.202/Phb-77 tanggal 31 Desember 1977 sebagai berikut:
(1) Tugas
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 48
Menyelenggarakan tugas Direktorat Jenderal Pariwisata di wilayah kewenangannya, sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata.
(2) Fungsi
Untuk menyelenggarakan tugas di atas, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pariwisata
mempunyai fungsi sebagai berikut;
(a) Memberikan bimbingan dan pembinaan di bidang kepariwisataan dalam wilayahnya. Sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata dan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku.
(b) Mengawasi dan mengamankan pelaksanaan, berdasarkan kebijakan Direktorat Jenderal
Pariwisata berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
(c) Memberikan informasi dan bantuan teknis kepada perwakilan Departemen Perhubungan di
wilayahnya.
(3) Organisasi
Kantor Wilayah terdiri dari:
(a) Bagian Tata Usaha
(b) Bidang Bina Pelayanan Wisata
BAB XIII
UPAYA PENGEMBANGAN PARIWISATA
A. PARIWISATA ALTERNATIF
Istilah Pariwisata Alternatif atau Alternative Tourism mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang timbul sebagai reaksi terhadap dampak-dampak
negatif dari pengembangan dan perkembangan pariwisata konvensional;
2. Sebagai bentuk kepariwisataan yang berbeda (yang merupakan alternatif) dari pariwisata
konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan.
Untuk memahami hakikat pariwisata alternatif, baik yang merupakan reaksi dari dampak-dampak
negatif pariwisata konvensional maupun yang sengaja dimunculkan untuk menunjang kelestarian
lingkungan, perlu juga dibahas perkembangan pariwisata dari perspektif historis.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 49
Thomas Cook itu kemudian ditiru oleh orang lain dengan mendirikan perusahaan-perusahaan
perjalanan (tour operators) yang menyelenggarakan berbagai paket wisata atau packaged tour.
Pada akhirnya usaha itu menjadi semakin berkembang serta menyebar ke seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Karena waktu itu bentuk kegiatan wisata/pariwisata seperti yang
diperkenalkan oleh Thomas Cook tersebut merupakan suatu hal atau fenomena batu maka
Thomas Cook kemudian dijuluki sebagai Bapak atau Arsitek Pariwisata Modern.
Jenis atau bentuk kegiatan wisata yang dikemas dalam paket-paket wisata itulah yang
sebelumnya disebut sebagai bentuk kepariwisataan alternative, maka apa yang dulu disebut
sebagai pariwisata modern itu kini disebut sebagai pariwisata konvensional.
Dengan semakin pesatnya perkembangan industri pariwisata, maka persaingan di antara mereka
menjadi semakin ketat sehingga pengembangan dan perkembangan pariwisata serta industri
pariwisata menjadi sangat eksploitatif terhadap:
a. Sumber daya manusia, khususnya masyarakat/penduduk setempat.
Berbagai dampak negatif pariwisata terhadap masyarakat/penduduk setempat antara lain sebagai
berikut:
1) terjadinya degradasi nilai-nilai sosial-budaya,
2) nilai-nilai degradasi nilai-nilai moral.
3) komersialisasi prostitusi, termasuk prostitusi anak-anak,
4) penggusuran penduduk, kemiskinan dan lain sebagainya.
b. Sumber Daya Alam
Pariwisata ternyata juga memberikan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan, antara lain:
1) pencemaran lingkungan,
2) kerusakan lingkungan dan ekosistem.
C. REAKSI
Berbagai dampak negatif yang terjadi akibat adanya kegiatan pariwisata, terutama sekali yang terjadi
pada masyarakat/penduduk setempat, menimbulkan keprihatinan di kalangan rohaniawan,
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 50
cendekiawan dan tokoh-tokoh masyarakat. Keprihatinan ini mendorong mereka, dengan sponsor dari
The Christian Conference of Asia, untuk menyelenggarakan serangkaian lokakarya internasional
(internasional workshop).
Berbagai lokakarya yang pernah mereka lakukan antara lain:
1. Tanggal 9-16 Juni 1975 di Penang, Malaysia. Pada lokakarya ini ditemu-kenali hal-hal sebagai
berikut:
a. Terjadinya berbagai dampak negatif seperti yang sudah disebutkan di atas.
b. Terjadinya berbagai hal positif, seperti perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan
masyarakat dan pemerintah, termasuk devisa.
Adanya dampak positif ini menimbulkan sikap mendua seperti yang tercermin dari judul
prosiding lokakarya tersebut, Tourism: The Asian Dilemma.
2. Tanggal 12-25 September 1980, di Manila, Filipina, di mana disadari bahwa pariwisata:
a. tidak bisa dibendung
b. bukan lagi suatu bentuk kegiatan dari kelompok elit saja, tetapi juga dilakukan oleh lapisan
masyarakat bawah.
3. Tanggal 26 April – 8 Mei 1984 di Chiangmai, Thailand, di mana tim melaporkan hasil kerja
mereka, antara lain:
a. memperkenalkan konsep Alternatif Tourism
b. membentuk sebuah wadah bernama Ecuminical Coalition on Third Word Tourism (ECTWT).
Lembaga itu kemudian menerbitkan:
1) sebuah kala warta (newsletter) bernama Contours, singkatan dari Concern for Tourism.
2) berbagai buku panduan atau manual-manual tentang pengembangan Alternative Tourism.
3) buku-buku dan penerbitan lainnya yang menggambarkan berbagai dampak negatif pariwisata.
Salah satu bentuk pariwisata alternatif, dalam artian jenis atau bentuk pariwisata yang berbeda
dari pariwisata konvensional, disebut dengan ecotourism. Semula ecotourism masih di identikkan
dengan nature tourism atau wisata alam biasa seperti yang tercermin dari definisi yang dirumuskan
oleh Hector Coballos-Lascurain, yang memperkenalkan istilah ecotourism, pada tahun 1987, yaitu:
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 51
scenery and its wild plants and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past
and present) found in these areas.
Sementara itu para pemerhati/pakar lingkungan mulai menyadari bahwa berbagai upaya untuk
menjaga lingkungan tidak akan efektif jika tidak didukung oleh masyarakat luas, khususnya
penduduk setempat; dan penduduk setempat akan mendukungnya jika mereka dapat memperoleh
manfaat dari lingkungan yang lestari itu, yang berupa peningkatan kesejahteraan hidup.
Sehubungan dengan itu maka pada tahun 1993 The Ecotourism Society, suatu organisasi nirlaba
yang didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1991, member rumusan definisi yang bersifat proaktif
tentang pengertian ecotourism, yaitu:
Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserves the environment and improves
the welfare of local people.
Sementara itu banyak pakar yang menyadari bahwa pariwisata, meskipun membutuhkan
lingkungan yang baik, termasuk ecotourism, juga dapat menimbulkan sebagai dampak negatif
terhadap lingkungan seperti pencemaran, kerusakan lingkungan dan ekosistem dalam segala bentuk
manifestasinya. Sehubungan dengan itu maka timbullah berbagai istilah lainnya seperti, misalnya
responsible tourism, acceptable tourism, community based tourism, sustainable tourism dan lain
sebagainya. Meskipun masing-masing mempunyai pendekatan yang berbeda, namun semuanya
mengacu pada bentuk/jenis pariwisata yang menunjang upaya pelestarian lingkungan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
E. PERUBAHAN PERSEPSI
Berbagai dampak negatif pariwisata terutama disebabkan oleh pengembangan periwisata yang
dilakukan semata-mata dengan pendekatan ekonomi di mana pariwisata dipersepsikan sebagai
instrument untuk meningkatkan pendapatan, terutama pada bidang usaha swasta dan pemerintah.
Persaingan yang semakin ketat menyebabkan pengembangan dan perkembangan pariwisata menjadi
sangat eksploitatif terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam.
Pola perkembangan seperti itu telah berlangsung cukup lama, paling tidak sejak tahun 1960-an,
sehingga sudah melekat pada hampir semua upaya pengembangan dan perkembangan pariwisata,
termasuk perkembangan Alternative Tourism dan bentuk-bentuk pariwisata alternatif lainnya.
Sehubungan dengan hal itu maka pengembangan Alternative Tourism dan bentuk-bentuk pariwisata
alternatif lainnya itu termasuk ecotourism mudah terjerat dalam kesalahan yang sama dengan
pengembangan pariwisata konservatif (seperti yang telah disinggung di atas) sehingga Alternative
Tourism juga dapat menimbulkan dampak negatif yang sama.
Untuk menghindari berbagai kekeliruan tersebut maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang
berbeda:
1. Perubahan persepsi tentang pariwisata
Pariwisata harus dipersepsikan sebagai suatu alat atau instrument untuk meningkatkan:
a. Kualitas hubungan antarmanusia.
b. Kualitas hidup penduduk setempat.
c. Kualitas lingkungan hidup.
2. Kriteria-kriteria pengembangan pariwisata
Untuk memberikan arahan yang lebih jelas tentang pengembangan perlu ditetapkan beberapa
criteria seperti yang diperkrnalkan oleh Rev Ron O‟Grady berikut ini:
a. Decision-making about the form of tourism in any place must be made in consultation with
the local people and be acceptable to them.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 52
b. A reasonable share of the profits derived from tourism must return to the people.
c. Tourism must be based on sound environmental and ecological principles, be sensitive to
local cultural and religious traditions and should not place any members of the host
community in a position of inferiority.
d. The number of tourism visiting any area should not be such that they overhelm the local
population and deny the possibility of genuine human encounter.
3. Pengembangan pariwisata perlu dijadikan sebagai bagian dari pembangunan nasional yang
berkelanjutan (sustainable development).
Karena merupakan bagian dari pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustainable
development) maka pengembangan pariwisata harus dilakukan dalam kesatuan yang terpadu
dengan sektor-sektor pembangunan lainnya.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 53
alam dan biaya social dapat meningkat lebih cepat daripada pendapatan pada tingkat kunjungan yang
lebih tinggi.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 54
4. Penerimaan Negara
Prospek kegiatan pariwisata alam dalam memberikan andil dalam penerimaan negara cukup besar,
baik untuk penerimaan langsung (karcis masuk, pungutan iuran pengusahaan pariwisata alam/PIPPA
dalam pungutan usaha pariwisata alam/PUPA) maupun tak langsung melalui pengeluaran wisatawan.
Pada Repelita VI ditetapkan sasaran jumlah kunjungan wisata, yaitu 6,5 juta wisatawan mancanegara
dan 84 juta wisatawan domestik dengan perkiraan jumlah penerimaan 8 s/d 9 milyar USD dari
wisatawan mancanegara dan Rp 8,424 milyar dari wisatawan domestik. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 13,02% merupakan pengunjung objek wisata alam (antara lain gunung dan pantai) (BPS,
1992).
Dengan telah ditetapkannya peraturan perundangan tentang pengusahaan pariwisata alam, maka
sumber penerimaan negara berupa pajak retribusi masuk kawasan wisata alam, pungutan usaha
pariwisata alam dan iuran usaha pariwisata alam, meskipun sementara ini pemasukan dari pungutan
pariwisata alam tersebut masih kecil (sampai tahun 1994 ± Rp 3 milyar), namun diharapkan untuk
masa yang akan datang akan terus meningkat sejalan dengan pembenahan pengelolaannya. Kendala-
kendala antara lain adalah jangka waktu usaha yang belum menjanjikan keuntungan dan peraturan
pemerintah yang belum dapat mewadahi iklim usaha pariwisata alam.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 55
Kegiatan usaha masyarakat tersebut akan dapat menciptakan suasana rasa ikut memiliki tempat
mata pencaharian yang pada akhirnya akan mendorong masyarakat untuk ikut berperan dalam
menjaga kelestarian lingkungan.
Pengelolaan lingkungan alam dapat pula dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar dengan
membentuk suatu wadah yayasan atau badan hukum untuk memperoleh konsesi pengusahaan
pariwisata alam.
Salah satu sebab terjadinya gangguan terhadap kawasan objek wisata alam adalah kurangnya
kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan perekonomian masyarakat sekitar kawasan objek wisata.
Sesuai dengan strategi pemerintah dalam pengembangan pariwisata alam yang terkait dengan
pengembangan peran serta masyarakat, pengembangan pariwisata alam diharapkan mampu
meningkatkan kesempatan dan peluang bagi masyarakat untuk menikmati manfaatnya, sehingga
perkembangan kegiatan pariwisata alam ikut membantu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 56
pemanfaatan hanya terbatas pada zona pemanfaatan di dalam Taman Nasional atau blok pemanfaatan
Taman Wisata Alam dan Tahura serta pemanfaatam terbatas pada kawasan konservasi lainnya.
Dalam penyelenggaraannya pengusahaan pariwisata alam dibebani kewajiban yang mengarah
kepada pembatasan kerusakan lingkungan, serta kewajiban untuk menjaga dan melestarikan objek
wisata alam seperti yang tertuang pada pasal 11 PP No. 18/94, yaitu:
- Merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan usaha/kegiatan wisata alam.
- Menjamin keamanan dan ketertiban para pengunjung.
- Turut menjaga kelestarian fungsi Kawasan Pelestarian Alam.
Yang dimaksud dengan merehabilitasi kerusakan adalah menjaga kelestarian objek dan daya tarik
wisata alam terutama pada lokasi yang berijin. Pada dasarnya kegiatan untuk menjaga kelestarian
fungsi kawasan pelestarian alam menjadi tanggung jawab pemerintah, namun demikian pengusaha
pariwisata alam wajib membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian.
Alternatif penanggulangan dampak negatif terhadap lingkungan kawasan konservasi/pelestarian
alam akibat kegiatan pengembangan pariwisata alam adalah dengan sistem pengelolaan dan
pengusahaan yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990 berikut penjelasan serta penjabarannya dalam
peraturan pemerintah ataupun keputusan Menteri Ketuhanan. Bentuknya antara lain adalah membagi
kawasan pelestarian, seperti Tamana nasional ke dalam zonasi-zonasi, yaitu zona pemanfaatan atau
blok pemanfaatan pada Taman Wisata Alam dan Tahura, zona insentif, zona perlindungan dan zona
lainnya. Penempatan jenis aktivitas dan jenis fasilitas penunjang untuk setiap zona dilakukan dengan
menggunakan klasifikasi kesesuaian lahan dan klasifikasi aktivitas serta fasilitas wisata yang menurut
Bovy (1987) adalah sebagi berikut:
- Jenis aktivitas dan fasilitas terbatas ditempatan pada zona perlindungan terbatas.
- Jenis aktivitas dan fasilitas sedang ditempatkan pada zona penunjang.
- Jenis aktivitas dan fasilitas besar ditempatkan pada zona intensif atau pemanfaatan.
Dengan mengklasifikasikan seperti di atas maka diharapkan akan dapat menghindari dan
memperkecil dampak negative terhadap lingkungan alam.
Jadi pengembangan wisata alam sebaiknya perlu mempertimbangkan aspek daya dukung
lingkungan alam, binaan dan sosial baik dari segi potensi yang dapat dimanfaatkan maupun dari segi
keterbatasan-keterbatasan aspek daya dukung lingkungan alam serta binaan sosial tersebut.
Hal di atas merupakan suatu usaha untuk merealisasikan konsep pengembangan periwisata alam
yang berwawasan lingkungan, suatu bahan pemikiran dalam menyerasikan pembangunan pariwisata
dan konservasi sumber daya alam yang akan semakin kompleks di masa yang akan datang.
Perlu dilakukan pengendalian dalam pemberian hak pengusahaan pariwisata alam dalam rangka
pengamanan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Hal tersebut dilakukan melalui beberapa
tahapan kegiatan, dari taraf perencanaan sampai ke taraf pelaksanaan, termasuk kewajiban untuk
menyusun Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam.
Pembangunan sarana dan prasarana dilakukan dengan pertimbangan adaptasi lingkungan (back to
nature), pengendalian melalui analisis dampak lingkungan, pengaturan pengunjung dengan
memperhatikan daya dukung kawasan maupun daya dukung sarana dan prasarana. Namun demikian
pada dasarnya kawasan yang diusahakan tersebut masih tetap dikendalikan oleh pemerintah yang
mempunyai tanggung jawab penuh atas keutuhan dan kelestarian alam.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 57
akan memberikan akibat dan dampak langsung terhadap proses pembangunan kepariwisataan dan
industri pariwisata. Proteksi pemerintah terhadap industry pariwisata yang melahirkan infant industry
tidak akan dapat dinikmati lagi olah sector swasta. Dalam kaitan inilah terlihat betapa pentingnya
kesiapan SDM pariwisata.
Kendala-kendala pengembangan kepariwisataan nasional sungguh sangat banyak, antara lain
tampak dalam mutu produk wisata yang belum dapat terposisikan secara tepat yang mengakibatkan
lemahnya daya saing di pasar regional maupun internasional, dan globalisasi pasar yang semakin
kompetitif di kawasan destinasi pariwisata dunia, Kawasan Asia-Pasifik, maupun di kawasan Asean.
Pemasaran kepariwisataan nasional pun belum dapat mengikuti current trend dan juga belum dapat
secara proaksi mengantisipasi future trentd pusat-pusat kepariwisataan dunia ( main tourist market).
Kendala yang sangat mendasaryang menjadi salah satu titik lemah kepariwisataan nasional memang
terletak pada kesiapan sumber daya manusia pariwisata, baik yang berfungsi sebagai Pembina
maupun yang berperan sebagai pelaksana kepariwisataan nasional. Faktor kesiapan sumber daya
manusia pariwisata Indonesia ini sangat perlu dicermati secara teliti.
Dilihat dari kemampuan menarik wisatawan mancanegara dikawasan Asean, Indonesia masih
berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand, walaupun dalam lama tinggal dan jumlah
pengeluaran Indonesia dapat berada di atas beberapa Negara tersebut. Berdasarkan pada indicator-
indikator tersebut maka diperlukan actor-aktor penggerak kepariwisataan nasional. Dalam hal ini
sector privat, institusi, serta lembaga terkait harus berperan secara sungguh-sungguh agar
perkembangan kepariwisataan dapat berjalan secara optimal.
Dalam konteks inilah peran sumber daya manusia pariwisata memegan peran kuci di dalam
menghadapi tantangan globalisasi. Peningkatan kinerja kepariwisataan untuk meningkatkan daya
saing di pasar internasional melalui perumusan program-program pengembangan pariwisata sangat
tergantung pada kualitas SDM yang berperan untuk merumuskan, melaksanakan, dan sekaligus
mengevaluasi program-program tersebut, baik pada unsure pemerintah, privat, maupun institusi
pendidikan. Oleh sebab itu perlu diciptakan system dan mekanisme pendidikan dan pelatihan sumber
daya manusia pariwisata yang tepat dan sesuai serta berorientasi pada pengembangan kepariwisataan
nasional maupuninternasional melaluipenciptaan tenaga trampil, ahli, dan pemikir yang mampu
mengantisipasi dan melihat ke depan perkembangan kepariwisataan yang semakin kompleks.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 58
banyak kesamaan, yaitu masih tergantung pada keindahan alam, kacuali Singapura yang
merupakan Negara industry dan perdagangan yang kekuatanya justru terletak pada aset yang
bersifat buatan. Kegiatan pariwisata social (social tourist) masih baru merupakan unsure
pendukung karena pada kenyataannya 1) persentase motivasi berwisata atas daya tarik alam masih
dominan, dan 2) Negara-negara berkembang yang pada umumnya masih sedang mencari bentuk
dalam pembangunan nasionalnya belum cukup mampu untuk mengeksploitasi secara khusus dan
detail atas aspek-aspek yang bersifat social karena beberapa kosideran yang mempengaruhinya,
seperti stabilitas politik dan ekonomi, kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih
tinggi, kasiapan infrastruktur, dan sebagainya.
2. Mekanisme Pasar
Mekanis pasar akan menentukan dan mengatur siapa yang terbaik di antara masing-masing
Negara dengan segala komoditas dan produk pelayanan terbaik yang dimilikinya. Peran dan
campur tangan pemerintah dalam mengatur mekanisme pasar cenderung semakin kecil. Oleh
karena itu peran sector privat dituntut untuk semakin berkualitas dengan segala kemampuannya
agar dapat bertarung di pasar bebas tersebut.
3. Akses Informasi
Kemajuan teknologi yang memungkinkan manusia untuk menyalurkan segala bentuk
keinginannya telah menjadikan dunia sebagai suatu tempat yang tanpa batas. Meluasnya jaringan
internet secara missal akan menciptakan mekanisme informasi yang lengkap. Masukan informasi
yang lengkap tentunya akan menyebabkan para wisatawan semakin mudah untuk menyeleksi
kawasan-kawasan yang akan mereka kunjungi. Namun demikian di sisi lain, bagi para produsen,
kondisi ini justru mengakibatkan naiknya tingkat kompetisi di antara sesame Negara destinasi.
Hanya Negara yang mampu menginformasikan keunggulan produk pariwisatanya secara tepat
sasaran dan mampu mengantisipasi kecenderungan pasarlah yang akan unggul dalam persaingan
global tersebut.
Sebagai gambaran, hingga tahun 1994 Indonesia baru mamiliki 7 kantor PPPI di luar negari yang
berfungsi sebagai marketing intelligences di samping juga berperan sebagai salah satu ujung
tombak pemasaran pariwisata nasional. Jumlah ini jauh lebih sedikit apabila di bandingkan
dengan Filipina (10 kantor), Singapura (16 kantor), Thailand (11 kantor), serta Malaysia (13
kantor).
4. Daya Saing
Aspek daya saing merupakan cerminan kasiapan dan kemampuan produk wisata serta penguasaan
terhadap pasar dan informasi yang diformulasikan serta tepat pada strategi dan program
pengembangan pariwisata.
Faktor-faktor yang memperlihatkan daya saingkepariwisataan Indonesia antara lain:
a. Peta pendapatan: dalam lima tahun terakhir peringkat pertama pendapatan nasional Negara-
nagara Asean di pegang oleh Singapura, yaitu sebesar 32,73% dari total pengeluaran
wisatawan di Asean. Posisi Indonesia pada peringkat ke-3 atau sebesar 18,88%.
b. Peta jumlah wisatawan: secara kuantitas Malaysia pada posisi pertama sebesar 29,5%
sementara Indonesia pada urutan ke-4 (9,98%)
c. Peta asal wisatawan: Thailand adalah Jepang dan Eropa, Malaysia adalah Singapore,
Singapore adalah Jepang dan Eropa, Filipina adalah Amerika Utara, dan Indonesia adalah
Singapura.
d. Peta lama tinggal: Filipina menduduki peringkat pertama (11,5 hari) dan Indonesia pada
urutan ke-2 (10,5 hari).
Keempat peta dominasi tersebut memperhatikan bahwa daya saing pariwisata Indonesia di antara
sesame Negara Asean masih lemah, berada di bawah Singapura dan Thailand serta berimbang dengan
Malaysia.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 59
Antisipasi Indonesia terhadap keempat tantangan globalisasi pariwisata internasional di atas
adalah menciptakan keunggulan kompetitif yang lestari (systainable competitive advantage) yang
menuntut kemampuan sumber daya manusia yang baik dalam menghadapi gangguan perilaku
pesaingserta evoluasi industry secara global.
BAB XIV
PENGUKURAN POTENSI PASARAN WISATA
A. Pasaran Wisata
Pasar didefinisikan sebagai kumpulan dari seluruh pembeli actual atau potensial dari suatu produk.
Pasar terdiri dari individu-individu yang mempunyai baik kebutuhan atau hasrat terhadap produk atau
jasa maupun kemampuan, keinginan dan wewenang untuk membeli produk itu. Dalam hal ini pasar
yang akan kita bicarakan adalah pelancong (travelers)
Pasar wisata secara keseluruhan terlalu luas dan beranekaragam kebutuhannya untuk dapat di
puaskan oleh suatu daerah dengan produk wisata yang tertentu. Oleh karena itu diperlukan suatu
sasaran (target) strategi pemasaran yang didasarkan atas segmentasi pasar. Segmentasi pasar tersebut
harus sedemikian rupa sehingga memiliki nilai desain strategi pemasaran tertentuuntuk suatu segmen
tertentu. Langkah-langkah yang diperlukan untuk proses tersebut adalah:
1. Membedakan antara kelompok-kelompok (groups atau segments) yang berlainan yang
membentuk pasar.
2. Memilih satu atau lebih dari segmen ini untuk jadi focus perhatian, dan
3. Mengembangkan produk yang akan disajikan dan strategi-strategi pemasaran yang sesuai dengan
kebutuhan pasar yang dipilih sebagai sasaran.
1. Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar adalah proses pembagian suatu pasar sebagai suatu keseluruhan (total market)
ke dalam kelompok-kelompok (groups) orang yang berbeda dan berarti, yang mempunyai
kebutuhan-kebutuhan produk yang relative sama dan harus digarap melalui strategi-strategi
pemasaran secara terpisah.
Prinsip pokok pikiran di dalam menggunakan suatu pendekatan segmentasi adalah bahwa di
dalam suatu pasar yang heterogen adalah lebih baik untuk mengembangkan suatu strategi
pemasaran yang tepat bagi suatu segmen dari pasar secara keseluruhan dari pada mendesain suatu
rencana pemasaran yang diperuntukkan bagi kebutuhan semua orang.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 60
2. Mengidentifiksai Orang Yang Melakukan Perjalanan / Customer
Untuk mengembangkan strategi pemasaran dibutuhkan identifikasi dari pelanggan (customers),
yang dalam hal ini adalah orang-orang yang melakukan perjalanan pada waktu sekarang dan yang
potensial menurut siapa saja mereka itu, misalnya demografi, tempat asal, maksud / tujuan
perjalanan, yang disenangi dan tidak disenangi, besar rombongan dan semua factor yang
diperkirakan ikut menentukan jenis-jenis khusus dari produk, promosi, harga dan distribusi.
Dengan identifikasi terhadap pelanggan ini maka pemasaran produk wisata atau daerah / kawasan
akan dapat dilakukan secara efektif.
Evaluasi terhadap sejumlah variable dan proses coba-coba (trial and error) merupakan cara yang
biasa dilakukan untuk menentukan karakteristik konsemem guna menghasilkan definisi-definisi
yang berarti tentang segmen pasar.
Penantuan segmen pasar dapat dilakukan berbagai cara, yang masing-masing memiliki memiliki
kelemahan dan keunggulan sendiri-sendiri. Diskusi berikut mengidentifikasikan karakteristik-
karakteristik tadi (variables) yang dianggap paling berguna dan banyak digunakan dalam berbagai
studi. Titik mulai (start) yang paling logis adalah dengan analisis terhadap komposisi demografis
dan distribusi geografis dari para wisatawan sekarang ke daerah (wilayah) tertentu. Sebagai
tambahan terhadap berbagai variable tersebut makadapat dilakukan analisis terhadap berbagai
karakteristik perilaku (behavioral characteristics) dan variable-variabel sosialogis atau
psikografis untuk melengkapi profil dari wiswtawan.
Variabel-variabel yang telah terbukti sangat berhasil dalam studi-studi kepariwisataan meliputi:
Variabel-variabel Demografi
a. Karakteristik Keluarga: status perkawinan, besarnya keluarga, umur anak terkecil.
b. Umur.
c. Pekerjaan.
d. Pendidikan.
e. Penghasilan.
Variabel-variabel Geografi
a. Tempat asal.
b. Daerah tujuan.
c. Disribusi regional dari penduduk.
d. Komposisi urban / rural dari penduduk.
Variabel-variabel Perilaku (Behavioral Variables)
a. Mode transportasi.
b. Kegiatan-kegiatan selama perjalanan.
c. Lama perjalanan.
d. Kapan perjalanan dilakukan (musim, hari libur, akhir minggu)
e. Melakukan perjalanan dengan siapa.
Variabel-variabel Sosiologis / Psikografis
a. Alasan (motif) melakukan perjalanan.
b. Faktor-faktor yang dianggap paling menentukan dalam memilih tempat tujuan wisata.
c. Pengaruh anggota keluarga dalam menentukan perilaku perjalanan tertentu.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 61
pelancong/wisatawan, motivasinya melakukan perjalanan, dan sikapnya terhadap daerah-daerah
tujuan wisata.
Adalah jarang sekali terjadi bahwa suatu perjalanan dilakukan hanya terbatas untuk memuaskan
satu kebutuhan saja. Biasanya suatu perjalanan diharapkan akan dapat menghasilkan pengalaman-
pengalaman yang dapat memuaskan banyak kebutuhan.
Setiap pelancong/wisatawan memiliki aneka kebutuhan fisik, sosial dan pribadi, yang
mengharapkan pemuasan dalam rangka pengalaman perjalanannya. Akomodasi dan makanan
jelas merupakan kebutuhan fisik, tetapi latar belakang sosial si wisatawan dan keadaan sosial si
penyaji juga akan mempengaruhi tingkat kepuasan si wisatawan. Jelasnya, pemilihan akomodasi
dan restoran oleh mereka yang mengikuti konvensi akan berbeda dengan pilihan wisatawan
dengan tujuan rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation).
Kebutuhan masing-masing wisatawan sulit untuk dinilai secara khusus karena biasanya manusia
tidak begitu memperhatikan semua kebutuhan yang akan dipuaskannya selama melakukan
perjalanan. Konsekuensi dari hal ini adalah perlu dilakukannya pengukuran tidak langsung untuk
menilai sejauh mana produk yang disajikan tersebut dapat melayani berbagai kebutuhan dan
segmen-segmen target yang dipilih.
Pada setiap kategori maksud perjalanan tersebut terdapat berbagai variasi dalam preferensinya.
Misalnya, pada rekreasi di alam terbuka, ada yang keranjingan main golf, tenis dan berenang
sehingga wisatawan jenis ini tentu akan mencari suatu resort/kawasan yang dapat memberikan
fasilitas untuk itu. Yang lain lebih suka pada kegiatan mendaki gunung, berjemur di pantai,
berselancar (surfing), memancing, berburu, dan lain-lain.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 62
Tujuan utama dari penilaian terhadap kebutuhan wisatawan adalah menentukan factor-faktor apa
yang mempengaruhi si wisatawan untuk memilih suatu daerah tujuan wisata tertentu. Berbagai
jenis perjalanan liburan perlu mendapat perhatian khusus, karena perjalanan bisnis dan perjalanan
dalam rangka kunjungan keluarga atau pribadi memiliki daerah tujuan yang ditentukan oleh
hakikat daripada bidang usaha dan kunjungan keluarga/pribadi itu sendiri, yang oleh karenannya
tidak begitu terpengaruh oleh suatu strategi pemasaran.
Dalam suatu survai, di antara pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut perilaku perjalanan, ada
baiknya ditanyakan, “If your trip was primarily a pleasure trip, net for business or family reasons,
what were the main reasons for deciding to visit Bali/Yogyakarta/North Sumatra rather than
some other place?”
Sering diidentifikasikan empat kelompok factor yang mempengaruhi penentuan pilihan daerah
tujuan wisata, seperti:
a. Fasilitas: akomodasi, atraksi, jalan, tanda-tanda penunjuk arah.
b. Nilai estatis: pemandangan (panorama), iklim santai/terpencil, cuaca.
c. Waktu/biaya: jarak dari tempat asal (rumah), waktu dan biaya perjalanan, harga-harga/tarif-
tarif pelayanan.
d. Kualitas hidup (quality of life): keramah-tamahan penduduk, bebas dari pencemaran,
penampilan perkotaan.
Daftar ini sekedar contoh, dan tidak selalu demikian, walau sering merupakan factor yang
dominan. Tentu saja faktor-faktor tersebut berikut kepentingan relatifnya akan berbeda untuk daerah
yang berbeda. Misalnya, kesempatan pendidikan atau aneka ragam hiburan dapat menggantikan nilai
estatis sebagai suatu factor untuk suatu wilayah tertentu. Faktor-faktor tersebut harus
diidentifikasikan berdasarkan kriteria yang dianggap penting menurut para wisatawan.
Sejalan dengan itu dapat pula dihimpun data mengenai penilaian wisatawan terhadap apa yang
disajikan oleh suatu daerah tujuan wisata. Faktor-faktor yang dapat dinilai meliputi;
a. things to do/activitics,
b. scenery/sightseeing attractions,
c. case of traveling around,
d. service received in facilities and at attractions,
e. cost of things, activitics, and services.
Hasil dari ranking demikian itu kemudian diklasifikasikan silang (cross classified) dengan
variable-variable demografis untuk menentukan pentingnya berbagai faktor terhadap kelompok-
kelompok wisatawan yang berbeda.
Data sekunder yang tersedia pada tingkat wilayah atau regional dapat dipergunakan untuk
melengkapi data sehingga dapat menghemat beaya. Data primer diperlukan terutama bagi
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 63
pelancong/wisatawan yang sedang malakukan perjalanan ke suatu wilayah, tetapi dapat juga
diperlukan untuk pelancong/wisatawan potensial.
Data sekunder merupakan data yang lebih banyak dikumpulkan oleh orang atau badan lain untuk
tujuan lain, tetapi data ini dapat menyediakan banyak informasi yang dibutuhkan, termasuk mengapa,
di mana, kapan dan bagaimana penduduk melakukan perjalanan, dan karakteristik-karakteristik
demografi dasar dari pelancong/wisatawan pada tingkat regional, Negara bagian/propinsi atau
nasional. Banyak data sekunder yang tersedia relevan untuk kebutuhan perbandingan profil
wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tujuan.
Data sekunder tidak selalu merupakan data yang dipublikasikan. Banyak informasi yang tersedia
dalam bentuk mentah (raw), yakni data yang tidak pernah dianalisis untuk tujuan pengembangan
perjalanan/wisata. Namun demikian penggunaan data sekunder harus dilakukan dengan hati-hati. Ada
keterbatasan dalam setiap data sekunder sehingga perencanaan harus melalui reliabilitas dan
kegunaan dari data dan dibandingkan dengan waktu dan biaya pengumpulan data atau
mentrasformasikannya kedalam bentuk (form) yang dapat digunakan.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk menilai data sekunder:
1. Siapa yang mengumpulkan data? (apakah organisasinya dapat dipercaya dan mempunyai
reputasi yang baik?)
2. Mengapa pandangan itu dikumpulkan? (apakah ada titik pangkal pandangan atau alas an
tertentu dari pengumpulan data yang dapat mempengaruhi penafsiran atau presentasi hasil-
hasilnya?)
3. Kapan data dikumpulkan? (apakah data masih berlaku untuk kebutuhan daerah)
4. Bagaimana data dikumpulkan? (Apakah prosedur pengumpulan data direncanakan dan
dilaksanakan secara hati-hati, apakah pengambilan sampel representative, dan sebagainya).
5. Apakah ada perbedaan definisi? (misalnya mengenai perjalanan (trip), wisatawan, dan
sebagainya).
Beberapa data yang diperlukan, seperti besarnya segmen-segmen pasar yang berbeda, bisa
diperoleh dari sumber-sumber data sekunder dengan ruang lingkup propinsi atau nasional, tetapi
survey terhadap mereka yang bebergian pada waktu sekarang merupakan bagian yang penting dalam
pengidentifikasian pasar target.
Untuk mengevaluasi potensi pasar dapat digunakan data sekunder, survey rumahtangga
(household survey), survey pelancong dan survey perusahaan-perusahaan perjalanan. Pelaksanaan
survey rumah tangga untuk mendapatkan sampel pelancong ke suatu daerah tujuan wisata tertentu
dalam jumlah yang cukup banyak akan memerlukan biaya yang sangat banyak. Oleh karenanya
survey ini jarang dilakukan.
Data Sensus Bureau dan Travel Data Center di Negara-negara pasar sering memuat karakteristik-
karakteristik dari orang-orang yang bepergian. Data yang disajikan kedua badan ini biasanya
didasarkan atas survey rumah tangga.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 64
Survey melalui pendekatan biro-biro perjalanan akan memberikan data mengenai volume dan
data local sebagai pelengkap yang meliputi karakteristik-karakteristik perilaku, seperti besarnya
rombongan, waktu bepergian, dan asal geografis. Tetapi pendekatan seperti ini hanya memberi data
perilaku atau demografi secara terbatas dan tidak akan dapat diperoleh data mengenai sikap dan
persepsi.
Survey wisatawan dapat dilakukan pada waktu mereka sedang melakukan perjalanan di suatu
daerah tujuan wisata tertentu. Ada dua pendekatan untuk mengidentifikasikan dan mengadakan
kontak dengan wisatawan, yaitu :
1. Di tapal batas atau pintu-pintu masuk keluar;
2. Di tempat-tempat yang banyak menarik perhatian atau digunakan wisatawan, seperti obyek
wisata ata akomodasi, restoran, terminal, pusat informasi.
Di tempat-tempat seperti itu bisa diperoleh keterangan mengenai lama perjalanan si wisatawan,
apakah dia bermalam ataukah sekedar mampir dalam rangka perjalanan ke daerah tujuan lain.
Ada baiknya juga dilakukan survey terhadap wisatawan di daerah tujuan wisata milik Negara
tetangga yang banyak dikunjungi wisatawan. Walaupun sekarang mereka belum masuk ke dalam
sasaran, tetapi untuk masa mendatang mereka dapat dijadikan sebagai sasaran yang baik dari
pemasaran.
Setiap survey harus menjalankan prosedur sampling bertahap. Tahap-tahap pemilihan sampel
meliputi :
a. Stratifikasi
1) Musim
Pengaruh musim di negeri pasar wisata perlu mendapat perhatian. Sejalan dengan adanya
empat musim dalam setahun di negara-negara pasar wisata tertentu maka peling tidak ada
empat gelombang survey yang harus dilakukan. Walaupun selama berkunjung ke negara
kita mereka hanya akan mendapatkan satu atau dua musim, tetapi musim sepi (off-season)
pun harus juga termasuk dalam sampel.
Gelombang sample harus direncanakan sesuai dengan kegiatan bepergian menurut musim-
musim tersebut. Pengumpulan data pada tiap gelombang harus dilakukan untuk kurun
waktu yang sama panjangnya dan jumlah respondenpun harus ditetapkan sama besarnya.
2) Wilayah/Kawasan
Jika terdapat berbagai perbedaan wilayah/kawasan di dalam daerah tujuan wisata maka
untuk tiap wilayah/kawasan tadi harus ditetapkan sejumlah sampel secara proposional
sesuai dengan tingkat heteroginitas wilayah tersebut.
Supaya diperoleh responden-responden yang benar-benar representatif maka kawasan
yang memiliki variasi daya tarik yang lebih besar diwakili oleh sampel dengan proporsi
yang lebih besar pula.
3) Aksesbilitas
Untuk memudahkan jangkauan pengelolaan dan pengawasan survey serta demi efisiensi
maka dianjurkan untuk mengatur dengan baik proses pelaksanaan survey (interview
dengan mempertimbangkan factor waktu dan biaya. Jika jarak wilayah survey berjauhan
maka jadwal waktu pelaksanaan perlu direncanakan sesuai dengan persediaan tenaga
pertugas lapangan (pewawancara).
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 65
b. Pengelompokan (clustering)
1) Di dalam wilayah
Di dalam tiap wilayah dipilih tempat-tempat yang representatif. Di wilayah perkotaan
harus mencakup lingkungan pusat perbelanjaan dan satu atau lebih lingkungan rekreasi.
2) Di dalam cluster
Di dalam tiap cluster dipilih lagi lokasi-lokasi representative (subclusters), seperti lokasi
hotel/penginapan, atraksi-atraksi, dan fasilitas-fasilitas rekreasi.
c. Pemilihan Responden
1) Waktu/Hari
Pelaksanaan interview di suatu daerah tujuan wisata, misalnya dijadwalkan mulai 08.00
pagi sampai jam 09.00 malam. Agar interview dapat menjangkau semua jenis pengunjung,
maka tempat-tempat pelaksanaan interview harus berubah disepanjang hari dipusatkan di
hotel-hotel dan restoran-restoran. Tengah hari dilakukan di tempat-tempat rekreasi dan
atraksi, sore hari di hotel-hotel lagi dan kemudian pada malam hari di tempat-tempat
hiburan. Pelaksanaan interview harus didistribusikan sepanjang minggu untuk menjamin
tercakupnya semua jenis pengunjung.
2) Responden
Pemilihan responden secara random di tempat atau di lokasi tidaklah praktis. Oleh
karenanya petugas lapangan harus terlebih dahulu mendapat petunjuk pelaksanaan
pemilihan sampel untuk individu-individu yang mewakili pengunjung menurut menurut
kelasnya, seperti orang-orang bepergian dalam rangka bisnis, konvensi, olahraga, liburan,
pengunjung yang bermalam dan pengunjung harian. Survey harus dirancang sedemikian
rupa lengkap dengan pertanyaan-pertanyaan awal yang dapat menyeleksi mana yang
tergolong tamu perdatang dan mana yang domestic penduduk local.
Cara pemilihan sampel responden wisatawan yang akan meninggalkan Indonesia (bisa juga
diterapkan untuk daerah tujuan wisata yang bukan pintu gerbang masuk keluar dilakukan sebagai
berikut:
a) Pelaksanaan interview ditenteukan satu kali dalam dua hari, atau tiap kali diselang satu hari
istirahat. Misalnya pelaksanaan interview dijadwalkan pada hari-hari Senin, Rabu, Jumat,
Minggu, Selasa dan seterusnya (dilakukan selama tiga bulan, sehingga boleh dikatakan
sampel mewakili tiap hari dalam tiap bulan).
b) Responden harus mewakili semua penumpang dari semua perusahaan penerbangan yang akan
meninggalkan Indonesia. Untuk keperluan itu diperlukan daftar jadwal penerbangan berikut
nomor penerbangan ke semua jurusan. Sampel pesawat yang akan berangkat pada hari
tertentu ditentukan secara proposional sesuai dengan frekuensi penerbangan.
c) Pemilihan responden penumpang pesawat yang telah ditentukan dilakukan pada antrian
menjelang counter urusan imigrasi.
d) Responden yang dipilih merupakan orang yang ke-n, misalnya tiap kali orang yang ke-3 atau
ke-5, dan seterusnya, dalam antrian diberi kuesioner. Proses bisa bermacam-macam
tergantung pada situasi dan kondisi dilapangan.
e) Wawancara dilakukan di ruang tunggu.
DAFTAR PUSTAKA
Wiwoho, Ratna Pudjowati, Yulia Himawati, Pariwisata Citra Dan Manfaatnnya, Bina Rena
Pariwisata, Jakarta, 1990.
Gamal Suwantoro, Perencanaan Produk Wisata, Dinas Pariwisata, Yogyakarta, 1994.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 66
H. Kodhyat, Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia, PT. Gramedia
Widiasa.
Lijphart A. Tourism Traffic And Integration Potential, Journal of Common Market Studies,
2 (Februari) 1964, 251262.
Linberg, K. And Hawkens. D.E, The Ecotourism Society, North Bennington, USA, 1993.
Oka A Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, Angkasa Offset Bandung, 1992.
Ramaini, Geografi Pariwisata, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta 1992.
Richer, LK, The Polities of Tourism In ASIA, The University of Hawaii Press, Honolulu,
Hawaii, 1989.
Susetyo Prabowohadi, Teknik Memandu Wisata, Ria, Yogyakarta, 1983.
Bahan Baku Penyuluhan Sadar Wisata, Direktorat Jendral Pariwisata, Jakarta, 1990.
Bahan Pelatihan Manajemen Kepariwisataan, Sekolah Tingii Pariwisata, Bali, 1995.
Bahan Pelatihan Pembangunan Pariwisata Daerah Terpadu, Sekolah Tinggi Pariwisata,
Bandung, 1996.
Kebijaksanaan Pariwisata Nasional, Direktorat Jendral Pariwisata, Jakarta, 1996.
Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 1997.
Undang-undang No. 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan, Direktorat Jendral Pariwisata,
Jakarta, 1994.
Modul: Introduction To Tourism – Fakultas Bahasa dan Budaya – UNTAG Semarang, by. Yusac L. Diyono, M.Pd Page 67