You are on page 1of 18

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

Oleh :
Rizqi Nahriyati
B1A015088

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

Oleh :

Rizqi Nahriyati
B1A015088

Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Akhir


Praktikum Mata Kuliah Parasitologi di Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Disetujui dan Disahkan


Purwokerto, Maret 2018
Asisten,

Lovendo Ilham Widodo


B1J014093
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga laporan praktikum Parasitologi terselesaikan dengan baik dan tepat
pada waktunya. Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir
praktikum mata kuliah Parasitologi di Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pengajar mata kuliah Parasitologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman
2. Asisten praktikum Parasitologi yang telah memberi bimbingan dan pengarahan selama
praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini.
3. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan praktikum dan penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Purwokerto, Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL .................................................................................................................. i
PENGESAHAN .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
I. Diagnosis Laboratorium Beberapa Penyakit Parasiter
II. Pemeriksaan Parasit pada Hospes Intermedier
PEMERIKSAAN PARASIT PADA HOSPES INTERMEDIER

Oleh :
Nama : Rizqi Nahriyati
NIM : B1A015088
Kelompok : 2
Rombongan : II
Asisten : Lovendo Ilham Widodo

LAPORAN PARASITOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Parasit adalah organisme yang hidup pada tubuh organisme lain dan
umumnya menimbulkan efek negatif pada organisme yang ditempati tersebut.
Organisme tersebut merupakan tempat parasit hidup dan memperoleh nutrien atau
disebut juga inang. Parasit ada yang berasal dari golongan protozoa maupun
metazoa. Parasit protozoa adalah parasit yang hanya terdiri dari satu sel dan parasit
metazoa adalah parasit yang terdiri lebih dari satu sel (Tobing, 2000). Terdapat dua
jenis parasit, diantaranya adalah endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah
parasit yang hidup di dalam organ tubuh inangnya, sedangkan ektoparasit adalah
parasit yang hidup dan berkembang di permukaan tubuh inangnya (Kurniawan,
2016).
Berdasarkan hospes yang menjadi tempat bagi parasit untuk menggantungkan
hidupnya maka dapat dibagi menjadi hospes definitif (hospes terminal/akhir)
misalnnya tempat parasit melakukan reproduksi seksual misalnya manusia, hewan
atau tumbuhan. Hospes sementara (intermediate host) merupakan tempat parasit
menyempurnakan sebagian dari siklus hidupnya atau dapat juga sebagai tempat
reproduksi aseksual (Juanda, 2006).
Spesies yang merupakan hospes intermedier antara lain siput (Natadisastra,
2009). Selain itu, terdapat penyakit parasit yang dapat menyerang ternak, seperti
fasciolosis yang disebabkan oleh cacing hati. Kejadian fasciolosis di Indonesia,
khususnya pada sapi dan kerbau menjadi kejadian yang sangat umum dan
penyebarannya sangat luas. Fasciolosis juga menjadi zoonosis penting di berbagai
negara di dunia. Penyakit ini tidak lagi terbatas pada daerah geografi spesifik, namun
sudah menyebar ke seluruh dunia. Kasus pada manusia dilaporkan meningkat di
Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia. Cacing tersebut banyak menyerang hewan
ruminansia yang biasanya memakan rumput yang tercemar metaserkaria. Penularan
fasiolosis awalnya dipercaya akibat bekerja di peternakan yang terinfeksi. Namun
fakta lain menyebutkan bahwa penularan hanya dapat terjadi bila manusia
mengalami kontaminasi metasarkaria. Kasus fasciolosis pada manusia terjadi akibat
mengonsumsi tanaman air yang tercemar metaserkaria (Hambal et al., 2013). Infeksi
parasit dapat menyebabkan perubahan morfologi, penurunan bobot tubuh bahkan
dapat menyebabkan penyakit pada hewan. Parasit juga dapat menimbulkan penyakit
pada manusia (zoonosis) (Tobing, 2000).
B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah:


1. Untuk mendiagnosa adanya infeksi cacing parasit pada hati sapi, empedu sapi,
usus sapi, usus kambing, dan usus ayam.
2. Untuk mengetahui siput sebagai hospes intermedier dan fase-fase yang terjadi
dalam tubuh hospes intermedier.
3. Untuk mengetahui morfologi cacing parasit (telur, larva, dan dewasa).
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan saat acara praktikum Pemeriksaan Parasit pada


Hospes Intermedier adalah alat bedah, cover glass, object glass, cawan petri,
beker glass, mikroskop, baki, dan sarung tangan.
Bahan yang digunakan saat acara praktikum Pemeriksaan Parasit pada
Hospes Intermedier adalah hati sapi, empedu sapi, usus sapi, usus kambing,
usus ayam, siput, akuades dan NaCl.
A. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum Pemeriksaan Parasit pada
Hospes Intermedier adalah :
2.1 Pemeriksaan Parasit pada Hati Sapi
1. Hati sapi dibawa ke laboratorium.
2. Hati sapi diambil dan dibedah didalam baki.
3. Diamati bagian yang keluar dari dalam usus. Bila terdapat cacing parasit
diambil,
dibersihkan dan direndam dengan NaCl.
3. Kemudian diletakkan di object glass.
4. Diamati di mikroskop.
2.2 Pemeriksaan Parasit pada Empedu Sapi
1. Kantong empedu dibawa ke laboratorium.
2. Beaker glass ukuran 1liter disiapkan.
3. Kantong empedu digunting, dan cairan dimasukkan kedalam beaker glass.
4. Kemudian air dituang sampai hampir penuh, ditunggu beberapa menit,
cairan atas
dibuang, dilakukan beberapa kali hingga didapatkan endapan yang jernih.
5.Kemudian ditambahkan NaCl ke dalam beaker glass. Setelah jernih
endapan diambil
dengan pipet dan tetesi ke obyek glass dan diutup dengan cover glass.
6. Diamati di mikroskop.
2.3 Pemeriksaan Parasit pada Usus Sapi
1. Usus sapi dibawa ke laboratorium.
2. Usus sapi diambil dan dibedah didalam baki.
3. Diamati bagian yang keluar dari dalam usus. Bila terdapat cacing parasit
diambil,
dibersihkan dan direndam dengan NaCl.
3. Kemudian diletakkan di object glass.
4. Diamati di mikroskop.
2.4 Pemeriksaan Parasit pada Usus Kambing
1. Usus kambing dibawa ke laboratorium.
2. Usus kambing diambil dan dibedah didalam baki.
3. Diamati bagian yang keluar dari dalam usus. Bila terdapat cacing parasit
diambil,
dibersihkan dan direndam dengan NaCl.
3. Kemudian diletakkan di object glass.
4. Diamati di mikroskop.
2.5 Pemeriksaan Parasit pada Usus Ayam
1. Usus ayam dibawa ke laboratorium.
2. Usus ayam diambil dan dibedah didalam baki.
3. Diamati bagian yang keluar dari dalam usus. Bila terdapat cacing parasit
diambil,
dibersihkan dan direndam dengan NaCl.
3. Kemudian diletakkan di object glass.
4. Diamati di mikroskop.
2.6 Pemeriksaan Parasit pada Siput
1. Siput dipotong atau diiris, tepatnya di bagian sutura.
2. Irisan dibuka dan cairan yang keluar dari keong langsung diteteskan diatas
object
glass.
3. Setelah itu diteteskan akuades 1-2 tetes.
4. Kemudian ditutup dengan cover glass.
5. Diamati di mikroskop.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Parasit pada Hospes Intermediet


Kelompok
Preparat
1 2 3 4 5
Fasciola
Fasciola
Hati sapi gigantica - - -
gigantica
(10)
Telur Telur Telur Telur Telur
Empedu sapi Fasciola Fasciola Fasciola Fasciola Fasciola
sp. sp. sp. sp. sp.
Fasciola
Usus sapi - - - - gigantica
(3)
Usus kambing - - - - -
Raillietina
Usus ayam - - - -
sp. (10)
Telur dan
Siput - - - -
Redia

Gambar 3.1 Telur Gambar 3.2 Fasciola


Fasciola hepatica hepatica
B. Pembahasan

Hospes intermediet adalah hewan yang mengandung stadium juvenile parasit


(larva) dan memungkinkan parasit untuk dapat berkembang satu atau beberapa kali
menjadi bentuk yang lebih matang. Parasit mungkin memiliki beberapa stadium
larva, yaitu stadium larva tahap pertama (L1), stadium larva kedua (L2) dan
seterusnya (Adawiyah et al., 2017). Hospes intermediet ini sifatnya hanyalah sebagai
hospes sementara saja dan siap ditularkan kepada hospes manusia (Soulsby, 1982).
Cacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya infestasi cacing
pada tubuh hewan, baik pada saluran percernaan, pernapasan, hati, maupun pada
bagian tubuh lainnya. Umumnya infestasi cacing pada sapi sering ditemukan pada
saluran pencernaan dan hati. Terdapat empat jenis parasit cacing yang menyerang
ternak sapi, diantaranya: cacing hati (Fasciola gigantica), cacing gilik (Neoascaris
vitulorum), cacing lambung (Haemonchus contortus) dan cacing pita (Taenia
saginata). Parasit cacing ini dapat menyerang sapi dikarenakan oleh beberapa faktor
yang diantaranya adalah pakan ternak sapi yang terkontaminasi telur cacing, kondisi
kandang yang tidak layak sehingga kotoran dari sapi tersebut mencemari pakan,
kebersihan kandang yang tidak diperhatikan oleh si peternak, pakan ataupun minum
sapi yang dibiarkan oleh peternak tercemar oleh feses sapi sehingga lebih mudah
terserang penyakit (Levin., 1994).
Fasciola hepatica atau disebut juga Cacing hati merupakan anggota dari
Trematoda (Platyhelminthes). Cacing hati mempunyai ukuran panjang 2,5 – 3 cm
dan lebar 1 - 1,5 cm. Pada bagian depan terdapat mulut meruncing yang dikelilingi
oleh alat pengisap, dan ada sebuah alat pengisap yang terdapat di sebelah ventral
sedikit di belakang mulut, juga terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi oleh
sisik kecil dari kutikula sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat bergerak.
Siklus hidup : Bersifat hermaphrodit sehingga dapat menghasilkan telur fertile, Telur
melewati saluran empedu dan keluar bersama feces, telur menetas (disebut
miracidia) : larva, larva termakan bersama rerumputan, larva masuk ke dalam usus
halus dan ruang peritoneal, kemudian masuk ke dalam hati, setelah di dalam hati,
kemudian masuk ke dalam saluran empedu dan mengalami pendewasaan dalam
beberapa minggu., Siklus hidup Fasciola 3-4 bulan ( Purwanta, 2006 ).
Berdasarkan bentuknya, jenis cacing yang dapat menyerang sapi dan kambing
dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu cacing gilig (Nematoda), cacing pita
(Cestoda) dan cacing daun atau cacing hati (Trematoda) (Muslim, 2009). Menurut
Ngurah & Putra (1997) penyakit helminthiasis pada unggas akibat cacing Nematoda
disebut Nematodosis, yang disebabkan Trematoda disebut Trematodosis dan yang
disebabkan oleh Cestoda disebut Cestodosis. Beberapa cacing parasite yang hidup di
usus ayam yaitu :
a. Nematodosis
Salah satu cacing nematoda yang menyebabkan penyakit helminthiasis adalah
spesies Ascaridia sp yang diketahui menyerang usus halus unggas. Cacing ini
meyebabkan enteritis terutama pada unggas muda. Salah satu contoh spesies yang
sering menyerang ayam adalah Ascaridia galli. Apabila cacing genus Ascaris yang
ditemukan dalam usus halus terlalu banyak, ayam akan menjadi kurus. Hal ini
terjadi karena cacing yang memenuhi usus akan menghambat jalannnya makanan,
bahkan cacing mengeluarkan zat antienzim yang menyulitkan pencernaan
makanan.
b. Cestodosis
Cestodosis merupakan penyakit cacing pita yang menyerang ayam pada semua
umur. Penyebarannya melalui kotoran ayam yang sakit atau alat-alat yang
digunakan. Cacing Cestoda yang sering hidup pada ayam yaitu Raillietina spp.
Infeksi Cestoda memiliki tingkat penyebaran lebih luas daripada infeksi oleh
nematoda dan trematoda
c. Trematodosis
Penyakit parasit cacing oleh cacing trematoda pada unggas yang terkenal
adalah Echionostoma revolutum. Cacing ini hidup di rektum dan sekum ayam, itik,
angsa, dan unggas air lainnya, burung merpati dan berbagai burung lain serta
mamalia, termasuk tikus air bahkan manusia di seluruh dunia.
Spesies yang merupakan hospes intermedier antara lain siput. Siput
merupakan perantara dari cacing Trematoda yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan hewan. Tubuh cacing Trematoda akan melanjutkan siklus hidupnya
dengan berkembang menjadi serkaria. Serkaria tersebut sewaktu-waktu akan keluar
dari tubuh cacing dan mencari hospes untuk pertumbuhannya yang lebih lanjut.
Apabila mendapatkan hospes yang sesuai, maka serkaria yang telah berubah menjadi
mirasidium akan memasuki tubuh hewan atau manusia. Oleh sebab itu, pemeriksaan
hospes intermedier dan parasit penting dilakukan, agar dapat mengetahui bagaimana
penyebaran serta cara pencegahan infeksi dari parasit (Natadisastra, 2009).
Siklus hidup dari Trematoda parasit setelah keluar dari hospes definitifnya
adalah sebagai berikut (Andriyani, 2005):
1. Mirasidium di dalam air keluar dari telur. Penetasan telur biasanya terjadi hanya
di dalam air, dalam telur terbentuk mirasidium. Bentuknya seperti buah jambu,
larva kecil bersilia, mirasidium dapat menembus tubuh keong sebab mempunyai
enzim litik. Mirasidium lepas dari telur dan berenang sampai menemukan jenis
keong yang cocok.
2. Sporokista, redia, serkaria dalam tubuh Mollusca. Sporokista adalah larva stadium
kedua yang terjadi dalam tubuh Mollusca setelah menemukan tubuh yang cocok.
Mirasidium kehilangan silis dan membentuk larva panjang bentuk tabung yang
disebut sporokista. Sporokista pindah ke jaringan hati keong, tempat-tempat larva
meneruskan pembentukan sel nuftah di dalam struktur kantong. Redia dalam
rongga tubuh keong berisi cairan limfe. Sporokista mengalami perubahan
morfologi lagi membentuk larva yang terdefisiensi mempunyai mulut, faring, usus
sederhana, sistem ekskresi, sel pengumpul, sel germinal, dan dapat menembus
kulit hospes definitif karena saluran pencernaan yang rudimenter, tahap ini
disebut redia.
3. Serkaria, terdapat bebas dia air sesudah keluar dari tubuh siput. Di dalam redia
terbentuk serkaria yang kemudian keluar tubuh keong. Serkaria mencapai bentuk
khas seperti ellips, ekor panjang untuk lokomosi, sudah memiliki batil isap kepala
dan batil isap perut.
4. Metaserkaria, di dalam tubuh hospes perantara kedua. Setelah terjadi infeksi
serkaria kehilangan ekor dan membentuk dinding kista di sekitar larva.
Metaserkaria masuk ke dalam hospes definitif karena termakan atau menembus
kulit (Andriyani, 2005).
Praktikum pemeriksaan parasit pada hospes intermedier yang dilakukan oleh
rombongan dua menggunakan enam preparat, diantaranya hati sapi, empedu sapi,
usus sapi, usus kambing, usus ayam, dan siput. Pemeriksaan terhadap empedu sapi
ditemukan telur Fasciola sp. dengan struktur berbentuk oval dan berisi sel-sel
granula dan memiliki operculum kecil pada salah satu sisi kutubnya. Hal ini sesuai
dengan Putra (2014) telur Fasciola sp. telur memiliki operculum, berukuran besar
dan berwarna kekuningan. Selanjutnya, pada hati dan usus sapi ditemukan Fasciola
gigantica. Menurut Grabner et al (2014) Fasciola gigantica dewasa hidup di saluran
empedu hati, dimana panjang tubuhnya dapat mencapai 76 mm. Infeksi dari parasit
ini dapat menyebabkan gejala penyakit parah yang disebut fasciolasis. Inang
perantara dari Fasciola gigantica adalah siput Lymnae, di dalamnya parasit
berkembang biak secara aseksual dan serkaria yang dapat berenang bebas dan akan
menempel pada permukaan tanaman. Serkaria tersebut berkembang menjadi
metaserkaria yang dapat ditransmisikan pada hospes intermeder ketika memakan
tanaman yang terdapat metaserkaria Fasciola gigantica. Menurut Soulsby (1982)
Cacing dewasa Fasciola gigantica mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya
kira-kira 30 x 13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada pundak
kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya kira-kira 1 mm. Bagian dasar kerucut
terdapat batil isap perut yang besarnya kira-kira 1.6 mm. Saluran pencernaan
bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga
bercabang-cabang. Tidak terdapat sistem pernafasan. Cacing dewasa panjangnya ±
2,5 cm, batil isap kepala dan batil isap perut berdekatan, bagian kepala seperti
kerucut, dua sekum bercabang-cabang, ovarium bercabang-cabang, dua testis juga
bercabag-cabang, kelenjar vitelaria hampir mengisis seluruh bagian tubuhnya. Sistem
pencernaannya semacam kantong usus dengan satu lubang sederhana sebagai mulut
dan sekaligus anus. Cacing ini banyak menyerang sapi dan domba dengan predileksi
di ductus biliverus. Jenis cacing Fasciola yang yaitu Fasciola hepatica dan Fasciola
gigantica memiliki bentuk yang hampir sama, tetapi Fasciola gigantica mempunyai
bentuk yang sedikit lebih besar baik ukuran cacing dewasa dan telurnya.
Pemeriksaan terhadap usus kambing tidak didapatkan hasil, hal tersebut dapat
dikarenakan sampel usus kambing yang digunakan dalam keadaan sehat atau tidak
terinfeksi parasit dan dapat disebabkan karena kurangnya ketelitian dalam memeriksa
parasit pada usus kambing tersebut. Selanjutnya, pemeriksaan terhadap usus ayam
didapatkan cacing Reillietina sp. Menurut Butboonchoo et al (2016) Spesies
Raillietina umum terjadi pada ayam rumahan (Gallus gallus domesticus) dimana
infeksinya dapat menyebabkan penyakit dan kematian, yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat dan situasi ekonomi ayam peternakan. Raillietina sp.
ditemukan di jejunum dan ileum host definitif dan dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan, berkurangnya bobot tubuh, lemah, dan obstruksi saluran pencernaan,
sedangkan tahap larva berada di berbagai hospes inang onvertebrata seperti semut,
kumbang, atau rayap. Morfologi Raillietina sp. diantaranya adalah memili scolex
yang terdapat rostellum, dikelilingi oleh 4 pengisap ovoid, proglotid dewasa
menunjukkan pembukaan unilateral pori genital, proglotid Gravid menunjukkan
beberapa butir telur per kapsul telur.
Pemeriksaan terhadap siput ditemukan telur dan redia. Pemeriksaan
parasitologis keong untuk menemukan serkaria dilakukan dengan meletakkan keong
pada cawan petri, kemudian cangkang keong dibuka/dihancurkan secara perlahan
dengan penggerus, tubuh keong yang sudah hancur ditetesi dengan aquades lalu
diperiksa dengan mikroskop. Serkaria yang ditemukan diidentifikasi morfologinya,
sebagai acuan untuk identifikasi awal serkaria dapat dibedakan berdasarkan ciri
morfologi yang paling jelas dapat dibedakan yaitu dari bentuk ekornya. Keong yang
keberadaanya hanya terkonsentrasi pada titik-titik tertentu kemungkinan lebih
sensitif terhadap perubahan parameter lingkungan, sementara keong yang
distribusinya merata masih bisa mentoleransinya. Keberadaan serkaria sangat
bergantung pada keong yang menjadi tempat hidupnya. Meningkatnya kejadian
infeksi serkaria pada keong perantara seringkali terjadi pada saat jumlah populasi
keong stabil atau melimpah (Hairani et al, 2012).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat beberapa spesies parasit yang di temukan pada sampel, yaitu Fasciola
gigantica pada hati sapi dan usus sapi, telur Fasciola sp. pada empedu sapi,
Raillietina sp. pada usus ayam dan telur & redia pada siput.
2. Siput atau keong merupakan hospes intermedier atau perantara dalam siklus
hidup cacing trematoda, di dalam tubuh siput larva mengalami 3 tahapan yaitu
tahap sporokista, redia, dan serkaria sebelum akhirnya keluar dari tubuh siput.
3. Telur Fasciola sp. telur memiliki operkulum, berukuran besar dan berwarna
kekuningan, Fasciola gigantica mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya
kira-kira 30 x 13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada
pundak kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya kira-kira 1 mm. Bagian
dasar kerucut terdapat batil isap perut yang besarnya kira-kira 1.6 mm.
DAFTAR REFERENSI

Adawiyah, R., Maryanti, E., & Siagian, F. E. 2017. Anisakis sp. dan Alergi yang
Diakibatkannya. JIK, 8(1), pp. 38-45.
Andriyani, Y. 2005. Serkarial Dermatitis. Medan: Fakultas Kedokteran USU.

Butboonchoo, P., Wongsawad, C., Rojanapaibul, A., & Chai, Jung-Yil. 2016.
Morphology and Molecular Phylogeny of Raillietina spp. (Cestoda:
Cyclophyllidea: Davaineidae) from Domestic Chickens in Thailand. Korean J
Parasitol. 54(6), pp. 777-786.
Grabner, D. S., Mohamed, F. A. M. M., Nachev, M., Meabed, E. M. H., Sabry, A. H.
A., & Sures, B. 2014. Invasion Biology Meets Parasitology: A Case Study of
Parasite Spill-Back with Egyptian Fasciola gigantica in the Invasive Snail
Pseudosuccinea columella. PLOS ONE. 9(2), pp. 1-7.
Hairani, B., Annida, Hidayat, S., & Fakhrizal, D. 2016. Identifikasi Serkaria
Fasciolopsis buski dengan PCR untuk Konfirmasi Hospes Perantara di
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Indonesia. BALABA.
12(1), pp. 7-14.
Hambal, M., Sayuti, A., & Dermawan, A. 2013. Tingkat Kerentanan Fasciola
gigantica pada Sapi dan Kerbau di Kecamatan Lhong Kabupaten Aceh Besar.
Jurnal Medika Veterinaria. 7(1), pp. 49-53.
Juanda, H. A. 2006. TORCH (Toxo, Rubella, CMV dan Herpes) Akibat dan
Solusinya. Solo: Wangsa Jatra Lestari.
Kurniawan, M. 2016. Identifikasi dan Prevalensi Infeksi Cacing Saluran Pencernaan
pada Belut Rawa (Synbranchus bengalensis) yang Dipasarkan di Kota
Surabaya, Jawa Timur. Skripsi. Surabaya: Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga.
Levin., N.D. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Muslim, M. H.2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang. Jakarta: EGC.
Ngurah, D. D. M. & Putra, A. A. G. P. 1997. Penyidikan Penyakit Hewan. Denpasar:
Bali Media.

Purwanta. 2006. Penyakit Cacing Hati (Fascioliasis) pada Sapi Bali Di Perusahaan
Daerah Rumah Potong Hewan Kota Makassar, Jurnal Agrisistem. Vol. 2, pp.
63-69.
Putra, R. D., Suratma, N. A., & Oka, I. B. M. 2014. Prevalensi Trematoda pada Sapi
Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung. Indonesia Medicus Veterinus. 3(5), pp. 394-402.
Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Anthropods and Protozoa of Domesticated
Animals. 9th. Ed. Lea and Febiger.
Tobing, L. L. 2000. Inventarisasi Parasit Metazoa pada Ikan Gabus Laut (Saurida
undosquamis Richardson, 1848), Ikan Samgeh (Atrobucca nibe Jordan dan
Thompson, 1911), dan Ikan Gelang Mudin (Upenus taeniopterus Cuvier,
1829) dari Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Skripsi.
Bogor: Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor.

You might also like