You are on page 1of 23

BAB 20

ANESTESIA OBSTETRIK

Alfan M. Nugroho

Catatan Penting

janin
1 . Anestesia obstetrik bersifat unik karena berhadapan dengan keselamatan ibu maupun
serta berhadapan dengan perubahan fisiologik maternal yang dapat bervariasi bergantung
usia kehamilan.
2. perubahan fisiologi selama kehamilan dapat terjadi pada berbagai organ dan sistem tubuh
dengan segala akibatnya.
3. Selain evaluasi kondisi maternal, diperlukan juga evaluasi kondisijanin, berkaitan dengan
masalah yang mungkin muncul dan risiko tindakan terhadap kesejahteraan janin.
4. plasenta adalah penghubung sirkulasi ibu dan janin yang berfungsi unik dalam transfer
nutrisi, endokrin dan metabolisme. Meskipun plasenta juga berfungsi sebagai penyaring
obat-obat yang diberikan kepada ibu, sebagian obat anestetik tetap dapat melewati sawar
ini dan berpengaruh terhadap janin.
5. Banyak pertimbangan perlu dilakukan sebelum menentukan jenis anestesia untuk secfio
Caesaria (bedah Sesar). Bila digunakan anestesia regional diperlukan blok saraf setinggi
14.
6. Anestesia epidural memberikan keuntungan berupa dapat dimanfaatkannya kateter
epidural untuk analgesia pascaoperasi serta komplikasi hipotensi yang terjadi lebih
lambat. Namun demikian teknik anestesia epidural lebih kompieks, awitan lebih lambat
dan harganya relatif lebih mahal.
T. Teknik kombinasi spinal-epid ural (combined spinal epidural, CSE) memberikan kelebihan
daripada spinal atau epidural sendiri, akan tetapi prosedur yang dilakukan lebih rumit dan
lebih mahal.
8. Anestesia umum pada ibu hamil menggunakan teknik rapid sequence inducfion (RSl)
untuk mengurangi risiko aspirasi ibu, namun dengan teknik ini tetap ada kemungkinan
depresi neonatus.
g. Analgesia persalinan dapat dilakukan dengan pemberian obat parenteral, neuraksial, blok
atau agen inhalasi.
10.pada wanita hamil yang akan menjalani operasi nonobstetrik, perlu dipertimbangkan
efek obat yang akan digunakan terhadap ibu maupun janin, termasuk kemungkinan
teratogenisitas.
11. Penatalaksanaan yang seksama perlu dilakukan dengan cepat pada kehamilan dengan
risiko tinggi dengan memerhatikan patofisiologi dan kesejahteraan ibu dan janin. Keputusan
untuk melakukan tindakan dan resusitasi perlu dilakukan dengan cepat dan tepat.

8{.rKU AJA R,4 SiEs rssf0t 0G,


PENDAHULUAN

Seiring perkembangan di bidang obstetri, peran anestesiologis semakin besar dalam


penanganan anestesia maupun analgesia di bidang obstetri. Kemajuan kedokteran, termasuk
dalam dunia anestesia telah menurunkan secara drastis mortalitas dan morbiditas yang
berkaitan dengan tindakan anestesia pada wanita hamil di masa kini.

Anestesia obstetrik merupakan halyang unik karena pertama, dokter menghadapi dua nyawa
yang sama pentingnya. Kedua, selama kehamilan terjadi perubahan fisiologik yang dinamis.
Seorang ahli anestesiologi harus tahu benar usia kehamilan pasien yang dihadapinya oleh
karena perubahan fisiologik berubah-ubah, bergantung pada usia kehamilan. Manajemen
anestesia tentu juga harus disesuaikan dengan perubahan fisiologik yang terjadi. Di samping itu,
perlu juga diingat bahwa selalu ada kemungkinan wanita hamil harus menjalani pembedahan
yang sama sekali tidak berhubungan dengan kehamilannya. Manajemen anestesia untuk
prosedur obstetrik atau untuk prosedur nonobstetrik tidaklah sama.

Yang paling penting dalam melakukan anestesia obstetrik maupun anestesia pada wanita
hamil untuk bedah nonobstetrik adalah kemampuan mengenali risiko serta kemampuan
mencegah dan mengatasi risiko tersebut. Bahasan berikut ini akan menjelaskan mengenai
aspek-aspek yang perlu diketahui oleh seorang ahli anestesiologi dalam melakukan tindakan
anastesia obstetrik.

PERUBAHAN FISIOLOGI PADA WANITA HAMIL

Pada kehamilan, terdapat berbagai perubahan penting pada sistem dan organ tubuh.
Perubahan ini sebagian dicetuskan oleh hormon yang dikeluarkan oleh korpus luteum atau
plasenta. Perubahan anatomis wanita hamiljuga membawa konsekuensi fisologis. Misalnya,
kompresi uterus ke struktur sekitarnya terjadi pada kehamilan semester kedua dan ketiga,
menyebabkan perubahan kardiovaskular. Secara keseluruhan, perubahan fisiologis selama
kehamilan ini berkontribusi pada tatalaksana anestesia pada wanita hamil. Perubahan paling
signifikan dan dapat memberi dampak pada anestesia adalah pada sistem kardiovaskular,
sistem hematologi, pernafasan, metabolik dan gastrointestinal.

Perubahan Kardiovaskular

Menurunnya tahanan vaskular sistemik yang diakibatkan pengaruh estrogen, progesteron dan
prostasiklin mulai terjadi di awal kehamilan. Pada masa akhir kehamilan, terjadi peningkatan
laju denyut jantung (15-25%) dan curah jantung (>50%) dibandingkan dengan keadaan tidak
hamil. Peningkatan curah jantung juga terjadi pada persalinan (dapat mencapai 12-14literl
menit) dan pada masa pascapersalinan karena penambahan volum darah dari uterus.
Seperti disebutkan sebelumnya, pembesaran uterus dapat menekan struktur penting di
sekitarnya, terutama pembuluh-pembuluh darah besar di abdomen, yaitu aorta abdominalis
dan vena kava inferior. Penekanan ini menghambat venous return ke jantung dan menyebabkan
hipotensi. Kompresi ini lebih nyata jika wanita hamil berbaring dalam posisi terlentang (supine).
Kompresi aorta yang berat pada posisi ini dapat menyebabkan turunnya sirkulasi uteroplasenta
dan mengakibatkan asfiksia janin. Pada trimester kedua, kompresi aortokaval lebih nyata,
mencapai maksimum pada minggu ke 36-38, akan berkurang setelah itu karena kepala bayi
turun ke pelvis. Curah jantung wanita hamil pada minggu-minggu akhir kehamilan menurun
secara bermakna pada posisi telentang bila dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Hal ini
dapat diatasi dengan posisi lateral dekubitus.

Uterus yang besar juga dapat mendorong jantung ke atas, menyebabkan LAD (left axis
deviation). Selain itu terdapat kecenderungan terjadinya PAC (premature atrial complex),
sinus takikardia dan PSVT (paroxysmal supra ventricular tachycardia).

Perubahan Hematologi

Meningkatnya aktivitas hormon mineralokortikoid pada kehamilan akan mengakibatkan retensi


natrium dan meningkatnya jumlah air di dalam tubuh. Peningkatan volum plasma dan jumlah
darah total mulai terlihat pada kehamilan awal dan volum plasma akan meningkat hingga 40-
50% pada akhir kehamilan. Sementara pada akhir kehamilan penambahan volum sel darah
merah hanya 25-40% dari awal. Hal ini akan menyebabkan anemia fisiologis pada ibu hamil.

Jumlah fibrinogen plasma dapat meningkat hingga 50%. Pseudokolinesterase di plasma


menurun sekitar 20% pada masa akhir kehamilan dan mencapai jumlah terendah pada
masa nifas. Konsentrasi protein plasma total cenderung menurun < 6 g/dl pada akhir
kehamilan. Rasio albumin dan globulin akan menurun. Penurunan konsentrasi albumin
serum selain mengurangi tekanan onkotik darah juga dapat berpengaruh terhadap anestesia.
Hipoalbuminemia menambah fraksi obat bebas yang berakibat memperlambat eliminasi obat.

Perubahan Ventilasi

Meningkatnya jumlah cairan ekstraselular dan ekstravasasi cairan intravaskular akan


menyebabkan edema interstisial, termasuk pada jalan nafas atas. Banyak wanita hamil yang
mengeluhkan susah bernafas melalui hidung. Tindakantindakan yang dapat mencederai
mukosasalurannafas,sepertiinsersi nasopharyngealairway,nasogasrictubealauendotrachel
tube, dapat menyebabkan pendarahan yang cukup hebat.

Ketinggian diafragma juga naik saat ukuran uterus membesar. Pada bulan kelima, kapasitas
residual fungsional (FRC) akan turun sekitar 20%. Hal ini akan dikompensasikan dengan
peningkatan volum cadangan inspirasi sehingga kapasitas paru total tidak berubah.

I #K&r A J,4& A f\t€S ?'gst&l &Gf


Pada wanita hamil yang memiliki potensi permasalahan saluran pernafasan sebelumnya,
perubahan fisiologis pada saluran pernafasan dapat menyebabkan kolapsnya saluran
pernafasan kecil secara dini. PosisiTrendelenburg dan telentang dapat meningkatkan closing
volume. Volum residualdan kapasitas residualfungsional akan segera kembali normal setelah
kelahiran.

Progesteron menginduksi relaksasi otot polos bronkus dan menurunkan resistensi jalan
nafas. Komplians paru dan dead space cenderung tidak berubah dan ventilasi semenit akan
meningkat. Setelah melahirkan, kadar progesteron darah akan turun dan ventilasi akan
kembali normal dalam 1-3 minggu.

Tabel 1. Perubahan fisiologik selama kehamilan

:P$lulhiahailll:lrli
Volum darah total meningkat 25-40"/"
Volum plasma meningkat 40-50%
Fibrinogen meningkat 50%
Pseudokolinesterase menurun 20-30%
Ventilasi semenit meningkal 50"/"

Ventilasi alveolus meningkat 70%


Kapasitas redual fungsional menurun 20%
Konsumsi O, meningkat 20%
PaCO, menurun 10 mmHg
PaO, meningkat 10 mmHg
MAC menurun 32-40%

Perubahan Gastroi ntesti nal

Pada kehamilan motilitas usus menjadi lebih lambat dan tonus lower esophageal sphincter
(LES) turun akibat pengaruh progesteron. Asam lambung juga lebih asam. Pengaruh kehamilan
terhadap pengosongan lambung masih menjadi kontroversi, meskipun diketahui bahwa nyeri
pada fase persalinan dan pemberian opioid parenteral/fentanyl epidural dosis besar untuk
analgesia persalinan dapat memperlambat pengosongan lambung. Namun demikian semua
sepakat bahwa risiko aspirasi paru akibat regurgitasi cairan gaster meningkat pada kehamilan.

Metabolisme

Konsumsi O, basal akan meningkat sekitar 20% pada akhir kehamilan. PaCO, akan turun
menjadi sekitar 32 mmHg karena meningkatnya ventilasi. Plasma buffer base juga menurun
dari 47 mEq/l menjadi 42 mEqll, sehingga pH akan tetap normal.

&{tK{", A-{A tr SruSS rtrSf #d- #trf


IJptake dan eliminasi zat anestetik inhalasi akan meningkat karena peningkatan ventilasi
alveolus dan penurunan kapasitas residualfungsional. Penurunan kapasitas residualfungsional
yang disertai peningkatan laju metabolik (yang meningkatkan konsumsi Or) mengakibatkan
wanita hamil lebih mudah mengalami hipoksia.

Human placental lactogen dan kortisol meningkatkan kecenderungan hiperglikemia dan


ketosis. Toleransi glukosa pasien cenderung turun pada akhir kehamilan. Hiperglikemia pada
ibu dapat mengakibatkan hipoglikemia neonatus segera setelah kelahiran.

JANIN DAN PLASENTA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN ANESTESIA

Sirkulasi ibu dan janin dihubungkan oleh plasenta yang berfungsi menghasilkan hormon dan
menyediakan nutrisi, serta berfungsi sebagai membran semipermeabel yang membatasi
sirkulasi darah ibu dan janin. Sekitar 80% aliran darah uterus mencapai rongga intervilosa.
Jumlah ini ekuivalen dengan sekitar 1oo/o aliran darah ibu, yang dialirkan melalui arteri spiralis
di mana terjadi transfer O, nutrisi dan obat dari ibu ke janin. Sekitar 50% curah jantung janin
akan menuju plasenta melalui 2arleri umbilikalis, menyerap nutrisi melalui kapilervili korionik
dan kembali ke jantung melalui vena umbilikalis. Aliran darah janin kira-kira75 mL/kg/menit.

Sirkulasi plasenta-umbilikus diregulasi oleh refleks fisiologis dan aksis neuroendokrin. Banyak
zat seperti prostaglandin, endorfin, katekolamin dan vasopresin berperan dalam mengatur
perfusi umbilikal-plasental. Semakin matur plasenta, semakin tipis epitel trofoblastik yang
membatasi sirkulasi maternal dan fetal, semakin mudah perpindahan obat melalui sawar
plasenta. Ambilan dan biotransformasi secara terbatas oleh plasenta terhadap zat anestetik
secara teoretis mengurangi jumlah obat yang mencapai janin. Namun demikian belum ada
penelitian yang membuktikan metabolisme zat anestetik oleh plasenta pada kasus obstetrik.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi transfer obat transplasental, yaitu:

1. Sifat fisikokimia obat

. Berat molekul. Zat dengan berat 500 Dalton dapat melewati plasenta dengan bebas,
sedangkan berat 500-1000 Dalton cenderung terbatas. Zat anestetik umumnya memiliki
berat molekul rendah.
. Kelarutan lemak. Obat yang tidak terionisasi cenderung lipofilik. Anestetika lokal dan
opioid adalah basa lemah dengan derajat ionisasi rendah, sehingga dapat melewati
sawar plasenta, namun pelumpuh otot umumnya memiliki berat molekul besar dan
sangat terionisasi.

2. Konsentrasi obat dalam darah ibu

3. Sifat-sifat dari plasenta.

...:,i::,:.::.r:uijt::::::i,i:-:ir:::r::t:l!rri:;!u::9;t:it:!t:.:rl:ir:i:li:;,::1,;!::,t:t!rli?t:!t::t:a

6 {.rK#.9 JA R ,4ff9$ rFS{&L SSf


ANESTESIA PADA WANITA HAMIL

Pengaruh Obat Anestetik pada Wanita Hamil

MAC dari anestetika inhalasi akan berkurang pada minggu ke 8-12 kehamilan, mungkin akibat
pengaruh progesteron. Kehamilan meningkatkan tekanan intra-abdominal, yang antara lain
mengakibatkan bendungan sistem vena. Kongesti vena terjadijuga di ruang epidural. Hal ini
menyebabkan peningkatan penyebaran anestetika lokal di epidural. Dengan demikian dosis
anestetika lokal yang dibutuhkan untuk blok spinal atau epidural akan lebih rendah per segmen
dermatomal.

Penilaian Pra-anestesia

Selain penilaian anestesia standar, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam
penilaian praoperatif pasien dengan kehamilan. Perlu diketahuiriwayatobstetrikdan ginekologik
pasien. Evaluasi usia kehamilan dan kondisi janin perlu dilakukan karena menyangkut risiko
tindakan yang akan dilakukan, baik terhadap ibu maupun terhadap kesejahteraan janin.

Kondisi lambung penting diketahui -relatif kosong ataukah penuh- karena berpengaruh juga
terhadap risiko yang dihadapi dan menentukan pemilihan teknik anestesia. Kemungkinan
kesulitan penanganan jalan nafas harus dinilai. Skor Mallampati, ekstensi leher, penyempitan
jalan napas dan pembesaran dada merupakan faktor penyulit yang sering terjadi karena
perubahan anatomi, fisiologi dan hormonal selama kehamilan.

Pemilihan Teknik Anestesia

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, banyak perubahan fisiologik karena kehamilan


meningkatkan risiko di bidang anestesia. Meningkatnya kemungkinan aspirasidan regurgitasi,
peningkatan tekanan intraabdominal dan sulitnya penanganan jalan nafas adalah di antara
alasan yang menyebabkan anestesia regional lebih disukai untuk wanita hamil.

Anestesia regional yang paling populer pada bedah Sesartanpa komplikasi adalah penggunaan
teknik sub arachnoid block (SAB) atau anestesia spinal. Teknik ini mudah, awitannya cepat,
dan harganya murah. Kombinasi antara anestetika lokal seperti bupivakain dengan atau
tanpa opioid seperti fentanyl atau morfin sering digunakan dan menghasilkan anestesia yang
memuaskan. Anestesia epidural atau combined spinal-epidural(CSE) digunakan pada kasus-
kasus komplikasi yang memerlukan prosedur yang lebih lama. lndikasi kontra anestesia
regional tetap perlu dipertimbangkan dalam pemilihan anestesia yang digunakan pada ibu
hamil. Kontroversi ambang trombosit yang diperkenankan untuk anestesia regional masih
diperdebatkan. Yang hingga kini dianut berkisar antara 80-100.000/pL. Selain itu, pedoman
the American Society of Regional Anesthes/a (ASRA) mengenai anestesia regional pada
pasien yang mengonsumsi antikoagulan juga perlu diperhatikan.

${lf{{J g"rA tr Atrtr's ?"s$rsL s6i


Anestesia regional memberi beberapa keunggulan dibandingkan anestesia umum. Selain
alasan yang disebutkan di atas, gas anestetika menekan kontraksi uterus sehingga potensial
menimbulkan pendarahan yang lebih banyak. Selain itu, kondisi ibu yang tetap sadar selama
anestesia regional memungkinkan terbentuknya ikatan antara ibu dan bayi sejak dini. Efek
anestesia regional pada janin juga tidak langsung seperti halnya anestesia umum. Meskipun
demikian, manajemen anestesia umum yang baik dapat menghindari terjadinya komplikasi.
Beberapa kasus memang tidak dapat menghindari anestesia umum, misalnya pada pasien
dengan kondisi yang sangat buruk, gangguan hemostasis, menolak tindakan anestesia
regional atau tidak kooperatif. Perlu diingat bahwa gawat janin bukanlah indikasi mutlak
dilakukan anestesia umum.

Persiapan Prabedah

Operasi bedah Sesar dengan anestesia regional pada umumnya tidak memerlukan sedasi'
Namun jika pasien tampak sangat cemas dapat digunakan golongan benzodiazepin seperti
midazolam 0,5 - 2 mg. Oleh karena kemungkinan aspirasi isi lambung pada wanita hamil lebih
tinggi, diperlukan premedikasi untuk meningkatkan pH lambung. Dapat diberikan 30 mL 0,3 M
sodium sitrat untuk meningkatkan pH lambung di atas 2,5 selama 1-2iam, diberikan 15-30
menit sebelum operasi. Antagonis reseptor H2 (ranitidin/ famotidin) berguna untuk mengurangi
sekresi asam lambung dan metoklopramid berguna untuk memfasilitasi pengosongan lambung,
meningkatkan tonus (LES) dan efek antiemetik. Selain itu ada beberapa hal yang juga perlu
diperhatikan, antara lain :

1. Posisi Maternal

pada kehamilan aterm, pembesaran uterus menyebabkan desakan pada pembuluh darah
besar di abdomen (aorta abdominalis dan vena kava inferior) yang disebut kompresi aorto-kaval.
Penekanan ini menurunkan venous return. Ditambah vasodilatasi akibat pengaruh hormonal,
dapat terjadi penurunan tekanan darah, berkurangnya perfusi uterus dan bradikardia janin'
Untuk mencegah hal tersebut, kecukupan cairan intravaskular pasien perlu dipastikan. Selain
itu dapat memposisikan pasien dekubitus lateral kiri (left lateral decubitus) atau dialakukan
manipulasi posisi uterus dengan kedua tangan untuk menggeser uterus ke arah kiri (lett uterine
displacemenf), sehingga mengurangi penekanan aorto-kaval.

2. Pemantauan

pemantauan harus dilakukan secara seksama, meliputi oksigenasi, ventilasi, sirkulasi


dan suhu, bergantung pada teknik anestesia yang digunakan. Pastikan pemantauan EKG
terpasang secara benar. Perhatikan pula kemungkinan perubahan teknik anestesia dari

BU KU &.JAR4NESIES'OLOG'
regional menjadi umum apabila terjadi penyulit atau bila terjadi kegawatan pada ibu hamil
yang perlu diterapi dengan cepat. Selain kondisi ibu, kondisi janin juga harus diperhatikan
sebelumnya. Pemeriksaan CTG (Cardiotocography) atau denyut jantung janin dengan metode
Doppler sebelum operasijuga dapat memengaruhi tatalaksana anestesia pada ibu hamil.

3. Pemberian Cairan

Pemberian cairan sesaat sebelum anestesia terutama anestesia regional dapat menurunkan
kejadian hipotensi, memperbaiki curah jantung dan sirkulasi uteroplasental. Masih terdapat
kontroversi mengenai jumlah dan jenis cairan yang digunakan untuk mencegah hipotensi.
Hindari cairan yang mengandung glukosa karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan
hiperinsulinemia pada ibu dan janin. Sisa insulin pada tubuh janin nantinya dapat memicu
hipoglikemia setelah janin lahir.

ANESTESIA REGIONAL UNTUK BEDAH SESAR

Pertimbangan Secara Umum

Anestesia regional pada bedah Sesar memerlukan blok saraf hingga setinggi T4. Ketinggian
blok dapat diperiksa dengan tes dingin menggunakan alkohol atau etil klorida atau dengan tes
cukit (pin-prick test) menggunakan jarum halus. Blok motorik yang kuat ditandai dengan blok
komplit terhadap pinggul dan tumit, yaitu ketidakmampuan pasien mengangkat kaki tegak
lurus ke atas. Sensivitas terhadap rangsangan dingin dan cukit terdapat pada dua dermatom
lebih tinggi dibandingkan sentuhan ringan. Sentuhan ringan terkadang masih dapat dirasakan
saat operasi telah dimulai. Dari suatu penelitian didapatkan blok spinal akan mencapai T5
pada 10 menit pertama dan T3 dalam 20 menit serta akan kembali pada ketinggian Tg pada
menit ke-90. Pada blok epidural, blok maksimal tercapai pada menit ke-20 dan bertahan lebih
kurang 2 jam, bergantung pada volum dan jenis obat yang diberikan.

Berkurangnya kebutuhan obat juga terjadi pada anestesia regional. Hal ini berkaitan dengan
produksi estrogen yang meningkatkan sensitivitas saraf terhadap obat anestetik lokal dan
faktor mekanik berupa bendungan vena-vena epidural yang mengurangi volum rongga
epidural. Volum liquor serebrospinal juga menurun yang memungkinkan anestesia spinal
untuk mencapai blok yang lebih tinggi.

Pada saat bayi lahir, berikan oksitosin intravena untuk meningkatkan kontraksi uterus dan
mengurangi pendarahan, sebanyak 10- 20 U dalam 250 - 500 mL cairan infus dengan
kecepatan 40-80 mU/menit. Bila diberikan secara bolus oksitosin menyebabkan vasodilatasi
hebat yang dapat menurunkan tekanan darah. Berikan juga methylergonovine atau 15-
methylprostaglandine F2 alfajika kontraksi uterus kurang memuaskan dengan memerhatikan
indikasi kontra obat. Methylergonovine harus diberikan lambat dalam 60 detik. Prostaglandin
menyebabkan terjadinya mual, muntah, demam, takikardia, peningkatan tekanan darah dan
konstriksi bronkus sehingga dihindari pada pasien dengan riwayat asma. Alkaloid ergot
mempunyai efek vasokonstriksi yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,
spasme koroner, infark miokard dan gangguan aliran serebral.

Anestesia Spinal

Dosis 7,5 -15 mg bupivakain intratekal cukup untuk bedah Sesar. Blok saraf dilakukan pada
ketinggian L3 - L4 atau L4 - L5, menggunakan jarum spinal nomor 25 alau 27 . Diameter yang
lebih besar akan meningkatkan kemungkinan bocornya liquor serebrospinal, menimbulkan
traksi saraf yang memperbesar risiko post dural puncture headache (PDPH). Penggunaan
diameter jarum yang lebih kecil atau penggunaan jarum atraumatik (pencil point) seperti
sprotte atau Whittacre dapat menurunkan angka kejadian PDPH hingga kurang dari 1o/o.

Dua posisi dapat dilakukan untuk melakukan anestesia spinal, yaitu posisi duduk atau
dekubitus lateral. Posisi dekubitus lateral lebih nyaman bagi pasien dan dapat meningkatkan
aliran darah uterus pada wanita hamil. Sedangkan posisi duduk mempermudah visualisasi
garis tengah vertebra, sebuah keuntungan yang sangat diperlukan pada pasien dengan
obesitas atau edema.

Anestesia Epidural

Anestesia epidural sering digunakan pada operasiyang diperkirakan memerlukan waktu yang
lama seperti adanya plasenta akreta atau kemungkinan perdarahan intraoperatif. Keuntungan
teknik epidural dibandingkan dengan anestesia spinal adalah kateter epidural dapat
dimanfaatkan untuk memberikan analgesia pascabedah. Kejadian hipotensi pada anestesia
epidural terjadi lebih lambat dibandingkan pada anestesia spinal. Namun demikan teknik yang
digunakan relatif lebih kompleks, awitan tidak secepat anestesia spinal dan harganya relatif
lebih mahal.

Pemasangan kateter epidural dilakukan pada L3 - L4 atau L4 - L5 untuk menghindari cedera


pada medula spinalis. Apabila terjadi aliran liquor yang deras (merupakan tanda terjadinya
penembusan jarum epidural ke rongga subarakhnoid), segera cabut jarum epidural dan
lakukan insersi pada tingkat yang lebih tinggi untuk mencegah migrasi kateter epidural ke
rongga subarakhnoid.

Jarum epidural dapat dimasukkan dengan pendekatan median maupun paramedian, namun
pendekatan paramedian lebih sering digunakan. Teknik tahanan yang hilang (/oss ofresistance)
lebih sering digunakan dibandingkan teknik tetes terganlung (hanging drop). Dalam melakukan
teknik /oss of resistance dapat digunakan media udara atau saline untuk mengetahui hilangnya
resistensi. Kerugian penggunaan udara adalah sering terjadinya patchy analgesia pada blok

E#KA AJARA'VESIES/OIOGl GJ*ffi


ffi
yang diinginkan. Kerugian menggunakan saline adalah jika rongga subarakhnoid tertembus.
kadang susah membedakan antara cairan saline yang digunakan atau CSF. Tes betadin sering
digunakan untuk mengetahui hal ini.

Setelah pemasangan kateter selesai, 3 mL lidokain yang dicampur dengan epinefrin 1 :

200.000 dapat digunakan sebagai fesf dose. Dilakukan evaluasi pada pasien apakah terjadi
blok motorik yang terjadi segera setelah dilakukannya fesf dose. Terjadinya blok motorik
maupun sensorik segera setelah fesf dose mengindikasikan masuknya anestestika lokal ke
rongga subarakhnoid. Epinefrin digunakan untuk mengetahui kejadian masuknya kateter
ke intravaskular, yaitu jika terjadi peningkatan denyut jantung lebih dari 10 detik per menit.
Wanita hamil memang tidak terlalu sensitif terhadap pemberian epinefrin sebagai fesf dose
dibandingkan dengan populasi normal, namun hal ini masih tetap dapat dilakukan.

Sebagaimana halnya anestesia spinal, dosis obat epidural yang diberikan pada wanita hamil
lebih kecil dibandingkan populasi normal. Setiap 1 segmen vertebra memerlukan 1 mL volum
anestetika lokal. Untuk mencapai ketinggian T4 dibutuhkan sekitar 20 - 25 mL anestetika
Iokal. Tinggi badan pasien juga akan memengaruhi dosis obat yang digunakan.

Bupivakain 0,5% dengan atau tanpa opioid sering digunakan dalam bedah Sesar dan
menghasilkan blok selama lebih kuran g 2 - 3 jam. Lidokain 2% akan menghasilkan blok saraf
selama kurang lebih 1,5 -2jam. Pemberian anestetika lokal harus dilakukan secara titrasi
untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi (seperti hipotensi ataupun blok spinal
tinggi) bila anestetika lokal masuk ke ruang subarakhnoid. Pemberian anestetika lokal biasanya
dilakukan bertahap sebanyak 5 mL setiap 2 menit sambil melakukan evaluasi terhadap blok
dan respon hemodinamik.

Combined Spinal Epidural (CSE)

Teknik kombinasi spinal epidural dapat mengatasi kekurangan dari teknik spinal atau epidural
sendiri-sendiri. Awitan yang cepat dan durasi yang dapat diperpanjang adalah keuntungan
dari CSE. Penggunaan dosis anestesia spinal inisial yang lebih kecil juga merupakan salah
satu keuntungan sehingga lama blokade pascabedah dapat diminimalisasi. Kelemahan dari
teknik ini adalah prosedur yang cukup rumit dan biaya yang lebih mahal dari kedua teknik
sebelumnya.

Teknik ini dahulu diawali oleh Brownridge pada tahun 1981 yang melakukan pemasangan
kateter epidural pada L1-L2, diikuti dengan penyuntikan spinal di bawahnya. Saat ini sudah
diciptakan suatu produk yang menggunakan teknik needle trough needle.

'#;;;;;;#;;;
Anestesia Umum

Persiapan untuk anestesia umum harus selalu dilakukan walaupun pasien menjalanianestesia
regional dan dalam keadaan yang stabil. Selama pasien menjalani pembedahan dapat terjadi
berbagai hal yang mengharuskan konversi ke anestesia umum. Kemungkinan blok yang gagal
juga dapat terjadi. Oleh karena itu dalam setiap ruang bedah harus selalu disiapkan segala
hal untuk prosedur anestesia umum. Di samping obat-obat untuk kedaruratan, peralatan untuk
anestesia umum dan resusitasi harus selalu tersedia. Untuk intubasi pada ibu hamil, digunakan
teknik rapid sequence intubafion (RSl) memakai pipa endotrakeal nomor 6,5 dengan balon
(cutf)

Keuntungan dari anestesia umum dibandingkan anestesia regional adalah persiapan


praoperatif yang lebih singkat dan potensi simpatektomi lebih kecil. Di antara kerugiannya
adalah risiko aspirasi ibu dan depresi neonatus. Pneumonia aspirasi merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas pada wanita hamil yang menjalani anestesia umum.
Bagaimana pun anestesia umum mungkin merupakan satu-satunya pilihan pada beberapa
keadaan, misalnya kegawatdaruratan, pendarahan, penurunan kesadaran, pasien tidak
kooperatif atau menolak tindakan anestesia regional.

Kerugian lain anestesia umum adalah tidak dimungkinkannya inisiasi menyusui dini (lMD)
sehingga dapat menunda kontak psikologis ibu dengan bayi.

Langkah-langkah prosedur anestesia umum untuk bedah Sesar:

1. Berikan antasid untuk meningkatkan pH lambung. Diharapkan hal ini dapat menurunkan
insidens dan keparahan pneumonitis yang terjadi bila terjadi aspirasi.

2. Pasang alat-alat pemantau, pastikan kelengkapan anestesia tersedia dan berfungsi baik
(lihat bab 33. "Anestesia Umum"), termasuk perlengkapan untuk difficult airway management.

3. Posisikan pasien untuk left uterine displacement.


4. Denitrogenisasi dengan O, aliran tinggi 2- 5 menit atau 4 kali napas dalam'

5. Setelah lokasi operasi siap, inisiasi rapid sequence induction dengan tiopental 4-5 mg/kg
dan suksinilkolin 1-1 ,5 mg/kg. lnduksi dapat juga dengan propofol, sedangkan pelumpuh otot
lain sebagai alternatif adalah rokuronium yang memiliki awitan cepat. Pemberian propofol
dicurigai dapat mengakibatkan rendahnya skor Apgar dan perubahan neurobehavioral
neonatus, meski hal ini masih kontroversial. Pada pasien dengan hemodinamika yang tidak
stabil (cenderung hipotensi) dapat juga digunakan ketamin. Pemberian pelumpuh otot
nondepolarisasi sebelum induksi harus dihindari karena dapat menyebabkan kelemahan
LES sehingga meningkatkan kejadian aspirasi. Pelumpuh otot tidak melalui sawar darah
plasenta karena molekulnya terionisasi dan berat molekul yang tinggi. Segera setelah
kesadaran pasien hilang, lakukan manuver Sellick hingga prosedur intubasi selesai
sempurna.

6. Pemeliharaan anestesia dilakukan dengan 50% NrO dan 50% O, menggunakan

a {.fff # s*ila ffi *,v€s rgs$#ts6f


isofluran 0,3-0,5% atau enfluran 0,5-0,7%. N2O melewati sawar darah plasenta namun
tidak menyebabkan depresi janin karena uptake jaringan yang tinggi asalkan pemberian
tidak melebihi 20 menit. Pemberian konsentrasi anestetika inhalasi sub-MAC sebelum
pengeluaran bayi dapat menurunkan kejadian maternal recalltanpa menyebabkan depresi
janin dan relaksasi uterus.

7. Setelah bayi lahir, tingkatkan konsentrasi NrO hingga 70%, hindari anestetika volatil dan
berikan opioid. Tambahkan oksitosin pada cairan intravena.

Pada akhir operasi, jika perlu dapat diberikan obat untuk reversal pelumpuh otot. Ekstubasi
dilakukan dalam keadaan sadar penuh. Jika perlu, gunakan pipa nasogastrik untuk mencegah
aspirasi.

ANALGESIA PERSALINAN

Banyak teknik anestesia yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri persalinan, di
antaranya dengan pemberian analgesia parenteral, pemberian zat inhalasi dan anestesia
regional.

Obat Analgesia Parenteral

Opioid sistemik dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri persalinan, namun dosis kecil
opioid tidak cukup untuk menghilangkan nyeri. Meperidin adalah opioid sistemik yang paling
sering digunakan untuk analgesia persalinan. Efek meperidin intravena akan mencapai
puncaknya pada 10 menit pertama dan bertahan3-4jam. Bayiyang lahir pada2jam pertama
setelah pemberian meperidin memiliki risiko untuk mengalami depresi nafas. Morfin sistemik
jarang digunakan untuk analgesia persalinan karena neonatus sangat sensitif terhadap
efek depresi nafasnya. Remifentanil dapat digunakan sebagai bagian dari PCA pada masa
persalinan. Keuntungan remifentanil adalah awitannya cepat dan durasi yang pendek (lebih
pendek dari meperidin). Namun dikarenakan potensinya lebih kuat maka harus dilakukan
pemantauan pernafasan ibu, antara lain dengan menggunakan oksimeter denyut (pulse
oxymeter).

Analgesia lnhalasi

Tujuan dari analgesia inhalasi pada analgesia persalinan adalah untuk mencapai analgesia
tanpa mendepresi refleks nafas. Biasanya pemberian analgesia inhalasidilakukan sendirioleh
ibu dengan hand-held device setiap kali akan mulai kontraksi. Zal analgesia inhalasi yang
paling sering digunakan adalah NO, dan enfluran. Pemberian NO, yang dilakukan sendiri (se/f

&{Jp{€.J A JStr "4


trS,$ v"g$f Sd- 8#t
administered) merupakan tindakan analgesia persalinan yang mudah, aman, murah dan tidak
membutuhkan pemantauan ketat dari dokter serta dapat diterima pasien. Pemberian NO2 di
atas 50% akan meningkatkan efektivitas anelgesianya namun dapat menimbulkan efek sedasi
sehingga meningkatkan risiko aspirasi. Teknik analgesia inhalasi dipilih pada pusat kesehatan
dengan fasilitas yang terbatas di mana modalitas anestesia lain tidak tersedia.

Teknik Analgesia Regional

Keuntungan dari teknik analgesia regional pada persalinan adalah efek depresinya yang
minimal terhadap ibu dan janin bila dibandingkan dengan teknik analgesia dengan opioid
parenteral atau analgesia inhalasi. Teknik analgesia regional yang paling sering digunakan
adalah epidural, spinal dan CSE. Kadang-kadang juga dilakukan simpatektomi. lnfiltrasi
anestetika lokal paraservikal, pudendal dan perineal terkadang juga dilakukan oleh ahli
obstetrik. Setiap teknik memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.

Blok Paraservikal dan Pudendal

Blok paraservikal merupakan alternatif bagiwanita hamil yang tidak menginginkan dilakukannya
blok neuraksial. Tindakan blok ini cukup mudah dan dapat mengontrol nyeri pada kala I serta
tidak mengganggu kemajuan persalinan. Anestetika lokaldisuntikkan pada daerah submukosa
vagina ke arah forniks di lateral untuk memblok transmisi saraf ganglion paraservikal yang ada
di lateroposterior perbatasan serviks dan uterus. Karena blok ini tidak menghambat serabut
rasa nyeri somatik dari perineum, blok initidak memberikan analgesia pada kala ll persalinan.
Penggunaan teknik inisekarang semakin berkurang karena dapat mengakibatkan bradikardia
pada janin, toksisitas sistemik anestetika lokal, neuropati pascapersalinan dan infeksi.

Nervus pudendus berasal dari S2-4 dan menginervasi vagina bagian bawah, vulva dan
perineum serta inervasi motorik dari otot perineum. Saraf ini mudah untuk dilakukan anestesia
dengan pendekatan transvaginal, yakni dengan cara menyuntikkan anestetika lokaldi belakang
ligamen sakrospinosus. BIok pada saraf ini dapat memberikan analgesia yang adekuat
untuk persalinan pervaginam normal ataupun dengan forsep. Akan tetapi blok ini tidak dapat
digunakan untuk analgesia persalinan pada kala l. Blok inijuga tidak adekuat untuk tindakan
midforsep, perbaikan laserasi vagina atau eksplorasi rongga uterus. Komplikasi maternal dari
teknik ini adalah toksisitas sitemik dari anestetika lokal, infeksi dan hematoma.

Analgesia Epidural

Analgesia epidural di daerah lumbal merupakan metode yang aman dan efektif dalam
mengurangi nyeri persalinan. Dari penelitian tidak ditemukan bukti bahwa analgesia epidural
dapat meningkatkan kejadian bedah Sesar. Teknik ini sangat luas penggunaannya dan

A U KU A J AR AA'FS IES'I3I GG'


dapat ditingkatkan untuk menciptakan anestesia yang adekuat bila dibutuhkan penggunaan
instrumen pada persalinan pervaginam atau bedah Sesar. Pada kala I akhir dan kala ll,
dapat juga diberikan tambahan obat untuk mencapai blok daerah sakrum. Keuntungan dari
teknik analgesia epidural adalah pain relief yang efektif dengan blok motorik yang minimal,
penurunan kadar katekolamin ibu, dan apabila dibutuhkan operasi, tingkat anestesianya
ditingkatkan dengan sangat cepat. Kontraindikasi absolut tindakan ini adalah penolakan
pasien, koagulopati, infeksi pada tempat penyuntikan dan instabilitas hemodinamik maternal.
Saat ini frekuensi penggunaan USG untuk membantu pemasangan kateter epidural semakin
sering dilakukan.

Analgesia Spinal

lnjeksi spinal single shof anestetika lokal atau opioid dapat menciptakan analgesia persalinan
yang mula kerjanya cepat. Tindakan ini cocok digunakan pada persalinan dini atau pada
pasien yang gelisah untuk memudahkan pemasangan kateter epidural. lnjeksi spinal single
shof dapat digunakan untuk persalinan pervaginam dengan instrumentasi pada pasien
yang tidak menggunakan kateter epidural. Dahulu cara ini dinilai kurang fleksibel karena
tidak menggunakan kateter. Namun saat ini dikenal lntrathecal Labor Analgesia yang dapat
mempertahankan analgesia hingga delapan jam tanpa mengorbankan blok motorik secara
penuh.

Analgesia CSE

Teknik analgesia CSE adalah teknik analgesia yang paling sedng digunakan pada persalinan.
Teknik ini menggabungkan teknik analgesia spinal dan epidural. Teknik ini menyediakan
analgesia yang mula kerjanya cepat, kemungkinan toksisitas obat yang rendah, serta blok
motorik yang minimal. Apabila diperlukan penambahan dosis analgesia atau sewaktu-waktu
diperlukan tindakan operatif, kateter epidural tersebut dapat digunakan untuk melakukan
penambahan obat atau induksi anestesia epidural. Mula kerja dari analgesia spinal sangat
cepat dan durasinya sekitar 2-3 jam (bergantung pada obat yang digunakan). Durasi dari
analgesia spinal akan lebih pendek apabila digunakan pada wanita hamil pada masa akhir
persalinan bila dibandingkan wanita hamil pada awal persalinan. Saat ini obat yang sering
digunakan pada teknik CSE adalah fentanyl, sufentanil, bupivakain, levobupivakain dan
ropivakain.

Teknik CSE terkenal dengan sebutan "the walking epiduraf' karena blok motoriknya yang
minimal. Sebutan ini sebenarnya kurang tepat karena ambulasi (pasien dapat berjalan-
jalan) juga dapat dilakukan pada teknik analgesia neuraksial lainnya. Kelebihan teknik CSE
dibanding teknik epidural konvensional selain mula kerjanya yang lebih cepat adalah blok
sensorik yang lebih komplit, blok motorik yang lebih minimal, dan penyebaran obat di daerah
sakrum yang lebih baik. Selain itu menurut penelitian CSE juga terbukti dapat mempercepat
kala I persalinan pada pasien primipara.

Efek samping dari opioid intratekal adalah pruritus, mualdan muntah serta retensi urin. Depresi
nafas akibat penyebaran opioid ke sefalad, meskipun jarang, dapat terjadi pada penggunaan
opioid lipofilik. Penggunaan epidural kontinyu dengan obat anestetik lokal terdilusi (contoh
: bupivacaine 0.0625% sampai 01%) ditambah dengan opioid akan memberikan analgesia
tanpa blok motorik, sehingga memungkinkan pasien untuk berjalan-jalan saat persalinan.
Tentu harus dilakukan pemeriksaan keadaan umum ibu dan janin serta pemeriksaan fungsi
motorik terlebih dahulu sebelum diputuskan apakah ibu dapat berjalan-jalan.

Epidural Kontinyu

Para ahli anestesiologi obstetrik saat ini menyarankan penggunaan infus epidural kontinyu
dengan cairan anastetika lokal yang terdilusi. Anestetika lokal seperti bupivakain, ropivakain
dan levobupivakain dalam konsentrasi antara 0,06250/0 sampai 0,125o/o dapat digunakan
tunggal atau dicampur dengan opioid. Pemberian epinefrin dapat meningkatkan kualitas
anestetika lokal melalui reseptor alpha-2 sekaligus menurunkan efek samping akibat absorbsi
sistemiknya. Bagi ibu hamil, infus epidural kontinyu dapat menawarkan banyak kelebihan bila
dibandingkan dengan epidural intermiten. Salah satunya adalah menyediakan kenyamanan
bagi ibu karena kontrol nyeri yang lebih baik'

PCEA (Patient Controlled Epidural Analgesia)

pCEA merupakan teknik yang aman dan efektif. Metode analgesia persalinan ini dapat
menyediakan analgesia persalinan yang efektif dengan kepuasan pasien yang tinggi. Teknik
ini akan menurunkan jumlah total anestetika lokal yang digunakan, sehingga mengurangi
risiko efek samping berupa blok motorik dan hipotensi. Teknik inijuga menurunkan permintaan
pasien akan tindakan-tindakan untuk "meredakan nyeri" kepada petugas kesehatan di ruang
bersalin. Tindakan ini juga memberikan pasien kepercayaan diri. Biasanya dilakukan blok
epidural atau spinal dulu sebelum pemasangan PCEA.

ANESTESIA PADA WANITA HAMIL YANG MENJALANI OPERASI NON OBSETRIK

Tidak semua wanita hamil akan menjalani suatu tindakan atau operasi yang berkaitan langsung
dengan kehamilannya. Seorang dokter anestesiologi dapat berhadapan dengan kasus wanita
hamil yang akan menjalani prosedur atau operasi yang tidak berkaitan dengan kehamilannya.
Sebagai contoh wanita hamil yang akan menjalani operasi apendisektomi yang sama sekali
tidak berhubungan dengan kehamilannya. Pada keadaan seperti ini ada beberapa hal yang
harus menjadi pertimbangan untuk melakukan anestesia pada pasien ini. Dua hal penting
yang menjadi perhatian adalah efek yang terjadi pada ibu dan janin.

ffiffirc
tsu-rdd.r-4J4R,4rugsrFsfs!-sG,
re
Efek pada ibu

Terjadi perubahan secara signifikan terhadap fisiologi pada wanita hamil dibandingkan dengan
pasien nonhamil. Perubahan-perubahan inilah yang menjadi pertimbangan keselamatan
seorang pasien hamil. Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular, sistem susunan
saraf, pernafasan, gastrointestinalakan memengaruhi bagaimana anestesia akan kita lakukan
dan dosis obat yang akan diberikan. Yang penting dari hal ini adalah waktu dimana perubahan
ini terjadi sehingga penting bagi seorang dokter anestesiologi untuk mengetahui usia kehamilan
pasien.

Efek pada janin

Anestesia pada wanita hamil mempunyai keunikan. Selain perubahan fisiologis yang terjadi
pada pasien tersebut, kesejahteraan janin juga merupakan suatu pertimbangan penting.
Ada beberapa risiko yang dapat terjadi, antara lain abortus spontan, kematian janin dalam
kandungan, persalinan lebih awal atau dapat juga kemungkinan kelainan kongenital akibat
teratogenitas pada janin. Semua risiko ini harus tertuang dan dijelaskan sebelumnya ketika
mendapatkan informed consent dari pasien.

Teratogenitas

Teratogenitas obat anestesia pada janin sebagian besar belum terbukti. Satu-satunya obat
yang dahulu pernah digunakan dan terbukti menyebabkan efek teratogen adalah kokain.

ANESTESIA PADA KEHAMILAN RISIKO TINGGI

Kematian akibat kehamilan dengan risiko tinggi masih sering terjadi terutama pada negara-
negara berkembang. Banyak faktor yang menghambat penanganan segera pasien-pasien
dengan risiko tinggi ini sehingga morbiditas maupun mortalitasnya masih tinggi. Letak geografis
yang luas, penyebaran tenaga kesehatan yang tidak merata serta gagalnya pengenalan tanda-
tanda kegawatan dini merupakan contoh faktor-faktor yang meningkatkan keterlambatan
penanganan pasien dan menyebabkan tingginya kematian wanita hamil dengan risiko tinggi.

Dokter anestesiologi yang akan menangani pasien hamil dengan risiko tinggi, memerlukan
pengetahuan mengenai patofisiologi penyakit yang diderita ibu hamil dan farmakologi obat-
obatan yang digunakan, agar dapat melakukan tindakan anestesia yang benar tehadap pasien.

sL.rr{-iAJERArv#srFsJ#i-#GJ
re
Pre-eklampsia dan EklamPsia
Diperkirakan pre-eklampsia terjadi pada 8% kehamilan. Pre-eklamsia adalah hipertensi dan
proteinuria pada usia kehamilan > 20 minggu. Batasan hipertensi di sini adalah keadaan
tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan darah diastolik> 90 mmHg (bukan batasan
hipertensi yang umum). Pre-eklampsia disertai oleh proteinuria sekitar 300 mg dalam 24
jam'
HELLP Syndrome (Hemotysis, Elevation of Liver enzyme, and Low Platelet) adalah salah
variasi pre-eklampsiet'yang membutuhkan penanganan khusus. Terdapat beberapa hipotesis
mengenai patofisiologi pre-eklampsia, namun semuanya berhubungan dengan disfungsi
endotel. Beberapa faktor risiko pre-eklampsia adalah kencing manis, hipertensi kronik, riwayat
pre-eklampsia sebelumnya, multipara dan indeks massa tubuh yang tinggi.

Terapi pre-eklampsia diarahkan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal terutama mencegah terjadinya eklampsia dan komplikasinya. Mengeluarkan janin
secepatnya dari ibu adalah tatalaksana definitif pre-eklamsia.

pre-eklampsia ringan masih dapat ditoleransi dengan pengobatan konservatif dengan obat
anti hipertensi dan tirah baring. Apabila usia kehamilan sudah mencapai usia yang cukup
yaitu 37 minggu atau terdapat tanda-tanda yang mengancam kehidupan ibu maupun janin,
maka tindakan melahirkan janin harus segera dilakukan, tanpa mempertimbangkan usia
kehamilan. Bila janin masih prematur dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid 48
sebelum persalinan untuk pematangan paru janin. Magnesium sulfat adalah agen pilihan pada
pencegahan kejang dan komplikasi pre-eklampsia meskipun tidak mengurangi morbiditas dan
mortalitas perinatal serta berhubungan dengan risiko depresi napas ibu.

Manajemen anestesia pada pre-eklampsia dimulai dengan penilaian pra-anestesia yang


difokuskan pada beratnya kondisi pasien, evaluasi jalan nafas, status cairan pasien dan
kontrol tekanan darah. Diperlukan pula pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah
rutin lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan fungsi
koagulasi hanya diindikasikan apabila dicurigai ada koagulopati. Apabila terjadi DlC, dapat
diberikan transfusi whole blood, trombosit, FFP dan kriopresipitat. DIC adalah kontraindikasi
dilakukannya anestesia dan analgesia neuraksial.

Walaupun pre-eklampsia disertai retensi air dan natrium, hipovolemia sering terjadi sebagai
akibat pergeseran cairan dan protein ke kompartemen ekstraselular. Ekspansi volum
intravaskular yang dilakukan secara berhati-hati dapat memperbaiki perfusi jaringan. Pada
hipertensi yang sangat berat, CVP tidak dapat digunakan untuk pengukuran preload jantung
kanan. Penggunaan PAC tidak secara rutin dilakukan.

Analgesia epidural persalinan pada pasien pre-eklamsia memiliki keuntungan berupa blokade
simpatis yang perlahan (gradual), sehingga stabilitas kardiovaskular dapat dipertahankan
dan depresi neonatus dapat dihindarkan. Penurunan vasospasme dan hipertensi dapat
meningkatkan sirkulasi darah uteroplasenta. Selain itu teknik regional juga menurunkan
komplikasi tatalaksana jalan nafas dan menghindari perubahan hemodinamika yang
diakibatkan intubasi.

*ivssr*sfCIL*GJ
s{-Jr{{,ilt.J^R
ffi
Teknik analgesia neuraksial (epidural, spinaldan CSE) memiliki banyak keuntungan dan aman
untuk dilakukan pada pasien pre-eklampsia. Pemberian anestetika lokal terdilusi dengan opioid
secara epidural cukup untuk menciptakan blok sensorik yang adekuat tanpa menyebabkan blok
motorik atau simpatektomi yang bermakna klinis. Pada teknik neuraksial intraoperatif terjadi
simpatolisis yang ekstensif sehingga dapat menyebabkan hipotensi yang akan menurunkan
curah jantung dan perfusi uteroplasenta. Hal ini sering terjadi pada pemberian anestesia
spinal "single shof', sehingga penggunaannya kurang dianjurkan. Kejadian hipotensi dapat
dihindari dengan melakukan tindakan anestesia secara berhati-hati dan dengan pemberian
cairan ekspansi volum.

Edema jalan nafas dapatterjadi pada pasien pre-eklampsia dikaitkan dengan gagalnya intubasi
dan ventilasi. Risiko gagal intubasi harus dipertimbangkan apabila anestesia umum yang dipilih.
Akibat terapi MgSO4 dapat terjadi peningkatan aktivitas suksinilkolin dan sensitivitas terhadap
pelemas otot nondepolarisasi. Meskipun demikian ada keuntungan lain penggunaan MgSO4,
yakni dapat menumpulkan respon terhadap vasokonstriktor dan menghambat pengeluaran
katekolamin.

Penyakit Jantung pada Kehamilan

Sekitar 4o/o kehamilan disertai penyulit penyakit jantung. Bergantung dari tipe dan keparahan
kelainan tersebut, outcome ibu dan bayi dapat terpengaruh. Di negara-negara yang telah
berkembang, seiring dengan kemajuan di bidang pengobatan meCis dan operatif, terjadi
perubahan komposisipasien hamildengan gangguan jantung. Banyak pasien dengan gangguan
jantung kongenital yang mencapai usia kehamilan. Sebaliknya, jumlah pasien hamil dengan
riwayat penyakit jantung rheuma jauh berkurang. Agak berbeda dengan negara-negara yang
sedang berkembang seperti lndonesia, komposisi pasien yang sudah tersentuh kemajuan
kedokteran dengan yang belum masih berimbang. Kemajuan metode diagnostik yang belum
merata, tingkat sosio-ekonomi yang beragam serta kondisi geografis yang terkadang sulit
menyebabkan masih banyak pasien dengan untreatable cardiac disease.

Perubahan kardiovaskular pada kehamilan akan menambah sfress terhadap sistem


kardiovaskular yang sudah terganggu. Pendekatan interdisipliner yang melibatkan ahli obstetri,
ahli anestesiologi, ahli kardiologi dan perawat secara bersama-sama dapat mengoptimalkan
pelayanan dan perawatan pasien.

Penyakit Jantung Kongenital

Sejalan dengan keterbatasan lndonesia sebagai negara yang masih berkembang, di mana
kualitas pelayanan kesehatan dan kemajuan teknologi kedokteran belum merata, masih
banyak ditemui pasien dengan penyakit jantung kongenital yang mencapai usia reproduktif
tanpa mendapat terapi. Penyakit jantung kongenital (penyakit jantung bawaan, PJB) yang
paling sering dijumpai dalam kasus anestesia obstetrik adalah Tetralogy of Fallot (TOF),

ffi
s#x#Ai*trA,ir#srs$rs*sci
ffi
defek septum, dan sindrom Eisenmenger. Sangat jarang penderita TOF dapat bertahan
hidup sampai dewasa tanpa tindakan operasi. Kebanyakan pasien hamil dengan kelainan ini
telah menjalani operasi korektif atau paliatif. Analgesia epidural adalah pilihan karena dapat
mencegah perubahan hemodinamik yang disebabkan nyeri persalinan.

lbu hamil dengan VSD atau ASD yang sudah dikoreksi dengan operasi biasanya asimtomatik
dan tidak membutuhkan tatalaksana anestesia yang spesifik. Pada ibu hamil yang belum
dikoreksi, analgesia epidural membantu mencegah perubahan hemodinamik yang bermakna.
Terjadinya penurunan SVR yang ringan sebagai akibat dari analgesia epidural akan
menguntungkan karena dapat menurunkan left to right shunt Turunnya pirau ini menurunkan
aliran darah ke paru yang berlebihan, sehingga berefek baik. Tentu berbeda halnya jika telah
terjadi hipertensi pulmonal (PH). Dalam kondisi ini tentu SVR harus dicegah agar tidak turun
karena dapat menyebabkan pirau menjadi right to left.

Sindrom Eisenmenger adalah hipertensi paru berat yang diakibatkan overload kronik volum
darah paru akibat left to right shunt Saat ini di negara-negara maju sudah tidak dijumpai
lagi sindrom Eisenmenger, kecuali pada pasien pendatang. Memang seharusnya tidak boleh
terjadi lagi karena semua PJB seharusnya sudah diatasi sejak dini. Dalam perjalanannya,
pirau left to right (misalnya VSD, ASD atau PDA) dapat berbalik menjadi right to left, yaitu
bila tekanan arteri paru telah melebihi tekanan darah sistemik. Sindrom Eisenmenger adalah
terminal stage pasien PJB left to right shunt. Kematian dapat terjadi kapan saja akibat krisis
PH. Kehamilan dapat mempercepat kematian. Pada umumnya kematian karena PH memang
terjadi pada dekade kedua atau ketiga kehidupan, dihubungkan dengan usia reproduktif dan
puncakaktivitasfisik. Pasien dengan sindrom Eisenmengertidakdapat mentoleransikehamilan.
Penurunan SVR yang terjadisaat kehamilan dapat meningkatkan fraksi shunt.Angka kematian
ibu dapat mencapai 40-50%, dengan penyebab kematian utama tromboemboli. Hipoksemia
maternal juga dapat mengganggu transfer O, ke fetus dan dapat meningkatkan risiko IUGR
(intra uterine growth retardation)serta kematian fetus.

Tatalaksana anestesia bagi ibu hamil dengan sindrom Eisenmenger cukup sulit. Pemberian
analgesia persalinan yang adekuat tanpa mengakibatkan efek hemodinamik yang buruk
merupakan suatu tantangan bagi ahli anestesiologi. Teknik CSE merupakan pilihan yang
terbaik untuk analgesia persalinan dan anestesia epidural merupakan teknik anestesia terpilih
untuk operasi sesar pada ibu hamil dengan sindrom Eisenmenger. Pemberian obat disarankan
secara bertahap (titrasi) dan tidak diberikan epinefrin untuk fesf dose. Hal ini penting untuk
menghindari perubahan hemodinamik yang cepat. Demikian pula jika terjadi hipotensi yang
perlu diterapi, tidak dianjurkan memberikan efedrin yang sangat menginduksi aktivitas 91.
Dianjurkan memberikan obat yang lebih selektif pada o1 seperti fenilefrin atau nore Bergantung
pada kondisinya, terkadang pasien harus diberi ventilasi mekanik dan topangan hemodinamik
yang lengkap. Semua pilihan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penting
untuk melakukan diskusi dan konsultasi pada sejawat lain sebelum menjatuhkan pilihan.
Sangat penting juga mendapatkan informed consent tertulis dari pasien dan keluarganya,
tentu dengan menekankan kondisi end-sfage PJB yang dialami pasien.

_:r=ffi
BU!<u AJARArvEsrEs/otoci ffifiLffi
ffi
'...... ..,,,...,,.,,-..,..!;:::r:::i!r:i
Penvakit Katup Jantung

Wanita dengan stenosis aorta ringan dapat mentoleransi kehamilan dengan baik. Akan tetapi
perubahan kardiovaskular akibat kehamilan dapat membawa pengaruh buruk pada pasien
dengan stenosis aorta moderat atau berat. Disarankan wanita dengan stenosis aorta moderat
atau berat untuk menjalani operasi penggantian katup aorta sebelum hamil. Sebagian ahli
obstetri memilih melakukan bedah Sesar pada pasien ini atas indikasi obstetrik sedangkan
yang lain lebih memilih rute pervaginam. Persalinan pervaginam dengan alat akan membantu
menghindari usaha ibu mengejan untuk menghindari efek kardiovaskular yang ditimbulkan
manuver valsalva. Beberapa ahli obstetri lain lebih memilih untuk melakukan bedah Sesar
untuk menghindari ketidakpastian waktu dan perjalanan kelahiran, serta menghindari sfress
hemodinamik persalinan. Baik bedah Sesar maupun partus pervaginam memiliki keuntungan
dan kerugian masing-masing. Pilihan anestesia sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan
matang berdasarkan kondisi tiaptiap pasien.

lnsufisiensi aorta sering didapatkan pada wanita hamil dengan penyakit jantung rematik
(PJR) dan endokarditis infektif. Analgesia persalinan memegang peranan penting pada
pasien insufisiensi aorta. Nyeri dapat mengakibatkan peningkatan SVR sehingga efeknya
akan mengakibatkan overload ventrikel kiri dan menyebabkan edema paru. Analgesia dan
anestesia epidural merupakan analgesia terpilih pada pasien ini.

Pasien dengan stenosis mitral mendapatkan banyak masalah yang berkaitan dengan
perubahan fisiologi kardiovaskular saat kehamilan. Wanita hamil dengan stenosis mitral yang
berat akan menderita dekompensasijantung seiring dengan perjalanan kehamilan. Analgesia
yang baik untuk mencegah takikardia dan blok anestetika yang adekuat pada kala ll untuk
mencegah keinginan ibu untuk mengejan merupakan tujuan analgesia persalinan. Anestesia
CSE merupakan pilihan yang tepat pada pasien ini. Anestesia epidural merupakan teknik
terpilih untuk bedah Sesar pada pasien dengan stenosis mitral.

lnsufisiensi mitral biasanya terjadi pada pasien dengan PJR atau prolaps katup mitral. Secara
umum kehamilan dapat ditoleransi dengan baik pada pasien. Analgesia epidural dipilih karena
dapat memberikan analgesia persalinan yang adekuat dan anestesia pada penggunaan
instrumen saat persalinan sembarijuga menghindarkan kenaikan SVR yang tidak diinginkan.
Jika diperlukan operasi, anestesia epidural merupakan tindakan anestesia terpilih.

Kard iomiopati peripartu m

Kardiomiopati peripartum diperkirakan terjadi pada 1 dari 3000-4000 persalinan dengan


kelahiran hidup. Etiologi kardiomiopati peripartum masih belum dikefahui. Pasien dengan
kelainan ini biasanya datang dengan gejala gagal jantung kiri. Kasus ini terjadi setelah
melahirkan atau pada periode dini pascapersalinan.

3'rr,t! kr*r--*.!tr;* r c(a!eLv*i


E-
Pemantauan yang ketat serta pemberian analgesia persalinan secara dini penting dilakukan
pada pasien ini karena dapat menurunkan stres kardiovaskular yang ditimbulkan oleh nyeri
persalinan apabila dipilih persalinan pervaginam. Analgesia CSE merupakan pilihan yang
baik. Apabila bedah Sesar diperlukan, dapat dipilih anestesia epidural kontinyu atau spinal
kontinyu.

Perdarahan Obstetrik

Perdarahan Antepartum

Penyebab perdarahan sebelum persalinan yang tersering pada trimester ketiga adalah solusio
plasenta, plasenta previa dan ruptur uterus.

Pada solusio plasenta, bila dinilai dibutuhkan tindakan operatif, maka tindakan anestesia umum
lebih dipilih daripada anestesia regional, terutama pada pasien yang keadaan hemodinamiknya
tidak stabil dan/atau menderita koagulopati. Pemantauan tekanan darah langsung dan CVP
sangat berguna untuk memandu resusitasi cairan.

Plasenta previa merupakan kedaruratan sehingga tindakan anestesia yang tercepat untuk
bedah Sesar harus digunakan. Pada kebanyakan kasus, dipilih teknik anestesia umum pada
kasus ini.

ACOG (American College of Obstetry and Gynaecology) merekomendasikan bahwa pada


percobaan persalinan VBAC (Vaginal Birth After Caesarean), tim yang dapat melakukan bedah
Sesar darurat harus ada di tempat. Ahli obstetri dan ahli anestesiologi yang memantau pasien
dengan VBAC harus segera mengenali keadaan-keadaan ruptur uterus, yang gejalanya
biasanya tidak khas dan disertai dengan hipotensi ibu. Laparotomi darurat dengan anestesia
umum merupakan tatalaksana pada kasus ini.

Perdarahan Pascapersalinan

Penyebab pendarahan pascapersalinan yang paling sering adalah atonia uteri, dilanjutkan
dengan ruptur uterus, inversi uterus, robekan vagina dan hematoma peritoneum.

Pada atonia uteri, pengobatan meliputi pemberian oxytocin secara infus kontinyu. Carboprost
tromethamine (Hemabate) juga dapat digunakan. Obat ini dapat diberikan secara intramuskular
oleh ahli anestesiologi atau secara langsung ke uterus oleh ahli obstetri. Selain itu dapat
diberikan juga derivat ergot secara intramuskular. Hati-hati hipertensi pada pemberian obat
ini. B-Lynch suture merupakan salah satu teknik penting untuk mengatasi pendarahan
pascapersalinan, dan dapat mengh indarkan d ilaku kannya histerektomi.

Pada kasus plasenta akreta yang membutuhkan histerektomi, dapat dipilih antara anestesia

ffi*
s{"FK{.dAJd€ 4&rSSrH$d$f-trGr ffi&#ffi
re
epidural atau anestesia umum. Sebuah studi multi-institusional melaporkan profil teknik
epidural kontinyu yang aman dilakukan pada pasien yang menjalani histerektomi. Namun
beberapa ahli anestesiologi tetap menyarankan dilakukannya anestesia umum, dikarenakan
tingginya kemungkinan konversitindakan anestesia epidural ke anestesia umum pada pasien
dengan keadaan seperti ini.

Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

DMG merupakan diabetes yang didiagnosis pertama kali sewaktu hamil. GDM diasosiasikan
dengan meningkatnya komplikasisepertimakrosomia, hipoglikemia neonatus, hiperbilirubinemia
dan kematian fetus. Makrosomia merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berperan
dalam trauma lahir, distosia bahu dan bedah Sesar.

Berbagai pedoman tatalaksana menyarankan pemberian insulin bila GDP di atas 100 mg/
dL. Kebutuhan insulin ibu akan meningkat secara progresif pada trimester kedua dan ketiga.
Pemantauan fetus pada pasien DMG harus lebih seksama. Tidak ada bukti yang menyatakan
tindakan analgesia atau anestesia tertentu yang superior pada ibu hamil dengan DMG.
Analgesia neuraksial tidak mengubah kebutuhan insulin dan glukosa peripartum. Kadar
glukosa darah intrapartum harus selalu dipantau. Sedapat mungkin kadar glukosa darah
dipertahankan antara 70-90 mg/dL. Kebutuhan insulin akan segera menurun setelah kelahiran.

PENUTUP

Anestesia obstetrik cukup menantang dan unik karena bukan saja menghadapi dua nyawa,
namun menghadapi juga berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistem tubuh.
Perubahan fisiologik ini umumnya membawa konsekuensi berupa meningkatnya risiko yang
dihadapi ahli anestesiologi selama periode perioperatif. Pada pasien obstetrik yang mempunyai
penyakit penyerta tentu risiko ini menjadi lebih besar.

Tantangan juga dihadapi ketika berhadapan dengan pasien dengan kehamilan untuk bedah
non-obstetrik. Penilaian pra-anestesia harus cermat untuk menemukan faktor risiko anestesia
maupun pembedahan. Karakteristik pasien, usia kehamilan dan jenis pembedahan menentukan
teknik dan obat anestetik yang akan dipilih. Semua pilihan diambil dengan mempertimbangkan
kesejahteraan janin yang dikandung, di samping keselamatan pasien sendiri.

Pengetahuan mengenai perubahan-perubahan fisiologik, keuntungan dan kerugian teknik


anestesia tertentu, pengetahuan mengenai farmakologi obat-obat yang akan digunakan serta
pengetahuan mengenai patofisiologi penyakit penyerta, sangatlah penting dimiliki seorang
ahli anestesiologi, bukan hanya untuk anestesia pembedahan, maupun juga untuk pemberian
analgesia obstetrik. Seorang ahli anestesiologi harus memahami benar risiko setiap tindakan,
mengetahuikomplikasiyang dapatterjadiserta mampu melakukan pencegahan dan mengatasi

jl:i r'i:r:::r.,:r:::r :;',:r,i


::i;:ill:l r:i r:,1:l li:lj i:l''-:r ::l l l :,ll:':::i.rr:.::':r,;i!;!r:!r:!r:irr::,,'r;':;,'::lal:::1!l:i

sf-/K{"f A JA e A&{gs r€stO{- s6f


komplikasi yang timbul.

ANJURAN BAGAAN

1. Clinical Anesthesia,6ihed.Editors: BarashPG,CullenBF,StoeltingRK.LippincottWilliamsandWilkins,2009

2. Miller's anesthesia. 7th ed. Editors: Miller RD, Eriksson Ll, Fleisher LA. Churchill Livingstone Elsevier, 20'1 0.

3" Obstetric and Gynecologic Anesthesia: the Requisites 1 st ed. (Requisites in Anesthesia). Braveman FR. Mosby' 2006.

4. American Society of Anesthesiologists. Practice Guidelines for Obstetric Anesthesia: An updated report by the American

society of anesthesiologists task force on obstetric anesthesia. Anesthesiology. 2007; 106:843-63

b. Bucklin BA. Gerard W. Ostheimer'What's new in obstetric anesthesia". Anesthesiology 2006;104:865-71

6. RayP,MurphyGJ,ShuttLE: Recognitionandmanagementofmaternal cardiacdiseaseinpregnancy.BrJAnaesih2004;

93:428-39 pinefrin.

i:i.:;rrllal:.r:::.::r::l!l:t!:!11;l{!::!:ill:l1e::3::;::.r:',-:ie:!:;:j:al:i::ial:i:i:l;11::l'::i,::!i{r!:r;e;i3

g UK{J A JAR AEffiS TFS'OT O€f

You might also like