Professional Documents
Culture Documents
Jtptunimus GDL Iibristumu 5177 3 Bab2 PDF
Jtptunimus GDL Iibristumu 5177 3 Bab2 PDF
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kesehatan
antara informasi dan tingkah laku kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi
tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat (Budioro, 1998). Menurut
Purwanto (1999) pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam hal ini
berarti terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang lebih tahu dan
lebih baik pada diri individu. Pada kelompok masyarakat dari tidak tahu tentang
nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi sendiri masalah-
kesehatan adalah usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga atau
optimal.
memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan
dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain, menjadikan
masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar.
kesehatan.
Orang dengan pendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang
mungkin akan mereka peroleh dari pendidikan kesehatan. Pada status ekonomi
makanan sehat dibanding dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
adalah makhluk sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan
yang lain. Keluarga yang berinteraksi secara langsung akan lebih besar terpapar
makanan yang berstatus gizi tinggi. Sedangkan pada pengalaman keluarga tentang
makanan yang berstatus gizi tinggi diperoleh dari tingkat kehidupan keluarga
sumber dan fasilitas tersebut harus digali dan dikembangkan dari keluarga itu
sendiri. Faktor pendukung ada dua macam, yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum.
Fasilitas fisik yaitu fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-
obatan. Sedangkan fasilitas umum yaitu media massa, meliputi TV, radio,
kesehatan meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan baik
dilihat dari jenis dan tingkatannya pada dasarnya adalah pendidik kesehatan.
Karenanya, petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu perilaku tokoh masyarakat juga dapat
Wuryaningsih, 2000).
seseorang.
masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Masukan (input) dalam
mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan perilaku pada diri
subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan terjadi timbal balik berbagai
faktor antara lain adalah pengajar, teknik belajar, dan materi atau bahan pelajaran.
(Notoatmodjo, 2003).
ceramah, seminar, simposium, diskusi kelompok, buzz group, curah gagas, forum
sehat maupun yang sakit. Sasaran pendidikan kesehatan tergantung pada tingkat
(Notoatmodjo, 2003).
B. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
2. Tingkat Pengetahuan
Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah diajarkan
mengingat kembali (recall) sesuatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
pengetahuan paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh, dan
menyimpulkan. Misalnya keluarga paham apa itu gizi buruk pada balita
(Notoatmodjo, 2003).
Aplikasi (application) sebagai tingkat pengetahuan yang ketiga merupakan
situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, serta
metode dalam situasi nyata. Misalnya keluarga dapat menyajikan menu makan
seimbang dan bernutrisi tinggi, khususnya pada balita dengan gizi buruk.
kecil, tetap masih didalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu
Salah satu contohnya adalah keluarga mampu membedakan antara balita gizi
buruk dengan balita yang tidak menderita gizi buruk (Notoatmodjo, 2003).
keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
yang telah ada. Misalnya ibu dapat merencanakan makanan apa yang seharusnya
diberikan pada balita pagi, siang, dan malam. Tingkat pengetahuan yang terakhir
terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau
disusun sendiri. Misalnya ibu dapat mengetahui manfaat pemberian ASI pada
buruk pada balita, sehingga mereka akan lebih cepat paham tentang makanan-
makanan apa saja yang harus diberikan pada balita, faktor yang mempengaruhi
informasi melalui pendidikan kesehatan tentang gizi buruk lebih jelas mengenai
adalah budaya, karena budaya yang diperoleh belum sesuai dengan budaya yang
bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas.
Yang terakhir faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sosial ekonomi, hal
ini berarti bahwa tingkat keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi balita
dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin
(Notoatmodjo, 2002).
mereka. Lebih dari itu pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya sekedar
adalah agar masyarakat dapat mempraktekan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan
jika dibandingkan dengan yang tidak diberikan penyuluhan. Demikian pula bahwa
kesehatan. Berdasarkan hasil analisa dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ambarwati dan Sintowati (2006), menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku ibu-
1. Pengertian
Menurut Nency & Arifin (2008), gizi buruk (severe malnutrition) adalah
suatu istilah teknis yang umum dipakai oleh kalangan praktisi gizi, kesehatan, dan
gizi menahun. Gizi buruk merupakan status / kondisi seseorang yang kekurangan
Arisman (2004), gizi buruk (KEP berat) adalah apabila hasil penimbangan BB/U
< 60% dari baku persentil 50 Harvard (median WHO NCHS). Sedangkan menurut
Depkes. RI (2000), mendefinisikan gizi buruk (KEP berat) bila hasil penimbangan
adalah kondisi dimana keadaan nutrisi balita dibawah rata-rat, ditunjukkan dengan
hasil penimbangan berat badan per umur < 60% dari baku persentil 50 Harvard,
serta bila hasil penimbangan BB pada KMS berada di Bawah Garis Merah
(BGM).
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga yakni gizi buruk karena kekurangan
a. Kwashiorkor
Oedema). Pada kondisi kwashiorkor penampilan anak seperti anak yang gemuk
kwashiorkor menjadi terganggu, dan berat badan di bawah 80% dari baku
mencolok. Pada umumnya mereka banyak menangis dan pada stadium lanjut
bahkan sangat apatis. Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pada
mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan
gejala gangguan pada saluran pencernaan. Pada anoreksia yang berat penderita
diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita,
dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena
kwasiorkor ialah rambut yang mudah dicabut. Misalnya tarikan ringan didaerah
Pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang
kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya. Warna rambut yang hitam
menjadi merah, coklat, kelabu, maupun putih. Rambut alis pun menunjukan
perubahan. Akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru
Perubahan kulit juga dapat terjadi pada pendeita kwashiorkor yang oleh
nama crazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi
menyerupai ptechia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menjadi hitam.
dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering
punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat
ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang
lanjut ditemui ptechia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi
yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan
dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian
jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi
perlemakan terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga
besi, asam folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga, dan insufisiensi hormon.
Macam anemi yang terjadi menunjukkan faktor mana yang lebih dominan.
(Pudjiadi, 2005).
spesifik dan sudah ditemukan pada tingkat dini. Maka McLaren memberi angka
globulin yang biasanya 2 menjadi lebih rendah, bahkan pada kwashiorkor yang
berbeda secara bermakna jika dibandingkan dengan yang terdapat pada anak
terdiri dari sayuran hingga tidak mengandung kolesterol, atau adanya gangguan
dalam pembentukan kolesterol dalam tubuh. Tes tersebut merupakan tes fungsi
maupun prognosis.
b. Marasmus
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai
pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
juga pada gangguan saraf pusat. Perhatian ibu dan pengasuh yang berlebihan
nafsu makannya, atau muntah begitu melihat makanan atau formula yang akan
Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar
lemak dan otot-ototnya. Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh
sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apatis) terdapat pada
penderita marasmus yang berat. Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor
atrofi, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Penderita marasmus lebih sering
c. Kwashiorkor Marasmik
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.
yang terdapat dalam sel, hingga menimbulkan gangguan metabolik pada organ-
organ seperti otot, ginjal, dan pankreas. Metcoff dalam Pudjiadi (2005)
menemukan dalam sel otot kadar natrium dan fosfor inorganik yang meninggi
Faktor pertama penyebab gizi buruk adalah faktor pengadaan makanan yang
kurang mencukupi untuk suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh
kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi
ada tiga hal yang saling terkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan,
pendidikan rendah, dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan
kurangnya ketersediaan pangan dirumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini
mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit
(Supari, 2008).
dirumah sakit tentu ada. Bahkan menurut Depkes. RI (1999), balita dengan tanda-
harus dirawat inap. Maka tempat yang merawat penderita, baik di Rumah Sakit
ruangan yang terpisah dari ruangan-ruangan lain yang ditempati oleh anak-anak
infeksi. Bisanya penderita KEP-berat menderita juga kekurangan zat gizi lain,
penderita KEP-berat secara rutin dicari ada tidaknya kekurangan zat gizi lain dan
infeksi. Dengan demikian maka bukan saja diberikan terapi dietetis, melainkan
rawan terjadinya gizi buruk. Kelompok ini merupakan kelompok umur yang paling
menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa kondisi
atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan
antara lain anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke
makanan orang dewasa, biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya
sudah bekerja penuh, sehingga perhatian ibu sudah berkurang, anak balita sudah
mulai main ketanah, dan sudah dapat main diluar rumahnya sendiri, sehingga lebih
terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk
terinfeksi dengan berbagai macam penyakit, dan anak balita belum dapat mengurus
dirinya sendiri, termasuk dalam memilih makanan. Dipihak lain ibunya sudah tidak
begitu memperhatikan lagi makanan anak balita, karena dianggap sudah dapat makan
Gizi buruk pada balita dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait.
Menurut Nency dan Arifin (2008), penyebab balita mengalami kasus gizi buruk
disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit/ terkena
infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, tidak
tersedianya makanan secara adekuat, terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi,
bencana alam, perang, maupun kebijakan politik dan ekonomi yang memberatkan
rakyat.
Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal
balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok
atau akar masalah gizi buruk, terutama yang menyerang para balita. Proporsi balita
penduduk, makin tinggi persentasi balita yang mengalami gizi buruk. Kedua, balita
tidak cukup mendapatkan makanan bergizi dan seimbang, makanan alamiah terbaik
bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah 6 bulan anak mendapat makanan
pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. Pada keluarga
dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus
puas dengan makanan yang seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi pada
balita karena ketidaktahuan. Ketiga, pola makan yang salah. Suatu studi “positive
deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita disuatu desa
miskin hanya sebagian kecil yang mengalami gizi buruk, padahal orang tua mereka
semuanya petani miskin. Hasil dari studi ini diketahui, ternyata pola pengasuhan anak
berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan
kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat
Posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.
Faktor berikutnya adalah karena balita sering sakit (frequent infection). Menjadi
penyebab terpenting kedua gizi buruk, apalagi dinegara terbelakang dan yang sedang
yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi
kronik, seperti TBC. Kaitan infeksi dan gizi buruk seperti layaknya lingkaran setan
yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi, dan kondisi malnutrisi sendiri
F. Kerangaka Teori
Pendidikan
Kesehatan
Penyebab Perilaku
(Behavior)
Gambar 1. Kerangka Teori
H. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang gizi
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
I. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi buruk pada balita sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan