You are on page 1of 25

Learning Issue

A. Anatomi Abdomen
Anatomi Peritoneum
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian
belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di
bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu
dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis, lemak subkutan dan
fasia superfisial (fasia Scarpa) kemudian ketiga otot dinding perut, m.oblikus abdominis
eksternus, m.oblikus abdominis internus, dan m.tranversus abdominis dan akhirnya lapis
preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus
abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan
dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniakaudal diperoleh pendarahan dari
cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka
sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica inferior. Kekayaan
vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa
menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental
oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I. Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi
oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ
di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen
dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan
peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang
membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta
membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf.
Gambar 1 :Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot abdomen11
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding
rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang
menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum parietale mempunyai
komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi yang berbahaya dan
menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas.1,2 Ruang yang bisa terdapat di antara dua
lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya disebut Spatium
Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat cairan peritoneum yang berfungsi
sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti.
Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan pada kelainan tertentu disebut sebagai asites
(hydroperitoneum).2 Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter2, sama dengan luas permukaan kulit
orang dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal
semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh
karena itu peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu
peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting
dalam kasus hidrochepalus.3,4
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding abdomen melalui
suatu duplikatur yang disebut mesenterium.1,2,3
Gambar 2. Anatomi Cavitas Peritonealis

Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan


mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Spatium
Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya , di depan (spatium praepitoneale), di
belakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah (spatium subperitoneale). Alat yang terletak
di dalam cavitas peritoneale disebut letak intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum,
ileum, dan limpa. Sedangkan yang terletak di belakang peritoneum disebut retroperitoneale
seperti pada ginjal dan pancreas.1,3,4
Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung dengan alat
viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum (omentum
majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus kecil disebut
mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon trnsversum dan sigmoideum
disebut mesocolon transversum dan sigmoideum. Mesenterium dan omentum berisi
pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat viscera yang bersangkutan.2,3
Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan dan
mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan otot yang
ada si sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa nyeri lokal, namun
insicipada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri.1,2 Peritoneum viscerale sensitif
terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan, tekanan maupun
temperature.4,5
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh
perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal
terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior.
Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa
menimbulkan gangguan perdarahan.1,2,3 Persarafan dinding perut dipersyarafi secara
segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I. 2
Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera abdomen agar dapat
segera mengetahui atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada perut: .
 Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.
 Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada permukaan
visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah pinggir bawah
hepar.
 Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.
 Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis
 Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis
 Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada lien.
 Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan diaphragma di
regio sepanjang sumbu iga x kiri.
 Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di sisi kanan
dan kiri columna transversalis.
 Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri columna
vertebralis.
 Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian kanan bawah
rongga abdomen dan rongga pelvis.
 Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon ascendens,
colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.
Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,
pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat
pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat
pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di
sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak,
menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama olentum majus. Bangunan
ini memanjang dari tepi gaster sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan
kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang
lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara gaster dan liver.

Anatomi gaster
Gaster terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong gaster menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal gaster adalah 1 sampai 2 liter.
Secara anatomis gaster terbagi atas fundus, korpus, dan antrumpilorikum atau pilorus.
Sebelah kanan atas gaster terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah gaster
terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung gaster mengatur pengeluaran dan
pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan
masuk ke dalam gaster dan mencegah refluks isi gaster memasuki esofagus kembali.
Daerah gaster tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia.
Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan
ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam
gaster.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis
(penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum.
Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi.
Stenosis pilorus atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya
mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan
makanan dari gaster ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan
tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi
atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.
Gaster tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian
dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor
gaster dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk omentum minus.
Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai
ligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau
hepatoduodenalis) menyokong gaster sepanjang kurvatura minor sampai ke hati.
Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum majus, yang
menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah
tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit
pankreatitis akut.
Gambar 3. Anatomi gaster

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan
bukan dua lapis otot polos yaitu lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah,
dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan
berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi
partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan
gaster, dan mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa
dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan
peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam gaster, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae,
yang memungkinkan terjadinya disternsi gaster sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa
tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi gaster yang
ditempatinya.
Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus. Kelenjar
fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus gaster. Kelenjar gastrik
memiliki tiga tipe sel utama. Sel-sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen.
Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam
hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik. Faktor intrisik diperlukan untuk absorbsi vitamin
B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia
pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan
mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus gaster.
Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen.
Substansi lain yang disekresi dalam gaster adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion
natrium, kalium dan klorida.
Persarafan gaster sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis
untuk gaster dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus
vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Persarafan simpatis
melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan,
kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-
serabut aferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi gaster. Pleksus saraf mienterikus
(Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding gaster dan
mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa gaster.
Seluruh suplai darah di gaster dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama
berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang
menyuplai kurvatura minor dan major. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah
arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan
sepanjang bulbus posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat
mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari gaster dan
duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal,
berjalan ke hati melalui vena porta
Gambar 3. Suplai darah lambung dan duodenum

B. Fisiologi gaster
 Fungsi motorik
1. Menampung :Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikitv
dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa
menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh nervus
vagus dan dirangsang oleh gastrin.
2. Mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah gaster melalui kontraksi otot yang mengelilingi gaster.
Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik dasar.
3. Pengosongan gaster : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipenga ruhi oleh
viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-
obatan, dan olahraga. Pengosongan gaster diatur oleh faktor saraf dan hormonal,
seperti kolesistokinin.
 Fungsi pencernaan dan sekresi
1. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini. Pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase memiliki peranan yang kecil di dalam
gaster.
2. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan
antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
3. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian
distal.
4. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi gaster serta berfungsi sebagai
pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
5. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai
barier dari asam lumen dan pepsin.

Cairan gaster
Cairan gaster yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung lendir,
pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini
selalu ada dalam jumlah sedikit. Pengaturan sekresi lambung dibagi atas tiga fase, yaitu:
1. Fase sefalik
Fase ini sudah dimulai sebelum makanan masuk ke gaster, yaitu dengan melihat,
mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh
nervus vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang
menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks selebri atau pusat nafsu makan.
Impuls eferan kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini
mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang menyekresi HCL, pepsinogen, dan
menambahkan mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi gaster
normal yang berhubungan dengan makanan.
2. Fase gastrik
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum juga
dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada
dinding gaster. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan
kembali ke lambung melalui eferen vagus, impuls ini merangsang pelepasan hormon
gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar gaster. Gastrin
dilepaskan dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar gaster
untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam
empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel
parietal difundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin,
dan asetilkolin yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi
pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang
pelepasan histamin dari sel enterokromafin dari mukosa untuk sekresi asam. Fase
sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total setelah makan,
sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah
sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum
pilorus, sebab disinilah letak pembentukan gastrin.
1. Fase intestinal
Fase ini dimulai oleh gerakan kimus dari gaster ke duodenum. Fase sekresi gaster
diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian
dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang
menyebabkan gaster terus menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan gaster.
Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi gaster lebih
besar.

B. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut. Definisi nyeri tersebut menjelaskan konsep bahwa
nyeri adalah produk kerusakan struktural, bukan saja respons sensorik dari suatu
proses nosisepsi (berkenaan dengan reseptor untuk nyeri yang disebabkan oleh
cedera jaringan tubuh; cedera tersebut dapat berasal dari rangsang fisik, seperti
rangsang mekanik, termal, atau listrik, atau dari rangsang kimia seperti adanya toksin
atau kelebihan zat nontoksik), harus dipercaya seperti yang dinyatakan penderita,
tetapi juga merupakan respons emosional yang didasari atas pengalaman termasuk
pengalaman nyeri sebelumnya.
1. Nyeri perut

Keluhan yang paling menonjol pada gawat perut adalah nyeri. Nyeri perut ini
dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik, dan dapat berasal dari berbagai
proses pada berbagai organ di rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya di
rongga dada.
1.1 Jenis Nyeri Perut

a. Nyeri viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam
rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti
organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap perabaan,
atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat
dilakukan tanpa rasa nyeri pada pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau
peregangan organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot sehingga
menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada appendisitis maka akan
timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjukkan
secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya
untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga nyeri sentral
(Sjamsuhidajat et all,2004).

Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional


organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum,
sistem hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau
epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus
besar sampai pertengahan kolon transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar
umbilikus. Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon
transversum sampai dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri pada bagian
perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak
dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif
bergerak(Sjamsuhidajat , dkk., 2004).

b. Nyeri somatik

Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf
tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut.
Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk dengan tepat
dengan jari lokasi nyeri. Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan,
rangsang kimiawi atau proses radang (Sjamsuhidajat dkk., 2004).

Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang


peritoneum dan dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan
antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan
inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan
penderita, baik gerakan tubuh maupun gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga
akan menambah intensitas nyeri sehingga penderita pada akut abdomen berusaha
untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan batuk (Sjamsuhidajat, dkk.,
2004).

1.2 Letak nyeri perut

Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya sama dengan asal
organ tersebut pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat
dengan organ sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya. Nyeri
pada anak presekolah sulit ditentukan letaknya karena mereka selalu menunjuk daerah
sekitar pusat bila ditanya tentang nyerinya. Anak yang lebih besar baru dapat
menentukan letak nyeri (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).

1.3 Sifat nyeri

Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan
nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat
membantu menegakkan diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah
belikat, nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu
kemungkinan terdapat rangsangan pada diafragma (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).

a. Nyeri alih

Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu
daerah. Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah
pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau
peradangan akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri
dirasakan pada daerah ujung belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan
karena radang atau trauma pada permukaan limpa atau hati juga dapat menyebabkan
nyeri di bahu. Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat
kelamin luar seperti labia mayora pada wanita atau testis pada pria (Sjamsuhidajat,
dkk., 2004).
b. Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris
akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom
setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster. Radang saraf pada
herpes zooster dapat menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut sebelum gejala
tau tanda herpes menjadi jelas (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).

c. Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan
pada rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering ditemukan pada
peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan
tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk
dengan tepat lokasi nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak,
nyeri batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang sering
disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul pada pasien akut abdomen dapat
berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).

d. Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus
menerus karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat
pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang
meraadang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat (Sjamsuhidaja, dkk.,
2004).

e. Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu
ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka
kolik dirasakan hilang timbul (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam serangan,
penderita sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri dari serangan nyeri
perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak paksa.

f. Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan
tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih
lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang
jelek dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.

g. Nyeri pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada
tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri
viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual. Setelah radang mencapai
diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan yang
merupakan nyeri somatik. Nyeri pada saat itu dirasakan tepat pada peritoneum yang
meradang, yaitu perut kuadran kanan bawah. Jika appendiks mengalami nekrosis dan
ganggren nyeri berubah lagi menjadi nyeri yang hebat menetap dan tidak mereda.
Penderita dapat jatuh pada keadaan yang toksis.
Pada perforasi tukak peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan
asam garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga merangsang peritoneum
setempat. Pasien akan merasakan nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa
saat cairan duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon
ascendens sampai sekitar caecum. Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran.
Pasien sering mengeluh nyeri berpindah dari ulu hati pindah ke kanan bawah.proses
ini berbeda dengan yang terjadi pada appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini,
appendisitis akut maupun perforasi duodeum akan mengakibatkan general peritonitis
jika tidak segera ditangani dengan baik.

1.4 Permulaan nyeri dan intensitas nyeri


Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat menggambarkan
sumber nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat,
tetapi dapat pula bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ
berongga, rangsangan peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat
dibandingkan proses inflamasi. Demikian juga intensitas nyerinya. Sesorang yang
sehat dapat pula tiba-tiba langsung merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan oleh
adanya sumbatan, perforasi atau pluntiran. Nyeri yang bertahap biasanya disebabkan
oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau pankreatitis.

1.5 Posisi pasien


Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada
pankreatitis akut pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang
belakang, panggul dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi
sendi panggul dan lutut. Pasien dengan abses hati biasanya berjalan sedikit
membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas seakan-akan menggendong
absesnya.
Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum mendorong penderitanya untuk
berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sehingga melemaskan otot psoas yang
teriritasi. Gawat perut yang menyebabkan diafragma teritasi akan menyebabkan
pasien lebih nyaman pada posisi setengah duduk yang memudahkan bernafas.
Penderita pada peritonitis lokal maupun umum tidak dapat bergerak karena nyeri,
sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya (Sjamsuhidajat,
dkk., 2004).
Daftar Pustaka
1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari
Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 – 493
3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih
bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu
Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.
6. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC.
7. Kavanagh S; The acute abdomen – assessment, diagnosis and pitfalls. UK MPS
Casebook 2004 Feb;12(1):11-17
8. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of
Medicine,third edition,1997, Toronto.
9. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam Radiologi
Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.
10. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-abdomen dalam
Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa
Aksara, Jakarta
Analisis Masalah
1. Tn. Zulfa, laki-laki usia 69 tahun, pekerjaan petani, dirujuk ke IGD RSMH
dengan keluhan utama nyeri seluruh perut sejak 1 hari SMRS.
c. Bagaimana mekanisme nyeri seluruh perut pada kasus?
Pada peritonitis yang tidak terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian
menjadi peritonitis generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ intra
abdominal dan lapisan peritoneum viseral dan parietal. Timbulnya perlengketan
ini menyebabkan aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik.
Cairan dan elektrolit hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat
bakteri masuk ke dalam pembuluh darah.
2. 3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri sekali di daerah ulu hati.
b. Apa saja organ yang kemungkinan terlibat pada kasus?
Etiologi nyeri abdomen berdasarkan lokasi

3. 1 hari SMRS penderita mengeluh nyeri seluruh perut, mual (+), muntah (-),
BAB (-), Flatus (-). Riwayat sering nyeri ulu hati (+), riwayat trauma
disangkal, riwayat sering minum obat anti rematik sejak 2 bulan SMRS. Ada
riwayat BAB hitam, tidak ada riwayat muntah darah.
c. Bagaimana hubungan antar gejala yang dialami? (1 hari SMRS-flatus)
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat
akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya
mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual,
muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan
adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin
hipotensi.

4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran compos mentis, TB 169 cm, BB 60 kg
Tanda vital: TD 110/80 mmHg, Nadi 110x/menit, Pernapasan: 22x/menit,
suhu 37,9 0C.
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan fisik di atas?
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak
baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis
hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena
dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang
disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak
dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara
progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan
produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir
dengan keadaan syok sepsis.

7. Pemeriksaan penunjang : USG Abdomen : cairan bebas (+) di Hepatorenal


space
c. Bagaimana Interpretasi hasil pemeriksaan USG di atas?
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai
densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat
kandungan lambung.

8. Rontgen Thorax AP : dalam batas normal


Foto polos Abdomen 3 posisi :
 Distensi usus halus (-)
 Herring Bone (-)
 Free Air (+)
 Air Fluid Level (-)
c. Bagaimana gambaran dari pemeriksaan foto thoraks di atas?
Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu : terlihat kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.2,8

Foto BNO pada peritonitis.8


Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian
tengah abdomen.

Gambar radiologi perforasi gaster

Ekspertise:
Sebuah x-ray abdomen menunjukkan bayangan bulat yang abnormal di garis tengah
epigastrium dan tampak padat yang diinterpretsi sebagai gas intramural

9. Penyakit
a. Bagaimana patogenesis dari diagnosis kerja?
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada
resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun
juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada resiko
kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung
kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut. Mikrobiologi dari usus
kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya. Beberapa bakteri menempati
bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada bagian distal dari usus kecil
(jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan anaerob (
Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra abdominal
atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal. Adanaya bakteri di
rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut. Omentum dan
organ-oragan viceral cenderung melokalisir proses peradangan,
mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang
diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan
menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana mengarah pada
peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan
pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan
pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran
abscess pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple
organ failure dan shock.

b. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kerja?


Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus.2
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat
dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai
mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut
menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia.2,5
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal
dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.2
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi
usus.1,2,4
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa
ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi
disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir
dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.5
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid
plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum
pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2
minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri
perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena
toksemia.4,6
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang
mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis
generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat
seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di
daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu
dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan
nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase
ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang,
ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi
peritonitis bakteria.2,3
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi
vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding
apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan
peritonitis baik lokal maupun general.2,5
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai
organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai
dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia
sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling
cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya
didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan
akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu
untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritonium.2,4,8

c. Bagaimana klasifikasi dari diagnosis kerja?


Jenis Peritonitis
o Peritonitis Aseptik.
Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya
sekunder dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat
berkembang menjadi bakterial peritonitis dalam beberapa jam mengikuti
transmigrasi dari mikroorganisme (contohnya dari usus)
o Peritonitis bilier
Relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat disebabkan dari :
1.iatrogenic (ligasi duktus sistikus saat cholesistektomi)
2.kolesistitis akut
3.trauma
4.idiopatik
Bentuk lain dari peritonitis steril, ada 4 penyebab :
1. Cairan pankreas
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen
proses diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami
peningkatan serum amilase.
2. Darah.
Misalnya ruptur kista ovarium, aneurisma aorta yang pecah.
3. Urine
Misalnya intraperitoneal ruptur dari kandung kemih.
4. Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier
dimana dibentuk saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis
mekonium berkembang lambat di kehidupan intra uteri atau di periode
perinatal saat mekonium memasuki rongga peritoneum melalui perforasi
inestinal.
o Peritonitis TB
Biasanya terjadi pada imigran atau pasien dengan imunokompromise.
Menyebar ke peritoneum melalui:
1. secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau pyosalping
TB.
2. Melalui darah (blood-borne) infeksi dari TB paru.
Kejadiannya dapat secara akut (seperti peritonitis pada umumnya), dan
kronik (onsetnya lebih spesifik, dengan nyeri perut, demam, penurunan berat
badan, keringat malam, massa abdomen). Makroskopik, ada 4 bentuk dari
penyakit ini : ascitic, encysted, plastic, atau purulent. Terapinya berdasarkan
terapi anti-TB, digabungkan dengan laparotomi (apabila di indikasikan) untuk
komplikasi intra-abdominal.
o Peritonitis Klamidia
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan
digambarkan oleh nyeri hipokondrium kanan, pireksia, dan hepatic rub.
o Obat-obatan dan benda asing.
Pada pemakaian isoniazid, practolol, dan kemoterapi intraperitoneal dapat
menyebabkan peritonitis akut. Bedak dan starch dapat menstimulus
perkembangan benda asing granulomata apabila benda-benda itu bertemu pada
rongga peritoneum (contohnya sarung tangan bedah).
d. Bagaimana manifestasi klinis dari diagnosis kerja?
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan
nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara
bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat
kelumpuhan sementara usus.4
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik
dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.4
Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan
pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu
penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif
berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau
tes lain.4,5

You might also like