You are on page 1of 28

Nama : TIARA JANNATI DEWI

NIM : 04011181621009
Kelas : BETA 2016
Kelompok : B3

LEARNING ISSUES SKENARIO B BLOK 15 TAHUN 2018

Anatomi dan histologi hepatobiliary


a. Hepar
b. Duktus biliary
c. Gall Bladder
d. Pancreas

Sirosis Hepatis
a. definisi
b. etiologi
c. epidemiologi
d. faktor risiko
e. patogenesis
f. patofisiologi
g. klasifikasi
h. manifestasi klinis
i. tatalaksana
j. edukasi dan pencegahan
k. Komplikasi
l. prognosis
m. SKDI
Pemeriksaan Spesifik

SISTEM HEPATOBILIER

Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira
dkk., 2007). Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga (Sloane, 2004).

Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah
diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma
dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri
untuk mencapai hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006).

Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae
hepaticae. Dalam ruangan antara lobuluslobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang
arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias hepatis). Darah
arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis
(Sloane, 2004).
Fisiologi Hati

Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:

a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam jumlah besar,
mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak
senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.

b. Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain: mengoksidasi asam lemak untuk
menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan
lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam
asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam amino.

d. Lain-lain

Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat
menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah
dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

Gambar 3. Gambaran makroskopik hati manusia dari anterior (Putz & Pabst, 2007).

Histologi Hati

Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel makrofag yang disebut sebagai
sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati
dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari
tepian lobulus ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan
busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati

(Junquiera et al., 2007).

Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar, diameternya tidak teratur, dilapisi sel
endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas)
dengan inti pipih gelap, sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau
liposit hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler
serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatik,
membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung
(Eroschenko, 2010; Junqueira et al., 2007).

Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari vena
portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis.
Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias portal. Struktur yang paling besar adalah
venula portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan
dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga adalah
duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan juga limfatik
(Junqueira et al., 2007).

Gambar 4. Lobulus hepatik (Gartner, 2003).

Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus hepatik. Asinus hepatik
berbentuk seperti buah berry, terletak di traktus portal. Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih venula
hepatic terminal, dimana darah mengalir dari traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut.
Asinus ini terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal sehingga
paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan zona 3 terletak paling jauh dan hanya
menerima sedikit oksigen. Zona 2 atau zona intermediet berada diantara zona 1 dan 3. Zona 3 ini
paling mudah terkena jejas iskemik (Junqueira et al., 2007).
Gambar 5. Gambaran mikroskopik dengan perbesaran 30x hati manusia (Eroschenko, 2010).

Histopatologi Hati
Jejas sel dalam hati dapat bersifat reversibel atau ireversibel (Chandrasoma

& Taylor, 2005).

1. Jejas reversible
a. Pembengkakan Sel

Pembengkakan merupakan manifestasi pertama yang ada hampir pada semua bentuk jejas sel, sebagai
akibat pergeseran air ekstraseluler ke dalam sel, akibat gangguan pengaturan ion dan volume karena
kehilangan ATP (Chandrasoma & Taylor, 2005).

2
Gambar 6. Pembengkakan sel disertai vakuolisasi; Ket.: 1. Sel yang MengalamiVakuolisasi; 2. Inti Sel Menggeser ke Tepi
(Robbins dkk., 2007).

Bila air berlanjut tertimbun dalam sel, vakuol-vakuol kecil jernih tampak dalam sitoplasma yang
diduga merupakan retikulum endoplasma yang melebar dan menonjol keluar atau segmen
pecahannya. Gambaran jejas nonletal ini kadang-kadang disebut degenerasi hidropik atau degenerasi
vakuol. Selanjutnya hepatosit yang membengkak juga akan tampak edematosa (degenerasi balon)
dengan sitoplasma ireguler bergumpal dan rongga-rongga jernih yang lebar (Robbins et al., 2007).

b. Perlemakan Hati

Perlemakan hati merupakan akumulasi trigliserida dalam sel-sel parenkim hati. Akumulasi timbul
pada keadaan berikut:

1. Peningkatan mobilisasi lemak jaringan yang menyebabkan peningkatan jumlah asam lemak yang

sampai ke hati;

2. Peningkatan kecepatan konversi dari asam lemak menjadi trigliserida di dalam hati karena aktivitas

enzim yang terlibat meningkat;

3. Penurunan oksidasi trigliserida menjadi asetil-koA dan penurunan bahan keton;

4. Penurunan sintesis protein akseptor lipid (Chandrasoma & Taylor,

2005).

2. Jejas Ireversibel
a. Nekrosis

Nekrosis sel dapat terjadi langsung atau dapat mengikuti degenerasi sel (jejas reversibel). Gambaran
mikroskopik dari nekrosis dapat berupa gambaran piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Berdasarkan
lokasinya nekrosis terbagi menjadi tiga yaitu nekrosis fokal, nekrosis zona, nekrosis submasif.
Nekrosis sel hati fokal adalah nekrosis yang terjadi secara acak pada satu sel atau sekelompok kecil
sel pada seluruh daerah lobulus-lobulus hati. Nekrosis ini dikenali pada biopsi melalui badan
asidofilik (councilman) yang merupakan sel hati nekrotik dengan inti piknotik atau lisis dan
sitoplasma terkoagulasi berwarna merah muda. Selain itu dapat dikenali juga pada daerah lisis sel hati
yang dikelilingi oleh kumpulan sel kupffer dan sel radang. Nekrosis zona sel hati adalah nekrosis sel
hati yang terjadi pada regio-regio yang identik disemua lobulus hati, sedangkan nekrosis submasif
merupakan nekrosis sel hati yang meluas melewati batas lobulus, sering menjembatani daerah portal
dengan vena sentralis (bridging necrosis).
(Chandrasoma & Taylor, 2005).

b. Fibrosis
Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang merupakan respon dari cedera akut atau
kronik pada hati. Pada tahap awal, fibrosis mungkin terbentuk di dalam atau di sekitar saluran porta
atau vena sentralis atau mungkin mengendap langsung didalam sinusoid. Hal ini merupakan reaksi
penyembuhan terhadap cedera.Cedera pada hepatosit akan mengakibatkan pelepasan sitokin dan
faktor solubel lainnya oleh sel kupffer serta sel tipe lainnya pada hati. Faktor-faktor ini akan
mengaktivasi sel stelat yang akan mensintesis sejumlah besar komponen matriks
ekstraseluler (Robbins et al., 2007).

c. Sirosis

Berlanjutnya fibrosis dan cedera parenkim menyebabkan hepar terbagi-bagi menjadi nodus hepatosit
yang mengalami regenerasi dan dikelilingi oleh jaringan parut. Jaringan parut ini disebut sirosis
(Robbins dkk., 2007).

Sirosis Hati
Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai penyakit hati.
Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) memberi batasan histologi SH
sebagai proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati
normal menjadi bentuk abnormal. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebih
matriks ekstrasellular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati (Franchis
R.2005).

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada
payah jantung, obstruksi saluran empedu juga pembentukan nodul saja seperti sindroma
Felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.

Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
perubahan jaringan ikat dan nodul tersebut.

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan disorganisassi difus dari struktur hati yang
normal menjadi nodul regeneratif dan dikelilingi jaringan yang mengalami
fibrosis.Sirosis terjadi ketika hati mengalami kerusakan secara permanen akibat kondisi
kronis atau proses infeksi. Hati yang mengalami sirosis ini akan mengganggu sirkulasi
darah intrahepatik dan pada kasus yang lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap. Nodul-nodul yang terbentuk pada sirosis dapat berukuran kecil (mikronodular)
atau besar (makronodular).

Sirosis hati merupakan keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir


fibrosis hepatik yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif.

ETIOLOGI
Sirosis pascanekrosis adalah suatu istilah morfologik yang mengacu kepada
stadium tertentu cedera hati kronik tahap lanjut oleh sebab spesifik dan kriptogenik.
Bukti epidemiologi dan serologi mengisyaratkan bahwa hepatitis virus (hep. B dan C)
mungkin merupakan faktor pendahulu. Penyebab sirosis hati lainnya antara lain :
alkohol, infeksi Bruselosis, skistomiasis, toksoplasmosis, defisiensi α 1 antitripsin,
sindroma fanconi, galaktosemia, penyakit Gaucher, hemokromatosis, penyakit Wilson,
obat-obatan dan toksin : arsenikal, isoniazid, metotreksat, metildopa, kontrasepsi oral,
juga penyebab lain berupa penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, sarkoidosis.

Penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis


sebesar 40-50%. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya
kecil sekali karena belum ada datanya.Etilogi dari sirosis hati disajikan pada table 1
berikut ini:
Tabe 2.1 Etiologi Sirosis Hepatis
Penyakit Infeksi
Bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis dan hepatitis virus
Penyakit keturunan dan metabolic
Defisiensi ά1-antitripsin, sindrom fanconi, galaktosemia, penyakit gaucher,
hemokromatosis, penyakit simpanan glikogen, intoleransi fluktosa herediter dan penyakit
Wilson
Obat dan toksin
Alkohol, amiodaron, arsenic, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik,
sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosis primer
Penyebab lain
Penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, sarkoidosis dan pintas jejunoileal

Hati merupakan organ intestinal paling besar dalam tubuh manusia. Beratnya rata-rata 1,2–1,8 kg
atau kira-kira 2,5% berat badan orang dewasa. Di dalamnya terjadi pengaturan metabolisme
tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks dan juga proses-proses penting lainnya bagi
kehidupan, seperti penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan
metabolisme kolesterol dan detoksifikasi racun atau obat yang masuk dalam tubuh.

Gangguan fungsi hati seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit hati tertentu. Beberapa
pendapat membedakan penyakit hati menjadi penyakit hati akut atau kronis. Dikatakan akut
apabila kelainan-kelainan yang terjadi berlangsung sampai dengan 6 bulan, sedangkan penyakit
hati kronis berarti gangguan yang terjadi sudah berlangsung lebih dari 6 bulan. Ada satu bentuk
penyakit hati akut yang fatal, yakni kegagalan hati fulminan, yang berarti perkembangan mulai
dari timbulnya penyakit hati hingga kegagalan hati yang berakibat kematian (fatal) terjadi dalam
kurang dari 4 minggu.

Beberapa penyebab penyakit hati antara lain:


1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa, hubungan seksual atau darah
(parenteral).
2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.
3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.
4. Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun, yang ditimbulkan karena adanya perlawanan
sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi
perlawanan terhadap sel-sel hati yang berakibat timbulnya peradangan kronis.
5. Kanker, seperti Hepatocellular Carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik antara
lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat plastik), virus, dan lain-lain. Hepatitis B dan C
maupun sirosis hati juga dapat berkembang menjadi kanker hati.

Epidemiologi
Berdasarkan World Health Organization (WHO), sirosis hati merupakan penyebab kematian
kedelapan belas di dunia dengan prevalensi 1,3%, sementara itu di Indonesia angka kematian akibat
sirosis hepatis masih tinggi yaitu sekitar 13,9%.4 Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatik.

Di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. hepatitis B (30-40%), virus hepatitis
C (30-40%), dan penyebab yang tidak diketahui (10-20%).

Penelitian Patasik et al (2015) di RSUP Prof. Dr. D. Kandou Manado dari Agustus
2012−Agustus 2014, mendapatkan bahwa pasien sirosis hepatis terbanyak adalah laki-laki
(62,7%) dengan rentang usia terbanyak 50-59 tahun (31,4%), penyebab sirosis hepatis
terbanyak adalah hepatitis B (13,7%) dan komplikasi terbanyak varises esophagus (23,5%).

Distribusi frekuensi pasien sirosis hepatis berdasarkan usia dan jenis kelamin

Usia f %
< 31 tahun 13 4,3
31 - 40 tahun 35 11,5
41 - 50 tahun 78 25,7
51 - 60 tahun 107 35,2
61 - 70 tahun 42 13,8
> 70 tahun 29 9,5
Jenis Kelamin
Laki-laki 200 65,8
Perempuan 104 34,2

Tabel 1 memperlihatkan bahwa penderita sirosis hepatis terbanyak terdapat pada kelompok
usia 51-60 tahun, yaitu sebanyak 107 orang (35,2%) dan jenis kelamin terbanyak pada pasien
sirosis hepatis adalah laki-laki dengan jumlah 200 orang (65,8%) serta perbandingan laki-laki
dan perempuan 1,9 : 1.

Distribusi frekuensi pasien sirosis hepatis bedasarkan tingkat pendidikan dan pekerjaan

Tingkat pendidikan f %
Pendidikan dasar 154 50,7
Pendidikan menengah 126 41,4
Pendidikan tinggi 24 7,9
Total
Pekerjaan 304 100

Pegawai 51 16,8
Wiraswasta 41 13,8
Petani/Nelayan/Buruh 65 21,4
Lainnya 37 12,2

Tidak bekerja

Tabel 2 memperlihatkan tingkat pendidikan pada pasien sirosis hepatis yang terbanyak adalah
pendidikan dasar yaitu sebanyak 154 orang (50,7%) dan pekerjaan terbanyak adalah pasien
yang tidak bekerja yaitu 109 orang (35,8%).

Faktor resiko
Meliputi : tempat tempat penitipan/perawatan bayi atau batita, institusi untuk developmentally
disadvantage, bepergian ke negara berkembang, perilaku seks oral-anal, pemakaian jarum
bersama pada IDU (injecting drug user).

Sirosis Hepatis berdasar faktor resiko, meliputi :


1).Konsumsi alkohol
2).Konsumsi jamu ataupun obat-obatan

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain :

a. Faktor Kekurangan Nutrisi


Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang
penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis
sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan
terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati
yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh
kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.

b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi
setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita
dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih
banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut
ialah alkohol.

d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai
sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna
coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi
bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
- Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit
hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik.
Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus, sedangkan
hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini
kelompok virus yang bukan B atau C.

PATOGENESIS
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan
nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jarigan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda,
gambaran histologis sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum
penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dari sirosis pada sel duktules, sinusoid
retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif Jaringan kolagen berubah dari reversibel
menjadi ireversibel bila telah tertbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan
parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis
daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis
aktif. Septa aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut :
Tipe I : lokasi daerah sentral.
Tipe II : sinusoid.
Tipe III : jaringan retikulin.
Tipe IV : membran basal.
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada sirosis,
pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat
merupakan faktor perangsang.

Penyalahgunaan alkohol dengan kejadian sirosis hati sangat erat hubungannya. Etanol merupakan
hepatotoksin yang mengarah pada perkembangan fatty liver, hepatitis alkoholik dan pada akhirnya
dapat menimbulkan sirosis. Patogenesis yang terjadi mungkin berbeda tergantung pada penyebab
dari penyakit hati. Secara umum, ada peradangan kronis baik karena racun (alkohol dan obat),
infeksi (virus hepatitis, parasit), autoimun (hepatitis kronis aktif, sirosis bilier primer), atau
obstruksi bilier (batu saluran empedu), kemudian akan berkembang menjadi fibrosis difus dan
sirosis.

PATOFISIOLOGI
Hipertensi vena poerta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah dari usus dan
limpa. Jadi peningkatan didalam tekanan vena porta menyebabkan :
1. Aliran balik meningkat pada tekanan resistan dan pelebaran vena esofagus, umbilicus,dan
vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises.
2. Asites (akibat pergeseran hidrostastik atau osmotic mengarah pada akumulasi cairan
didalam peritoneum)
3. Bersihan sampah metabolic protein tidak tuntas dengan akibat meningkatnya ammonia,
selanjutnya mengarah kepada ensefalopati hepatikum.
Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan alkohol biasanya
mengakibatkan kematian dari ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negative), peritonitis
(bakteri), hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta (Black & Hawks, 2014).

Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah yang berasal dari
vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri hepatika dan vena porta.
Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri dari cabang vena porta, arteri hepatika, dan
saluran empedu. Kemudian masuk ke dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah yang sudah difilter
masuk ke dalam vena sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena
cava inferior.
Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah normal menuju
lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi varises dan asites.
Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan berkurangnya fungsi
metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan
koagulopati.
Penyebab paling umum penyakit sirosis adalah kebiasaan meminum alkohol dan infeksi virus
hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu banyak alkohol dapat merusak
sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati
yang dapat mengakibatkan sirosis. Berdasarkan penelitian, 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis
dapat berkembang menjadi sirosis.
Klasifikasi Penyakit Hati
Penyakit hati dibedakan menjadi berbagai jenis, berikut beberapa macam penyakit hati yang sering
ditemukan, yaitu:

1. Hepatitis
Istilah "hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati. Penyebabnya dapat berbagai
macam, mulai dari virus sampai dengan obatobatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis terdiri
dari beberapa jenis : hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Hepatitis A, B dan C adalah yang paling
banyak ditemukan. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (hepatitis A), kronik
(hepatitis B dan C) ataupun kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B dan C).

Tabel 1 memperlihatkan perbandingan virus hepatitis A, B, C, D, dan E.

Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis Hepatitis D Hepatitis E


C

1.Inkubasi 2-4 minggu 1-6 bulan 2 minggu – 3 minggu – 3 3-6 minggu


6 bulan
bulan

2.Penularan - Fekal-oral - Darah - Darah - Fekal-oral


-Jarang terjadi - Seksual -Sporadik - Seksual -Kontaminasi
melalui - Perinatal -Seksual : makanan
darah/seks sering pada
penderita
yang
bergantigan
ti pasangan
- Perinatal :
- Militer
tak
- Penitipan
-Pecandu obat ada -Pecandu obat - - Pelancong
anak
3.Kelompok -Homoseksual laporan Penderita daerah
berisiko -Tenaga hepatitis B endemik
Kesehatan -Pecandu
-Resipien darah obat
IgM Anti HAV -Tenaga
IgM Anti-HBc Kesehatan
HBs Ag -Resipien IgM Anti- HDV Klinis
4.Diagnosis darah
akut

Anti-HBc total
Klinis HDV Ag
5.Diagnosis

HCV Ab
kroni HBs Ag

Tabel 1. Perbandingan Virus Hepatitis

a) Hepatitis A
Termasuk klasifikasi virus dengan transmisi secara enterik. Tidak memiliki selubung dan tahan
terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan didalam tinja. Berbentuk kubus simetrik dengan
diameter 27–28 nm, untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb; termasuk
picornavirus, subklasifikasi hepatovirus. Menginfeksi dan berreplikasi pada primata nonmanusia dan
galur sel manusia.

Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang
dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan
hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Penderita hepatitis A akan
menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A
tidak akan berlanjut menjadi kronik.

Masa inkubasi 15–50 hari, (rata-rata 30 hari). Tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang
tinggi terdapat di negara-negara berkembang. Penularan terjadi melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi tinja penderita hepatitis A, misalnya makan buah-buahan atau sayur yang tidak
dikelola / dimasak sempurna, makan kerang setengah matang, minum es batu yang prosesnya
terkontaminasi. Faktor risiko lain, meliputi : tempattempat penitipan/perawatan bayi atau batita,
institusi untuk developmentally disadvantage, bepergian ke negara berkembang, perilaku seks oral-
anal, pemakaian jarum bersama pada IDU (injecting drug user).

Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A yang memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan
pertama. Untuk kekebalan yang lebih panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali.

b) Hepatitis B
Manifestasi infeksi Hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati. Virus hepatitis B termasuk yang
paling sering ditemui. Distribusinya tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi karier di USA <1%,
sedangkan di Asia 5– 15%. Masa inkubasi berkisar 15–180 hari, (rata-rata 60–90 hari). Viremia
berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut.

Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi
sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan.

Sebanyak 1–5% penderita dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis
kronik dan viremia yang persisten. Orang tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B
dan bisa menjadi sumber penularan. Penularannya melalui darah atau transmisi seksual. Dapat terjadi
lewat jarum suntik, pisau, tato, tindik, akupunktur atau penggunaan sikat gigi bersama yang
terkontaminasi, transfusi darah, penderita hemodialisis dan gigitan manusia. Hepatitis B sangat
berisiko bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.

Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah, kadangkadang timbul gejala flu,
faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu makan, mata dan kulit kuning yang didahului dengan urin
berwarna gelap. Gatalgatal di kulit, biasanya ringan dan sementara. Jarang ditemukan demam.
Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan imunisasi hepatitis B terhadap bayi yang baru
lahir, menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi, hindari penyalahgunaan obat dan
pemakaian bersama jarum suntik. Menghindari pemakaian bersama sikat gigi atau alat cukur, dan
memastikan alat suci hama bila ingin bertato melubangi telinga atau tusuk jarum.

c) Hepatitis C
Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang selama puluhan tahun
dan perlahan-lahan tapi pasti merusak organ hati. Penyakit ini sekarang muncul sebagai salah satu
masalah pemeliharaan kesehatan utama di Amerika Serikat, baik dalam segi mortalitas, maupun segi
finansial.

Biasanya orang-orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya mengidap
penyakit ini, karena memang tidak ada gejalagejala khusus. Beberapa orang berpikir bahwa mereka
hanya terserang flu. Gejala yang biasa dirasakan antara lain demam, rasa lelah, muntah, sakit kepala,
sakit perut atau hilangnya selera makan.

d) Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yakni virus RNA yang tidak
lengkap, memerlukan keberadaan virus hepatitis B untuk ekspresi dan patogenisitasnya, tetapi tidak
untuk replikasinya. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala
penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau sangat
progresif.

e) Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit ini
akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga,
dapat mematikan.

Penularan hepatitis E melalui air yang terkontaminasi feces.

f) Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan
penyakit hepatitis yang terpisah.

g) Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak
menyebabkan hepatitis fulminan atau hepatitis kronik.

Penularan melalui transfusi darah dan jarum suntik.

2. Sirosis Hati
Setelah terjadi peradangan dan bengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekas luka
atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis" yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya.
Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk dan mulai menyatu, dalam tahap
selanjutnya disebut "sirosis". Pada sirosis, area hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi
sikatriks. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak dan hati mulai
menciut, serta menjadi keras.

Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan, alkohol, perlemakan hati
atau penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu.

Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi
seperti muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning serta koma hepatikum.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya sirosis hati adalah pemeriksaan enzim SGOT-
SGPT, waktu protrombin dan protein (Albumin–Globulin) Elektroforesis (rasio Albumin-Globulin
terbalik).

3. Kanker Hati
Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC merupakan
komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis
B, C dan hemochromatosis. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi terjadinya kanker hati
adalah AFP dan PIVKA II.

4. Perlemakan Hati
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari berat hati atau mengenai lebih dari
separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati
dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol berlebih, disebut ASH
(Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol, disebut NASH (Non Alcoholic
Steatohepatitis). Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus perlemakan hati adalah terhadap enzim
SGOT, SGPT dan Alkali Fosfatase.
5. Kolestasis dan Jaundice
Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan produksi dan/atau pengeluaran empedu. Lamanya
menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh
usus, juga adanya penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolesterol di hati.

Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit,
membran mukosa dan bola mata (pada lapisan sklera) disebut jaundice. Pada keadaan ini kulit
penderita terlihat kuning, warna urin menjadi lebih gelap, sedangkan feses lebih terang. Biasanya
gejala tersebut timbul bila kadar bilirubin total dalam darah melebihi 3 mg/dl. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk kolestasis dan jaundice yaitu terhadap Alkali Fosfatase, Gamma GT, Bilirubin Total
dan

Bilirubin Direk.

6. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya pengendapan
besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini bersifat genetik atau keturunan. Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi terjadinya hemochromatosis adalah pemeriksaan terhadap Transferin
dan Ferritin.

7. Abses Hati
Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi ini disebabkan karena bakteri
berkembang biak dengan cepat, menimbulkan gejala demam dan menggigil. Abses yang diakibatkan
karena amubiasis prosesnya berkembang lebih lambat. Abses hati, khususnya yang disebabkan
karena bakteri, sering kali berakibat fatal.

MANIFESTASI KLINIS
• Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati
ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan sirosis
hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik
aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi.

• Fase kompensasi sempurna.


Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan samar-samar tidak khas
seperti pasien merasa tidak fit, merasa kurang kemampuan kerja, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, kadang mencret atau konstipasi, berat badan menurun, kelemahan
otot dan perasaan cepat lelah akibat deplesi protein. Keluhan dan gejala tersebut tidak banyak
bedanya dengan pasien hepatitis kronik aktif tanpa sirosis hati dan tergantung pada luasnya
kerusakan parenkim hati.

• Fase dekompensasi.
Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan
pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris,
spider naevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan
air kemih berrwarna teh pekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut atau
transformasi kearah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau
terbentuknya thrombus saluran empedu intrahepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan
pembekuan darah seperti epistaksis, perdarahan gusi, gangguan siklus haid, atau siklus haid
berhenti. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis dan melena, atau melena saja akibat
perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh kedalam
renjatan. Pada kasus lain sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati hepatik
sampai koma hepatik. Ensefalopati bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau
akibat perdarahan varises esofagus.

1. Keluhan pasien
Biasanya pasien mengeluh pruritis, urin berwarna gelap, ukuran lingkar pinggang meningkat,
turunnya selera makan dan turunnya berat badan, ikterus (kuning pada kulit dan mata) muncul
belakangan
2. Tanda Klasik:
Tanda klasik yang sering dijumpai antara lain : telapak tangan merah, pelebaran pembuluh darah,
ginekomastia bukan tanda yang spesifik, peningkatan waktu yang protombin adalah tanda yang
lebih khas, ensefalopi hepatis dengan hepatis fulminan akut dapat terjadi dalam waktu singkat dan
pasien akan merasa mengantuk, delirium, kejang, dan koma dalam waktu 24 jam, onset enselopati
hepatis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah (Elin, 2009 dikutip oleh Nurarif &
Kusuma, 2015).

Manifestasi klinis dari sirosis hati diantaranya adalah hipertensi portal, GI (Gastro Intestinal)
bleeding, asites, Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP), hepatorenal syndrome, dan ensefalophaty
hepatic.

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan sirosis hepatis adalah:
• Mencegah kerusakan hati lebih lanjut
• Mengobati komplikasi sirosis
• Mencegah kanker hati atau deteksi sedini mungkin dan transplantasi
Mencegah kerusakan hati dengan diet seimbang dan konsumsi multi vitamin, hindari obat-obat
yang merusak hati serta berhenti mengkonsumsi alkohol.Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untuk mengurangi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, bahan-bahan yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. sedangkan pengobatan untuk pasien sirosis dekompensata meliputi
penatalaksanan untuk asites, ensefalopati hepatis dan perdarahan saluran cerna akibat pecah
varises esofagus.

Tatalaksana komplikasi sirosis hepatis


1. Asites dan edema
• Tirah baring
• Diet rendah garam (2 gram per hari)
• Cairan satu liter per hari.
• Diuretik
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg 1x/hari. Respons diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan adanya edema kaki. Jika pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
• Parasentesis
Dilakukan bila tidak berhasil dengan diuretik. Bila asites sangat besar sehingga menimbulkan
distensi abdomen dan atau kesulitan bernapas karena keterbatasan gerakan diafragma, para
sintesis dapat dilakukan dalam jumlah besar lebih dari 5 liter.11Pengeluaran asites bisa hingga 4-6
L dan dilindungi dengan pemberian albumin.
• Transjugular intravenous portosystemic shunting (TIPS)
• Transplantasi hati
2. Varises esofagus
• Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol).
• Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan
dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
• Transjugular intravenous portosystemic shunting (TIPS)

3. Ensefalopati hepatik
• Diet rendah protein sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari
• Laktulosa oral untuk membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
• Antibiotik oral seperti neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
amonia.

4. Peritonitis bakterial spontan


• Diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau aminoglikosida.
• Parasentesis
Pencegahan dan deteksi dini kanker hati dilakukan dengan skrining minimal setahun atau setiap 6
bulan dengan USG hati dan pemeriksaan AFP.

EDUKASI & PENCEGAHAN


Pengendalian atau penanggulangan penyakit hati yang terbaik adalah dengan terapi pencegahan
agar tidak terjadi penularan maupun infeksi. Terapi penyakit hati dapat berupa :
a. Terapi tanpa obat
b. Terapi dengan obat
c. Terapi dengan vaksinasi
d. Terapi transplantasi hati

a. Terapi tanpa obat


Terapi tanpa obat bagi penderita penyakit hati adalah dengan diet seimbang, jumlah kalori yang
dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan, dan aktivitas. Pada keadaan tertentu,
diperlukan diet rendah protein, banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai
kemampuan untuk mencegah sembelit, menjalankan pola hidup yang teratur dan berkonsultasi
dengan petugas kesehatan. Tujuan terapi diet pada pasien penderita penyakit hati adalah
menghindari kerusakan hati yang permanen; meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan hati
dengan keluarnya protein yang memadai; memperhatikan simpanan nutrisi dalam tubuh;
mengurangi gejala ketidaknyamanan yang diakibatkan penyakit ini; dan pada penderita sirosis
hati, mencegah komplikasi asites, varises esofagus dan ensefalopati hepatik yang berlanjut ke
komplikasi hepatik hebat. Diet yang seimbang sangatlah penting. Kalori berlebih dalam bentuk
karbohidrat dapat menambah disfungsi hati dan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak pada
hati.
Jumlah kalori dari lemak seharusnya tidak lebih dari 30% jumlah kalori secara keseluruhan karena
dapat membahayakan sistem kardiovaskular. Selain diet yang seimbang, terapi tanpa obat ini
harus disertai dengan terapi non farmakologi lainnya seperti segera beristirahat bila merasa lelah
dan menghindari minuman beralkohol.

b. Terapi dengan obat


Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara lain dengan
menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang digunakan antara lain adalah aminoglikosida,
antiamuba, antimalaria, antivirus, diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan
multivitamin dengan mineral. Aminoglikosida
Antibiotik digunakan pada kasus abses hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Preparat ini
diberikan tiga kali sehari secara teratur selama tidak lebih dari tujuh hari, atau sesuai anjuran
dokter. Gagal pengobatan maka efeknya berkembang ke arah resistensi bakteri terhadap preparat
tersebut. Antibiotik kombinasi biasanya digunakan untuk mencegah ketidakaktifan obat yang
disebabkan enzim yang dihasilkan bakteri. Obat tersebut biasanya mempunyai derajat keaktifan
antibakterial, tapi umumnya digunakan untuk melawan degradasi dari enzim tersebut. Antiamuba
Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline, diloxanide furoate, emetine,
etofamide, metronidazole, secnidazole, teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang
digunakan untuk amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses hati karena amuba
dapat diminimalkan. Antimalaria
Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk mengobati amubiasis. Obat ini
mencegah perkembangan abses hati yang disebabkan oleh amuba. Antivirus
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita hepatitis B. Virus hepatitis B
membawa informasi genetik DNA. Obat ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi
kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine merupakan analog nukleosida
deoxycytidine dan bekerja dengan menghambat pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan
dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi negatif pada hampir semua
pasien yang diobati dalam waktu 1 bulan. Lamivudine akan meningkatkan angka serokonversi
HBeAg, mempertahankan fungsi hati yang optimal, dan menekan terjadinya proses nekrosis-
inflamasi. Lamivudine juga mengurangi kemungkinan terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya kanker hati. Profil keamanan lamivudine sangat memuaskan,
dimana profil keamanannya sebanding dengan plasebo. Lamivudine diberikan per oral sekali
sehari, sehingga memudahkan pasien dalam penggunaannya dan meningkatkan keteraturan
pengobatan. Oleh karenanya penggunaan lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien
dengan hepatitis B kronis aktif.

Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis
di Indonesia. ARV yang tersedia gratis adalah Duviral (Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral
(Nevirapine). Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat terbatas.
Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk penderita yang sedang mendapat
pengobatan Interferon dan Ribavirin, karena beratnya efek samping terhadap gangguan faal hati.

Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau bila digunakan bersama Ribavirin
(untuk pengobatan hepatitis C), karena masing-masing memudahkan timbulnya anemia. Anemia
bisa diantisipasi dengan pemberian eritropoetin atau transfusi darah. Neviral dapat mengganggu
faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan leukosit serta tes faal hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan
lain-lain) harus dipantau ketat.
Menurut tim ahli Amerika (DHHS April 2005), Nevirapine walaupun dapat menimbulkan
gangguan faal hati, boleh digunakan pada penderita dengan koinfeksi hepatitis C, dengan
pemantauan yang seksama.
Konsensus Paris 2005 menganjurkan pemberian Pegylated InterferonRibavirin selama 48 minggu.

Koinfeksi dengan hepatitis C memerlukan penatalaksanaan yang lebih khusus dan komprehensif.
Jenis kombinasi ARV juga perlu dipantau lebih ketat terhadap gangguan faal hati, anemia dan
leukopenia. Peginterferon dan Ribavirin dalam kombinasi dengan Interferon selain bermanfaat
mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D. Ada juga obat-obatan yang merupakan kombinasi
imunologi dan antivirus yang tampaknya dapat menekan kadar virus hepatitis C dalam darah
secara lebih efektif dari pada terapi ulang dengan interferon saja.

Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat digunakan pada terapi hepatitis B
kronik sebagai monoterapi atau terapi kombinasi dengan interferon.

Diuretik
Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu mengatasi edema yang menyertai
sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan
keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena menyebabkan ekskresi elektrolit.
Obat diuretik lain yang digunakan dalam pengobatan penyakit hati selain Spironolactone adalah
Furosemide yang efektif untuk pasien yang gagal memberikan tanggapan terhadap
Spironolactone. Obat lain seperti Thiazide atau Metolazone dapat bermanfaat pada keadaan
tertentu.

Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector.


Golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis
dan kondisi lain. Kolagogum misalnya calcium pantothenate, L-ornithine-L-aspartate, lactulose,
metadoxine, phosphatidyl choline, silymarin dan ursodeoxycholic acid dapat digunakan pada
kelainan yang disebabkan karena kongesti atau insufisiensi empedu, misalnya konstipasi biliari
yang keras, ikterus dan hepatitis ringan, dengan menstimulasi aliran empedu dari hati. Namun
demikian, jangan gunakan obat ini pada kasus hepatitis viral akut atau kelainan hati yang sangat
toksik.

Multivitamin dengan mineral


Golongan ini digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya.
Biasanya penyakit hati menimbulkan gejalagejala seperti lemah, malaise, dan lain-lain, sehingga
pasien memerlukan suplemen vitamin dan mineral. Hati memainkan peranan penting dalam
beberapa langkah metabolisme vitamin. Vitamin terdiri dari vitaminvitamin yang larut dalam
lemak (fat-soluble) seperti vitamin A, D, E dan K atau yang larut dalam air (water-soluble) seperti
vitamin C dan Bkompleks.

Kekurangan vitamin-vitamin yang larut dalam air dapat terjadi pada pasien dengan penyakit hati
tahap lanjut, tetapi hal ini biasanya terjadi karena masukan makanan dan gizi yang kurang atau
tidak layak. Penyimpanan vitamin B12 biasanya jauh melebihi kebutuhan tubuh; defisiensi jarang
terjadi karena penyakit hati atau gagal hati. Tetapi, ketika masukan gizi makanan menurun,
biasanya tubuh juga kekurangan tiamin dan folat. Biasanya suplemen oral cukup untuk
mengembalikan tiamin dan folat ke level normal.

Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak tidak hanya membutuhkan asupan gizi makanan yang
cukup tetapi juga pencernaan yang baik serta penyerapan yang baik oleh tubuh. Oleh sebab itu,
produksi bilirubin dalam jumlah normal sangat penting. Bilirubin di dalam saluran cerna atau usus
dibutuhkan untuk penyerapan vitamin-vitamin larut lemak ke dalam tubuh. Bilirubin bekerja
sebagai deterjen, memecah-mecah dan melarutkan vitamin-vitamin ini agar mereka dapat diserap
tubuh dengan baik. Jika produksi bilirubin buruk, suplemen oral vitamin-vitamin A, D, E, K
mungkin tidak akan cukup untuk mengembalikan level vitamin ke level normal. Penggunaan
larutan serupa deterjen dari vitamin E cair meningkatkan penyerapan vitamin E pada pasien
dengan penyakit hati tahap lanjut. Larutan yang sama juga dapat memperbaiki penyerapan
vitamin A, D, dan K jika vitamin K diminum secara bersamaan dengan vitamin E.

Asupan vitamin A dalam jumlah cukup dapat membantu mencegah penumpukan jaringan sel yang
mengeras, yang merupakan karakteristik penyakit hati. Tetapi penggunaan vitamin yang larut
lemak ini untuk jangka panjang dan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan pembengkakan
hati dan penyakit hati.

Vitamin E dapat mencegah kerusakan pada hati dan sirosis, menurut percobaan dengan memberi
suplemen vitamin E pada tikus dalam jumlah yang meningkatkan konsentrasi vitamin E hati.
Tikus-tikus itu kemudian diberi karbon tetraklorida untuk mengetes apakah perawatan dengan
vitamin E yang dilakukan sebelumnya dapat melindungi mereka baik dari kerusakan hati akut
atau kronis dan sirosis. Suplemen vitamin E meningkatkan kandungan vitamin dalam tiga bagian
hati dan mengurangi kerusakan oksidatif pada sel-sel hati, tetapi tidak memiliki dampak
perlindungan apapun pada infiltrasi lemak hati. Sirosis juga tampak dapat dicegah dalam
kelompok tikus yang diberi suplemen vitamin E. Tampaknya vitamin E memberi cukup
perlindungan terhadap nekrosis akibat karbon tetraklorida dan sirosis, mungkin dengan
mengurangi penyebaran proses oksidasi lipid dan mengurangi jangkauan kerusakan oksidatif hati.

c. Terapi dengan Vaksinasi


Interferon mempunyai sistem imun alamiah tubuh dan bertugas untuk melawan virus. Obat ini
bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu
mencegah berulangnya hepatitis B setelah transplantasi hati.

Interferon adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel-sel tertentu dan Tlimfosit selama infeksi
virus. Ada 3 tipe interferon manusia, yaitu interferon α, interferon β dan interferon γ; yang sejak
tahun 1985 telah diperoleh murni dengan jalan teknik rekombinan DNA. Pada proses ini,
sepotong DNA dari leukosit yang mengandung gen interferon, dimasukkan ke dalam plasmid
kuman E.coli. Dengan demikian, kuman ini mampu memperbanyak DNA tersebut dan mensintesa
interferon.

Ada juga vaksin HBV orisinil pada tahun 1982 yang berasal dari pembawa HBV, kini telah
digantikan dengan vaksin mutakhir hasil rekayasa genetika dari ragi rekombinan. Vaksin
mengandung partikelpartikel HBsAg yang tidak menular. Tiga injeksi serial akan menghasilkan
antibodi terhadap HBsAg pada 95% kasus yang divaksinasi, namun tidak memiliki efek terhadap
individu pembawa.

d. Terapi Transplantasi Hati


Transplantasi hati dewasa ini merupakan terapi yang diterima untuk kegagalan hati fulminan yang
tak dapat pulih dan untuk komplikasikomplikasi penyakit hati kronis tahap akhir. Penentuan saat
transplantasi hati sangat kompleks. Para pasien dengan kegagalan hati fulminan dipertimbangkan
untuk transplantasi bila terdapat tanda-tanda ensefalopati lanjut, koagulapati mencolok (waktu
prothrombin 20 menit) atau hipoglikemia. Pada pasien dengan penyakit hati kronis
dipertimbangkan untuk transplantasi bila terdapat komplikasi-komplikasi yang meliputi asites
refrakter, peritonitis bakterial spontan, ensefalopati, perdarahan varises atau gangguan parah pada
fungsi sintesis dengan koagulopati atau hipoalbuminemia.
Lebih dari 2000 transplantasi hati telah dilakukan sejak tahun 1963. Ada dua tipe utama
transplantasi:
ƒ Homotransplantasi auksilaris dimana sebuah hati ditransplantasikan di tempat lain dari
hati yang sudah ada dibiarkan tetap ditempatnya.
ƒ Transplantasi ortotopik dimana sebuah hati baru diletakkan pada tempat hati yang lama.
Yang terakhir ini lebih populer. Transplantasi hati yang berhasil merupakan usaha gabungan
medis dan bedah.

Masa bertahan hidup 1 tahun adalah 60-70% bagi orang dewasa dan 80% pada anak-anak.
Transplantasi untuk keganasan memiliki kemungkinan keberhasilan yang lebih buruk daripada
untuk penyakit jinak, karena kekambuhan penyakitnya. Transplantasi untuk gagal hati akut pada
mereka yang diperkirakan tidak memiliki kemungkinan untuk dapat bertahan hidup misalnya pada
gagal hati fulminan akibat hepatitis non A, non B, hepatitis halotan atau keracuran Paracetamol
yang disertai dengan koagulopati berat atau bilirubin >100 μmol/L, jika dilakukan sebelum
terjadinya edema serebral, memiliki prognosis yang baik.

EDUKASI
Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan,
mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini dilakukan dengan cara:
- Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup yang
harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam, tidak minum minuman beralkohol,
istirahat yang cukup).
- Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu
penggunaannya.
- Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan
memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering dijumpai pada SH diantaranya edema dan asites, spontaneus bacterial
peritonitis (SBP), hipertensi portal, perdarahan saluran cerna, encefalopati hepatikum, sindroma
hepatorenal, hipersplenisme dan kanker hati. (DeLeve et al. 2008). SHR dianggap komplikasi yang
paling berat dari sirosis hati, pasien dengan SHR tipe 1 dan tipe 2 masing-masing memiliki
kelangsungan hidup rata-rata hanya 1-3 minggu dan 6 bulan setelah timbulnya gagal ginjal (Arroyo
V, 2008).

v Kegagalan hati

v Hipertensi portal

v Asites

v Ensefalopati

v Peritonitis bacterial spontan.

v Sindrom hepatorenal.

v Transforrnasi kearah kanker hati primer.


PROGNOSIS

Prognosis tidak baik bila


• Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%
• Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar
• Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)
• Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus
• Hati mengecil
• Perdarahan akibat varises esofagus
• Komplikasi neurologis
• Kadar protrombin rendah
• Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg
• CHE rendah.

Pemeriksaan Spesifik
Specific condition :
Head : Palpebra conjunctiva was not pale, sclera was yellow (+/+)
Neck : JVP 5-2 cmH2O, lymph nodes were not palpable
Thorax :
Thoracic wall : spider nevi was evident
Pulmo :
- Inspection : Symmetrical, static and dynamic
- Palpation : right and left stem fremitus were the same
- Percussion : Overall pulmonary field was sonor
- Auscultation : Vesicular breathing sound (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
- Inspection : flat, apex beat was not visible
- Palpation : Apex beat not palpable
- Percussion : Normal Heart Limit
- Auscultation : HR 80x/min, regular, Heart sounds I-II normal
Abdomen
- Inspection : Flat, Caput Medusae (-)
- Palpation : Weak, Murphy sign (-), liver not palpable, lien S1, ballottement (-)
- Percussion : Shifting dullness (+)
- Auscultation : Normal bowel sounds
Extremities Pretibial edema (+), palmar erythema (+)

Pemeriksaan spesifik
Kepala
 Sclera ikterik merupakan akibat hiperbilirubinemia yang biasanya karena
gangguan sistem hepatoseluler. Sklera banyak mengandung serat elastin yang
memiliki pigmen khromatophor yang dapat mengikat bilirubin sehingga sclera
berwarna kuning
Sklera Ikterik
Faktor predisposisi terbentuk batu  terbentuk batu di kandung empedu 
berjalan menyusuri saluran empedu  menyumbat  bilirubin terkonjugasi tidak
dapat dilepas ke duodenum  kembali ke hepar -> sirkulasi sitemik -> bilirubin
plasma meningkat -> mata dan badan ikterus.

Thoraks
Spider naevi (+) Tidak normal Pada sirosis hati, terjadi hiperdinamik sirkulasi. Spider
naevi merupakan manifestasi di kulit akibat sirkulasi ini. Disebabkan oleh dilatasi dan
percabangan arteri kutaneous superfisial, tampak sebagai area sentral berwarna merah terang
dengan percabangan yang menyerupai kaki laba laba, dapat disebabkan oleh
hiperestrogenemia.
Hati merupakan organ dengan aah satu fungsinya adalah detoksifikasi estrogen menjadi
estradiol dan estron menjadi estriol. Estradiol merupakan substrat untuk enzim hepatik,
dimana hati mengkonjugasi estrogen untuk membentuk glukuronida dan sulfat.

Shifting dullness
Perut membesar pada kasus dikarenakan terjadinya asites, yaitu penimbunan cairan serosa
dalam rongga peritoneum. Asites terjadi sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan
hipertensi portal.
Hipertensi porta terjadi akibat resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini
menyebabakn peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah intestinal.
Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang
terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan osmotic koloid. Tekanan
hirostatik yang meningkat dan tekanan osmotic yang menurun dalam jaringan pembuluh
darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari ruang intravascular ke ruang
interstisial (rongga peritoneum dalam kasus asites).
Retensi natrium dan gangguan ekskresi air merupakan faktor penting dalam berlanjutnya
asites. Retensi air dan natrium disebabkan oleh penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh
hati akibat kegagalan hepatoselular.

Pretibial edema

disebabkan oleh ekstravasasi cairan dari pembuluh darah ke dalam interstisium sebagai akibat
dari perubahan hemodinamik vaskular. Starling menjelaskan mekanisme penyebab edema
perifer sebagai:

 Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular.


 Penurunan tekanan intravaskular atau tekanan onkotik plasma (osmotik koloid).
 Permeabilitas pembuluh darah yang meningkat.

Palmar erythema
Terdapat bintik-bintik pada telapak tangan dan tampak membesar, karena metabolisme
hormon seks berubah
ANALISIS MASALAH

Bagaimana mekanisme yellow eyes?


Sklera Ikterik
Faktor predisposisi terbentuk batu -> terbentuk batu di kandung empedu -> berjalan menyusuri
saluran empedu -> menyumbat -> bilirubin terkonjugasi tidak dapat dilepas ke duodenum -> kembali
ke hepar -> sirkulasi sitemik -> bilirubin plasma meningkat -> mata dan badan ikterus.

Apa saja komposisi pada urin normal?

 Volume urin normal 600-2500 ml/24 jam, bervariasi


 Volume urin 24 jam dipengaruhi oleh: asupan cairan, suhu lingkungan, kelembaban, diet,
mental, berat badan, penyakit-penyakit
 Berat jenis urin 1,003-1,030 dapat diukur dengan urinometer
 Total solid (bahan-bahan terlarut) 3-30 g/L (kira-kira 50 g/hari).
 Total solid urin = dua angka dibelakang koma dari berat jenis x 2,66. ( 2,66 disebut long’s
coefficient)
 pH urin 4,7-8 (rata-rata 6)
 berat jenis urin 1,002-1,035
 Secara kimiawi kandungan zat dalam urin diantaranya adalah nitrogen (ureum, kreatinin, dan
asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat isa
metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, Ca, dan Mg), hormon, zat toksin (obat,
vitamin, dan zat kimia asing), dan zat abnormal (Protein, glukosa, sel darah Kristal kapur)

Mengapa moderate fever muncul sebelum adanya yellow eyes?

Karena hepatitis virus mempunyai gejala dan perjalanan penyakit yang dapat dibagi atas 4 periode
(stadia) yaitu masa tunas (inkubasi), fase pre-ikterik, fase ikterik, dan fase penyembuhan
(konvalesensi). Demam tinggi termasuk fase pre-ikterik. Fase pre-ikterik terdapat keluhan-keluhan
oleh penderita pada umumnya yang tidak khas, yaitu keluhan yang disebabkan infeksi oleh virus yang
berlangsung sekitar 2-7 hari.

Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus?

Mekanisme abnormal:
Anemia :
faktor dapat menimbulkan anemia dimana faktor-faktor ini bisa bekerja sendiri-sendiri atau
berkombinasi. Faktor-faktor itu adalah :
a) Penyakit kronis hatinya sendiri.
Hati merupakan organ yang penting untuk menghasilkan asam amino esensial
yang diperlukan untuk hemopoesis. Pada penyakit hati kronis, kemampuan ini akan berkurang
sehingga berakibat proses hemopoesis akan terganggu dan dapat menyebabkan terjadinya anemia.
Walaupun demikian hemoglobin mempunyai prioritas yang tinggi untuk menggunakan protein
sehingga hanya pada keadaan malnutrisi berat gangguan hemopoesis oleh karena
kekurangan/ketiadaan protein bisa terjadi. Pada sirosis hati bisa dijumpai anemia defisiensi besi yang
biasanya sekunder terhadap adanya perdarahan, misalnya dari varises esofagus yang pecah. Walaupun
demikian kadar besi plasma dan derajat saturasi diatur oleh hati yang selain tempat penyimpanan besi,
juga merupakan organ yang menghasilkan transferin. Pada sirosis hati, dimana alkohol merupakan
penyebab kerusakan hati, maka alkohol juga memiliki efek toksik langsung terhadap sumsum tulang
b) Hipervolemia.
Volume darah sering meningkat pada penderita sirosis hati, terutama dengan asites. Volume
darah rata-rata meningkat 15% lebih tinggi dari normal dan ini cenderung memperbesar prevalensi
dan derajat anemia.
c) Kehilangan darah.
Perdarahan pada sirosis hati sering disebabkan pecahnya varises esofagus.
Perdarahan dapat juga disebabkan oleh ulkus peptikum atau hemoroid, sintesis factor pembekuan
yang menurun, trombositopenia akibat hiperplenisme, meningkatnya aktifitas fibrinolisis, DIC dan
pembentukan yang abnormal fibrinogen (disfibrinogenemia). Perdarahan dapat bersifat akut dengan
gambaran morfologi darah normokrom, normositik. Tidak dapat dikesampingkan adanya faktor-faktor
perdarahan yang tersembunyi yang dapat menyebabkan penurunan besi total dalam tubuh, maka
cadangan besi yang ada pada hati akan dimanfaatkan secara maksimal sampai suatu saat cadangan
besi akan habis, maka secara klinis baru tampak penderita pucat oleh karena defisiensi besi
d) Defisiensi zat besi.
e) Defisiensi asam folat.
Pada sirosis yang disebabkan oleh alkohol dapat terjadi gangguan intake asam folat yang berlama-
lama dan diikuti oleh keadaan kerusakan jaringan hati. Maka metabolisme asam folat akan terganggu
sehingga timbul anemia megaloblastik. Pada sirosis hati, kebutuhan asam folat meningkat, sedangkan
kemampuan metabolism asam folat menurun dan peningkatan pengeluaran asam folat melalui urin
meningkat.
f) Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat:
Adanya obstruksi pada ductus choledokus -> bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk ke duodenum -
> menumpuk di hati -> regurgitasi cairan-cairan empedu ke sistemik, dalam hal ini termasuk bilirubin
terkonjugasi -> peningkatan bilirubin konjugasi dan bilirubin total di dalam plasma (Jadi intinya,
bilirubin direk yang tidak bisa masuk ke dalam saluran pencernaan, akan diserap masuk ke dalam PD
darah melalui “minor pathway”)
Daftar Pustaka

Snell, Richard S. 2000 Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC
Prince, Sylvia A. Lorraine M. Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : internalpublising
Murray, Robert K. dkk.2006. Biokimia Harper. Jakarta : EGC
Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
Kumar V, Cotran R.S, dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbin . Edisi 7. Jakarta:
EGC.

You might also like