You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS

BLIGHTED OVUM

Oleh :
dr. Nabila S. Audi S.

DPJP :
dr. Rifardi Rifiar, Sp.OG

Pendamping :
dr. Bonita Baso

INTERNSHIP PERIODE JANUARI – MEI 2018


RS TK II. MOH. RIDWAN MEURAKSA
JAKARTA TIMUR

1
BAB I
KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
No. RM : 0038.46.12
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 33 tahun
Alamat : Jalan Merdeka, Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal mulai perawatan : 24 April 2018
Tanggal keluar RS : April 2018

ANAMNESA
Keluhan Utama
Terdapat flek kecoklatan selama kurang lebih 2 minggu sebelum masuk RS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien G2P1A0 H 11 minggu datang dengan keluhan terdapat flek kecoklatan sejak 2
minggu sebelum masuk RS. Flek kecoklatan seperti bercak tidak banyak jumlahnya
seperti menstruasi tetapi hampir setiap hari flek ini sudah dirasakan. Selain keluhan
terdapat flek kecoklatan pasien tidak merasakan keluhan seperti kram perut. Terdapat
keluhan mual pada pasien tapi tidak sampai muntah-muntah. BAK dan BAB baik.
Pada usia kehamilan 9 minggu pasien kontrol ke dokter OBGYN dan diberi obat
penguat janin dan akan dievaluasi lagi setlah 2 minggu dan saat ini kondisi janin
dinyatakan tidak berkembang dan perlu tindakan kuretase.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Asma

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi :
 Tinggi badan : 162 cm
 Berat badan : 52 kg
Tanda vital : Tensi : 116/82 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36.4˚C
Pernapasan : 20x/menit
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Hidung : Sekret tak ada, faring hiperemis tak ada, bibir tidak pucat
Mulut : Tonsil T1/T1
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Cor
 Inspeksi : Tidak terlihat penampakan ictus cordis
 Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavikularis sinistra
ICS V
 Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dextra ICS IV
Batas jantung kiri 1 jari medial linea midclavicularis sinistra
ICS V
Batas pinggang jantung linea parasternalis sinistra ICS III
 Auskultasi : SI SII normal, tak ada murmur, tak ada gallop

3
Pulmo
 Inspeksi : Simetris, abdominothorakal
 Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan-kiri
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
 Inspeksi : Datar, supel

 Perkusi : Timpani, tidak ada shifting dullness


 Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
membesar. Ballotement (-)
 Auskultasi : bising usus positif normal
Ekstremitas : edema pitting -/-, akral hangat, CRT < 2 detik.
Genital : Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 23 April 2018
Hematologi Hasil Nilai Referensi Interpretasi
- Hemoglobin 13.6 13,2-17,3 g/dl Normal
- Hematokrit 8.3 40-52 % Normal
- Leukosit 37 5-10 ribu/Ul Normal
- Trombosit 285 150-400 ribu/Ul Normal
- GDS 86 <140 mg/dl
- HbsAG Non reaktif Non reaktif
- Anti HIV Non reaktif Non reaktif

DAFTAR MASALAH
Tidak berkembangnya janin dalam kandungan

4
TATALAKSANA
A. Non medikamentosa
 Bed rest

B.Medikamentosa
 IVFD Ringer laktat 20 tpm
 Cefixime 2x200 mg
 Asam Mefenamat 3x500 mg
 Metergin 3x1
 Sangobion 1x1

Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
24 April 2018
Subjective Flek kecoklatan, rencana kuretase besok hari tanggal 25
April 2018
Objective TD : 110/880
N : 80x
S : 36
RR : 20x
Assessment Blighted ovum
Planning  IVFD Ringer laktat 20 tpm
 Besok jam 5 pagi berikan pasien Cytotex 2 tablet
per oral dan 2 tablet dihaluskan dimasukkan
pervaginam di bawah fornix posterior

5
25 April 2018
Subjective Tidak ada keluhan, rencana kuretase pukul 10.00 WIB
Objective TD : 120/880
N : 80x
S : 36
RR : 20x
Assessment Blighted ovum
Planning  IVFD Ringer laktat 20 tpm
 Pukul 06.00 diberikan Cefim
 Instruksi post kuret :
-Awasi tanda vital, perdarahan, akut abdomen
-Berikan antibiotik : Cefixime 2x200 mg
-Asam Mefenamat 3x500 mg
-Metergin 3x1
-Sangobion 1x1

26 April 2018
Subjective Kepala agak sakit, nyeri luka operasi
Objective TD : 90/60
N : 80x
S : 36
RR : 20x
Assessment Blighted ovum
Planning  IVFD Ringer laktat 20 tpm
 Cefixime 2x200 mg
 Asam Mefenamat 3x500 mg
 Metergin 3x1

6
 Sangobion 1x1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi tidak ada
bayi di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga merasakan
gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal
kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut,
bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya
pun positif. Blighted ovum (kehamilan anembryonic) yang terjadi ketika ovum yang
telah dibuahi menempel pada dinding uterus, tetapi embrio tidak berkembang. Sel
berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak membentuk embrio itu
sendiri. Blighted ovum biasanya terjadi dalam trimester pertama sebelum seorang
wanita tahu tentang kehamilannya. Tingginya tingkat kelainan kromosom biasanya
menyebabkan tubuh wanita secara alami mengalami keguguran.

B. Etiologi
Blighted ovum biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom dan penyebab
sekitar 50% dari keguguran trimester pertama. Tubuh wanita mengenali kromosom
abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha untuk tidak meneruskan
kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi normal dan sehat. Hal
ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal, atau kualitas sperma atau
ovum yang buruk. Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam
proses pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus,
penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, angguan hormonal
serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapat
menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri

7
semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun.
a. Faktor Genetik
Abnormalitas kromosom orang tua dan beberapa faktor imunologi
berhubungan dengan blighted ovum dan abortus secara umum telah diteliti.
Pada tahun 1981 Granat dkk mendeskripsikan adanya translokasi 22/22 pada
pria yang istrinya mengalami 6 kali abortus secara berurutan,. Pada tahun
1990, Smith dan Gaha menemukan insiden yang cukup besar dari carrier
translokasi kromosom pada suatu penelitian terhadap keluarga abortus
habitualis dan didapatkan 15 balanced reciprocal translocations dan 9 fusi
robertsonian pada populasi ini. Kelainan kromosom yang paling banyak
menyebabkan abortus habitualis adalah balanced translocation yang
menyebabkan konsepsi trisomi. Kelainan struktural kromosom yang lain
adalah mosaicism, single gene disorder dan inverse dapat menyebabkan
abortus habitualis. Single gene disorder dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan yang seksama terhadap riwayat keluarga atau dengan
mengidentifikasi pola dari kelainan yang dikenal dengan pola

2,3,4,7,8
keturunan.

b. Kelainan Hormonal
Faktor–faktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan blighted
ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan dimana
luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan penyakit tiroid.
Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada produksi estrogen yang
dihasilkan oleh korpus luteum sampai kecukupannya terpenuhi diproduksi
oleh perkembangan trofoblast, yang terjadi pada usia kehamilan 7–9 minggu.
Abortus spontan terjadi pada kehamilan kurang dari 10 minggu jika korpus
luteum gagal untuk memproduksi progesteron yang cukup, adanya gangguan
distribusi progesteron ke uterus, atau bila pemakaian hormon progesteron
pada endometrium dan desidua terganggu. Keguguran juga dapat terjadi

8
apabila trofoblas tidak dapat menghasilkan progesteron yang seharusnya
menggantikan progesteron dari korpus luteum ketika korpus luteum

2,9
menghilang.

Sekresi LH yang abnormal juga memiliki akibat langsung pada perkembangan


oosit, menyebabkan penuaan yang prematur, dan pada endometrium
menyebabkan maturasi yang tidak sinkron. Dipihak lain, sekresi luteinizing
hormone yang abnormal dapat menimbulkan keguguran secara tidak langsung
dengan cara meningkatkan kadar hormon testosteron. Keadaan gangguan
sekresi luteinizing hormone biasanya berhubungan dengan adanya polikistik

4
ovarium.

Mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya keguguran pada penderita


diabetes mellitus ialah gangguan aliran darah pada uterus terutama sekali pada

4
kasus- kasus dengan diabetes mellitus tahap lanjut.

Hipotiroid merupakan gangguan endokrin lain yang dihubungkan dengan


adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai akibat disfungsi korpus
luteum dan ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid. Antitiroid antibodi
juga dihubungkan dengan abortus berulang. Karena pada awal kehamilan
tubuh membutuhkan kadar hormon tiroid yang lebih tinggi, adanya antitiroid
antibodi dapat menjadi suatu petanda bagi seseorang untuk terjadi
peningkatan risiko terjadinya abnormalitas tiroid yang dapat berakhir pada
keguguran. Kelainan-kelainan regulasi hormonal tersebut juga mampu

2,4
menyebabkan kegagalan perkembangan atau pembentukan janin.

c. Infeksi Saluran Reproduksi


Walaupun keguguran telah dihubungkan dengan organisme seperti
Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia trachomatis, dan

9
Toxoplasma gondii, namun tidak ada hubungan yang meyakinkan dengan
abortus berulang. Adanya organisme tersebut pada saat terjadinya keguguran
tidak dapat dianggap sebagai bukti organisme tersebut sebagai penyebab dari
keguguran. Organisme-organisme tersebut dapat menjadi penyebab keguguran

4
apabila :

 Telah ada dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala pada ibu
secara nyata sehingga keadaan ini menjadi tidak terdiagnosis dan tidak diobati
 Memiliki jalur untuk masuk ke lingkungan intrauteri sehingga menginfeksi
jaringan fetus dan/atau menstimulasi terjadinya proses radang.
Terdapat bukti bahwa vaginosis bakterialis berhubungan dengan keguguran
dan juga menjadi faktor risiko terjadinya persalinan preterm. Bakterial
vaginosis disebabkan karena terganggunya flora normal dari vagina. Terjadi
pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob dan lactobacilli yang normal tidak
ada atau tidak banyak terdapat. Tidak didapatkan adanya hubungan yang nyata
dengan keguguran dan hubungan ini masih perlu dibuktikan. Terdapat teori
yang menyatakan bahwa keguguran merupakan akibat dari aktifasi imunologi

4
sebagai respon dari adanya organisme patologis.

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi obligat


intraselular protozoa yakni Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii
menginduksi respon kekebalan tubuh tipe 1 yang kuat yakni T-cell-mediated.
Saat respon imun berlangsung dan terdapat respon yang dominan kuat Th 1,
terjadi peningkatan IFN γ di plasenta, yang disekresikan oleh antigen-spesifik
T-sel, membatasi replikasi takizoite kemudian akan menarik TNF α yang
menghambat proliferasi sel trofoblas manusia in vitro dan toksik untuk sel-sel
trofoblas manusia. Di samping itu, IFN ɣ juga meningkatkan produksi NO
oleh sel trofoblas dan memicu apoptosis. Mekanisme dimana NO
menginduksi apoptosis tidak jelas, tetapi dapat melibatkan efek pembentukan
peroxynitrite dari NO dan superoksida dalam mitokondria. Hal ini dapat

10
menyebabkan kerusakan pada sel plasenta terutama sel trofoblas atau target
fetoplacental lainnya mengakibatkan kematian inembryo dan resorpsi.
Mekanisme imunitas inilah yang dapat menyebabkan terjadinya blighted
ovum.

C. Patofisiologi
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma namun akibat
berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang
sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun demikian
plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan hormon HCG
(human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada
indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil
konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala
kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi
positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya
mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut
juga sebagai hormon kehamilan.

D. Gejala dan Tanda


Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan tanda-
tanda mungkin termasuk:
←  periode menstruasi terlambat
←  kram perut
←  minor vagina atau bercak perdarahan
←  tes kehamilan positif pada saat gejala
←  ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana
muncul keluhan perdarahan
←  hampir sama dengan kehamilan normal

11
← E. Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
USG merupakan penegak diagnosis pasti, Blighted ovum dapat segera terdeteksi
segera pada pemeriksaan ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya
fetus. Pada usia 7 minggu dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan
transabdominal maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat pada usia
kehamilan yang sangat dini. Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat,
detak jantung bayi atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak
pada pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.
Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada pemeriksaan
USG tranvaginal. Gambar 1. Gambaran USG Blighted Ovum Dibandingkan dengan
Kehamilan Normal Tidak ditemukan fetal pole, dengan kantung gestasi (ges sac)
diameter lebih dari 10 mm tanpa yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG
transvaginal atau lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan pada
gambar di sebelah kanan tampak gambaran hiperechoic berupa fetal pole di dalam
ges sac.

12
Gambar 2. Blighted ovum pada uterus bicornu unicolis

Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu pemeriksaan
dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada pemeriksaan darah
hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi, dan pada tes urin pada hari
ke 12-14 hari. Produksi hormone ini akan menjadi 2 kali lipat tiap 72 jam. Kadarnya
akan mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia 8-11 minggu lalu menurun. Jika
penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini, dapat dicurigai terjadinya blighted
ovum.

E. Pencegahan
Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan
seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran berulang di
awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali, dan jarang
terjadi lebih dari satu kali pada wanita.
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa tindakan
pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita yang hendak
hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya,
melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun, menghentikan
kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang

13
rutin dan membiasakan pola hidup sehat.

F. Penatalaksanaan
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalis untuk
memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena
infeksi maka maka dapat diobati agar tidak terjadi kejadian berulang. Jika
penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan. Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang
ditemukan, namun masih dapat diupayakan jika kemungkinan penyebabnya
diketahui. Sebagai contoh, tingkat hormon yang rendah mungkin jarang
menyebabkan kematian dini ovum. Dalam kasus ini, pil hormon seperti progesteron
dapat bekerja. Namun efek samping dari pemakaian hormon adalah sakit kepala,
perubahan suasana hati, dan lain-lain. Jika terjadi kematian telur di awal kehamilan
secara berulang, maka pembuahan buatan mungkin efektif dalam memproduksi
kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk memiliki anak. Akan
tetapi, pembuahan buatan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan risiko kelahiran
kembar seringkali lebih tinggi. Jika belum berhasil maka adopsi adalah pilihan lain
bagi banyak pasangan. Pada pasien diterapi dengan pemberian preparat misoprostol,
setelah terjadi dilatasi servik kemudian dilakukan kuretase.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B, Wiknjosastro H: Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam:


Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kebidanan. Edisi ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1994; 302-312
2. Hill JA: Recurrent spontaneous early pregnancy loss. In: Berekj JS, Adashi

th
EY, Hillard PA: Novak’s gynecology 12 edition. Pennsylvania: Williams &
Wilkins Co, 1996;963-979
3. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,

nd
Cunningham FG. First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22 ed.
New York: McGraw- Hill; 2008:298-325

15
4. Porter FT, Branch DW, Scott JR. Early pregnancy loss. In: Danforth’s

th
Obstetric and Gynecology 10 ed. New York. Lippincott Williams & Wilkins;
2009:61-70
5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H: Gangguan bersangkutan dengan konsepsi.
Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kandungan.
Edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997;
246-250
6. Hatasaka HH: Recurrent miscarriage: epidemiologic factors, definitions and
incidence. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 625-634
7. Byrne JLB, Ward K: Genetic factors in recurrent abortion. In: Clin obstet
gynecol 37; 1994; 693-704
8. Hunt JS, Roby KF: Implantation factors. In: Clin obstet gynecol 37; 1994;
635-645
9. Brent RL, Beckman DA: The contributional of environmental teratogens to
embryonic and fetal loss. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 646-664
10. Azmanov, Dimitiar et al.2006.profile of chromosomal in different gestational
age spontaneous abortions detevted by comparative genomic hybridation. Eur
J Obstet Gynecol Reprod Biol. Epub 2006 Jun 6. Sofia. University Hospital
Maichin Dom
11. Kashevarova et al. 2006. Pathogenetic effects early human embryo
development. ESHRE Annual. Prague

16

You might also like