You are on page 1of 8

JOM Vol. 2 No.

2, Oktober 2015

EFEKTIFITAS RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TEKANAN DARAH


PADA PENDERITA HIPERTENSI ESENSIAL

Endar Sulis Tyani1, Wasisto Utomo2, Yesi Hasneli N3

Program Studi Ilmu Keperawatan


Universitas Riau
Email : sulistyaniendar@gmail.com

Abstract
Hypertension is a disorder of the circulatory system that could cause a rise in blood pressure above the normal value,
which exceeds 140/90 mmHg. The research aim to find out the effectivity of progressive muscle relaxation to blood
pressure of patients with essential hypertension. This research use quasy experiment design with non equivalent group
approach. This research was conducted in Puskesmas Tenayan Raya with 30 samples, which divided into 15 as
experiment group and 15 as control group by using purposive sampling technic. Experimental group was given 15
minutes progressive muscle relaxation. The blood pressure was measured with digital sphygmomanometer and
observation sheet. The analysis used univariate by using frequencies and percentage and bivariate by using dependent t
test and independent t test. The result of this research showed mean degression of sistole and diastole blood pressure
occur on experiment group about 10,07 mmHg and 6,27 mmHg and progressive muscle relaxation was lowering blood
pressure on patient with essential hypertension. The statistical test show degression of blood pressure significant on
experiment group with p value 0,000 (<0,05). This results could be as nursing of intervention in lowering the blood
pressure on patient with essential hypertension.

PENDAHULUAN berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18


Hipertensi adalah penyakit yang tahun sebesar 25,8% (Riset Kesehatan Dasar,
terjadi akibat peningkatan tekanan darah 2013).
sistolik dan diastolik dengan konsisten diatas Kejadian hipertensi yang meningkat
140/90 mmHg (Baradero, Dayrit, & Siswadi, setiap tahun mengindikasikan bahwa
2008). Hipertensi merupakan faktor yang hipertensi perlu dan harus segera diatasi.
berkonstribusi terhadap kematian akibat Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi
stroke dan faktor yang memperberat infark farmakologis dan non farmakologis. Terapi
miokard (serangan jantung). Kondisi tersebut farmakologis yaitu obat anti hipertensi
merupakan gangguan asimptomatik yang sedangkan terapi non farmakologis terdiri dari
sering terjadi ditandai dengan peningkatan menghentikan merokok, menurunkan berat
tekanan darah secara persisten (Potter & badan berlebih, latihan fisik, menurunkan
Perry, 2010). asupan garam, meningkatkan konsumsi buah
Jumlah penderita hipertensi terus dan sayur serta menurunkan asupan lemak
meningkat seiring dengan jumlah penduduk (Potter & Perry, 2009).
yang membesar, prevalensi dunia mencapai Terapi non farmakologis selalu
29,2% pada laki-laki dan 24% pada menjadi pilihan yang dilakukan penderita
perempuan (WHO, 2012). Data Global Status hipertensi karena biaya yang dikeluarkan
Report on Noncommunicable Disesases 2010 untuk terapi farmakologis relatif mahal dan
menyebutkan, 40% negara ekonomi menimbulkan efek samping yang tidak
berkembang memiliki penderita hipertensi, diinginkan penderita, yaitu dapat
sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan memperburuk keadaan penyakit atau efek
Afrika memegang posisi puncak penderita fatal lainnya. Langkah awal pengobatan
hipertensi sebanyak 46% dan dikawasan Asia hipertensi non farmakologis adalah dengan
Tenggara 36% orang dewasa menderita menjalani pola hidup sehat, salah satunya
hipertensi (Kompas, 2013). Di Indonesia dengan terapi komplementer yang
hipertensi merupakan masalah kesehatan yang menggunakan bahan-bahan alami yang ada
utama dengan prevalensi yang tinggi dengan disekitar kita, seperti relaksasi otot progresif,
1068
JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

meditasi, aromaterapi, terapi herbal, terapi bagi masyarakat untuk menurunkan dan
nutrisi. Terapi relaksasi memberikan individu mengontrol tekanan darah pada penderita
mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak hipertensi esensial.
nyaman atau nyeri (Susilo & Wulandari,
2011). METODOLOGI PENELITIAN
Teknik relaksasi otot progresif adalah Desain penelitian yang digunakan
memusatkan perhatian pada suatu aktivitas dalam penelitian ini adalah Quasi
otot, dengan mengidentifikasikan otot yang experimental dengan rancangan penelitian
tegang kemudian menurunkan ketegangan yaitu non-equivalent control group.
dengan melakukan teknik relaksasi untuk Rancangan ini berupaya untuk
mendapatkan perasaan relaks (Purwanto, mengungkapkan hubungan sebab akibat
2013). Respon relaksasi merupakan bagian dengan cara melibatkan kelompok kontrol
dari penurunan umum kognitif, fisiologis, dan disamping kelompok eksperimental.
stimulasi perilaku. Relaksasi dapat Rancangan ini memberikan perlakuan pada
merangsang munculnya zat kimia yang mirip kelompok eksperimental sedangkan kelompok
dengan beta blocker di saraf tepi yang dapat kontrol tidak diberikan perlakuan. Pada kedua
menutup simpul-simpul saraf simpatis yang kelompok perlakuan diawali dengan
berguna untuk mengurangi ketegangan dan pengukuran awal (pre-test), dan setelah
menurunkan tekanan darah (Hartono, 2007). pemberian perlakuan dilakukan pengukuran
Berdasarkan studi pendahuluan yang kembali (post-test) (Nursalam, 2008).
dilakukan peneliti pada tanggal 19 Januari Kelompok eksperimen dilakukan pengukuran
2015 dengan mewawancarai 10 pasien sebelum intervensi (pre-test), diberikan
hipertensi, pasien mengatakan tidak intervensi relaksasi otot progresif selama 15
mengetahui apa itu relaksasi otot progresif menit dan istirahat selama 5 menit kemudian
dan manfaatnya terhadap penurunan tekanan dilakukan pengukuran (post-tets). Sedangkan
darah, 6 dari 10 penderita hipertensi kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi
mengatakan selain mengkonsumsi obat medis namun diberikan penkes selama 15 menit dan
mereka meminum ramuan herbal seperti jus tetap dilakukan pengukuran pretest dan
timun dan rebusan daun belimbing. posttest. Pengukuran tekanan darah
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggunakan sphygmomanometer digital
mengetahui tekanan darah pada penderita Omron. Sampel dalam penelitian ini adalah
hipertensi sebelum diberikan teknik relaksasi 30 responden penderita hipertensi yang
otot progresif pada kelompok eksperimen dan berobat di Puskesmas Tenayan Raya
kelompok kontrol yang tidak diberikan teknik Pekanbaru yang telah memenuhi kriteria
relaksasi otot progresif, mengetahui tekanan inklusi. Teknik pengambilan sampel yang
darah pada penderita hipertensi setelah digunakan yaitu teknik Purposive Sampling
diberikan teknik relaksasi otot progresif pada yaitu teknik pengambilan sampel dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol populasi yang sesuai dengan kehendak
yang tidak diberikan teknik relaksasi otot peneliti berdasarkan tujuan ataupun masalah
progresif, membandingkan perubahan tekanan penelitian serta karakteristik subjek yang
darah sebelum dan sesudah pemberian teknik diinginkan (Nursalam, 2008). Dalam
relaksasi otot progresif pada kelompok penelitian ini, peneliti menetapkan 30 orang
eksperimen sampel dengan rincian 15 orang sebagai
Penelitian ini dapat memberikan kelompok eksperimen dan 15 orang sebagai
sumbangan pemikiran dan acuan bagi ilmu kelompok kontrol.
pengetahuan tentang relaksasi otot progresif
terhadap tekanan darah pada penderita HASIL PENELITIAN
hipertensi esensial. Serta terapi ini dapat Hasil penelitian yang telah dilakukan
menjadi salah satu terapi non farmakologi pada bulan April 2015 sampai Mei 2015
1069
JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

dengan melibatkan 30 responden tentang 2. Analisa Bivariat


efektifitas relaksasi otot progresif terhadap Mengidentifikasikan perbedaan
tekanan darah pada penderita hipertensi tekanan darah antara kelompok
esensial. Adapun hasil yang diperoleh adalah eksperimen dan kelompok kontrol
sebagai berikut: dengan menggunakan uji t independent.
1. Analisa Univariat Tabel 1
Distribusi repsonden berdasarkan Perbedaan rata-rata tekanan darah
karakteristik setelah diberikan relaksasi otot progresif
Gambar 1 pada kelompok eksperimen dan kelompok
Karakteristik umur responden kontrol

Variabel N Mean SD P
value
Eksperimen
- Sistol 146,53 9,749
ik 15 0,000
- Diast 88,20 6,062
olik
Kontrol
- Sistol 160,87 4,984
ik 15 0,000
- Diast 98,87 3,357
olik

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa


Berdasarkan gambar 1 diketahui
rata-rata tekanan darah sistolik dan
bahwa mayoritas responden yang
diastolik pada kelompok eksperimen
mengalami hipertensi berumur 56-60
setelah diberikan relaksasi otot progresif
tahun (lansia akhir) sebanyak 13 orang
adalah 146,53 mmHg dan 88,20 mmHg,
(43,3%).
sedangkan rata-rata tekanan darah sistolik
dan diastolik pada kelompok kontrol
Gambar 2
adalah 160,87 mmHg dan 98,87 mmHg.
Karakteristik jenis kelamin responden
Hasil uji statistik diperoleh p value =
0,000 lebih kecil dari pada nilai α = 0,05
(p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan yang signifikan antara
rata-rata tekanan darah pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
Untuk mengidentifikasikan
perbedaan tekanan darah sebelum dan
setelah pemberian relaksasi otot progresif
pada kelompok eksperimen dan tanpa
diberikan relaksasi otot progresif pada
kelompok kontrol dilakukan uji t
Mayoritas jenis kelamin
dependent.
responden yang mengalami hipertensi
adalah perempuan sebanyak 23 orang
(76,7%).

1070
JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

Tabel 2 30-50 tahun dan angka kejadian meningkat


Perbedaan rata-rata tekanan darah pada usia 50-60 tahun daripada usia 60 tahun
sebelum dan setelah pemberian relaksasi keatas (Black & Hawk, 2005). LeMone &
otot progresif pada kelompok eksperimen Burke (2008) mengatakan bahwa hipertensi
esensial (primer) mempengaruhi usia
Tekanan
N Mean SD
P pertengahan dan dewasa tua.
Darah value Distribusi responden berdasarkan jenis
Sistolik
kelamin yang menderita hipertensi adalah
- Pre 156,60 9,132
test 15 0,001 perempuan sebanyak 23 orang (76,7%). Hasil
- Post 146,53 9,746 ini dikarenakan peneliti lebih banyak
test menemukan responden perempuan. Secara
Diastoli klinis tidak terdapat perbedaan tekanan darah
k yang berarti pada laki-laki dan perempuan.
- Pre 94,47 3,182
test 15 0,000 Setelah pubertas pria cenderung memiliki
- Post 88,20 6,062 tekanan darah lebih tinggi, dan wanita setelah
test menopause cenderung memiliki tekanan
darah yang lebih tinggi daripada pria pada
saat usia tersebut (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan tabel 2 dari uji Hasil penelitian didapatkan rata-rata
statistik didapatkan nilai rata-rata tekanan tekanan darah pada kelompok eksperimen
darah sistolik dan diastolik pada sebelum diberikan relaksasi otot progresif
kelompok eksperimen sebelum diberikan yaitu sistole 156,60 mmHg dan diastole
relaksasi otot progresif yaitu 156,60 94,47. Sedangkan hasil rata-rata tekanan
mmHg dan 94,47 mmHg. Setelah darah setelah diberikan relaksasi otot
diberikan relaksasi otot progresif yaitu progresif yaitu sistole 146,53 mmHg dan
146,53 mmHg dan 88,20 mmHg. Hasil diastole 88,20 mmHg, dari hasil tersebut
analisa diperoleh p value tekanan sistolik didapatkan rata-rata tekanan darah pada
(0,001) < α (0,05) dan diastolik (0,000) < kelompok eksperimen mengalami penurunan
α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa sebanyak sistole 10,07 mmHg dan diastole
ada perbedaan yang signifikan antara 6,27 mmHg.
mean tekanan darah sistolik dan diastolik Hasil uji t dependent rata-rata tekanan
sebelum dan sesudah intervensi pada darah sistole sebelum dan sesudah intervensi
kelompok eksperimen. pada kelompok eksperimen menunjukkan
nilai p value sebesar 0,001 dan rata-rata
PEMBAHASAN tekanan darah diastole sebelum dan sesudah
Hasil penelitian yang telah dilakukan intervensi pada kelompok eksperimen
pada 30 responden hipertensi di wilayah kerja menunjukkan nilai p value sebesar 0,000,
Puskesmas Tenayan Raya Pekanbaru berarti nilai p value< α(0,05), artinya ada
didapatkan bahwa secara umum distribusi perbedaan yang signifikan rata-rata tekanan
responden berdasarkan usia didapatkan bahwa darah sistole dan diastole sebelum dan
responden sebagian besar adalah lansia akhir sesudah diberikan intervensi pada kelompok
(56-60 tahun) yaitu sebanyak 13 orang eksperimen, sedangkan hasil uji t independent
(43,3%). Hal ini sejalan dengan teori yang rata-rata tekanan darah sistole sesudah
mengatakan bahwa tekanan darah dewasa intervensi pada kelompok eksperimen dan
meningkat seiring dengan bertambahnya kontrol yang tidak diintervensi menunjukkan
umur, pada lansia tekanan darah sistoliknya nilai p value 0,000 dan rata-rata tekanan darah
meningkat sehubungan dengan penurunan diastole sesudah intervensi pada kelompok
elastisitas pembuluh darah (Potter & Perry, eksperimen dan kontrol yang tidak
2005). Hipertensi primer muncul antara usia diintervensi menunjukkan p value 0,000,
1071
JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

berarti nilai p value < α(0,05), artinya ada pikiran rileks, secara otomatis ketegangan
perbedaan yang signifikan rata-rata tekanan yang seringkali membuat otot-otot
darah sistole dan diastole sesudah diberikan mengencang akan diabaikan (Ramdhani &
intervensi pada kelompok eksperimen dan Putra 2009).
kontrol. Relaksasi pada dasarnya berhubungan
Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan sistem kerja saraf manusia, yang
penelitian yang dilakukan Valentine (2014) terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf
yang mengatakan bahwa ada pengaruh otonom (saraf simpatis dan saraf
relaksasi otot progresif terhadap lansia parasimpatis). Menurut Murti (2011) keadaan
hipertensi dengan p value 0,032 (sistole) dan rileks mampu menstimulasi tubuh untuk
p value 0,008 (diastole) < α 0,05, yang berarti memproduksi molekul yang disebut oksida
terapi teknik relaksasi otot progresif dapat nitrat (NO). Molekul ini bekerja pada tonus
digunakan sebagai terapi non farmakologi pembuluh darah sehingga dapat mengurangi
yang tepat dan praktis pada penderita tekanan darah.
hipertensi. Relaksasi otot progresif dapat
Latihan relaksasi otot progresif meningkatkan relaksasi dengan menurunkan
memberikan dampak yang signifikan dalam aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan
menurunkan tekanan darah pada penderita aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi
hipertensi esensial atau primer. Hal ini vasodilatasi diameter arteriol. Sistem saraf
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh parasimpatis melepaskan neurotransmiter
Shinde, KJ, SM dan Hande (2013) asetilkolin untuk menghambat aktivitas saraf
menggambarkan tentang study eksperimental simpatis dengan menurunkan kontraktilitas
yang dilakukan di berbagai fakultas di India otot jantung, vasodilatasi arteriol dan vena
bulan September 2011 hingga Desember 2011 kemudian menurunkan tekanan darah
dengan subjek penelitian berjumlah 105 orang (Muttaqin, 2009).
yang menderita hipertensi primer dengan Relaksasi otot progresif dilakukan
tekanan darah diatas 140/90 mmHg dalamm dengan cara meregangkan dan merilekskan
rentang usia 25-55 tahun. Hasil penelitian otot secara sadar. Menurut Scanlon &
menunjukkan terdapat perbedaan yang Sanders (2007) pada saat otot berkontraksi
signifikan pada tekanan darah dan denyut suatu impuls saraf tiba pada akson terminal,
jantung pre dan post intervensi, secara terjadi pelepasan asetilkolin yang akan
statistik didapatkan hasil pada tekanan darah berdisfusi menyeberang sinaps. Asetilkolin
sistolik (p<0,01), tekanan darah diastolik membuat sarkolema lebih permeabel terhadap
(p=0,05) dan denyut jantung (p<0,05) terjadi ion Na+, yang akan segera masuk kedalam sel.
penurunan yang signifikan setelah Sarkolema mengalami depolarisasi, menjadi
melaksanakan relaksasi otot progresif. bermuatan positif di dalam dan bermuatan
Hasil uji statistik yang didapatkan negatif diluar. Depolarisasi menstimulasi
pada penelitian ini yaitu adanya perbedaan pelepasan ion Ca2+ dari retikulum
2+
yang signifikan pada kelompok eksperimen sarkoplasma, ion Ca akan terikat dengan
dan kontrol, sehingga dapat disimpulkan kompleks troponin-tropomiosin, yang akan
bahwa teknik relaksasi otot progresif dapat menyebabkannya bergeser menjauh dari
menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian filamen aktin. Miosin memecah ATP untuk
ini sesuai dengan teori yang mengatakan melepaskan energinya, jembatan pada miosin
bahwa relaksasi otot progresif merupakan kemudian melekat pada filamen aktin dan
suatu metode untuk membantu menurunkan menariknya menuju ketengah sarkomer, yang
tegangan sehingga otot tubuh menjadi rileks. akan menyebabkan sarkomer menjadi lebih
Relaksasi otot progresif bertujuan untuk pendek. Seluruh sarkomer pada serabut otot
menurunkan kecemasan, stres, otot tegang akan memendek sehingga terjadi kontraksi
dan kesulitan tidur. Pada saat tubuh dan pada seluruh serabut otot. Pada saat
1072
JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

sarkolema mengalami repolarisasi kembali, progresif terbukti dapat memberikan efek


ion K+ meninggalkan sel, mengembalikan rileks yang pada akhirnya berpengaruh
muatan positif diluar sel dan muatan negatif terhadap tekanan darah yaitu dapat
di dalam sel. Pompa ini kemudian akan menurunkan tekanan darah atau mengontrol
mngembalikan ion Na+ keluar dan ion K+ ke tekanan darah pada penderita hipertensi
dalam sel. Kolineterase dalam sarkolema akan esensial.
menonaktifkan asetilkolin. Kemudian, impuls
saraf akan memperpanjang kontraksi PENUTUP
(asetilkolin dilepaskan lebih banyak). Apabila Kesimpulan
sudah tidak ada impuls lagi, serabut otot akan Setelah dilakukan penelitian tentang
relaksasi dan kembali kepanjangnya semula. efektifitas relaksasi otot progresif terhadap
Asetilkolin membantu mengatur tekanan darah pada penderita hipertensi
memori di otak dan memepengaruhi tindakan esensial didapatkan hasil uji statistik pada
otot rangka dan otot polos di sistem saraf kelompok eksperimen dengan menggunakan
perifer. Neurotransmitter asetilkolin yang uji Dependent T Test diperoleh p value 0,001
dibebaskankan oleh neuron kedinding (sistole) dan p value 0,000 (diastole)
pembuluh darah akan merangsang sel-sel (p<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan
endothelium pada pembuluh tersebut untuk yang signifikan antara rata-rata tekanan darah
mensintesis dan memebebaskan NO, NO akan sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot
memberikan sinyal kepada sel-sel otot polos progresif. Peneliti kemudian membandingkan
disekitarnya untuk berelaksasi, sehingga hasil post test antara kelompok eksperimen
pembuluh berdilatasi (membesar) (Aaronson dan kelompok kontrol dengan menggunakan
& Ward, 2008). uji Independent T Test diperoleh hasil nilai p
Relaksasi otot progresif dapat memicu value 0,000 (p<0,05). Hasil ini membuktikan
aktivitas memompa jantung berkurang dan terdapat perbedaan antara rata-rata post test
arteri mengalami pelebaran, sehingga banyak antara tekanan darah kelompok eksperimen
cairan yang keluar dari sirkulasi peredaran dan kelompok kontrol. Jadi, dapat
darah. Hal tersebut akan mengurangi beban disimpulkan bahwa pemberian relaksasi otot
kerja jantung karena pada penderita hipertensi progresif efektif dalam menurunkan tekanan
mempunyai denyut jantung yang lebih cepat darah pada penderita hipertensi esensial
untuk memompa darah akibat dari dengan p value < α (0,05).
peningkatan darah (Ramdhani & Putra, 2009).
Setelah mengalami relaksasi maka Saran
aktivitas memompa jantung berkurang, arteri a. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
mengalami pelebaran, dan banyak cairan Relaksasi otot progresif dapat
keluar dari sirkulasi. Sebagaimana diketahui dijadikan sebagai bahan pembelajaran
bahwa usia muda mempunyai elastisitas dan bahan praktek laboratorium serta
pembuluh darah yang lebih baik. Elastisitas menjadi salah satu terapi alternatif atau
pembuluh darah ini menyebabkan besarnya komplementer di komunitas dalam
toleransi pembuluh terhadap tekanan akhir penatalaksanaan hipertensi.
diastolik. Dinding pembuluh darah arteri yang b. Bagi Puskesmas
elastis dan mudah berdistensi akan mudah Hasil penelitian diharapkan
melebarkan diameter dinding pembuluh memberikan kontribusi dan masukan bagi
darah untuk mengakomodasi perubahan Puskesmas untuk dapat menggunakan
tekanan. Kemampuan distensi arteri hasil penelitian ini sebagai salah satu
mencegah pelebaran fluktuasi tekanan darah terapi alternatif dalam pengobatan
(Price & Wilson, 2005). hipertensi, serta dapat memperhatikan
Berdasarkan hasil paparan di atas kembali cara penanganan hipertensi.
dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi otot
1073
JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

c. Bagi Masyarakat keperawatan. Jakarta: EGC.


Terapi ini dapat menjadi
Hartono, LA. (2007). Stres & stroke.
alternative sebagai terapi non
Yogyakarta: Kanisius.
farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah secara efisien dan efektif. Selain Kompas. (2013). Penderita hipertensi terus
itu, masyarakat diharapkan mencoba meningkat. Diakses 27 november
pengobatan alami sebagai pilihan (2014) dari
pengobatan atau komplementer dalam http//m.kompas.com/health/read/2013/
mengatasi hipertensi sebelum 04/05/1404008/Penderita.Hipertensi.T
menggunakan obat-obat medis. erus.Meningkat
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya LeMone, P., & Burke, K. (2008). Medical
diharapkan penelitian ini dapat dijadikan surgical nursing: critical thinking in
sebagai evidence based dan tambahan client care, 4th edition. New Jersey:
informasi untuk mengembangkan Persone Prentice Hall.
penelitian lebih lanjut tentang manfaat Murti, T. (2011). Perbedaan tekanan darah
lain dari relaksasi otot progresif terhadap pada pasien hipertensi esensial
kesehatan dengan jumlah sampel yang sebelum dan sesudah pemberian
lebih banyak dan frekuensi lebih dari satu relaksasi otot progresif di RSUD
kali. Tugurejo Semarang. Diakses 04
Februari (2015) dari
UCAPAN TERIMAKASIH http://180.250.144.150/e-
Terimakasih kepada Universitas Riau melalui journal/index.php/ilmukeperawatan/art
Lembaga Penelitian Universitas Riau serta icle/download/78/99
Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah Muttaqin, A. (2009). Asuhan keperawatan
memberikan kesempatan untuk dapat klien dengan gangguan
mempublikasikan skripsi ini. kardiovaskular dan hematologi.
Jakarta: Salemba Medika.
1
Endar Sulis Tyani: Mahasiswa Program Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, metodologi penelitian ilmu
Indonesia keperawatan pedoman skripsi, tesis,
2
Ns. Wasisto Utomo, M.Kep., Sp.KMB: dan instrumen penelitian
Dosen Bidang Keilmuan Keperawatan keperawatan. Jakarta: Salemba
Medikal Bedah Program Studi Ilmu Medika.
Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
3 Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar
Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS: Dosen Bidang
fundamental keperawatan konsep,
Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah
proses dan praktik. Ed 4. Jakarta:
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
EGC.
Riau, Indonesia
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009).
DAFTAR PUSTAKA Fundamentals of nursing: concept,
Aaronson, P. I., & Ward, J. P. T. (2010). At a process, and practice. 4/E (Terj.
glance sistem kardiovaskular. Jakarta: Yasmin Asih, et al). Jakarta: EGC.
Erlangga.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010).
Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. Fundamentals of nursing, 7th edition.
(2008). Klien gangguan (Terj. dr. Adrina Ferderika Nggie dan
kardiovaskular: seri asuhan dr. Marina Albar). Jakarta: EGC.
1074
JOM Vol. 2 No. 2, Oktober 2015

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). (2013). Immediate effect of jacobson’s
Patofisiologi konsep klinis proses- progressive muscular relaxation in
proses penyakit. Jakarta: EGC. hypertension. Diakses 18 Juni (2015)
dari
Purwanto, B. (2013). Herbal dan http://www.researchgate.net/profile/M
Keperawatan Komplementer. ohammad_Jebril/publication/2595690
Yogyakarta: Nuha Medika. 46_The_effect_of_Topical_Applicatio
Ramdhani, N., & Putra, A. A. (2009). n_Knee_Pain_in_Patients_with_Knee
Pengembangan multimedia relaksasi. _Osteoarthitis_a_pilot_study/links/004
Jurnal Psikologi Volume 34 no.2. 63538af3f33e5960000000.pdf#page=2
Diakses 3 Februari (2015) dari 42
http://www.pzikologizone.com/langka
Susilo, Y., & Wulandari, A. (2011). Cara jitu
h-langkah-relaksasi-otot-progresif
mengenal darah tinggi (Hipertensi).
RISKESDAS. (2013). Badan penelitian dan Yogyakarta: ANDI.
pengembangan kesehatan kementrian Valentine, D. A. (2014). Pengaruh teknik
kesehatan Republik Indonesia. relaksasi otot progresif terhadap
Diakses 27 November (2014) dari tekanan darah pada lansia dengan
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/ hipertensi di kel. pringapus, kec.
download/rkd2013/Laporan_Riskesda pringapus, kab. semarang. Diakses 28
s2013.PDF November (2014) dari
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/d
Scanlon, V. C., & Sanders, T. (2007). Buku ocuments/3547.pdf
ajar anatomi dan fisiologi. (edisi 3).
Jakarta: EGC. World Health Organization. (2012). World
health statistic. France: World Health
Shinde, N., KJ, S., SM, K., & Hande, D. Organization.

1075

You might also like