Professional Documents
Culture Documents
KASUS Gizi
KASUS Gizi
TB
1. Nama Kegiatan
Home visit pasien TB
2. Tujuan Kegiatan
-. Umum
Memantau perkembangan gizi pada pasien TB
-. Khusus
Edukasi tentang gizi pada pasien TB
4. Tempat kegiatan
Gunung Batu RT 005/RW 008 Kel/Desa Cipedes Kec. Cipedes Kota Tasikmalaya
5. Petugas Kesehatan
Petugas Coass : Hana Setiapani
6. Peserta / Penderita
Keluarga Bpk Atis dan Ibu Minar
1
2
7. Alat
-. Formulir gizi buruk
-. Tensimeter
-. Steteskop
8. Acara Kegiatan
Anamnesa dan pengisian data formulir pemeriksaan klinis gizi
Pemeriksaan head to toe
Pemberian edukasi tentang gizi
a. Identitas
Nama : Ny. Mn
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gunung Batu RT 005/RW 008 Kel/Desa Cipedes Kec.
Cipedes Kota Tasikmalaya
Suku : Sunda
b. Anamnesa
Keluhan Utama
Batuk berdahak lebih dari 3 minggu
Keluhan Tambahan
Sebelumnya demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke poli mengeluhkan batuk lebih dari 3 minggu, pasien
mengeluhkan batuk disertai dahak kental, batuk tidak disertai keluarnya
darah, pasien juga mengeluhkan sedikit sesak ketika batuk.
3
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
BB : 35 kg
TB : 160 cm
Vital Sign : -. T : 110/80 mmHg
-. N : 80x/menit
-. R : 22x/menit
-. S : 37,6ºC
Pemeriksaan Generalisata
Kepala : dalam batas normal
Thoraks
Depan : I : simetris +/+, pernafasan tertinggal -/-, massa -/-
P: vocal fremitus normal,simetris.
P: sonor
4
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sputum
Tujuan : menegakkan diagnosa, untuk menilai kemajuan pengobatan.
Waktu : sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
Sampel: dahak/sputum
Hasil : Sputum sewaktu,pagi,sewaktu = Negatif/-/-
e. Diagnosa Kerja
Tuberkulosis paru
5
f. Tatalaksana
Obat OAT yang digunakan pada pasien ini adalah :
Kategaori 1 : 2RHZE/ 4R3H3
-. Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat, Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 bulan, dan sputum pasien
menjadi konversi (sputum BTA positif menjadi negatif) ddalam 2 bulan.
-. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kumam persisten atau kuman yang dorman sehingga mencegah terjadninya
kekambuhan.
Edukasi
Pengetahuan mengenai TBC
Mengusahakan sinar matahari masuk ke dalam rumah
Mengoptimalkan ventilasi supaya sirkulasi udara segar masuk
kerumah
Menutup mulut ketika batuk dan bersin
Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan
desinfektan (air abun)
Kontrol
Berikan makanan yang masih hanggat untuk menambah selera
makan
Berikan makanan yang menarik
Asupan makanan harus tinggi karbohidrat dan protein
6
Tujuan
1. Memberikan makanan adekuat untuk meningkatkan berat
badan normal.
2. Memperbaiki kerusakan jaringan atau luka pada paru
3. Memberikan makanan tinggi energi dan protein secara
bertahap sesuai dengan kemampuan pasien untuk mencapai
keadaan gizi optimal.
4. Menurunkan asupan kolestrol dari makanan.
5. Meningkatkan kadar Hb.
6. Menetralkan neuritis.
7. Mencegah dehidrasi
Syarat
1. Energi : tinggi (2500-3000 kal/hr). Untuk mencapai berat
badan ideal.
2. Karbohidrat cukup (60-70% total energi) diberikan 275,7
gram.
3. Protein : tinggi (75-100 g/hr) atau 4 gr/ kgBB/ hari. Untuk
menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk meningkatkan
kadar serum.
4. Lemak rendah/cukup ( 20 – 25% total energi) yaitu
sebesar 35,3 gram.
5. Mineral : cukup. Mineral Fe untuk mengganti Fe yang
hilang karena pendarahan. Mineral Ca untuk penyembuhan
luka.
7
6. Vitamin :
Tinggi (suplementasi) → Vitamin C, Vitamin E,
Vitamin B kompleks.
Cukup untuk vitamin lainnya.
7. Cairan cukup 150 ml/ kg BB
8. Bentuk makanan bisa cair bisa lunak (sesuai kemampuan
pasien)
9. Makanan mudah cerna
10. Makanan tidak merangsang
Monitoring
1. Memantau intake makanan, asupan makanan terasup
berapa persen sesuai kebutuhan pasien.
2. Memantau data antropometri, BB naik berapa persen.
3. Memantau hasil pemeriksaan fisik dan klinis awal dan
akhir.
4. Memantau data pemeriksaan laboratorium Hb , albumin ,
globulin , total protein , alkali phospat , kolesterol ,
kreatinin awal dan akhir.
Evaluasi
1. Apakah intake makanan sesuai kebutuhan pasien?
2. Apakah terjadi kenaikan BB pasien?
9
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) adalah diet yang mengandung energi
dan protein di atas kebutuhan normal. Diet di berikan dalam bentuk makanan
biasa di tambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu,telur dan
daging,atau dalam bentuk minuman enternal energi tinggi protein tinggi. Diet
ini di berikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat
menerima makanan lengkap
2. Tujuan TKTP
a) Tujuan diet energi tinggi protein tinggi adalah untuk :
Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b) Menambah berat badan sehingga mencapai berat badan normal.
3. Syarat diet
Syarat-syarat diet enrgi tinggi protein tinggi adalah
a) Energi tinggi,yaitu 40-45 kkal/KG BB
b) Protein tinggi yaitu 2,0-2,5gram/kg BB
c) lemak cukup,yaitu 10-25 % dari kebutuhan energy total.
d) Karbohidrat cukup,yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e) Vitamin dan mineral cukup,sesuai kebutuhan normal
f) Makanan di berikan dalam bentuk mudah cerna
4. Perlu diperhatikan :
a) Hindari buah asam dan menimbulkan gas seperti:
kedondong,nanas,durian,nangka,kubis dan sawi.
OAT diminum dalam keadaan perut kosong (makanan sudah di
metabolisme kurang lebih 2 jam sesudah makan)
Tingkatkan masukan kalori
11
g. Jadwal makan
Pembagian Makanan Sehari
(Sebagai Tambahan Pada Makanan Biasa)
Umum TKTP I TKTP II
Pagi 1 gelas susu 1 gelas susu
Siang 1 butir telur 1 butir telur
1 potong daging
Sore - 1 gelas susu
Malam 1 potong daging 1 butir telur
1 potong daging
9. Dokumentasi
14
10. Leafleat
15
DAFTAR PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru ialah suatu infeksi kronik jaringan paru, yang
disebabkan Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit tuberkulosis merupakan
penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh
2. Penyebab Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh mikroorganisme kompleks
Mycobacterium tuberculosis. Kompleks ini mencakup M.tuberculosis, yaitu
agen penyebab penyakit mikobakterial yang paling penting dan paling sering
ditemukan pada manusia. M.tuberculosis adalah bakterium yang bersifat
netral dengan pewarnaan gram tetapi yang segera setelah pewarnaan bersifat
tahan asam yaitu kuman ini tidak berubah warna dengan alkohol asam karena
dinding selnya banyak mengandung asam mikolik dan lemak lainnya (Fauci,
dkk, 2007:693-694).
3. Kekambuhan Tuberkulosis
Penderita kambuh (relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)
(Depkes RI, 2009).
Kasus kambuh merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada
penderita TB paru, padahal tujuan dari pengobatan TB paru adalah untuk
mencegah terjadinya kambuh. Perhatian utama pada pasien yang mengalami
kekambuhan TB paru adalah kemungkinan resistensi obat anti tuberkulosis.
Hal tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa
kambuhnya TB setelah pengobatan dapat disebabkan oleh kekambuhan
infeksi dengan strain yang sama. Infeksi dengan strain yang sama
17
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah TB yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)TB paru dibagi atas:
Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif.
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks menunjukkan gambaran tuberkulosis.
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
atau lebih spesimen dahak hasilnya positif, setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian non OAT.
Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif.
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
Ditemukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
Kasus baru
19
Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di
atas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu
pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
(KepmenkesRINo.364/Menkes/SK/V/2009).
6. Tuberkulosis Ekstra Paru
20
b. Pemeriksaan Bakteriologik
Walaupun urin dari kateter, cairan otak, dan isi lambung dapat
diperiksa secara mikroskopik, tetapi pemeriksaan bakteriologik yang
paling penting untuk diagnosis TB adalah pemeriksaan sputum.
Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat dipakai. Sediaan apusan
digenangi dengan zat karbolfuksin yang dipanaskan, lalu dilakukan
dekolorisasi dengan alkohol asam. Sesudah itu diwarnai lagi dengan
metilen biru atau brilliant green. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
21
c. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik berupa foto toraks PA, foto lateral, top-
lordotik, oblik, CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat member gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran lesi aktif berupa bayangan berawan segmen apikal dan
posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah, kavitasi lebih
dari satu dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular, bercak
milier, efusi pleura unilateral/bilateral, fibrotik, kalsifikasi, penebalan
pleura (scharte) (Herdin, dkk, 2009:48).
d. Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik
yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis
secara lebih cepat.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
22
dikeluarkan oleh penderita TB paru atau TB laring pada waktu mereka batuk
atau bersin (James Chin, 2006:630).
Pada waktu batuk dan bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclel). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi
dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
(Depkes RI, 2009:6).
9. Pengobatan
a. Tujuan Pengobatan
Tujuan pengobatan tuberkulosis yang sesungguhnya dapat dipenuhi
yaitu menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, atau timbulnya resistensi terhadap OAT dan
memutuskan rantai penularan (Depkes RI, 2009:15).
b. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Menurut Mandal (2006), tuberkulosis harus diobati dengan kombinasi
beberapa obat untuk menghindari timbulnya resistensi. Ada lima
pilihan obat yang biasanya dipakai di Indonesia, yaitu :
Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh
90% per hari pertama pengobatan, obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman
ulasi kuman dalam beberapa pengobatan yang sedang
27
Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sediki,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
ruangan, yang pada akhirnya dapat mati oleh sinar ultra violet
matahari. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa luas lubang
ventilasi rumah dan pencahayaan rumah mempengaruhi kehidupan
bakteri dan jamur dalam rumah. Hasil penelitian Triman (2002)
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan
kekambuhan TB paru (p=0,012).
h. Jenis Lantai
Lantai terkait dengan dengan tingkat kelembaban ruangan, sehingga
pada kondisi lantai rumah terbuat dari tanah, cenderung
mempengaruhi viabilitas kuman TBC di lingkungan yang pada
akhirnya dapat memicu daya tahan kuman TBC di udara semakin
lama. Hasil penelitian Triman (2002) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis lantai dengan kekambuhan TB paru (p=0,015).
i. Jenis Dinding
Jenis dinding rumah yang ada di Indonesia mulai dari anyaman daun
rumbia, anyaman bambu, papan/kayu, dan pasangan bata sampai beton
bertulang. Dinding anyaman daun rumbia, anyaman bambu, dan
papan/kayu masih dapat ditembus udara, jadi dapat memperbaiki
perhawaan, tetapi sulit untuk dapat menjamin kebersihannya dari debu
yang menempel padanya. Apabila terdapat penghuni yang menderita
TB paru maka kuman patogen mungkin juga ada dalam debu yang
menempel pada dinding. Oleh karena itu, rumah sebaiknya memakai
dinding permanen dan bahan yang mudah dibersihkan (Sri Soewasti,
2000:30). Hasil penelitian Hariza (2006) menyatakan bahwa dinding
rumah yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6-7 kali untuk
menderita TB paru. Menurut Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2005),
jenis dinding yang memenuhi syarat jika salah satu ruangan/lebih
(ruang tamu, ruang keluarga, atau ruang tidur) jenis lantainya terbuat
33
DAFTAR PUSTAKA