You are on page 1of 47

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN MODEL PENGKAJIAN KELUARGA MENURUT


FRIEDMAN PADA KELUARGA DENGAN LANSIA

Tugas Disusun untuk Memenuhi Tugas Pengkajian Komunitas Lanjut


Dosen Pengampu: Dr. Astuti Yuni Nursasi, SKp., MN

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3

ANUNG AHADI P. 1706006706


REZKY MULYANA 1706007154
RIZKIYANI ISTIFADA 1706007186
SARAS ANINDIYA N. 1706007210

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, MARET 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya
sehingga makalah dengan judul “Penerapan Model Pengkajian Keperawatan
Keluarga Menurut Friedman pada Agregat Lansia” dapat selesai tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata ajar Pengkajian Komunitas Lanjut
Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Penyusunan makalah ini mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Widyatuti, M.Kes.,Sp.Kom selaku dekan Program Magister Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
2. Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp.,MN selaku dosen pengajar mata kuliah
pengkajian keperawatan lanjut.
Kelompok menyadari penulisan makalah ini belum sempurna karena beberapa
keterbatasan. Oleh kaerna itu kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan
makalah ini kami harapkan. Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan
manfaat.

Depok, Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Tahap Perkembangan Keluarga dengan Lansia ............................................ 3
2.2 Konsep Lansia .............................................................................................. 4
2.3 Hipertensi ..................................................................................................... 6
BAB 3 PEMBAHASAN .................................................................................... 12
3.1 Pengkajia ..................................................................................................... 12
3.2 Analisa Data ................................................................................................. 19
3.3 Pohon Masalah ............................................................................................ 20
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan ................................................................... 21
3.5 Catatan Perkembangan ............................................................................... 27
BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 37
4.1 Hubungan Usia dengan Hipertensi .............................................................. 37
4.2 Hubungan Konsumsi Garam dengan Hipertensi .......................................... 38
4.3 Hubungan Stres denga Hipertensi ............................................................... 39
BAB 5 PENUTUP.............................................................................................. 42
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 42
5.2 Saran............................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah penduduk usia lanjut di dunia terus meningkat dari tahun ketahun,
diperkirakan pada tahun 2050 akan mencapai 25, 23 % dari total jumlah penduduk dunia
(Infodatin, 2014). WHO (2013) mengemukakan bahwa jumlah lansia di seluruh dunia
sekitar 600 juta jiwa dan jumlah ini akan terus bertambah. Fenomena peningkatan jumlah
lansia di Indonesia mencapai 13, 7 juta jiwa dan Indonesia merupakan urutan kelima
negara dengan jumlah lansia terbesar di dunia pada tahun 2015 (Badan Pusat Statistik,
2016). Jumlah penduduk lansia di Indonesia diperkirakan akan terus bertambah hingga
mencapai 21, 4% dari total jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025.
Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh
perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-penelitian
kedokteran, perbaikan status gizi, peningkatan usia harapan hidup, pergeseran gaya hidup
dan peningkatan pendapatan perkapita. Hal tersebut menyebabkan terjadinya transisi
epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif yang salah satunya adalah
penyakit sistem kardiovaskular (Fatmah, 2010). Lansia mengalami perubahan yang terjadi
yaitu pada aspek fisik atau fisiologi, psikologi, dan sosial (Miller, 2012). Salah satu
perubahan pada aspek fisik lansia adalah terjadinya penurunan elastisitas dari dinding
aorta. Pada lansia umumnya juga akan terjadi penurunan ukuran dari organ-organ tubuh
tetapi tidak pada jantung. Jantung pada lansia umumnya akan membesar. Hal ini nantinya
akan berhubungan kelainan pada sistem kardiovaskuler yang akan menyebabkan gangguan
pada tekanan darah seperti hipertensi (Fatmah, 2010).
Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan tekanan darah
sitolik yang melebihi 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik yang lebih dari 90
mmHg. Dari tahun ketahun didapatkan peningkatan prevalensi penderita hipertensi seiring
dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah populasi obesitas dan kesadaran
masyarakat akan penyakit ini (Mohani, 2014). Secara global, Hipertensi menyebabkan 7,5
juta kematian atau sekitar 12,8% dari total kematian. Prevalensi hipertensi tertinggi di
Wilayah Afrika sebesar 46% pada orang dewasa berusia 25 ke atas, sedangkan prevalensi
yang terendah yaitu 35% ditemukan di Amerika (WHO, 2013). Tidak ada perbedaan
prevalensi antara laki-laki dan wanita tetapi prevalensi terus meningkat berdasarkan usia:
5% usia 20-39 tahun, 26% usia 40-59 tahun, dan 59,6% untuk usia 60 tahun ke atas (Aoki,
1
2014). Di Indonesia, prevalensi hipertensi masih tergolong tinggi. Berdasarkan survey riset
dasar kesehatan nasional (RISKESDAS) pada tahun 2013 hipertensi memiliki prevalensi
yang tinggi, yaitu sebesar 25,8% (Riskesdas, 2013). Peran keluarga sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia. Perawat sebagai salah satu
bagian dari pelayanan kesehatan professional dapat memberikan asuhan keperawatan
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan lansia. Berdasarkan hal di atas, penulis
tertarik membuat makalah asuhan keperawatan keluarga kepada keluarga dengan tahap
tumbuh kembang lansia yang mengalami hipertensi.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan keluarga kepada keluarga dengan tahap
tumbuh kembang keluarga dengan lansia
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan konsep tumbuh kembang keluarga dengan lansia
b. Mendeskripsikan konsep hipertensi pada lansia
c. Mendeskripsikan asuhan keperawatan dengan tahap perkembangan keluarga
dengan lansia pada keluarga Tn. M

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tahap Perkembangan Keluarga dengan Lansia


Tahap terakhir siklus kehidupan dimulai dengan pensiun atau salah satu atau
kedua pasangan, berlanjut sampai dengan kehilangan salah satu pasangan, dan berakhir
dengan kematian. Keluarga dengan usia lanjut adalah keluarga yang didalamnya
terdapat penduduk lansia atau anggota keluarganya seluruhnya lansia (Mubarak, 2009).
Proses usia lanjut dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena
berbagai proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Pada saat penuaan
dan pensiun stresor yang biasa muncul pada keluarga dengan lansia yaitu ekonomi yang
menyesuaikan terhadap penurunan pendapatan pokok dan menyesuaikan terhadap
ketergantungan ekonomi (bergantung pada keluarga), perumahan dimana lansia sering
berpindah ke tempat tinggal yang lebih kecil, fasilitas hidup dibantu, dan dipaksa untuk
pindah ke panti werdha, sosial yang dimulai saat terjadi kehilangan pasangan, berhenti
bekerja atau pensiun dan kehilangan rasa produktivitas, dan kesehatan yang ditandai
dengan penurunan fungsi fisik, mental, dan kognitif, dan merawat pasangan yang
kurang sehat (Friedman, 2010).
Lansia yang kehilangan kemandirian kemandirian mereka akibat gangguan
kesehatan secara umum memiliki moral yang rendah dan perubahan kesehatan fisik.
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas utama
keluarga pada tahap ini. Tugas perkembangan keluarga dengan lansia menurut
Friedman (2010) yaitu:
1. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
Penataan kehidupan yang memuaskan merupakan prediktor yang sangat berharga
dalam memprediksi kesejahteraan lansia. Relokasi merupakan pengalaman
traumatik bagi lansia baik disengaja maupun tidak disengaja karena lansia harus
meninggalkan ikatan dna persahabatan di lingkungan sekitar yang telah
memberikan rasa aman. Lingkungan yang baru dapat berdampak positif jika lansia
dipersiapakan secara adekuat karena seringkali lansia yang pindah mengalami
penurunan kesehatan.

3
2. Menyesuaikan terhadap penghasilan yang berkurang
Menyesuaikan dengan penurunan pendapatan adalah tugas perkembangan kedua
bagi lansia. Saat tidak bekerja lagi atau pensiun, terdapat penurunan penghasilan
dan terjadi peningkatan kebutuhan yang terus menerus.
3. Mempertahankan hubungan pernikahan
Pernikahan dianggap memuaskan akan berlanjut menjadi puncak kebahagiaan
keluarga. Mempertahankan hubungan setelah salah satu atau kedua pasangan
pensiun dipengaruhi oleh dukungan yang diterima dan perubahan kesehatan yang
dialami oleh kedua pasangan atau salah satu pasangan. Perubahan kesehatan
menciptakan tantangan dan beban dalam pemberi asuhan yang akan memengaruhi
penyesuaian pernikahan pasangan.
4. Menyesuaikan terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan keluarga ini sangat membuat trauma meskipun lansia
menyadari kematian adalah bagian proses kehidupan yang normal. Kehilangan
pasangan menuntut reorganisasi total fungsi keluarga.
5. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
Kecenderungan lansia untuk melepasakan diri dari lingkungan sosialnya, keluarga
tetap meningkatkan fokus interaksi sosial lansia dan sumber dukungan sosial
primer lansia.Saat lansia menarik diri dari lingkungannya, hubungan anak cucu dan
saudara menjadi lebih penting
6. Melanjutkan untuk merasionalisasikan kehilangan keberadaan anggta keluarga.

Memahami tugas perkembangan keluarga dengan usia lanjut akan membantu perawat
keluarga dalam memahami dan menerima setiap kemampuan dan keterbatasan,
menyesuaikan dengan masa pensieun, mengatur pola hidup yang terorganisir dan
menerima kehilangan pasangan dengan tentram (Mubarak et al, 2009).

2.2 Konsep Lansia


2.2.1 Definisi
Lanjut usia (Lansia) merupakan tahapan lanjut dari siklus kehidupan yang
ditandai dengan perubahan dan penurunan kemampuan fisik (Potter & Perry, 2005).
Menurut UU No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa
lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes RI, 2016).
Batasan usia lansia menurut Depkes RI, lansia dibagi tiga kriteria yaitu: kelompok

4
menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut
(55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai
senium. Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria yaitu usia
pertengahan (middle age) ialah usia 45-49 tahun, usia lanjut (elderly) 60-74 tahun,
usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Mubarak et
al, 2009).

2.2.2 Perubahan yang terjadi pada lansia


Lansia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya menyesuaikan
diri secara terus-menerus akibat perkembangan usia. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada lansia yaitu:
1. Perubahan kondisi fisiologis
Persepsi lansia terhadap status kesehatan dipengaruhi oleh persepsi terhadap
kemampuan fisiologisnya. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia (Potter
& Perry, 2005; Mubarak et al, 2009) yaitu;
Tabel.1 Perubahan Fisiologis pada Lanjut usia
No Sistem Organ Morfologi dan Fungsi
1 Integumen Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering,
kurang elastis, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat
menurunnya lairan darah ke kulit
2 Suhu Ekstremitas lebih dingin
3 Muskuloskeletal Penurunan massa dan kekuatan otot, penurunan mobilitas sendi,
penurunan rentang gerak sendi, osteoartitis
4 Kardiovaskular Katup jantung menebal dan menjadi kaku, curah jantung
berkurang, pembuluh darah menjadi tidak elastis, dan tekanan
darah menigkat
5 Pekemihan Penurunn filtrasi renal, nokturia, peningkatan inkontiensia urin,
retensi urin, dan aliran darah ke ginjal menurun
6 Pernafasan Kekuatan otot pernafasan berkurang, jumlah alveoli berkurang,
peningkatan frekuensi pernafasan, penurunan ekspansi paru,
peningkatan resistensi jalan napas
7 Gastrointestinal Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar,
rasa lapar menurun, asam lambung meningkat, waktu
pengosongan lambung menurun, peristalkit melemah

5
8 Penglihatan Lensa menjadi keruh, berkurangnya daya akomodasi mata,
penurunan ketajaman penglihatan, sensitivitas terhadap cahaya
yang menyilaukan
9 Pendengaran Penurunan pendengaran, penumpukan serumen, berkurangnya
kemampuan membedakan nada
10 Persarafan Kurang sensitif terhadap sentuhan, kemunduran saraf otonom,
reaksi menjadi lambat
11 Endokrin Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya produksi aldesteron,
menurunnya sekresi gonand, bertambahnya insulin, norefinefrin,
dan psikomotor menjadi lambat
12 Reproduksi Ovarium dan uterus menurun, atrofi payudara, penurunan
produksi sperma
13 Daya pengecap Sensitivitas terhadap rasa menurun
dan pembauan

2. Perubahan Kognitif
Pada umumnya muncul trauma psikologis dan emosi pada lansia akibat
kerusakan kognitif. Perubahan kognitif erat kaitannya dengan perubahan fisik,
keadaan kesehatan, tingkat pendidikan dan situasi lingkungan. Perubahan
kognitif yang terjadi pada lansia yaitu demensia dan delirium (Potter & Perry,
2005).
3. Perubahan Psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi seperti
pensiun. Perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan
bergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Perubahan yang
mendadak dalam kehidupan akan membuat lansia kurang melakukan kegiatan
yang berguna seperti penurunan melakukan minat, siolasi dan kesepian,
perubahan kognitif, dan perubahan spiritual.

2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang
(Kemenkes RI, 2014).
6
2.3.2 Klasifikasi Hipertensi
American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran tekanan
darah menjadi:
Tabel 1 Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association
Kategori Tekanan Darah Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Stage 2 ≥160 mmHg ≥ 100 mmHg
Hipertensi Stage 3 ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg
Sumber: American Heart Assosiation (2014)

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan


hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2002, Udjianti, 2010). Hipertensi primer
adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%
kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan
dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet,
berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah
karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau
gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres (Udjianti, 2010).

2.3.3 Faktor Penyebab


Faktor resiko penyebab hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan
merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan
minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan
estrogen (Kemenkes RI, 2013). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang
memiliki berat badan lebih atau obesitas dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai
risiko yang lebih besar terkena hipertensi. Pada umumnya penyebab obesitas atau
berat badan berlebih dikarenakan pola hidup (Life style) yang tidak sehat (Rahajeng
& Tuminah, 2009). Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya
tidak berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada

7
hipertensi esensial. Teori esensial menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi
disebabkan oleh faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor yang berperan
utama dalam patofisiologi adalah faktor genetik 10 dan paling sedikit tiga faktor
lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas (Dwi & Prayitno 2013).

2.3.4 Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai
substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.
Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen
pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh darah juga
memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara
memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida
endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama. a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. b. Menstimulasi sekresi
8
aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.

2.3.5 Hipertensi pada Lansia


Patogenesis hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan hipertensi
yang terjadi pada usia dewasa muda. Faktor-faktor yang berperan dalam hipertensi
pada lanjut usia adalah: (Hadi & Martono, 2010)
1. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia bertambah
makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar natrium
2. Penurunan elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan yang akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan
mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
3. Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin-sitokin dan substansi
kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal,
meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang
berakibat pada kenaikan tekanan darah.
4. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi-glomerulo-
sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.

9
2.3.6 Manifestasi Klinis
Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan simtomatik maka
pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai berdebar–debar, rasa melayang
(dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler terasa tubuh cepat untuk merasakan capek,
sesak nafas, sakit pada bagian dada, bengkak pada kedua kaki atau perut (Setiati,
Alwi, Sudoyo, Simadibrata, Syam, 2014). Gejala yang muncul sakit kepala,
pendarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi
saat orang menderita hipertensi (Irianto, 2014).

2.3.7 Penatalaksanaan
a) Pengaturan diet
Mengkonsumsi gizi yang seimbang dengan diet rendah garam dan rendah lemak
sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk dapat mengendalikan tekanan
darahnya dan secara tidak langsung menurunkan resiko terjadinya komplikasi
hipertensi.
b) Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat
Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan resiko komplikasi
hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, minum kopi, mengkonsumsi
makanan cepat saji (junk food), malas berolahraga, makanan yang diawetkan
didalam kaleng memiliki kadar natrium yang tinggi didalamnya. Penurunan berat
badan merupakan modifikasi gaya hidup yang baik bagi penderita penyakit
hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat badan ideal dengan
munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total. 23 Kurangi konsumsi
garam dalam konsumsi harian juga dapat mengontrol tekanan darah dalam batas
normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih segar dalam konsumsi harian
(Syamsudin, 2011).
c) Menejemen Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, murung, dendam, rasa
takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya komplikasi hipertensi. Olahraga
teratur dapat mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur membuat badan
lebih rileks dan sering melakukan relaksasi (Muawanah, 2012). Ada 8 tehnik
yang dapat digunakan dalam penanganan stres untuk mencegah terjadinya
kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara: scan

10
tubuh, meditasi pernafasan, meditasi kesadaran, hipnotis atau visualisasi kreatif,
senam yoga, relaksasi otot progresif, olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011).
d) Mengontrol kesehatan
Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu memonitor tekanan darah.
Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka baru menyadari saat
pemeriksaan tekanan darah. Penderita hipertensi dianjurkan untuk rutin
memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi lebih lanjut.
e) Olahraga teratur Olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan
endapan kolestrol pada pembuluh darah nadi. Olahraga yang dimaksud adalah
latihan menggerakan semua nadi dan otot tubuh seperti gerak jalan, berenang,
naik sepeda, aerobik. Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan
kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin
bukan bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan
ringan seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).
f) Manajemen pengobatan hipertensi (Farmakologi hipertensi)

11
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian Keluarga menurut Friedman pada Keluarga Tn.M


3.1.1 Identitas Umum
Kepala Keluarga : Tn M
Umur : 80 tahun
Status pernikahan : Menikah
Status Pendidikan : SD
Pekerjaan : Muazin dan Berkebun
Agama : Islam
Suku : Betawi
Alamat : Jl. Rawapule 8 Kel. Kukusan Kec. Beji, Depok
Komposisi Keluarga :

Nama Jenis Kelamin Hubungan Umur Suku Pendidikan


Kel KK
Tn. M Laki-laki KK 80 th Betawi SD
Ny.N Perempuan Istri 75 th Betawi SD
Tn.Y Perempuan Anak Bungsu 27 th Betawi SMK

a. Tipe Bentuk Keluarga


Keluarga Tn. M termasuk keluarga Nuclear Family
b. Latar Belakang Budaya
Keluarga Tn. M suku betawi. Bahasa sehari-hari yang digunakan dalam keluarga
yaitu bahasa Betawi. Keluarga Tn. M sudah lama tinggal di Depok. Keluarga
Tn. M aktif dalam kegiatan masyarakat seperti kerja bakti yang dilakukan di
sekitar RT nya. Keluarga Tn. M masih selalu berinteraksi dengan anak, cucu dan
cicitnya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Di Waktu luang, Tn.M lebih
sering menghabiskan waktu di kebun.
c. Religius
Keluarga Tn. M beragama Islam. Tn. M aktif dalam keagamaan yang dilakukan
di mushollah dekat rumahnya dan shalat berjama’ah di Masjid. Tn. M selalu
bangun sholat malam dan setelah sholat Tn.M mengaji sampai memasuki waktu
subuh. Ny.M dulu masih sering ikut pengajian tetapi sekarang sudah tidak

12
pernah ikut pengajian, tetapi Ny.M rajin puasa sunnah Senin Kamis. Tn.Y
jarang mengikuti kegiatan di masyarakat. Tn.M mengharapkan anak-anaknya
lebih rajin beribadah dan Tn.M mengatakan selalu siap menghadapi kematian.
d. Status Kelas Sosial
Tn. M dulunya berdagang tetapi saat ini Tn.M menjadi muazin musollah dan
masih selalu berkebun. Pendapatan Tn.M diperoleh dari 9 orang anaknya dan
juga kadang Tn.M mendapat sedikit penghasilan dari hasil berkebun. Tn.Y juga
bekerja sebagai driver Grab.
e. Mobilitas Kelas Sosial
Keluarga Tn. M dalam melakukan aktifitasnya lebih sering berjalan kaki, dan
kadang diantar anaknya dengan motor.

3.1.2 Tahap Perkembangan dan Riwayat Keluarga


a. Apa tahap perkembangan keluarga saat ini?
Keluarga Tn. A saat ini berada pada tahap perkembangan keluarga dengan usia
lanjut.
b. Tugas perkembangan keluarga saat ini
1. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Keluarga Tn.M saling memperhatikan kebutuhan anggota keluarga lainnya.
Ny.N menyiapkan makanan untuk keluarganya dan menyiapkan kebutuhan
keluarga sehari-hari.
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
Tn. M mengatakan sekarang uang kebutuhan keluarga didapat dari 9 orang
anak-anaknya, tetapi terkadanga masih dapat hasil kebun yang bisa dijual dan
bisa dipakai beli kebutuhan Tn.M.
3. Mempertahankan hubungan pernikahan
Tn.M tinggal bersama Istrinya Ny.N. Usia pernikahan kurang lebih 52 tahun
dan keluarganya masih harmonis.
4. Menyesuaikan terhadap kehilangan pasangan
Ny.N selalu khawatiran, takut ditinggal sendiri, bukan hanya dengan pasagan
tetapi dengan anak-anaknya juga.
5. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
Tn. M mengatakan berhubungan baik dengan keluarganya, baik kepada anak,
menantu, cucu, dan cicit.

13
6. Merencanakan kegiatan untuk mengisi waktu tua seperti berolahraga, berkebun
dan mengasuh cucu serta life review.
Tn. M mengisi waktu luang jam dengan berkebun pada pagi hari dan juga
mengisi waktu di mushollah. Selain itu, Tn.M juga ikut bersosialisasi dengan
keluarga dan tetangganya. Jika jadwal kerja bakti lingkungan, Tn. M selalu
aktif mengikutinya.
c. Apa saja tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi?
Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. M, keluarga ini sudah melewati setiap
tahap perkembangan keluarga dan tidak ada tugas perkembangan keluarga yang
belum terpenuhi.
d. Bagaimana riwayat keluarga inti saat ini?
Riwayat kesehatan keluarga, Ny.N memiliki riwayat hipertensi dan pada saat
pengkajian diperoleh TD 150/90 mmHg. Ny.N selalu mengontrol kesehatannya di
posbindu tetapi Ny.N tidak pernah mau meminum obat yang diberikan karena
rasanya sangat pahit dan Ny.N hanya minum mengkudu. Ny.N juga sangat senang
makan ikan asin sehingga tiap hari Ny.N minum teh dan makan ikan asin
meskipun telah dilarang anak-anaknya yang ditinggal di sekitar tempat tinggalnya
dan mengakatan nafsu makannya berkurang jika tidak makan ikan asin.
Berdasarkan hasil pengkajian bapak Ny.N (alm) memiliki riwayat diabetes dan
saat dilakukan pemeriksaan GDS gula darah Ny. N 95 gr/dl. Ny.N mengeluh
kadang merasa pusing dan sekitar 2 tahun lalu Ny.N pernah dibawa ke rumah
sakit karena pingsan. Ny.N juga sering gelisah dan tidak bisa tidur dan tidak mau
makan kalau anaknya belum pulang ke rumah karena khawatir.
Tn.M tidak memiliki riwayat hipertensi saat diukur TD 130/90 mmHg. Tn.M
memiliki riwayat gastritis. Tn.M sudah berhenti minum kopi, tetapi Tn.M sering
makan singkong rebus pada siang hari. Tn.M makan 2 kali sehari. Tn.M memiliki
kebiasaan merokok, dalam sehari bisa menghabiskan 20 batang rokok.
e. Bagaimana riwayat kesehatan keluarga sebelumnya?
Riwayat keluarga sebelumnya, orang tua Ny.N adalah orang asli betawi, dan
sudah meninggal akibat penyakit DM.

14
3.2.3 Data Lingkungan
a. Tipe tempat tinggal (rumah sendiri, apartemen, sewa kamar)?
Tipe rumah T bersifat permanen memiliki ukuran 4 x 6 m2 terdapat 1 ruang tamu, 2
kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah berdekatan dengan anaknya,
disamping rumah dan di depan rumah adalah rumah anaknya dan masih dalam
karena berada dalam satu pekarangan. Sinar matahari langsung tidak masuk ke
rumah karena terhalang oleh rumah anaknya yang tepat berada di depan rumah
Tn.M. Penerangan rumah menggunakan lampu atau listrik PLN. Rumah Tn.M
termasuk di dalam kawasan pemukiman padat dimana rumah tidak meiliki
pekarangan. Lantai terbuat dari ubin. Keadaan rumah cukup bersih, tidak licin.
Atap rumah menggunakan asbes. Terdapat ventilasi berupa jendela di bagian
depan rumah tepat di pintu maupun jendela. Tidak ada sampah yang berserakan.
b. Apakah keluarga memiliki rumah sendiri atau menyewa?
Rumah yang ditempati oleh Tn. M adalah rumah sendiri
c. Gambaran kondisi rumah

Kamar
Ruang Tamu

Kamar

Ruang Istrahat
WC

Dapur

d. Sumber Air
Tn. M mengatakan keluarganya menggunakan air tanah untuk keperluan sehari-
hari. Keluarga Tn.M memasak air tanah untuk keperluan minum.. Jarak air sumur
dengan septick tank kurang lebih 8 – 10 meter.
e. Jamban Keluarga
Jamban keluarga menggunakan tipe jongkok

15
f. Pembuangan Air Limbah
Pembuangan air limbah dialirkan ke septick tank.
g. Evaluasi pembuangan sampah?
Selama ini sampah dibuang di kebun kemudian dibakar.
h. Karakteristik Lingkungan dan Komunitas Tempat Tinggal yang Lebih Luas
Lingkungan permukiman keluarga Tn. M termasuk dalam rumah padat penduduk.
Rumah warga umumnya sempit, saling berdekatan dan umumnya tidak memiliki
halaman. Warga sekitar rumah Tn. M merupakan warga betawi dan mayoritas
disekitar rumah Tn.M adalah rumah anak-anaknya. Sebagian besar warga
beragama Islam dan mempunyai status ekonomi menengah ke bawah. Ibu-ibu
setempat mempunyai tempat perkumpulan pengajian dan dirangkaikan dengan
arisan setiap sabtu yang diadakan di mushollah. Tn. M mengatakan selama ini
hubungan keluarga dengan tetangga baik. Tn. M masih mengikuti kegiatan kerja
bakti di lingkungan rumahnya. Akses masuk hanya bisa di lalui dengan jalan kaki.

3.2.4 Struktur keluarga


a. Pola dan komunikasi keluarga
Pola komunikasi yang terjadi di keluarga Tn. M merupakan komunikasi dua arah.
Tn. M mengatakan bahwa keluarga sering berkumpul setelah semuanya pulang
kerja dan saling berkomunikasi membicarakan beberapa topik termasuk masalah
yang dialami keluarga. Masalah yang terjadi dalama keluarga diselesaikan dengan
musyawarah dimana pengambilan keputusan dilakukan oleh anak pertama yang
tinggal di depan rumah Tn.M.
b. Struktur kekuasaan keluarga
Tn. M mengatakan bahwa jika terdapat masalah yang dialami anggota keluarga,
maka akan diadakan musyawarah keluarga, dimana Ny.I (anak pertama, 51 tahun)
berperan sebagai pengambil keputusan. Keputusan yang diambil adalah hasil
musyawarah dengan keluarga baik dari anak maupun menantu.
c. Struktur Peran
Dalam keluarga Tn. M, Tn. M berperan sebagai kepala keluarga dan anggota
keluarganya ada Ny.N (istri) dan Tn.Y (anak bungsu). Dalam masyarakat, Tn. A
berperan sebagai muzin di mushollah di sekitar tempat tinggalnya.

16
d. Nilai-Nilai Keluarga
Tn.M mengatakan bahwa keluarganya menganut nilai – nilai budaya betawi dan
agama Islam dengan taat, kebiasaan keluarga untuk melakukan musyawarah dan
kumpul keluarga. Keluarga Tn.M juga selalu berusaha menyambung tali
silaturahmi dengan seluruh tetangga. Tn M mengatakan jika ada masalah yang
dianggap tidak penting Tn.M cuek saja

3.2.5 Fungsi keluarga


a. Fungsi Afektif
Tn. M mengatakan bahwa setiap anggota keluarga saling memperhatikan satu sama
lain, ketika memiliki masalah yang dianggap penting keluarga akan langsung
bermusyawarah untuk mencapai solusi dari masalah yang dihadapi. Tn. M
mengatakan bahwa keluarga masih sering meluangkan waktu untuk berkumpul
bersama anak menantu cucu dan cicit. Tn.M dan Ny.N tidak pernah khawatir
dengan kondisi kesehatannya.
b. Fungsi sosialisasi
Tn. M mengatakan masih sering aktif di kegiatan masyarakat seperti pengajian,
kerja bakti maupun kegiatan lain. Tn. M mengatakan jika dirinya masih sering
menghabiskan waktu di musollah.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Tn. M mengatakan memiliki riwayat gastritis. Ny.N memiliki riwayat Hipertensi.
Tn. M merokok, dalam sehari bisa menghabiskan 20 batang rokok. Ny.N
mengatakan selalu merasa pusing. Tn. M dan Ny.N memiliki kartu JKN dan Tn.M
biasa memeriksakan kesehatannya di puskesmas dua bulan sekali dan Ny.N selalu
melakukan pemeriksaan di posbindu.
d. Fungsi ekonomi
Tn. M mengatakan bahwa dirinya sudah tidak bisa berdagang seperti dulu namun
terkadang masih dapat penghasilan dari penjualan hasil kebun dan dalam
kesehariannya mendapat bantuan biaya hidup dari anak-anak.
e. Fungsi reproduksi
Tn. M dan N.M mengatakan saat ini dirinya fokus kepada cucu – cucu dan cicitnya.

17
3.2.6 Stres, Koping, dan Adaptasi Keluarga
a. Stresor,Kekuatan, dan Persepsi Keluarga
Tn. M sudah tidak bisa bekerja seperti dulu dan menghasilkan uang sehingga Tn.
M mendapat bantuan dari anak-anaknya. Ny.N mengalami penyakit hipertensi dan
tidak mau meminum obat yang diberikan. Ny.N selalu merasa pusing dan pada saat
malam hari selalu khawatir tidak bisa tidur memikirkan anaknya jika belum pulang
kerja, dan Ny.N juga terlalu khawatir jika cucunya belum pulang sekolah takut ada
yang menculik cucunya.
b. Strategi Koping Keluarga
Ketika ada masalah keluarga selalu bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah.
Keluarga mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Selain itu Tn. M juga lebih
mendekatkan diri pada Allah SWT dengan berusaha sholat 5 waktu berjamah dan
ikut kegiatan sosial di masyarakat serta ikut pengajian dan Ny.N sudah jarang ikut
pengajian karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan cucu dan cicitnya.
c. Adaptasi Keluarga
Sejauh ini, keluarga masih mampu menyelesaikan masalah yang ada dalam
keluarga dengan melakukan musyawarah.
d. Mengidentifikasi Stresor, Koping dan Adaptasi Sepanjang Waktu
Keluarga menggunakan strategi koping keluarga yang baik.

18
3.2 ANALISA DATA
NO. ANALISA DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Data Subjektif (DS): Ketidakefektifan manajemen
- Ny.N mengatakan selalu mengikutii kesehatan keluarga Tn. M
posbindu dan mengontrol tekanan Khususnya Ny.N
darahnya setiap bulan
- Ny.N mengatakan tidak mau meminum
obat yang diberikan oleh petugas
kesehatan, obatnya hanya disimpan
karena Ny.N mengatakan obatnya pahit
- Ny.N merasa selalu pusing
- Ny.N hanya mau minum mengkudu
untuk menurunkan tekanan darahnya
- Ny.N juga mengatakan tiap hari makan
ikan asin,dan jika dilarang anak dan
menantu makan ikan asin, nafsu makan
berkurang
Data Objektif (DO):
- Ny.N nampak lemas
- TD : 150/90 mmHg

19
3.3 POHON MASALAH

Umur Konsumsi Garam Berlebih Stres

Hipotalamus: ACTH Saraf Simpatis


Penurunan Elastisitas Pembuluh Pertambahan volume darah;
darah Reabsorbsi cairan di Ginjal
Hormon kortisol meingkat Epinefrin dan
Norepinefrin
Tekanan darah meningkat

Peningkatan Denyut
jantung dan kontraktilitas
jantung
Peningkatan TIK Hipertensi

Vasokontriksi pembuluh darah


Nyeri Kepala; Pusing Perubahan status kesehatan sistemik

Ketidakinginan minum obat Kelemahan;


Kurang pengetahuan
Penurunan curah jantung

Ketidakefektifan manajemen
kesehatan

20
3.4 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


No. Data
Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi
1 - Ny.N mengatakan Domain: 1 TUK 1: Keluarga mampu mengenal masalah :
Promosi Setelah dilakukan intervensi
selalu mengikutii
kesehatan keluarga mampu mengenal masalah Level 1 : Domain III
posbindu dan dengan kriteria hasil: Perilaku
Kelas: 2 Level 2 : Kelas S, Pendidikan Pasien
mengontrol tekanan
Manajemen Level 1 : Domain VI Level 3 : Intervensi,
darahnya setiap bulan kesehatan Kesehatan keluarga Pengajaran Proses Penyakit
Level 2 : class S 5602
- Ny.N mengatakan
Diagnosis : Pengetahuan tentang Kesehatan a. Kaji pengetahuan pasien
tidak mau meminum 00080 Ketidakefektifan Level 3 : Outcomes mengenai kondisinya
manajemen 1837 Pengetahuan: Manajemen Hipertensi b. Jelaskan tanda dan gejala yang
obat yang diberikan
kesehatan umum dari penyakit (hipertensi)
oleh petugas kesehatan, keluarga Tn.M Keluarga mampu meningkatkan c. Berikan informasi pada pasien
khususnya Ny.N pengetahuan kesehatan dari skala 2 mengenai kondisinya
obatnya hanya
(pengetahuan terbatas) menjadi d. Diskusikan perubahan gaya hidup
disimpan karena Ny.N skala 4 (pengetahuan banyak) yang mungkin diperlukan untuk
dengan indikator : mengontrol penyakit atau
mengatakan obatnya
mencegah hipertensi
pahit 183701 a. Mengetahui kisaran normal e. Jelakan pentingnya pengobatan
tekanan darah sistolik yang direkomendasikan
- Ny.N merasa selalu
183702 b. Mengetahui kisaran normal f. Jelaskan komplikasi kronikyang
pusing tekanan darah diastolik mungkin
183705 c. Mengetahui potensial g. Edukasi pasien mengenai
- Ny.N hanya mau
komplikasi hipertensi tindakan untuk mengontrol atau

21
minum mengkudu 183713 d. Mengetahui pentingnya meminimalkan gejala
mematuhi pengobatan
untuk menurunkan
183722 e. Mengetahui strategi untuk
tekanan darahnya mengubah kebiasaan diet
183723 f. Mengetahui strategi untuk
- Ny.N juga mengatakan
membatasi intake sodium
tiap hari makan ikan
asin,dan jika dilarang
anak dan menantu
makan ikan asin, nafsu
makan berkurang
- Ny.N nampak lemas
- TD : 150/90 mmHg
TUK 2 Keluarga mampu memutuskan
Setelah dilakukan intervensi tindakan keperawatan:
keluarga mampu memutuskan
tindakan perawatan dengan kriteria Level 1: Domain 6
hasil: Sistem Kesehatan
Level 2: Kelas Y
Level 1 : Domain IV Perawatan untuk mendukung
Pengetahuan tentang Kesehatan dan 7140 penggunaan sistem pelayanan
Perilaku kesehatan yang efektif
Level 2 : class Q Level 3: Intervensi
Perilaku Sehat Dukungan Pengambilan Keputusan
Level 3 : Outcomes
1606 Partisipasi dalam Keputusan a. Tentukan apakah terdapat
Perawatan Kesehatan perbedaan antara pandangan
pasien dan pandangan penyedia

22
Keluarga mampu berpartisipasi perawatan terkait kondisi pasien
dalam pengambilan keputusan b. Bantu pasien mengidentifikasi
perawatan kesehatan dari skala 2 keuntungan dan kerugian dari
(jarang menunjukkan) menjadi skala setiap alternatif pilihan
5 (secara konsisten menunjukkan) c. Fasilitasi pengambilan keputusan
dengan indikator : kolaboratif
d. Hormati hak-hak pasien untuk
160605 a. Menentukan pilihan yang e. Dukung harapan yang realistis
diharapkan terkait dengan f. Fasilitasi komunikasi akan
outcome kesehatan perasaan dari keluarga
160608 b. Menggunakan teknik g. Orientasikan keluarga terkait
penyelesaian masalah untuk tatanan pelayanan kesehatan,
mencapai outcome yang seperti rumah sakit
diinginkan
160614 c. Mengidentifikasi tingkat
pencapaian outcome

- TUK 3: Keluarga mampu memutuskan


Setelah dilakukan intervensi, tindakan keperawatan:
keluarga mampu melakukan
perawatan keluarga dengan kriteria Level 1: Domain 1
hasil: Fisiologi: Dasar
Level 2: Kelas D
Level 1 : Domain IV Dukungan Nutrisi
Kesehatan keluarga 1100 Level 3: Intervensi
Level 2 : class FF Manajemen Nutrisi
Manajemen Kesehatan
Level 3 : Outcomes a. Anjurkan pasien melakukan
3107 Manajemen diri: Hipertensi modifikasi diet yang diperlukan
b. Atur diet yang diperlukan
Level 1: Domain 2

23
Keluarga mampu terlibat dalam Fisiologi: Kompleks
perawatan dari skala 2 (jarang Level 2: Kelas H
menunjukkan) menjadi skala 5 Manajemen Obat-Obatan
(secara konsisten menunjukkan) Level 3: Intervensi
dengan indikator : Manajemen Pengobatan
310713 a. Mengikuti diet yang 2380
direkomendasikan a. Pantau kepatuhan mengenai
310714 b. Membatasi asupan garam regimen obat
310705 c. Menggunakan obat-obat sesuai b. Pertimbangkan faktor-faktor yang
resep dapat menghalangi pasien untuk
konsumsi obat yang diresepkan
c. Kembangkan strategi bersama
pasien untuk meningkatkan
kepatuhan mengenai regimen
terapi yang diberikan
- TUK 4 Keluarga mampu memodifikasi
Setelah dilakukan intervensi lingkungan:
keluarga mampu memodifikasi
lingkungan dengan kriteria hasil: Level 1: Domain 5, Keluarga
Level 2: Kelas X, Perawatan
Level 1 : Domain VI sepanjang hidup
Kesehatan keluarga Level 3: Intervensi
Level 2 : class X 7120 Mobilisasi keluarga
Kesejahteraan keluarga
Level 3 : Outcomes a. Lihat anggota keluarga sebagai
2601 Iklim sosial keluarga ahli potensial dalam perawatan
klien
Keluarga mampu menunjukkan b. Tentukan kesiapan dan
lingkungan sosial yang mendukung kemampuan anggota keluarga
dari skala 2 (jarang) menjadi skala 5 untuk belajar
(konsisten) dengan indikator : c. Bantu pengembangan

24
a. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mutual
260105 kegiatan di waktu luang dengan anggota keluarga
b. Menghadiri kegiatan religius d. Dukung kegiatan keluarga dalam
260103 bersama meningkatkan kesehatan
c. Mempertahankan rutinitas e. Kolaborasikan terapi dan
260123 keluarga perubahan gaya hidup pada
d. Memecahkan masalah keluarga
260116 bersama – sama
e. Mendukung kemandirian
260111 anggota keluarga

- TUK 5 Keluarga mampu memanfaatkan


Setelah dilakukan intervensi fasilitas layanan kesehatan :
keluarga mampu memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan dengan Level 1: Domain VI, Sistem
kriteria hasil: Kesehatan
Level 2: Kelas b, Manajemen
Level 1 : Domain VI Informasi
Kesehatan keluarga 8100 Level 3: Intervensi
Level 2 : class X Rujukan
Kesejahteraan keluarga
Level 3 : Outcomes a. Identifikasi perawatan yang
1606 Partisipasi keluarga dalam diperlukan
perawatan profesional b. Identifikasi rekomendasi penyedia
layanan kesehatan terkait rujukan
Keluarga dapat berpartisipasi dalam c. Tentukan apakah perawatan
proses perawatan dari skala 1 (tidak pendukung yang tepat tersedia di
pernah) menjadi skala 5 (konsisten) rumah atau di komunitas
dengan indikator : d. Atur pelayanan rumah yang tepat,
160603 a. Mencari sumber informasi yang sesuai kebutuhan
terpercaya

25
160604 b. Mendefinisikan pilihan yankes
yang tersedia
160605 c. Menentukan pilihan yankes
160606 d. Identifikasi prioritas kesehatan
160612 e. Negosiasi perawatan yang
diinginkan

26
3.5 CATATAN PERKEMBANGAN
Diagonis Hari/ Tanggal/
No Implementasi Evaluasi (SOAP)
Keperawatan Waktu
TUK 1 Subjektif:
Keluarga mampu mengenal masalah hipertensi dan  Ny.N menjelaskan terkait hipertensi yakni
karakteristiknya tekanan darah diatas 140/90 (skala 3)
a. Kaji pengetahuan pasien mengenai kondisinya  Ny.N menyebutkan gejala hipertensi yaitu
b. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit sakit kepala, pusing, sakit ditengkuk (skala 3)
(hipertensi)  Ny.N memahami jika ia menderita hipertensi
Ketidakefektifan c. Berikan informasi pada pasien mengenai kondisinya dan mengatakan sering pusing (skala 3)
manajemen Kamis, 08 Maret d. Jelaskan komplikasi kronikyang mungkin  Ny.N menyebutkan komplikasi hipertensi
1 kesehatan 2018 e. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin yaitu stroke (skala 4)
keluarga Tn.M Pukul 16.15 diperlukan untuk mengontrol penyakit atau  Ny.N mengatakan harus mengurangi makan
khususnya Ny.N mencegah hipertensi ikan asin dan rutin minum obat (skala 4)
f. Jelakan pentingnya pengobatan yang  Ny.N mengatakan ia selalu berkunjung ke
direkomendasikan posbindu (skala 4)
g. Edukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol
atau meminimalkan gejala Objektif:
 Ny.N dan keluarga tampak antusisas dalam
diskusi

27
 Ny. N dan keluarga harus diberikan stimulus
saat diberi pertanyaan
 Ny.N dan keluarga kooperatif saat diskusi
 Hasil pemeriksaan Ny.N
TD: 180/90 mmHg
GDS : 85 gd/dl

Analisis:
TUK 1 belum tercapai, pengetahuan Ny.N belum
mampu memahami hipertensi dengan baik

Perencanaan:
Melakuka pengulangan perencanaan TUK 1 dan
melanjutkan ke TUK 2 terkait pengambilan
keputusan keluarga terkait kesehatan
TUK 1 Subjektif:
Jumat, 09 Maret Keluarga mampu mengenal masalah hipertensi dan  Ny.N mengatakan hipertensi adalah tekanan
2018 karakteristiknya darah diatas 140/90 (skala 4)
Pukul 16.30 a. Kaji kembali pengetahuan pasien mengenai  Ny.N mengetahui dan menyebutkan gejala
kondisinya hipertensi yaitu sakit kepala, pusing, sakit

28
b. Menjelaskan kembali tanda dan gejala yang umum ditengkuk, jantung berdebar-debar, lemes
dari penyakit (hipertensi) (skala 4)
c. Menjelaskan kembali komplikasi kronikyang  Ny.N menyebutkan komplikasi hipertensi
mungkin yaitu stroke (skala 4)
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin  Ny.N mengatakan akan mengurangi makan
diperlukan untuk mengontrol penyakit atau ikan asin dan rutin minum obat untuk
mencegah hipertensi menurunkan tekanan darah (skala 4)
e. Jelakan pentingnya pengobatan yang  Ny.N menunjukkan atau mendemonstrasikan
direkomendasikan banyaknya garam yang dikonsumsi dalam
f. Edukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol sehari
atau meminimalkan gejala
Objektif:
 Ny.N dan keluarga tampak antusisas dalam
diskusi
 Ny. N dan keluarga harus diberikan stimulus
saat diberi pertanyaan
 Ny.N dan keluarga kooperatif saat diskusi
 Hasil pemeriksaan Ny.N
TD: 180/100 mmHg
GDS : 85 gd/dl

29
Analisis:
TUK 1 belum tercapai, pengetahuan Ny.N belum
mampu memahami hipertensi dengan baik

Perencanaan:
Melakuka pengulangan perencanaan TUK 1 dan
melanjutkan ke TUK 2 terkait pengambilan
keputusan keluarga terkait kesehatan
TUK 2 Subjektif:
Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat  Tn.M mengatakan kondisi Ny.N harus
terhadap masalah Ny.N diperhatikan
a. Tentukan apakah terdapat perbedaan antara  Tn.Y mengatakan jika Ny.N selalu khawatir
pandangan pasien dan pandangan penyedia dengan kondisinya sehingga dia tidak pulang
Jumat, 09 Maret perawatan terkait kondisi pasien terlalu malam
2018 b. Bantu pasien mengidentifikasi keuntungan dan  Tn.M mengatakan tidak lagi membeli ikan
Pukul 16.30 kerugian dari setiap alternatif pilihan asin agar tekanan darah Ny.N bisa terkontrol
c. Fasilitasi pengambilan keputusan kolaboratif  Tn.M mengatakan masak sayur dengan
d. Hormati hak-hak pasien untuk garam yang cukup jika merasa kurang asin
e. Dukung harapan yang realistis Tn.M akan menambahkan sendiri garam
f. Fasilitasi komunikasi akan perasaan dari keluarga untuk sayurnya
g. Orientasikan keluarga terkait tatanan pelayanan

30
kesehatan, seperti rumah sakit  Tn.M mengatakan akan membantu Ny.N
agar mengkonsumsi obat secara teratur agar
tekanan darahnya menurun.
 Tn.M dan Ny.N mengatakan akan berusaha
mengurangi makan garam dan rajin berobat

Objektif:
 Ny.N dan Tn.M sangat antusias
 Tn.M selalu bertanya
 Tn.M dan Tn.Y sangat mendukung kesehatan
Ny.N

Analisis:
TUK 2 tercapai, keluarga secara konsisten
memberikan dukungan terkait kesehatan Ny.N
dan membantu dalam pengontrolan diet Ny.N

Perencanaan:
Melanjutkan ke TUK 3 terkait keterlibatan
keluarga dalam perawatan

31
TUK 3 Subjektif:
Keluarga mampu melakukan perawatan pada  Tn.M mengatakan Ny.N malas makan sayur
anggota keluarga khususnya Ny.N  Ny.N mengatakan akan berusaha untuk
a. Anjurkan pasien melakukan modifikasi diet yang mengurangi konsumsi ikan asin
diperlukan  Ny.N mengatakan akan konsumsi sayur dan
b. Atur diet yang diperlukan membatasi garam
Objektif:
Selasa, 13 Maret
 Tn.M sangat antusias dan sangat termotivasi
2018
untuk melakukan apa yang telah dianjurkan
Pukul 13.30
Analisis:
TUK 3 belum tercapai, Ny.S mencoba untuk
memodifikasi makanan yang dikonsumsi
Perencanaan:
Lanjut ke TUK 3 untuk follow up keterlibatan
keluarga dalam perawatan kesehatan khususnya
Ny.N

32
TUK 3 Subjektif:
Keluarga mampu melakukan perawatan pada  Ny.N mengatakan tidak suka minum obat
anggota keluarga khususnya Ny.N karena pahit
a. Pantau kepatuhan mengenai regimen obat  Tn.M dan Tn.Y mengatakan obat yang
b. Pertimbangkan faktor-faktor yang dapat diberikan dokter saat posbindu hanya
menghalangi pasien untuk konsumsi obat yang disimpan
diresepkan  Ny.N mengatakan minum mengkudu tetapi
c. Kembangkan strategi bersama pasien untuk tidak teratur
meningkatkan kepatuhan mengenai regimen terapi  Tn.M akan membantu Ny.N untuk
Selasa, 13 Maret
yang diberikan mengkonsumsi obat secara teratur
2018
Objektif:
Pukul 13.30
 Ny.N tampak ragu saat diminta minum obat
secara rutin
Analisis:
TUK 3 belum tercapai, Ny.N akan mencoba dan
berusaha minum obat teratur
Perencanaan:
Lanjut ke TUK 3 untuk follow up keterlibatan
keluarga dalam perawatan kesehatan khususnya
Ny.N

33
TUK 3 Subjektif:
Keluarga mampu melakukan perawatan pada  Ny.N mengatakan obatnya tidak bisa tertelan
anggota keluarga khususnya Ny.N meskipun obatnya kecil dan mencoba minum
a. Pantau kepatuhan mengenai regimen obat obat dengan obatnya dihancurkan
b. Pertimbangkan faktor-faktor yang dapat  Tn.M mengatakan Ny.N minum obat tapi
menghalangi pasien untuk konsumsi obat yang obatany dihancurin
diresepkan
Kamis, 15 Maret
d. Kembangkan strategi bersama pasien untuk Objektif:
2018
meningkatkan kepatuhan mengenai regimen terapi  Tn.M dan Ny.N sangat antusias
Pukul 16.20
yang diberikan  TD: 150/90 mmHg

Analisis:
TUK 3 tercapai, Ny.N untuk minum obat

Perencanaan:
Lanjut ke TUK 4 untuk modifikasi lingkungan
TUK 4 Subjektif:
Kamis, 15 Maret
Keluarga mampu melakukan memodifikasi  Tn.M mengatakan membatasi untuk membeli
2018
lingkungan: ikan asin karena yang belanja adalah Tn.M
Pukul 16.20
a. Lihat anggota keluarga sebagai ahli potensial dalam  Tn.M membantu Ny.N menghancurkan obat

34
perawatan klien untuk diminum karena Ny.N tidak mampu
b. Tentukan kesiapan dan kemampuan anggota minum obat tablet
keluarga untuk belajar  Keluarga Tn.M sangat mendukung
c. Bantu pengembangan pengambilan keputusan pengobatan Ny.N
dengan anggota keluarga
d. Dukung kegiatan keluarga dalam meningkatkan Objektif:
kesehatan  Tn.M bersemangat saat bercerita
e. Kolaborasikan terapi dan perubahan gaya hidup pada  Ny.N terlihat malu saat Tn.M menceritakan
keluarga kalau Ny.N tidak bisa minum obat.

Analisis:
TUK 4 tercapai, keluarga Tn.M mampu
melakukan modifikasi lingkungan

Perencanaan:
Lanjut ke TUK 5 untuk pemanfaatan pelayanan
kesehatan Tn.M khususnya Ny.N
Senin, 15 Maret TUK 5 Subjektif:
2018 Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas layanan  Ny.N mengatakan sering mengunjungi
Pukul 16.20 kesehatan : posyandu yang ada di RT sekitar rumahnya

35
a. Identifikasi perawatan yang diperlukan  Ny.N mengatakan pernah menggunakan
b. Identifikasi rekomendasi penyedia layanan fasilitas kesehatan/klinik untuk perawatan
kesehatan terkait rujukan kesehatan saat pingsan
c. Tentukan apakah perawatan pendukung yang tepat  Ny.S mengatakan akan rajin mengontrol
tersedia di rumah atau di komunitas kesehatannya
d. Atur pelayanan rumah yang tepat, sesuai kebutuhan
Objektif:
 Ny.N tampak paham terkait apa yang
disampaikan
 Tn.M paham terkait prosedur rujukan

Analisis:
TUK 5 tercapai, Keluarga Tn.M sudah
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk
mengontrol kesehatannya

Perencanaan:
Intervensi selesai, lanjutkan ke terminasi

36
BAB 4
PEMBAHASAN

Selama melakukan asuhan keperawatan pada keluarga Tn.M khususnya Ny.N


dengan masalah hipertensi, kelompok menemukan beberapa faktor resiko yang
menyebabkan Ny.N terkena hipertesi yaitu usia, pola hidup khususnya konsumsi
tinggi garam, dan stres.

4.1 Hubungan Usia dengan Hipertensi


Pertambahan usia maka akan menyebabkan resiko terjadinya hipertensi.
Peningkatan tekanan darah dengan usia sebagian besar terkait dengan perubahan
struktural dalam arteri dan terutama dengan kekakuan arteri besar. Hal ini diketahui
dari berbagai penelitian bahwa peningkatan tekanan darah dikaitkan dengan
peningkatan risiko kardiovaskular. Pada orang tua, prediktor risiko paling kuat adalah
peningkatan tekanan nadi karena penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik
mengalami peningkatan. Lansia merupakan populasi rentan terhadap efek samping
dari perawatan dan pengurangan tekanan darah, meskipun mengurangi risiko kejadian
kardiovaskular seperti stroke, dapat menyebabkan peningkatan mortalitas (Pinto,
2007).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18
tahun ke atas mencapai 28 % dan lebih tinggi pada usia lanjut. Usia lansia adalah usia
dimana lansia mengalami perubahan fisiologis salah satunya menopause yang
menyebabkan hormon estrogen yang berperan sebagai pelindung pembuluh darah
berkurang. Hal ini menyebabkan pembuluh darah rusak sehingga wanita usia
menopause rentan terkena hipertensi. Makna rusak pada pembuluh darah pada lanjut
usia adalah pembuluh darah menjadi kaku, elastisitasannya berkurang dan mengalami
penebalan. Rusaknya pembuluh darah menyebabkan jantung mempompa darah lebih
keras karena aliran darah yang masuk ke jantung berkurang, sehingga tenakan darah
meningkat.
Berdasarkan hasil pengkjian, usia Ny.N saat ini yaitu 75 tahun (lansia) dan
memiliki tekanan darah 150/90 mmHg. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Gandana dkk (2011) dimana prevalensi responden hipertensi terbesar berusia lebih
dari 40 tahun yakni sebanyak 70 (93,3%) di RSUD Syamsuddin Sukabumi. Selain itu,
hasil penelitian usia mempengaruhi angka kejadian hipertensi (Nurlita dkk, 2017). Hal

37
didukung oleh penelitian yang dilakukan Irza (2009) dalam Herawati dan Wahyuni
(2016) menyatakan pada usia menopause hormon estrogen berubah kuantitasnya
sesuai dengan usia wanita secara alami yang umumnya mulai terjadi pada wanita 45-
55 tahun. Oleh karena itu, wanita sudah menopause akan miliki reso yang sama untuk
terkena penyakit hipertensi dengan jenis kelamin laki-laki. Kaousier et al (2009)
menyebutkan pada orang lanjut usia, arterinya lebih keras dan kurang fleksibel
terhadap darah sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik.
Kecenderungan peningkatan prevalensi hipertensi biasanya terjadi pada usia
lebih atau sama dengan 40 tahun , karena disebabkan oleh takanan arterial yang
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, terjadinya regurgitasi aorta, dan proses
degeneratif pada usia tua (Anggara, 2013).

4.2 Hubungan Konsumsi Garam Berlebih dengan Hipertensi


Salah satu faktor resiko yang menyebabkan peningkatan tekanan darah yaitu
asupan garam yang berlebih. Berdasarkan hasil pengakjian yang dilakukan kelompok
pada Ny.N yang menemukan bahwa kebiasaan Ny.N makan ikan asin setiap hari juga
menjadi penyebab naiknya tekanan darah.
Penatalaksanaan hipertensi khususnya diet rendah garam sangat diperlukan.
Pembatasan asupan natrium berupa diet rendah garam merupakan salah satu terapi diet
yang dilakukan untuk mengendalikan tekanan darah (Legowo, 2014). Kebutuhan
individu terhadap kebutuhan garam berbeda-beda setiap orang. Banyak faktor yang
memengaruhi seperti aktivitas fisik, usia, sekresi garam melalui urin, kepekaan
individu terhadap garam, adanya penyakit khusus, suhu, udara dan sebagainya
(Nuraini, 2016).
Penderita hipertensi berat, diet rendah garam yang disarankan adalah 200-400
mg Na/hari, sedangkan penderita hipertensi sedang disarankan 600-800 mg Na/hari,
dan penderita hipertensi ringan diet rendah garam yang disarankan adalah 1000-1200
mg Na/hari (WHO, 2014). Sebaiknya pasien hipertensi memiliki pegetahuan
mengenai diet rendah garam karena tingkat pengetahuan yang baik tentang diet
hipertensi akan mempermudah terjadinya perubahan perilaku dengan mengontrol
tekanan darah. Menurut Notoadmojo (2010) menyatakan bahwa, salah satu faktor
penentu terjadinya perilaku kesehatan adalah faktor predisposisi yang di dalamnya
termasuk pengetahuan terkait diet hipertensi.

38
Sesuai dengan penelitian Anggara 2013 menunjukkan bahwa kejadian hipertensi
lebih banyak diderita oleh responden yang asupan natriumnya sering daripada yang
asupan natriumnya jarang. Penelitian Tanjung (2009) menunjukkan bahwa responden
yang sering menunjukkan makanan tinggi natrium memiliki jumlah kasus hipertensi
yang lebih besar yaitu 58,3% dibandingkan responden yang jarang mengkonsumsi
makanan tinggi natrium yaitu 56,1%. Penelitian Kurniawan 2002 dalam Mustamin
2010 menunjukkan bahwa rata-rata penurunan asupan natrium sebesar kurang lebih
1,8 gram per hari dapat menurunkan tekanan darah sistol 4 mmHg dan diastol 2
mmHg pada penderita hipertensi.

4.3 Hubungan Stres dengan Hipertensi


Salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi adalah stres (Brunner & Suddarth,
2001). Stres yang terjadi sangat memberikan efek negatif terhadap tubuh. Pada saat
seseorang mengalami stres, tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan hormon stres
berupa hormon adrenalin dan kortisol. Peningkatan hormon adrenalin mengakibatkan
jantung berdenyut lebih kencang atau cepat sedangkan hormon kortisol menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah. Sehingga saat terjadi vasokontriksi pembuluh darah
dan jantung berdenyut cepat akhirnya akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah.
Penyebab terjadinya hipertensi terbanyak dari jenis kelamin perempuan adalah
stres. Hasil pengkajian didapatkan bahwa perilaku manajemen stres pada Ny.N masih
belum baik. Stres akan menstimulasi sistem saraf simpatis yang meningkatkan curah
jantung dan vasokontriksi antriol yang akan meningkatkan tekanan darah. Stres juga
dapat merangsang kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat sehingga tekanan darah juga menigkat
(Fauzier, 2010).
Penelitian Siswoyo (2003) tentang pengaruh diet dan stresor psikososial
terhadap tekanan darah. Hasil penelitian Siswoyo mengatakan bahwa orang yang
mengalami stressor psikososial tekanan darahnya rata-rata tinggi (146,17 mmHg)
dengan nilai (p value=0,000). Variabel yang mempengaruhi tekanan darah paling
tinggi adalah stres psikososial (46,7%). Menurut Rasmun (2004) sumber stres dapat
berasal dari dalam tubuh, sumber stres dapat berupa biologik/fisiologik, kimia,
psikologik, sosial dan spiritual, terjadinya stres karena stressor tersebut dirasakan dan
dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan
yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis.
39
Hal ini didukung oleh teori Beevers (2002) yang mengatakan bahwa faktor
resiko hipertensi yang dapat dirubah salah satunya adalah stres. Stres bisa bersifat fisik
maupun mental, yang menimbulkan ketegangan dalam kehidupan sehari–hari dan
mengakibatkan jantung berdenyut lebih kuat dan lebih cepat, kelenjar seperti tiroid
dan adrenalin juga akan bereaksi dengan meningkatkan pengeluaran hormon dan
kebutuhan otak terhadap darah akan meningkat yang pada akhirnya akan
mengakibatkan kenaikan tekanan darah.
Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Prabowo (2005) yang
menemukan Hubungan Stres dengan Kejadian Hipertensi Pada pasien Rawat Inap
Rumah Sakit Dr. Oen Surakarto, dengan nilai interval koefisien 0,554 yang berarti
nilai tingkat keeratan. Hasil penelitian Khairudin (2015) Terdapat hubungan tingkat
stres dengan kejadian hipertensi pada anggota POLRI di Sekolah Polisi Negara
Selopamioro Yogyakarta. Stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa
memperdulikan penyebab stress tersebut positif atau negarif yang menyebabkan
tuntutan fisik dan./atau psikologis seseorang (Hidayat, 2006). Stress yang terlalu besar
dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya terutama
lansia.
Secara umum stress adalah ketidaksesuian antaran tuntutan hidup yang
diterimanya dengan kemampuan untuk mengatasi tuntutan tersebut.
Misalnyakebutuhan ekonomi pada lansia dan masalah tumah tangga akan
menyebabkan stress pada lansia. Di daerah Padukuhan Karang Tengah rata-rata lansia
msih bekerja sebagai padaganag, petani dan buruh sehingga lansia harus mamencari
nafkah untuk biaya hidup sehari-hari, sehingga tingkat stress pada lansia juga akan
meningkat. Akibat stress tergantung dari reaksi sesesorang terutama lansia terhadap
stress.umumnya stress yang berlarut-larut menimbulkan perasaan cemas, takut,
terteklan, kehilangan rasa aman, hrga diri terancam, gelisah, keluar keringat dingin,
jantung berdebar-debar, pusing. Sulit tidue, dan bahkan nafsu mzakan menurun atau
bahkan meningkat. Kecemasan yang berat dan berlangsung lama akan menurunkan
kemampuan dan efisiensi sesorang landia dalam menjalankan fungsi-fungsi hidupnya
dan akjhirnya dapat menimbulkan gangguan jiwa. Stress umum, lansiabereaksi dengan
tiga cara, yaitu menghadapi, pasrah dan melarikan diri.
Hubungan antara tingkat stress dengan tekanan darah diduga melalui aktivitas
saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekaanan darha secra bertahap. Stresb atau
ketegangan jiwa, dapat mersngsangkelenjar anak ginjal melepas hormone adrealin dan
40
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekandan darah akan
meningkat (Mahhendra, 2004). Penderita hipertensi yng dapat penatalaksanaan
hipertenis atau tidak cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi meski ada kalaya
teknan adrah pada lansia berada dalam batas normal. Kondisi kan dperburuk dengan
adanyapeningkatan tekanan darah akibat senin stress, maka tekanan darah akan
menjadi semakin tingi, apabila kondisi ini terus menerus dalam wwaktu yang lama
tanpa penanganan yang tepat maka tekanan darah tinggi tersebut akan menjadi sulit di
kontrol (Prasetyorini, 2012).

41
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penurunan elastisitas dari dinding aorta lansia membuat lansia rentan


mengalami masalah kesehatan kardiovaskuler seperti hipertensi. Hipertensi
merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan tekanan darah sitolik yang
melebihi 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik yang lebih dari 90 mmHg.
Keluarga memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan lansia.
Perawat sebagai salah satu bagian dari pelayanan kesehatan professional dapat
memberikan asuhan keperawatan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan lansia.
Keluarga Tn. A merupakan keluarga dalam tahap tumbuh kembang dengan lansia.
Berdasarkan pengkajian didapatkan masalah kesehatan keluarga adalah hipertensi
yang dialami oleh istri Tn. A dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan
manajemen kesehatan keluarga. Adapun intervensi keperawatan yang sudah dilakukan
adalah memberikan pendidikan kesehatan terkait diet rendah garam dan manajemen
stres. Hasil evaluasi didapatkan bahwa keluarga sudah mampu melakukan fungsi
perawatan keluarga.

5.2 Saran
Perawat harus memiliki pemahaman dan keterampilan terkait asuhan
keperawatan keluarga dengan semua tahap tumbuh kembang. Pemahaman dan
keterampilan akan membuat asuhan keperawatan yang diberikan tepat dan sesuai
dengan kebutuhan.

42
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2014). Heart Disease and Stroke Statistics.


http://www.strokeaha.org.

Anggara, F.H.D., Nanang, P. (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Tekanan Darah di
Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat Tahun 2012.

Badan Pusat Statistik. (2016). Daftar Perkiraan Penduduk Negara pada Tahun 2013-
2015. Retrieved from bps.go.id: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1284

Darmojo, R. Boedhi & Martono, H. (2010). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) Ed. 3. Jakarta: FK UI

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga

Friedman, M.M. (2010). Keperawatan keluarga: Teori dan praktik (3rd Ed). Jakarta:
EGC
Irianto K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular Panduan Klinis.
Bandung: Alfabeta
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Kemenkes, RI. (2014). Infodatin Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Inodnesia
Kemenkes, RI. (2014). INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI. Hipertensi. Jakarta.
Mohani., Chandra I. (2014). Hipertensi Primer: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II
(ed VI) Jakarta: Interna Publishing. pp:2285-2286
Muawanah. (2012). Hubungan tingkat pengetahuan tentang manajemen stres terhadap
tingkat kekambuhan pada penderita hipertensi di Panti Wreda Dharma Bakti
Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Mubarak, W.I., & Chayatin, N. (2009). Ilmu keperawatan komunitas: Pengantar dan
teori. Jakarta: Salemba Medika
Pinto, Elisabete. (2007). Blood pressure and ageing. Postgrad Med.J.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2805932/pdf/109.pdf
Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental dalam keperawatan: Konsep,proses dan
praktik (Ed.4). Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Brunner & Suddarth
Jilid II Edisi 8. Jakarta : EGC

43
Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika pp 31
Udjianti, Wajan I. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

WHO. (2013). About Cardiovascular diseases. World Health Organization. Geneva. Cited
July 15th 2014. Available from URL :
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_cvd/en/ accessed on

44

You might also like