You are on page 1of 23

TUGAS MAKALAH KIMIA PANGAN

KAJIAN KIMIAWI PROSES PENGOLAHAN SOSIS

Oleh Kelompok 4 :
Antin Putri Utami (150332601725)
Fitria Salma Cobhita (150332607516)
Mimma Amalia (150332601326)
Riska Nur Widia (150332603604)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN MATEMATIKA
JURUSAN KIMIA
2018
1. Definisi

Sosis berasal dari bahasa latin salsus yang artinya digarami atau diawetkan.
Sosis adalah tipe produk daging yang unik dan biasanya diberi tambahan
bumbu atau rempah untuk menambahkan intesitas rasa dan profilnya.
Peningkatan sosis sangat dikendalikan dari faktor ekonomi dan menggunakan
daging yang berkualitas rendah seperti daging sisa pembersihan lemak, daging
di kepala dan pundak, dan hasil sampingan yang masih layak untuk dimakan.
Kenyamanan dan variasi adalah alasan penting lain mengapa sosis dikonsumsi
luas di kalangan masyarakat modern. Berdasarkan pada karakteristik produk
dan spesifikasi metode pengolahan yang digunakan, sosis dapat diklasifikasi
menjadi tiga kelompok utama: sosis segar, sosis curing, dan sosis fermentasi.
Secara teknik, pembuatan sosis terdiri dari beberapa langkah, yaitu kominusi
untuk mengurangi ukuran lemak dan daging (pemotongan, penggilingan dan
pencacahan), pencampuran dengan bahan lain, pemasukan adonan kedalam
selongsong, pengikatan sosis hingga dicapai panjang yang diinginkan, dan
terakhir adalah pengemasan. (Youling dan William, 2000). Komponen daging
yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging
berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga
membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah
pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat
pengemulsi lemak (Kramlich ,1971)

2. pembuatan sosis

Proses pembuatan sosis meliputi beberapa tahap, yaitu:

1. Persiapan bahan dan bumbu-bumbu


2. Freezing
3. Thawing
4. Penggilingan daging (meat grinding)
5. Pencampuran daging dan bumbu-bumbu (mixing)
6. Proses emulsifikasi
7. Pengisian adonan ke dalam selongsong
8. Pengeringan
9. Pemasakan
10.Pengeluaran dari selongsong (peeling) dan Pengemasan (packing)

a. Persiapan Bahan dan Bumbu-bumbu


Pada tahap ini, dilakukan pemilihan daging yang baik kemudian
dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil. Daging tersebut
kemudian dicincang menjadi daging yang lebih halus. Dalam tahap ini
harus dilakukan proses penanganan yang tepat agar daging tidak
mengalami kontaminasi silang. Bumbu-bumbu yang ditambahkan
dalam pembuatan sosis bertujuan untuk menambah citarasa produk agar
sesuai dengan selera konsumen. Bumbu-bumbu yang dipakai dalam
pembuatan sosis adalah bawang putih, bawang merah, biji pala, gula,
jahe, merica, MSG, dan lain-lain. Penambahan bahan penyedap dan
bumbu ditujukan terutama untuk menambah atau meningkatkan rasa,
karena bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour
yang berbeda (Soeparno 2005). Fungsi MSG hanyalah sebagai pemberi
rasa. Menurut Pisula (1984), dalam bentuk murninya MSG tidak
memiliki rasa, akan tetapi bila dicampurkan dengan suatu bahan dapat
meningkatkan rasa alami produk. Fungsi MSG sebagai pembangkit rasa
tidak begitu berpengaruh pada produk yang memiliki bagian protein
daging dalam jumlah besar, tetapi 12 pada produk yang hanya memiliki
sejumlah kecil protein daging, MSG dapat memperbaiki rasa produk
(Pearson dan Tauber 1984).
b. Freezing
Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah,
membutuhkan waktu yang sedikit dan mampu menjaga daya tahan
bahan maupun produk pengoahan lebih lama. Freezing tidak dapat
mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme pembusuk
yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu
menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat
memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut (Jeremiah, 1996).

c. Thawing
Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing.thawing
akan mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula
berbentuk fase padat menjadi fase cair. Dalam daging beku akan
mengembalikan keempukan dari daging. Suhu thawing berkisar antara
100-150C. (Jeremiah, 1996). Ada 2 macam thawing yaitu slowly
thawing dan rapid thawing. Slowly thawing menggunakan aliran udara
hangat yang akan menyebabkan suhu bahan baku dan produk menjadi
meningkat. Sedangkan cara lambat adalah dengan membungkus bahan
baku dengan plstik kemudian dialiri oleh air. (Forrest et all, 1975)

d. Penggilingan Daging (Meat Grinding)


Daging ayam dicincang sampai halus. Tujuan dari pencincangan ini
adalah pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran
seragam guna pembentukan emulsi pada produk sosis. Kemudian
daging yang telah digiling, ditimbang beratnya untuk memkudahkan
pemberian bumbu-bumbu. (Forrest et all, 1975).

e. Pencampuran Daging dan Bumbu-bumbu (Mixing)

Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis menurut Lewis


(1984)adalah lada, pal , bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan
variasi bumbu yang digunakan tergantung selera, daerah dan aroma
yang dikehendaki. MenurutAmertaningtyas (2001)setelah daging
dicincang halus , bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging
cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari bumbu-
bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata.
Penambahan air bertujuan untuk memecah curing ingredients,
memfasilitasi proses pencampuran dan memberikan karakteristik
tekstur dan rasa pada produk sosis.

Curing bertujuan untuk memperpanjang masa simpan


daging,menghambat aktibitas mikrobia terutama Clostridium
botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah
memperbaiki warna daging menjadi merah pink. Penyebab warna
merah karena bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecah
menjadi NO (nitroso) yang kemudian berekasi dengan pigmen daging
(mioglobin) membentuk nitrosochemochromagen sehingga terbentuk
warna merah menarik dan haemoglobin. Nitrit mampu memberikan
flavor yang spesifik kemungkinan dikarenakan adanya reaksi antara
nitrit dengan komponen volatile daging. Bahan curing biasanya adalah
garam, gula, garamnitrat/ garam nitrit , phosfat, sodium erythorbat,
asam askorbat.

 Garam
Penambahan garam pada konsentrasi tertentu mampu
menghambat pertumbuhan mikrobia karena garam berperan
dalam dehidrasi sehingga merubah tekanan osmosis. Apabilla
hanya ditambahnkan garam saja , maka hasilnya tidak baik
karena menyebabkan produk menjadi kasar, asin, gelap(warna
tidak menarik), kenampakan dan flavor tidak disenangi
konsumen. Oleh karena itu harus dikombinasikan dengan
senyawa lain seperti gula, nitrat dan atau nitrit.

 Gula atau sirup jagung


Berfungsi untu memperbaiki flavor, mengurangi rasa
asin,mengurangi kekerasan akibat adanya penambahan garam
(pelunak). Waktu curing yang lama akan memberi kesempatan
bakteri untuk memanfaatkanngula sebagai sumber nutrient. Gula
efektif sebagai pemgawet karena menghambat pertumbuhan
bakteri. Pada saat pemasakan terjadi pencoklatan Karen adanya
interaksi asam amino sehingga menyebabkan timbulya flavor
daging curing. Reaksi pencoklatan dapat memacu terbentuknya
“burned flavor” sehingga gula dapat diganti dengan sirup jagung.
 Nitrat atau Nitrit

Pada curing biasanya dikombinasikan antara nitrit dan nitrat.


Apabila hanya garam nitrit yang ditambahkan maka waktu yang
diperlukan untuk berubah menjadi NO cepat, apabila berlebih
akan langsung bereaksi dengan N atau gugus amin sekunder
membentuk nitrosamine yang karsinogenik. Jika hanya garam
nitrit yang ditambahkan maka reksinya lambat dan tidak efektif
karena memerlukan waktu utuk merubah nitrat
menjadi NO.Jadi keduanya dikombinasikan agar saling
melengkapi. Dosis masing-masing menjadi lebih rendah.

 Fosfat
Berfungsi untuk meningkatkan binding capacity, meningkatkan
PH sehingga protein jaringan daging terbuka. Masalah yang
ditemui dalam penggunaan phosfat adalah terbentuknya kristal
pada permukaan daging curing. Alat harus terbuat dari stainless
steel karena phosfat berdifat korosif.
 Asam Erythorbate

Asam erythorbate dan asam askorbat mengembangkan dan


menstabilkan daging curing dengan mereduksi metmioglobin
menjadi mioglobin. Kelebihan asam askorbat adalah sebagai
antioksidan terhadap kepudaran warna, menstabilkan warna dan
flavor.

f. Emulsifikasi

Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik


yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur ,
satu diantaranya didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair
lain. Fase yang didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan fase
yang mendispersikan disebut sebagai fase kontinu(Martanti,2000).
Struktur produk daging misalnya sosis hati , frankfurter dan bologna
adalah contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse
dari emulsi sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut
membentuk fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak
sebagai pengemulsi mempunyai afinitas,baik terhadap air yaitu porsi
molekul hidrofilik , maupun terhadap lemak yaitu molekul
hidrofobik(Forrest et all, 1975) Kapasitas protein dan air mengikat
globula tau partikel-partikel lemak di dalam suatu emulsi disebut
kapasitas emulsi. Protein daging yang larut dalam air, terutama adalah
protein sarkosplasmik. Protein miofibrilar merupakan agensia
pengemulsi yang lebih efisien dan mempunyai pengaruh terhadap
peningkatan stabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan protein
daging lainnya , misalnya protein sarkoplasmik(Soeparno,1992

g. Pengisian Adonan Ke Dalam Selongsong


Menurut Hui(1992) stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis
ke dalam selongsong. Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong
tergantung tipe sosis, ukuran kemudahan proses, penyimpanan serta
permintaan konsumen.

h. Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi /
mengeluarkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan
air tersebut dengan menggunakan energy panas. Biasanya kandungan
air bahan dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh
didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur (Mujumdar,1995).
Menurut Desrorier(1978) pengeringan bahan pangan dengan sinar
matahari dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan
pemekatan dari bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak ,
protein sehingga bahan pangan memilikikualitas simpan yang lebih
baik

i. Pemasakan
Prosess pemasakan bertujuan agar daging sosis menjadi matang,
meningkatkan keempukan daging, meningkatkan kekompakan struktur
daging karena terjadi koagulasi protein dan dehidrasi sebagian untuk
memberika rasa dan aroma tertentu, memberikan warna yang lebih
menarik karena denaturasi mioglobin pembentukan nitrosihemokrom,
pasteurisasi sosis dan oleh karenanya memperpanjang masas simpan
produk sosis. Pemasakan dapat dilakukan dengan perebusan,
pengukusasn, pengasapan, maupun kombinasi dari ketiganya selama
45-50 menit(Forrest, et al , 1975). Proses pemasakan sosis dengan
pemanasan adalah memanaskan produk sosis hingga suhu produk
mencapai 65-700 C suhu ini cukup untuk membunuh mikroba ynag
terdapat didalamnya(Purnomo, 1992).

j. Cooling
Proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan teteap awet
dan mikroba pembusuk yang tidak mati ataupun sel vegetatiifnya
menjadi tidak aktif. Suhu chilling biasanya berkkisar antara 00 C-50 C
bila terlalu lebih dari 50 C dikuatirkan bakteri tetap bekerja dan bila
kerja enzim dari mikrobia pathogen maupiun pembusuk tetap aktif ,
maka akan menyebabkan bahan pangan tersebut akan lebih cepat rusak,
serta toksik bahkan akan juga menyebabkan keracunan terhadap
makanan tersebut(Geremia, 1996).

k. Pengeluaran dari Selongsong (peeling) dan Pengemasan (packing)


Menurut Paine dan Paine (1992) beberapa syarat syarat bahan
pengemas untuk bahan yang dibekukan adalah sebagai berikut:
 Harus mampu memberikan proteksi terhadap kemungkinan adanya
dehidrasi. Dalam keadaan udara kering (suhu dingin) bahan pangan
cenderung akan kehilangan air.
 Adanya oksigen bagi produk beku akan mempercepat terjadinya
rancidity terutama bahan yang mengandung lemak sehingga bahan
pengemas mampu menghalang masukn ya oksigen

 Bila terjadi dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas
menyebabkan terjadinya freezeburn, permukaan bahan pangan akan
mengalami pemucatan warna dan kemunduran tekstur(bahan pengemas
mampu menghalangai penguapan bahan organic sehingga aroma dan
flavor bahan dapat dipertahankan)
 Bagian dari wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer
tidak meresap dalam wadah, bila terjadi peresapan uap air kedalam
bahan yang dikemas mengakibatkan pembekuan yang berlebihan.

.
3. Karakteristik sosis

A. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

a. Nilai pH Sosis Sapi


Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat
menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
et al.,1995) dan asam laktat (Rostini, 2007). Nilai pH adalah nilai
logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H+ ]. Ion hidrogen [H+
] bertanggungjawab untuk kondisi asam sedangkan ion hidroksil [OH]
bertanggungjawab untuk kondisi basa (Winarno, 1997). Perlakuan
perendaman substrat antimikroba berpengaruh sangat nyata terhadap
nilai pH sosis. Sosis dengan perendaman dalam substrat antimikroba
memiliki pH yang lebih rendah dibanding dengan tanpa perendaman
(kontrol). Nilai pH substrat adalah 4,14. Tingkat asam yang cukup
rendah ini karena Lactibacillus sp. merupakan salah satu kelompok
bakteri asam laktat (BAL) yang mampu melakukan proses biokimia
serta menghasilkan asam laktat dan pH yang rendah. Bakteri asam
laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat
(glukosa) menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari asam laktat
berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3- 4,5 sehingga
pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat
(Rostini, 2007). Substrat antimikroba masuk kedalam selongsong dan
meresap kedalam sosis, setelah perendaman dilakukan nilai pH sosis
dengan perendaman lebih rendah dibanding dengan sosis yang tidak
mengalami perendaman. Substrat antimikroba meresap melalui kedua
ujung ikatan sosis yang telah dibuka.
Berdasarkan analisa ragam diperoleh hasil bahwa lama simpan
berpengaruh sangat nyata terhadap pH sosis. Semakin lama
penyimpanan, pH sosis akan semakin meningkat. Peningkatan pH
diakibatkan adanya reaksi antara protein dengan asam dan
menghasilkan amonia yang bersifat basa. Akumulasi asam laktat akan
mendegradasi protein yang terdapat dalam sosis, dan degradasi tersebut
menghasilkan ammonia (Madigan dan Martinko, 2006). Peningkatan
nilai pH diakibatkan juga oleh meningkatnya populasi khamir pada
sosis. Khamir akan membentuk alkali sehingga meningkatkan nilai pH,
konsentrasi amonia, dan menurunkan kandungan asam asetat dan asam
laktat (Samelis dan Somos, 2003).
b. Daya Serap Air Sosis Sapi
Daya serap air adalah kemampuan suatu produk untuk menyerap air di
sekitarnya. Faktor perlakuan perbedaan lama simpan sosis berpengaruh
sangat nyata terhadap daya serap air pada sosis sapi. Daya serap air
pada sosis dipengaruhi oleh nilai pH sosis. Pada pH lebih tinggi atau
lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging, daya serap air akan
meningkat dan menurun pada titik pH isoelektrik. Pada kisaran pH
isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan dan solubilitasnya
minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari pH isoelektrik protein daging
yaitu 5 - 5,1, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus
muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan
memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Demikian juga pada
kondisi pH rendah (Soeparno, 1998). Hal ini dapat terlihat pada lama
simpan hari ke 0 dan ke 5, yaitu pada nilai pH sosis 5,76 dan 6,04, daya
serap air sosis 0,51 dan 0,83. Meskipun demikian, penyimpanan pada
hari ke 10 terjadi penurunan daya serap air walaupun nilai pH lebih
tinggi dari pH isoelektrik. Menurut Srinivasan dan Xiong (1997),
protein memiliki fungsi yang sangat penting pada kandungan myosin,
karena memiliki keseimbangan yang baik terhadap hydrophilik dan
hydrophobik, memiliki struktur serat yang panjang, miosin memiliki
kemampuan membentuk gel yang tinggi dan elastis serta bersifat
kohesif, dan mengikat erat membran globula lemak pada produk daging
emulsi dan kominusi. Daging yang digunakan untuk setiap perlakuan
dan ulangan adalah daging dengan sumber dan bagian yang sama,
diperkirakan memiliki kandungan protein yang sama, sehingga akan
membentuk gel dengan tingkat kekenyalan yang sama.
c. Aktivitas Air pada Sosis Sapi
Aktivitas air (aw) adalah sejumlah air bebas didalam media
pertumbuhan dan didalam bahan pangan (Fardiaz, 1992). Menurut
Karel et al. (1975), aktivitas air akan meningkat seiring dengan
peningkatan temperatur serta kelembaban. Berdasarkan analisis ragam,
pengaruh faktor perlakuan perendaman substrat antimikroba dan lama
simpan tidak berbeda nyata terhadap aktivitas air pada produk sosis
dengan penyimpanan dingin 4ºC. Sosis disimpan pada suhu 4ºC dan
selalu dijaga agar suhu tetap stabil. Hal ini menyebabkan sosis dengan
perendaman dalam substrat antimikroba atau kontrol dan lama masa
simpan 0, 5, dan 10 hari, memiliki nilai aktivitas air yang sama.
Aktivitas air pada sosis tidak dipengaruhi oleh perendaman substrat
antimikroba. Substrat antimikroba tidak mampu menyerap ke dalam
sosis pada saat perendaman, hanya bersifat menyelimuti sosis dari luar.
Aktivitas air pada lama masa simpan hari ke 0 sama dengan aktivitas air
pada lama masa simpan hari ke 5 dan ke 10. Aktivitas air pada sosis
tanpa perendaman substrat antimikroba (kontrol) sama dengan aktivitas
air pada sosis yang direndam dengan substrat antimikroba.

B. Karakteristik Kimia Sosis Sapi

a. Kadar Air pada Sosis Sapi


Menurut Smith (2001), kadar air merupakan kemampuan matriks
protein untuk menahan air atau menyerap air yang ditambahkan karena
pengaruh luar seperti pemasakan. Kadar air sosis mempunyai kisaran
nilai 45-80% dari berat akhir produk daging dan sebagian besar kadar
air disumbang oleh daging yang digunakan (Aberle et. al, 2001). Faktor
perlakuan dengan dan tanpa perendaman dalam substrat antimikroba
dan perbedaan lama simpan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
kadar air sosis. Kadar air produk pangan dipengaruhi oleh bahan baku,
bahan baku tambahan, proses pengolahan, pengemasan produk dan
metode penyimpanan. Bahan baku utama daging yang digunakan
adalah daging yang sama pada semua perlakuan dan pengulangan,
sehingga nilai kadar air bahan baku utama itu sendiri tidak berbeda.
Bahan baku tambahan yang digunakan pada pembuatan sosis antara lain
bumbubumbu, susu skim, tepung tapioka, dan es batu memiliki
presentase yang sama pada semua perlakuan dan pengulangan. Proses
penggilingan dilakukan dengan menjaga suhu adonan agar tetap dingin,
sehingga tidak terjadi penguapan air pada adonan sosis. Adonan sosis
dimasukkan kedalam selongsong sosis yang terbuat dari plastik poly
propylen dapat mencegah penguapan uap air pada adonan sosis. Selain
selongsong, sosis juga dikemas didalam kantong plastik poly etylen
yang di seal serta disimpan didalam refrigerator.
b. Bilangan Peroksida Sosis Sapi
Bakteri asam laktat dapat menghasilkan varietas agen antimikroba,
termasuk didalamnya asam organik, diasetil, dan hidrogen peroksida.
Hidrogen peroksida umum digunakan sebagai agen oksidasi dengan
berbagai macam penerapan tergantung dari konsentrasi penggunaan.
Pencernaan hydrogen peroksida bukan merupakan sumber racun yang
tidak biasa, dan hasil dari keabnormalan terdiri dari tiga mekanisme:
luka bakar langsung, formasi gas oksigen dan oksidasi lemak (Pritchett
et al., 2007). Faktor perlakuan perendaman dalam substrat antimikroba,
sosis memiliki bilangan peroksida lebih besar dibandingkan dengan
sosis yang tidak direndam kedalam substrat antimikroba (kontrol).
Faktor perlakuan perendaman dalam substrat antimikroba menyebabkan
kerusakan lemak yang lebih besar. Semakin lama penyimpanan sosis
didalam refrigerator, semakin besar bilangan peroksida, maka lemak
yang rusak akibat penyimpanan semakin besar. Hal ini disebabkan
hidrogen peroksida yang dimiliki oleh Lactobacillus sp aktif
mengoksidasi lemak dalam sosis. Ketengikan adalah akibat terjadinya
oksidasi secara perlahan-lahan namun spontan pada makanan yang
mengandung minyak tidak jenuh. Ketengikan oksidatif terjadi jika
sejumlah oksigen berhubungan dengan minyak. Molekul oksigen terikat
pada ikatan ganda dari asam-asam lemak tidak jenuh. Ikatan ganda
asam lemak tidak jenuh yang mengalami proses oksidasi akan dipecah
membentuk asam lemak rantai pendek, aldehida, dan keton
(Tjandrawati, 2003). Selain itu, asam yang dihasilkan oleh substrat
antimikroba ini juga dapat memicu ketengikan pada sosis. Penyimpanan
pada hari ke 0 tidak memperlihatkan tanda-tanda kerusakan lemak pada
sosis, hal ini berarti bahwa sosis masih layak untuk dikonsumsi.
Penyimpanan pada hari ke 5 dan 10 sudah memperlihatkan tanda-tanda
kerusakan pada lemak sosis dengan adanya nilai bilangan peroksida.

c. Uji Mutu Hedonik


Nilai rataan uji skoring terhadap beberapa sifat mutu sosis sapi dengan
dan tanpa perendaman yang disimpan dalam suhu 4ºC selama 0, 5 dan
10 hari yang dinilai oleh panelis antara lain adalah aroma, rasa, warna,
kekenyalan, dan lendir dari sosis sapi.

d. Aroma Sosis Sapi


perlakuan dengan dan tanpa perendaman dalam substrat antimikroba
serta lama simpan selama 0, 5, dan 10 hari memiliki nilai rataan sangat
berbeda nyata Respon aroma berbeda pada perlakuan 5 yaitu agak bau
busuk, sedangkan aroma khas sosis pada perlakuan 1, 2, 3, 4, dan 6
menghasilkan respon tidak berbeda nyata. Artinya untuk menghasilkan
aroma khas sosis, perlakuan perendaman dengan substrat antimikroba
dengan masa simpan 10 hari masih dapat dilakukan. Kisaran nilai
rataan skor (2,4-3,7), menunjukkan tingkat aroma sosis adalah agak bau
busuk hingga aroma khas daging. Masa simpan lebih yang lama akan
menghasilkan bau tengik dari hasil proses oksidasi lemak. Aroma khas
daging berasal dari penggunaan daging yang cukup dominan ditambah
dengan penyedap rasa daging. - Aroma : 1)Bau busuk, 2) Agak bau
busuk, 3) Tidak beraroma khas daging, 4) Aroma khas daging, 5)
Sangat aroma khas daging. - Warna : 1)Sangat gelap, 2) Gelap, 3) Agak
gelap, 4) Cerah, 5) Sangat cerah - Kekenyalan : 1)Sangat tidak kenyal,
2) Tidak kenyal, 3) Agak kenyal, 4) Kenyal, 5) Sangat kenyal - Lendir :
1)Sangat berlendir, 2) Berlendir, 3) Sedikit berlendir, 4) Agak berlendir,
5) Tidak berlendir.

e. Warna Sosis Sapi


Warna sosis sapi yang tidak melalui proses curing, biasanya berwarna
abu-abu muda (cerah). Perendaman kedalam substrat antimikroba bisa
diduga mengakibatkan warna cerah akan berubah menjadi warna gelap.
perlakuan 1 dan 2 (TH0 dan PH0) memiliki respon berbeda. Dapat
diartikan juga bahwa perendaman substrat anti mikroba berpengaruh
nyata terhadap warna sosis. Sosis dengan masa simpan yang lebih lama
memiliki respon yang sama. Lama simpan tidak berpengaruh nyata
terhadap warna sosis. Nilai rataan warna sosis sangat berbeda nyata
dengan perlakuan dengan dan tanpa perendaman substrat antimikroba.
Terlihat pada Tabel 8, nilai rataan warna sosis berkisar antara 3,3– 4,3
yang berarti warna sosis mulai dari agak gelap sampai sangat cerah. Hal
ini disebabkan MRSB sebagai media tumbuh antimikroba memiliki
warna orange-merah, kemudian menyerap ke permukaan sosis sehingga
sosis berwarna agak gelap. Warna cerah didapatkan dari karakteristik
daging yang dipakai yaitu daging gandik. Daging ini berada dibagian
paha, berbentuk seperti mata, dan merupakan daging yang berwarna
paling merah muda dan dilapisi oleh kulit luar yang halus dengan
serabut otot yang lurus tipis.

f. Kekenyalan Sosis Sapi.


kriteria mutu kekenyalan pada sosis sapi yang diberi faktor perlakuan
dengan dan tanpa perendaman dalam substrat antimikroba serta lama
simpan selama 0, 5 dan 10 hari memiliki nilai kekenyalan yang tidak
berbeda nyata. Perbedaan kekenyalan antara keenam perlakuan ini tidak
dirasakan oleh para panelis. Kekenyalan tidak dipengaruhi oleh
perendaman substrat atau lama simpan, tetapi dipengaruhi oleh bahan
pengikat serta protein dari jenis dan bagian daging yang digunakan
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Nilai rataan kekenyalan
berkisar antara 2,8- 3,6 yang dapat diartikan bahwa kekenyalan sosis
dari agak kenyal sampai sangat kenyal.
g. Lendir pada Sosis Sapi.
Parameter lendir pada uji skoring tidak berbeda nyata oleh para panelis.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sosis tanpa dan dengan
perendaman substrat antimikroba dan lama simpan sampai hari ke 10
belum mengalami banyak perubahan didepan mata panelis. nilai rataan
parameter lendir pada sosis berkisar antara 4,4- 4,8. Hal ini dapat
diartikan bahwa menurut panelis sosis bersifat agak berlendir hingga
tidak berlendir.

h. Rasa Sosis Sapi


Rasa khas sosis sapi menurut perlakuan dengan dan tanpa perendaman
substrat antimikroba memiliki nilai rataan tidak berbeda nyata. Berbeda
dengan parameter lainnya, pada parameter ini tidak semua sampel diuji
oleh para panelis. Pada parameter kali ini yang diujikan hanyalah
sampel TH0 dan PH0. Kebijakan ini diambil untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan terjadi pada para panelis. Pada sampel tanpa dan
dengan perendaman dalam substrat antimikroba memiliki respon tidak
nyata terhadap parameter rasa. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan
dan tanpa perendaman pada sosis, respon akan rasa khas sosis sapi tetap
sama. Rasa sosis sapi yang diberi perlakuan dengan dan tanpa
perendaman substrat antimikroba memiliki respon tidak rasa khas sosis
sampai rasa khas sosis. Masing- masing memiliki nilai 3,7 dan 3,3. Hal
ini terjadi akibat perendaman sosis pada substrat antimikroba yang
bersifat asam dengan nilai pH 4,14 sehingga merubah rasa sosis
menjadi lebih asam.
4. KEUNTUNGAN DALAM BERBAGAI HAL

A. NILAI GIZI
Dalam satu ikatan sosis daging sapi Dalam satu ikatan sosis daging ayam
dengan ukuran (diameter 2 cm dan dengan ukuran (diameter 2 cm dan
panjang 10 cm) mengadung 42 kkal panjang 10 cm) mengadung 49 kkal

Energi 176 kJ Energi 205 kJ


Lemak 3.78 g Lemak 2.83 g
 Lemak jenuh 1.497 g  Lemak jenuh 0.726 g

 Lemak tak 1.926 g  Lemak tak 1.776 g


jenuh jenuh
 Kolesterol 7 mg  Kolesterol 22 mg
Protein 1.44 g Protein 5.05 g
Karbohidrat Karbohidrat
 Serat 0g  Serat 0g
 Gula 0.33 g  Gula 0.43 g

Natrium 146 mg Natrium 205 mg


Kalium 21 mg Kalium 66 mg
Dalam penyajian 83 gram daging sosis kambing mengandung 224 kkal.

Energy 942 kkal


Lemak total 18.1 g
 Lemak jenuh 7.2 g
 Lemak tak jenuh 7.6 g
 Kolesterol 3.3 g
Protein 18.1 g
Karbohidrat
 Serat
 Gula <1 g
Natrium 701 mg
B. PENGAWETAN
Proses pengawetan yang dapat dilakukan yaitu :
 Pengasapan
Proses pengawetan dengan cara memberi asap pada daging dalam suhu dan
jangka waktu tertentu. Akibat yang ditimbulkan dari proses pengasapan
yaitu keringnya permukaan daging yang diasapkan, bebas dari proses
ketengikan dan memberikan cita rasa yang khas.
 Pembekuan (freezing)
Pembekuan bertujuan memperlambat pertumbuhan organisme, menghambat
reaksi oksidatif dan enzimatis pada suhu yang lebih rendah, sehingga dapat
mempertahankan mutu bahan pangan serta memperpanjang umur simpan
bahan pangan.
 Penambahan garam nitrit dan nitrat

Menurut Winarno (1997) garam nitrit dan nitrat digunakan dalam proses curing daging
untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba, memperlambat
ketengikan dan menstabilkan rasa daging yang diawetkan. Akan tetapi penggunaan nitrit
beresiko bagi kesehatan manusia karena kemungkinan bereaksi dengan amina sekunder dan
tersier dalam daging sehingga memproduksi nitrosamine yang bersifat karsinogenik (Lawrie
2005).

 Fermentasi
Fermentasi bertujuan untuk meningkatkan daya cerna serta meningkatkan
keawetan sosis. Starter yang biasanya ditambahkan adalah Lactobacillus
plantarumyang umumnya lebih tahan terhadap asam dan merupakan salah
satu jenis bakteri homofermentatif yang dominan menghasilkan asam laktat
dalam jumlah besar dan hanya sebagian kecil asam asetat, etanol dan CO2 .
5. Perbandingan Sosis dengan Bahan Mentah
Bahan utama sosis merupakan daging, dapat berasal dari daging sapi maupun daging
ayam. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus
mengandung kadar air maksimal 67 %, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak
maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat
dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar
lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin
bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya
dikemudian hari. Selain itu sosis yang memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang
cukup tinggi, berpotensi menimbulkan penyakit jantung, stroke, dan hipertensi jika
dikonsumsi berlebihan.
Produk sosis mengandung nitrit yang berfungsi sebagai pengawet untuk menghambat
pertumbuhan spora Clostridium botulinum, membentuk warna merah dan flavor khas pada
produk, dan memperpanjang umur simpan. Nitrit harus digunakan dalam jumlah terkontrol
(konsentrasi residu nitrit didalam produk maksimum 200 ppm). Kelebihan nitrit didalam
produk dapat bereaksi dengan asam amino dari protein selama proses pemanasan,
menghasilkan komponen nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, jika ingin
membeli produk, belilah yang sudah memiliki ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Pada informasi diatas dapat disimpulkan bahwa sosis memiliki kandungan berbahaya
apabila dikonsumsi berlebihan oleh tubuh manusia dibandingkan daging mentah yang tidak
terdapat bahan pengawetnya. Adanya bahan-bahan pengawet yang ditambahkan pada
olahan sosis membuat sosis apabila dikonsumsi terlalu banyak dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit. Oleh sebab itu, sebaiknya kita perlu melakukan pembatasan
konsumsi apabila ingin mengonsumsi daging olahan sosis, baik sosis ayam maupun sosis
sapi. Adapun manfaat daging sapi bagi kesehatan tubuh yaitu membangun otot agar
tumbuh lebih kencang dan kuat, sumber energi yang besar, menjaga hidup sehat untuk
segala umur, mencegah diabetes dan obesitas, mengatur berat badan, kesehatan kognitif
(otak), dan lain-lain. Adapun manfaat daging ayam bagi kesehatan tubuh yaitu
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menjaga keseimbangan kolesterol, menghilangkan
stress, meningkatkan sistem imun, dan lain-lain.

You might also like