Professional Documents
Culture Documents
Ustan Elis Sejarah Ustan
Ustan Elis Sejarah Ustan
Para petani mulai membuka suatu ladang dengan membersihkan belukar bawah di
suatu bagian tertentu dari hutan, kemudian menebang pohon-pohon besar. Batang-
batang, cabang-cabang, dahan-dahan serta daun-daun dibakar, dan dengan demikian
terbukalah suatu ladang yang kemudian ditanami dengan bermacam tanaman tanpa
pengolahan tanah yang berarti, yaitu tanpa dicangkul, diberi air atau pupuk secara
khusus. Abu yang berasal dan pembakaran pohon cukup untuk memberi kesuburan
pada tanaman. Air pun hanya yang berasal dari hujan saja, tanpa suatu sistem irigasi
yang mengaturnya.
Metode penanaman biji tanaman juga sangatlah sederhana, yaitu hanya dengan
menggunakan tongkat tugal berupa tongkat yang berujung runcing yang diberati
dengan batu, dekat pada ujungnya yang runcing itu. Dengan tongkat itulah para
petani pria menusuk lubang ke dalam tanah, di mana biji-biji tanaman dimasukkan,
pekerjaan yang dilakukan oleh wanita. Pekerjaan selanjutnya ialah membersihkan
ladang dari tanaman liar, dan menjaganya terhadap serangan babi hutan, tikus dan
hama lainnya.
Sistem Bersawah
Kemudian sistem bersawah di temukan, orang mulai bermukim ditempat yang tetap,
tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput dan kemudian juga
diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah diatas
tanah kering. Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu
lokasi yang dikenal dengan nama “kampong” walaupun usaha tani persawahan
sudah dimulai, namun usaha tani secara “berladang yang berpindah-pindah” belum
ditinggalkan.
Tanam Paksa
Di Jawa, sejak VOC menguasai di Batavia kebijakan pertanian bukan untuk tujuan
memajukan pertanian di Indonesia, melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya bagi VOC.
Tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia Belanda mendapatkan
tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang disebut tanam paksa.
Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian tanah telah
muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir tahun 1921,
Periode 1990-an
Sektor pertanian di wilayah Aceh Darussalam mulai berkembang sejak tahun 1607-
1636 melalui kegiatan perdgngan hasil bumi sektor pertanian seperti cengkeh, kopra,
dan pala kepada pedagang asing.
Tahun 1960 selama masa penjajahan Belanda, sektor pertanian menjadi mata
pencaharian utama masyarakat Aceh.
Meskipun sektor pertanian mulai menyusut peranannya sejak tahun 1980-an, namun
masih sangat penting kedudukannya bagi rakyat Aceh karena kesanggupannya
menyediakan lapangan kerja bagi sebagian penduduk dan merupakan pendapatan
utama bagi mereka.
Meskipun sektor pertanian mulai menyusut peranannya sejak tahun 1980-an, namun
masih sangat penting kedudukannya bagi rakyat Aceh karena kesanggupannya
menyediakan lapangan kerja bagi sebagian penduduk dan merupakan pendapatan
utama bagi mereka.
Pada masa mendatang, Propinsi Aceh masih tetap mempertahankan surplus produksi
pangannya karena terbuka peluang perluasan areal baru namun pengelolaan usaha
taninya secara umum belum berjalan berjalan optimal
Bengkulu
Sektor pertanian di daerah Bengkulu telah hadir sebelum abad ke-15, dan
produksinya hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan setempat. Sementara pada
jaman penjajahan Belanda, kegiatan pertanian rakyat lebih ditekankn dengan
diadkannya sistem tanam paksa kopi.
Dalam perkembangannya penggunan lahan produkstif pada masa pelita I sampai III,
ternyata belum optimal yang hanya mencapai 6,6 5 % dati total luas daerah.
Pertanian tersebut dikembangkan dengan tradisional berupa pertanian ladang,
sawah, kebun campuran dan pekarangan.
Sampai saat ini banyak kendala yang masih dihadapi sektor pertanian Bengkulu
diantara:
c. lambatnya pelaksanaan percetakan sawah baru dan lokasi pencetakan sawah yang
sudah dilaksanakan terpencar-pencar.
Lampung
Sementara ubi kayu merupakan komoditas utama tanaman pangan. Sebagai salah
satu sentra produksi ubi kayu di Lampung. Namun harga yang semakin turun dan
eksport yang berkurang karena sedikitnya permintaan membuat tanaman singkong
tidak lagi diminati. Pamor ubi kayu pun kini tenggelam beriringan dengan turunnya
minat Negara pengimpor.
Perkebunan besar tebu dan pabrik gula, perkebunan sawit dan singkong, serta
industri pengolahan hasilnya juga dimiliki lebih banyak oleh daerah ini
dibandingkan daerah lain di Lampung.
Puluhan ribu petani yang ikut serta dalam pola kemitraan benar-benar menyandarkan
hidupnya pada perkebunan besar dan pabrik pengolahan hasil-hasil perkebunan.
Tohir, A Kaslan. 1982. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani In donesia. Jakarta : Bina
Aksara