You are on page 1of 18

BAB 1

LATAR BELAKANG

1.1. PENDAHULUAN

Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi kehamilan pada usia kehamilan


dibawah 20 minggu. Abortus memiliki gejala pendarahan, keluarnya konsepsi, dan
mengalami kontraksi. Hal ini terjadi akibat adanya pembukaan dari mulut rahim atau
cervix. Penyebabnya antara lain adalah karena adanya kelainan kromosom dan
inkompeten cervix, dan konsepsi yang tidak baik. Hasil konsepsi yang tidak baik akan
dianggap sebagai benda asing oleh rahim dan akan dibuang. Usia sang ibu juga
nampaknya sedikit berpengaruh. Dari data yang ada, semakin tua usia sang ibu, maka
resiko untuk mengalami abortus juga semakin tinggi.1,2

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih
berturut-turut. Pada umumnya penderita tidak sukar hamil, tetapi kehamilannya berakhir
sebelum 28 minggu. Angka kejadian jenis abortus ini ialah 0,4% dari semua kehamilan.
Wanita yang mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak mendapat kesulitan untuk
menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung terus dan terhenti
sebelum waktunya, biasanya pada trimester pertama tetapi kadang-kadang pada
kehamilan yang lebih tua.3,4

Walaupun terjadinya abortus berturut-turut mungkin kebetulan, namun wajar


untuk memikirkan adanya sebab dasar yang mengakibatkan peristiwa berulang ini.
Sebab dasar ini kurang lebih 40% tidak diketahui; yang diketahui, dapat dibagi 3
golongan : a) kelainan pada zigot; b) gangguan fungsi endometrium, yang menyebabkan
gangguan implantasi ovum yang dibuahi dan/atau gangguan dalam pertumbuhan
mudigah; c) kelainan anatomik pada uterus yang dapat menghalangi berkembangnya
janin di dalamnya dengan sempurna.4

Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus
mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat suami
istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik Perhatikan
apakah abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester kedua. Bila terjadi pada
trimester pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai kemungkinan etiologi
1
atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada trimester kedua maka
faktor – faktor penyebab lebih cenderung pada faktor anatomis terjadinya inkompetensi
serviks dan adanya tumor (mioma uteri) serta infeksi yang berat pada uterus atau
serviks.1

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. INSIDEN

Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan.


Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita
yang mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan
Fraser dan Llewellyn-Jones member prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%.3

2.2. ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang
sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 - 7,5 cm, lebar di tempat yang paling
lebar 5,25 cm dan tebal 2,5 cm. uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan
serviks uteri (1/3 bagian bawah).4

Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka keluar
melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang
terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang
berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan
serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.4

Bagian atas uterus disebut fundus uteri. Di situ tuba fallopii kanan dan kiri
masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot polos
berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara
kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi
dan berelaksasi.4

3
Gambar 1.

Di kutip dari kepustakaan 5

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut
endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok. Di korpus uteri
endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar-kelenjar itu bermuara
di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi
sekali oleh hormon steroid ovarium.4

Uterus ini sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dan jaringan ikat dan
ligamentum yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamentum yang
memfiksasi uterus adalah :3

Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yakni ligamentum


yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina.

Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang


menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang,
kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.

4
Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan
uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal
waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum menjadi
kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun teraba
kencang dan terasa sakit bila dipegang.

Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba,


berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya
ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba
dan berbentuk segitiga lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur
(ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak
banyak artinya.

Ligamntum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba


Falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan
urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.

Disamping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan
ovarium. Ligamentum ovarii ini embriologis berasal dari gubernakulum; jadi
sebenarnya asalnya seperti ligamentum rotundum yang juga embriologis berasal dari
gubernakulum.3

5
Gambar 2.

Di kutip dari kepustakaan 6

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam
anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedang
korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120o-130o dengan serviks uteri. Di
Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang)
yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.4

Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam


pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita dewasa
2:1.4

Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke dalam
ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium, dan
endometrium.4

Gambar 3.

Di kutip dari kepustakaan 7

Pasokan darah :

Uterus mendapat darah dari arteria uterine (cabang a.iliaka interna). Arteri ini
berjalan dalam ligamentum latum dan setinggi os interna, menyilang ureter pada sudut
kanan untuk mencapai dan memasok darah ke uterus sebelum melakukan anastomosis
dengan arteri ovarika (cabang aorta abdominalis).8

6
Gambar 4.

Di kutip dari kepustakaan 9

Batas-batas :

Uterus dan serviks berbatasan dengan kavum uretrovesikalis dan permukaan atas
kandung kemih di anterior. Kavum retrouterina (douglasi), yang meluas ke bawah
sejauh forniks posterior vagina, merupakan batas posteriornya. Ligamentum latum
adalah batas lateral utama dari uterus.8

Gambar 5.

Di kutip dari kepustakaan 10

7
Drainase limfatik :

Pembuluh limfe dari fundus menyertai a.ovarika dan mengalir menuju kelenjar
getah bening para-aorta. Pembuluh limfe dari korpus dan serviks mengalir ke kelenjar
getah bening iliaka interna dan eksterna.8

Kadang-kadang pada persalinan terjadi perdarahan banyak oleh karena robekan


serviks ke lateral, sehingga mengenai cabang-cabang a.uterina. Robekan ini disebabkan
antara lain pimpinan persalinan yang salah, persalinan dengan alat misalnya ekstraksi
dengan cunam yang dilakukan dengan cermat dan sebagainya. Dalam hal ini harus
berhati-hati dalam menjahit robekan serviks; kadang-kadang disangka robekan sudah
dijahit dengan baik oleh karena tidak tampak adanya perdarahan lagi, padahal
perdarahan tetap berlangsung terus ke dalam parametrium. Timbullah hematom di
parametrium yang sukar di diagnosis dan dapat mengakibatkan ibu yang baru bersalin
jatuh dalam syok dan jika hematom di parametrium tidak dipikirkan, wanita itu
mungkin tidak tertolong lagi.3

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta
yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus dan mengawali proses abortus.11

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu :

Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan
villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil
konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan
pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.11

Pada kehamilan 8 – 14 minggu:

Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban
lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih
tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis
atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak.11

8
Pada kehamilan minggu ke 14 – 22:

Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta


beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus
sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih
menonjol. 11

2.3. ENDOKRINOLOGI KEHAMILAN

Dari segi endokrinologi, maka kehamilan dibagi atas tiga masa, yaitu :4

Kehamilan muda

Masa ini ditandai oleh meningkatnya pembentukan HCG dari sel-sel trofoblas
dan perubahan korpus luteum menjadi korpus luteum graviditatis. Korpus luteum
graviditatis memproduksi estrogen dan progesterone.4

Kehamilan pertengahan triwulan pertama

Pada masa ini produksi HCG yang semula meningkat mulai menurun. Estrogen
dan progesterone tidak dihasilkan lagi oleh korpus luteum graviditatis, melainkan oleh
plasenta.4

Kehamilan triwulan kedua dan ketiga

Pada masa ini plasenta menghasilkan steroid seks dalam jumlah yang sangat
besar. Selain itu terjadi pula peningkatan sekresi hormon PRL (Prolaktin) dari hipofisis
anterior. Plasenta juga membentuk human chorionic somatomammotropin (hCS),
human placental lactogen (hPL), atau human chorionic thyrotropin (hCt).4

Pembentukan HCG meningkat pada awal kehamilan dan mencapai puncaknya


pada hari ke 50 hingga hari ke 80 kehamilan. Hormon khorionik ini memicu sintesis
steroid seks tidak hanya di korpus luteum, melainkan juga di plasenta. Jumlah
progesterone yang dibentuk oleh plasenta mencapai 200 ng sehari atau lebih.
Progesterone ini dapat dibuktikan dengan memeriksa pregnandiol dalam urine 24 jam
atau dalam serum secara teraradioimun (TRI).4

9
Pada pihak lain, produksi estrogen meningkat perlahan-lahan dan mencapai
puncaknya pada akhir kehamilan. Kadar estrogen yang dibentuk oleh plasenta dapat
mencapai 40 ng sehari. Telah dibuktikan bahwa kadar estradiol serum yang sangat
tinggi dapat menunjukkan kemungkinan adanya kehamilan ganda, sedangkan kadar
estradiol yang rendah menunjukkan adanya anensefalus atau gawat janin.4

Dalam kehamilan dijumpai pula peningkatan aktivitas adrenal. Ini tampak dari
pengeluaran 17-ketosteroid dan 17-hidroksisteroid. Peningkatan kortikosteroid ini
menimbulkan striae pada wanita hamil. Selain itu, berat kelenjar tiroid ternyata
meningkat dalam kehamilan. Telah diketahui di bawah pengaruh estrogen terjadi
peningkatan kapasitas pengikatan iodium oleh protein plasma.4

Di bawah pengaruh steroid seks uterus bertambah besar. Pada kehamilan 36


minggu beratnya mencapai 1000 gram (20 kali lipat). Pembesaran uterus itu sementara
dipicu oleh estrogen. Selain meningkatkan jumlah aktin dan myosin, estrogen juga
meningkatkan membrane potensial sel-sel otot tersebut. Progesterone menyebabkan
relaksasi otot-otot uterus. Relaksasi otot ini dibantu pula oleh enzim oksitosinase yang
menginaktifkan hormon oksitosin.4

Selain progesteron dan estrogen, korpus luteum juga menghasilkan relaksasin,


suatu hormon polipeptida. Hormon ini menyebabkan relaksasi tulang-tulang panggul.
Pembesaran payudara pada kehamilan dipengaruhi oleh steroid seks; dan pigmentasi
putting susu disebabkan oleh pengaruh estrogen yang merangsang melanin.4

2.4. ETIOLOGI

Resiko berulangnya abortus setelah abortus I adalah 20% ; resiko setelah abortus
II adalah 25% dan resiko setelah abortus III adalah 30%.10

10
Defisiensi progesterone dan fase luteal

Faktor endokrin terlibat dalam RPL (Recurrent Pregnancy Loss) atau abortus
berulang sekitar 15% sampai 30% dari waktu. Cacat fungsional korpus luteum, atau
reseptor progesteron endometrium, dapat menyebabkan RPL. Pada pasien dengan
defisiensi fase luteal, kerugian umumnya terjadi sangat awal, di 4-7 minggu.
Progesteron dari korpus luteum diperlukan untuk mendukung kehamilan sampai
produksi progesterone di plasenta dimulai pada minggu kedelapan.12

Gangguan fase luteal dapat menjadi sebab infertilitas dan abortus muda yang
berulang. Gangguan fase luteal bisa menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat
transport ovum terlalu cepat, motilitas uterus yang berlebihan, dan kesukaran dalam
nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan dengan baik.4

Progesteron yang dihasilkan dari korpus luteum sangat diperlukan untuk


keberhasilan implantasi dan pemeliharaan dari awal kehamilan sampai produksi
progesteron diambil alih oleh plasenta. Defek fase luteal telah digambarkan sebagai
penyebab keguguran. Klasiknya, diagnosis diperoleh setelah biopsi endometrium pada
hari ke 26 atau hari ke 27 dari siklus yang lebih dari 2 hari keluar dari fase, dan baru-
baru ini, kadar konsentrasi progesteron midluteal <10 ng / mL telah diusulkan untuk
menegakkan diagnosis. Wanita dengan out-of-fase biopsi endometrium tidak mampu
menjaga reseptor pregesterone endometrium abnormal dan memiliki αvβ3 integrin, yang

11
merupakan sebuah penanda penerimaan uterus. αvβ3 integrin biasanya muncul dalam
kelenjar endometrium pada hari siklus 20-21 selama implantasi. Sebagian besar pasien,
ketika diobati dengan progesteron atau suplemental dosis rendah clomiphene sitrat, akan
memiliki restorasi histologis endometrium yang normal dan αvβ3 normal. Implantasi
embrio yang lambat juga telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat keguguran.13

Hormon tiroid yang abnormal

Pada wanita dengan abortus habitualis, dapat ditemukan bahwa fungsi glandula
tiroidea kurang sempurna. Oleh sebab itu, pemeriksaan fungsi tiroid pada wanita-wanita
abortus berulang perlu dilakukan; pemeriksaan ini hendaknya dilakukan di luar
kehamilan.4

Sindrom polikistik ovarium

Wanita dengan PCOS (Polycystic Ovarian Symdrome) memiliki kesulitan


mencapai kehamilan dibandingkan dengan populasi umum, tetapi sifat hubungan antara
PCOS dengan keguguran berulang belum jelas.14

Wanita dengan sindrom polikistik ovarium (PCOS) telah diamati mengalami


peningkatan kadar hormone luteinizing, hormone androgen, dan resistensi insulin.
Meskipun etiologi masih belum jelas, peningkatan kejadian keguguran telah di catat
pada wanita yang telah didiagnosis dengan PCOS. Hiperinsulinemia telah diusulkan
sebagai penyebab yang mungkin. Beberapa bukti menunjukkan bahwa resistensi insulin
dikaitkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma.12

Hiperinsulinemi pada PCOS adalah hipotesis untuk berkontribusi pada awal


keguguran selama kehamilan, dan dalam suatu siding, pemberian metformin selama
kehamilan untuk wanita dengan riwayat perdarahan menunjukkan dapat mengurangi
angka keguguran pada trimester pertama pada wanita dengan PCOS. Dalam
persidangan yang lebih besar, dari 2000 wanita dengan riwayat perdarahan berulang,
prevalensi PCOS adalah 40,7%. Kriteria yang cukup untuk menentukan wanita dengan
PCOS mempunyai prognosis yang baik atau buruk adalah kehamilan di masa depan.14

Diabetes mellitus

12
Diabetes melitus secara tradisional disebutkan dalam hubungan dengan
peningkatan tingkat aborsi, tetapi telah ditetapkan bahwa diabetes terkontrol dengan
baik dengan kontrol glukosa (dengan diet atau insulin) tidak meningkatkan risiko aborsi
spontan. Pasien dalam kontrol yang baik dengan pengobatan oral sebelum pembuahan
akan mungkin juga mendapatkan hasil yang meningkat. Diabetes dengan kontrol
glikemik yang kurang baik dihubungkan dengan meningkatnya risiko kehilangan
kehamilan, dan ada hubungannya langsung antara kadar hemoglobin A1C (HbA1C) dan
tingkat aborsi.14

2.5. DIAGNOSIS

Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis.


Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensi menunjukkan gambaran
klinik yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks
tanpa disertai mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya
masih hidup dan normal. Apabila penderita datang dalam triwulan pertama, maka
gambaran klinik tersebut dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap
minggu. Penderita tidak jarang mengeluh bahwa ia mengeluarkan banyak lendir dari
vagina. Di luar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalpingografi (HSG) yaitu ostium internumuteri melebar lebih dari 8 mm.3

Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus
mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat suami
istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik Perhatikan
apakah abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester ke dua. Bila terjadi pada
trimester pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai kemungkinan etiologi
atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada trimester kedua maka
faktor – faktor penyebab lebih cenderung pada faktor anatomis terjadinya inkompetensi
serviks dan adanya tumor mioma uteri serta infeksi yang berat pada uterus atau serviks.
Ikutilah langkah – langkah investigasi untuk mencari faktor – faktor yang potensial
menyebabkan terjadinya abortus spontan yang berulang sebagai berikut :1,2

Riwayat penyakit terdahulu1,2

 Kapan abortus terjadi. Apakah pada trimester pertama atau pada trimester
berikutnya adakah penyebab mekanis yang menonjol.
13
 Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat (naza).

 Infeksi ginekologi dan obstetri.

 Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome (thrombosis,


autoimmune phenomena, false-positive tests untuk sifilis)

 Faktor genitik antara suami istri ( consanguinity ).

Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan


sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus ataupun partus prematurus yang
kemudian meninggal.

Pemeriksaan diagnostik yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.


Pemeriksaan fisik1,2


Pemeriksaan fisik secara umum


Pemeriksaan ginekologi


Pemeriksaan laboratorium1,2


Kariotipe darah tepi kedua orang tua


Biopsi endometrium pada fase luteal


Pemeriksaan hormon TSH dan antibodi anti tiroid


Antibodi antiphospholipid ( cardiolphin, phosphatidylserine )


Lukpus antilogulan ( “a partial thromboplastin time or Russell Viper Venom “ )


Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit


Kultur cairan serviks (mycoplasma, ureaplasma, chlamdia) bila diperlukan.

2.6. DIAGNOSA BANDING

95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus, namun perlu
diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada kehamilan muda yaitu : 11

14
 Kehamilan ektopik

 Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau erosi

 Polip endoservik

 Mola hidatidosa

 Karsinoma servik uteri (jarang)

 Mioma submukosa pedunkularis

2.6. KOMPLIKASI


Perdarahan (hemorrhage)


Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.


Infeksi dan tetanus


Payah ginjal akut


Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh :


Perdarahan yang banyak disebut syok septik


Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik.15

2.7. PENATALAKSANAAN

Biasanya wanita dengan abortus habitualis datang ke dokter tidak lama setelah ia
mengalami abortus untuk sekian kalinya. Jika ia belum hamil lagi, hendaknya waktu itu
digunakan untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang
mungkin menyebabkan abortus habitualis itu.4

Di samping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk bahan


penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami-istri, antara lain pemeriksaan darah dan
urine rutin, pemeriksaan golongan darah, faktor Rh, dan tes terhadap sifilis, selanjutnya

15
pada istri dibuat kurve harian glukosa darah dan diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami
diperiksa fungsi sperma.4

Pada wanita dengan abortus habitualis, yang datang dalam keadaan sudah hamil
lagi, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti di atas, kecuali yang dapat
mengganggu kehamilan.4

Selain terapi yang bersifat kausal, maka penderita dengan abortus habitualis, jika
ia hamil, perlu mendapat perhatian khusus. Ia harus banyak istirahat, hal ini tidak berarti
bahwa ia harus tinggal terus di tempat tidur, akan tetapi perlu dicegah usaha-usaha yang
melelahkan.4

Pada hamil muda sebaiknya jangan bersenggama. Makanannya harus adekuat


mengenai protein, hidrat arang, mineral dan vitamin. Khususnya dalam masa
organogenesis pemberian obat-obat harus dibatasi, dan obat-obat yang diketahui dapat
mempunyai pengaruh jelek terhadap janin, dilarang. Khususnya di mana faktor
emosional memegang peranan penting, pengaruh dokter sangat besar untuk mengatasi
ketakutan dan keresahan.4

Terapi hormonal umumnya tidak perlu, kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid,
atau gangguan fase luteal.4

BAB 3
KESIMPULAN

3.1. KESIMPULAN

1. Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih

berturut-turut.

16
2. Etiologi dari abotus habitualis adalah kelainan genetik, gangguan hormonal,

ganguan nutrisi, penyakit infeksi, autoimun, kelainan anatomi.


3. Patofisiologi terjadinya abortus mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh

jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan

nutrisi dan O2. Bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim

berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi.


4. Gambaran klinis abortus habitualis adalah kontraksi uterus, perdarahan uterus,

dilatasi servix, dan presentasi atau ekspulsi seluruh atau sebagian hasil konsepsi
5. Komplikasi dari abortus habitualis adalah perdarahan, infeksi, dan syok.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hariadi R. Abortus Spontan Berulang. Dalam : Ilmu Kedokteran Fetomaternal.


Edisi Perdana. Surabaya : Penerbit Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.; 2004. Hal. 326-34.

2. Wiknjosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Ilmu


Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2007. Hal. 309-10.

17
3. Wiknjosastro H. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam : Ilmu
Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008. Hal. 246-50

4. Faiz O, Moffat D. Visera Pelvis. Dalam : At a Glance Series Anatomi. Jakarta :


Penerbit Erlangga; 2002. Hal. 56-7.

5. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Recurrent Pregnancy Loss. In
: Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. 3 rd ed. Lippincott
Williams & Wilkins. 2007. P.3-6

6. Carr BR, Blackwell RE, Azziz R. Recurrent Pregnancy Loss. In : Essential


Reproductive Medicine. New York : McGraw-Hill. 2005. P. 586.

7. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Infertility and Recurrent Pregnancy Loss.
In : Glass Ofice Gynecology, 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. P.6-7.

8. Mochtar R, Lutan D. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam:


Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1998. Hal.
214-15.

9. Cunningham, F.G, 2005.Obstetri Williams . Ed. 21. Vol. 2. Jakarta : EGC


10. Prawirohardjo, Sarwono.Ilmu Kebidanan, edisi 4. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.2010.
11. Benson, R.C., 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Ed. 9. Jakarta:EGC
12. Sastrawinata, S.Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi. Bandung :
EGC.2004.

18

You might also like