Professional Documents
Culture Documents
Masjid Nabawi, adalah salah satu mesjid terpenting yang terdapat di Kota Madinah, Arab Saudi
karena dibangun oleh Nabi Muhammad dan menjadi tempat makam beliau dan para
sahabatnya. Masjid ini merupakan salah satu masjid yang utama bagi umat Muslim setelah
Masjidil Haram di Mekkah dan Masjidil Aqsa di Yerusalem. Masjid ini juga merupakan Masjid
terbesar ke-2 di dunia, setelah Masjidil Haram di Mekkah.
Berdasarkan hadis-hadis ini maka Kota Madinah dan terutama Masjid Nabawi selalu ramai
dikunjungi umat Muslim yang tengah melaksanakan ibadah haji atau umrah sebagai amal sunah.
1. Sejarah Pembangunan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun Masjid Nabawi pada bulan Raibul Awal
di awal-awal hijarahnya ke Madinah. Pada saat itu panjang masjid adalah 70 hasta dan lebarnya
60 hasta atau panjangnya 35 m dan lebar 30 m. Kala itu Masjid Nabawi sangat sederhana, kita
akan sulit membayangkan keadaannya apabila melihat bangunannya yang megah saat ini. Lantai
masjid adalah tanah yang berbatu, atapnya pelepah kurma, dan terdapat tiga pintu, sementara
sekarang sangat besar dan megah.
Area yang hendak dibangun Masjid Nabawi saat itu terdapat bangunan yang dimiliki oleh
Bani Najjar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bani Najjar, “Wahai Bani
Najjar, berilah harga bangunan kalian ini?” Orang-orang Bani Najjar menjawab, “Tidak, demi
Allah. Kami tidak akan meminta harga untuk bangunan ini kecuali hanya kepada Allah.” Bani
Najjar dengan suka rela mewakafkan bangunan dan tanah mereka untuk pembangunan Masjid
Nabawi dan mereka berharap pahala dari sisi Allah atas amalan mereka tersebut.
Anas bin Malik yang meriwayatkan hadis ini menuturkan, “Saat itu di area pembangunan
terdapat kuburan orang-orang musyrik, puing-puing bangunan, dan pohon kurma. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memindahkan mayat di makam tersebut,
meratakan puing-puing, dan menebang pohon kurma.”
Pada tahun 7 H, jumlah umat Islam semakin banyak, dan masjid menjadi penuh, Nabi
pun mengambil kebijakan memperluas Masjid Nabawi. Beliau tambahkan masing-masing 20
hasta untuk panjang dan lebar masjid. Utsman bin Affan adalah orang yang menanggung biaya
pembebasan tanah untuk perluasan masjid saat itu. Peristiwa ini terjadi sepulangnya beliau dari
Perang Khaibar.
Masjid Nabawi adalah masjid yang dibangun dengan landasan ketakwaan. Di antara
keutamaan masjid ini adalah dilipatgandakannya pahala shalat di dalamnya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ إِ اَّل ْال َمس ِْجدَ ْال َح َر،ُص ََلةٍ فِي َما ِس َواه
ام ِ ض ُل ِم ْن أ َ ْل
َ ف َ ص ََلة ٌ فِي َمس ِْجدِي َهذَا أ َ ْف
َ
“Shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 kali shalat di masjid selainnya, kecuali Masjid al-
Haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Mimbar Nabi
“Antara rumahku dan mimbarku ada taman dari taman-taman surga, dan mimbarku di atas
telagaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Awalnya Nabi berkhutbah di atas potongan pohon kurma kemudian para sahabat
membuatkan beliau mimbar, sejak saat itu beliau selalu berkhutbah di atas mimbar. Dari Jabir
radhiallahu ‘anhu bahwa dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat khutbah Jumat berdiri di
atas potongan pohon kurma, lalu ada seorang perempuan atau laki-laki Anshar mengatakan,
‘Wahai Rasulullah, bolehkah kami membuatkanmu mimbar?’ Nabi menjawab, ‘Jika kalian mau
(silahkan)’. Maka para sahabat membuatkan beliau mimbar. Pada Jumat berikutnya, beliau pun
naik ke atas mimbarnya, terdengarlah suara tangisan (merengek) pohon kurma seperti tangisan
anak kecil, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekapnya. Pohon it uterus
‘merengek’ layaknya anak kecil. Rasulullah mengatakan, ‘Ia menagis karena kehilangan dzikir-
dzikir yang dulunya disebut di atasnya’.” (HR. Bukhari)
Di antara keagungan dan keutamaan mimbar ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang seseorang bersumpah di dekatnya, barangsiapa bersumpah di dekat mimbar tersebut
dia telah berdusta dan berdosa.
ْ ِإ اَّل َو َج َب،ب
ُ ت لَهُ النا
ار ْ َولَ ْو َعلَى ِس َواكٍ َر،ٍين آثِ َمة
ٍ ط ٍ َعلَى َي ِم،ٌف ِع ْندَ َهذَا ْال ِم ْن َب ِر َع ْبد ٌ َو ََّل أ َ َمة
ُ ََّل َيحْ ِل
“Janganlah seorang budak laki-laki atau perempuan bersumpah di dekat mimbar tersebut. Bagi
orang yang bersumpah, maka dia berdosa…” (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Hakim)
3. Raudhah
Raudhah adalah suatu tempat di Masjid Nabawi yang terletak antara mimbar beliau dengan
kamar (rumah) beliau. Rasulullah menerangkan tentang keutamaan raudhah,
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Antara
rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman-taman surga. Dan mimbarku di atas
telagaku.” (HR. Bukhari).
Jarak antara mimbar dan rumah Nabi adalah 53 hasta atau sekitar 26,5 m.
Setelah kiblat berpindah (dari Masjid al-Aqsha mengarah ke Ka’baj di Masjid al-Haram).
Rasulullah mengajak para sahabatnya membangun atap masjid sebagai pelindung bagi para
sahabat yang tinggal di Masjid Nabawi. Mereka adalah orang-orang yang hijrah dari berbagai
penjuru negeri menuju Madinah untuk memeluk Islam akan tetapi mereka tidak memiliki kerabat
di Madinah untuk tinggal disana dan belum memiliki kemampuan finasial untuk membangun
rumah sendiri. Mereka ini dikenal dengan ash-habu shufah.
5. Rumah Nabi
Mungkin kata rumah terlalu berlebihan untuk menggambarkan kediaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, karenanya lebih tepat kalau kita sebut dengan istilah kamar. Kamar Nabi yang
berdekatan dengan Masjid Nabawi adalah kamar beliau bersama ibunda Aisyah radhiallahu
‘anha. Nabi Muhammad dimakamkan di sini, karena beliau wafat di kamar Aisyah, kemudian
Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dimakamkan pula di tempat yang sama pada tahun 13 H, lalu
Umar bin Khattab pada tahun 24 H.
Makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kiblat kemudian di belakang beliau
(dikatakan di belakang karena menghadap kiblat) terdapat makam Abu Bakar ash-Shiddiq dan
posisi kepala Abu Bakar sejajar dengan bahu Nabi. Di belakang makam Abu Bakar terdapat
makam Umar bin Khattab dan posisi kepala Umar sejajar dengan bahu Abu Bakar. Di zaman
Nabi kamar beliau berdindingkan pelepah kurma yang dilapisi dengan bulu. Kemudian di zaman
pemerintahan Umar bin Khattab dinding kamar ini diperbaiki dengan bangunan permanen.
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Madinah ia kembali merenovasi kamar
tersebut, lebih baik dari sebelumnya. Setelah dinding tersebut roboh dan menyebabkan kaki
Umar bin Khattab terlihat (kemungkinan roboh karena faktor alam sehingga tanah makam
tergerus dan kaki Umar menjadi terlihat), Umar bin Abdul Aziz kembali membenahinya dengan
bangunan batu hitam. Setelah itu diperbaiki lagi pada tahun 881 H. Subhanallahu, kejadian ini
menunjukkan kebenaran sabda Nabi bahwa jasad seorang yang mati syahid itu tidak hancur.
Umar bin Khattab syahid terbunuh ketika menunaikan shalat subuh.
Pertama, pencurian jasad Nabi di makamnya pertama kali dilakukan oleh seorang pimpinan
Dinasti Ubaidiyah, al-hakim bi Amrillah (wafat 411 H). Ia memerintahkan seorang yang
bernama Abu al-Futuh Hasan bin Ja’far. Al-Hakim memerintahkan Hasan bin Ja’far agar
memindahkan jasad Nabi ke Mesir. Namun dalam perjalanan menuju Madinah angin yang
kencang membinasakan kelompok Abu al-Futuh Hasan bin Ja’far.
Kedua, gagal pada upaya pertamanya, al-Hakim bi Amrillah belum bertaubat dari makar yang ia
lakukan. Ia memerintahkan sejumlah orang untuk melakukan percobaan kedua. Al-Hakim bi
Amrillah mengirim sekelompok orang penggali kubur menuju Madinah. Orang-orang ini
diperintahkan untuk menetap beberapa saat di daerah dekat Masjid Nabawi. Beberapa saat
mengamati keadaan, mereka mulai melaksanakan aksinya dengan cara membuat terowongan
bawah tanah. Setelah dekat dengan makam, orang-orang menyadari adanya cahaya dari bawah
tanah, mereka pun berteriak “Ada yang menggali makam Nabi kita!!” Lalu orang-orang
memerangi sekelompok penggali kubur ini dan gagallah upaya kedua dari al-Hakim bi Amrillah.
Kedua kisah ini selengkapnya bisa dirujuk ke buku Wafa al-Wafa, 2: 653 oleh as-Samhudi.
Ketiga, upaya pencurian jasad Nabi kali ini dilakukan atas perintah raja-raja Nasrani Maroko
pada tahun 557 H. saat itu Nuruddin az-Zanki adalah penguasa kaum muslimin di bawah
Khalifah Abbasiyah. Dalam mimpinya Nuruddin az-Zanki bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan beliau mengatakan “Selamatkan aku dari dua orang ini -Nabi menunjuk dua orang
yang terlihat jelas wajah keduanya dalam mimpi tersebut-.” Nuruddin az-Zanki langsung
berangkat menuju Madinah bersama dua puluh orang rombongannya dan membawa harta yang
banyak. Setibanya di Madinah, orang-orang pun mendatanginya, setiap orang yang meminta
kepadanya pasti akan dipenuhi kebuthannya.
Setelah 16 hari, hampir-hampir seluruh penduduk Madinah datang menemuinya, namun ia belum
juga melihat dua orang yang ditunjuk oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpinya.
Ia pun bertanya, “Adakah yang tersisa dari penduduk Madinah?” Masyarakat menjawab, “Ada,
dua orang kaya yang sering berderma, mereka berasal dari Maroko.” Masyarakat menyebutkan
tentang keshalehan keduanya, tentang shalatnya, dan apabila keduanya dipinta pasti memberi.
Ternyata dua orang inilah yang dilihat az-Zanki dalam mimpinya dan keduanya sengaja tinggal
sangat dekat dengan kamar Nabi. Az-Zanki menanyakan perihal kedatangan mereka ke Madinah.
Keduanya menjawab mereka hendak menunaikan haji.
Az-Zanki menyelidiki dan mendatangi tempat tinggal mereka, ternyata rumah tersebut kosong.
Saat ia mengelilingi tempat tinggal dua orang Maroko ini, ternyata ada sebuah tempat –semisal
ruangan kecil- yang ada lubangnya dan berujung di kamar Nabi. Keduanya tertangkap ‘basah’
hendak mencuri jasad Nabi, keduanya pun dibunuh di ruang bawah kamar Nabi tersebut.
Selengkapnya lihat Wafa al-Wafa 2: 648.
Keempat, upaya pencurian jasad Nabi oleh orang-orang Nasrani Syam. Orang-orang ini masuk
ke wilayah Hijaz, lalu membunuh para peziarah kemudian membakar tempat-tempat ziarah.
Setelah itu mereka mengatakan bahwa mereka ingin mengambil jasad Nabi di makamnya. Ketika
jarak mereka denga kota Madinah tinggal menyisakan perjalanan satu hari, mereka bertemu
dengan kaum muslimin yang mengejar mereka. Mereka pun dibunuh dan sebagiannya ditangkap
oleh kaum muslimin (Rihlatu Ibnu Zubair, Hal: 31-32)
Sering dijumpai peziarah Masjid Nabawi mengusap-usap kamar Nabi ini, bahkan ada yang
menciuminya dalam rangka mengharap berkah. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ulama telah
sepakat, barangsiapa yang berziarah ke makam Nabi Muhammad atau ke makam nabi selain
beliau atau makam orang-orang shaleh, makam sahabat, makam ahlul bait, atau selain mereka,
tidak boleh mengusap-usap atau menciumnya, bahkan tidak ada satu pun benda mati di dunia ini
yang disyariatkan untuk dicium kecuali hajar aswad.” (Majmu’ Fatawa, 27:29)
Tidak boleh juga untuk thawaf mengelilingi kamar Nabi, thawaf adalah salah satu bentuk
ibadah, dan tidak diperkenankan beribadah kecuali hanya kepada Allah. Ada juga dijumpai
sebagian peziarah Masjid Nabawi yang bersujud mengarah ke makam Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini semua adalah ritual-ritual yang haram dilakukan ketika
berziarah ke Masjid Nabawi.
– Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melebarkan Masjid Nabawi pada tahun ke-7 H,
sepulangnya beliau dari Khaibar.
– Pada zaman Umar bin Khattab, tahun 17 H, Masjid Nabawi kembali diperluas. Umar juga
menambahkan sebuah tempat yang agak meninggi di luar masjid yang dinamakan batiha.
Tempat ini digunakan oleh orang-orang yang hendak mengumumumkan suatu berita,
membacakan syair, atau hal-hal lainnya yang tidak terkait syiar agama. Sengaja Umar
membuatkan tempat ini untuk menjaga kemuliaan masjid.
Masjidil Haram ( )المسجد الحرامadalah sebuah masjid di kota Mekkah, yang dipandang sebagai
tempat tersuci bagi umat Islam. Masjid ini juga merupakan tujuan utama dalam ibadah haji.
Masjid ini dibangun mengelilingi Ka'bah, yang menjadi arah kiblat bagi umat Islam dalam
mengerjakan ibadah Salat. Masjid ini juga merupakan Masjid terbesar di dunia. Imam Besar
masjid ini adalah Syaikh Abdurrahman As-Sudais, seorang imam yang dikenal dalam membaca
Al Qur'an dengan artikulasi yang jelas dan suara yang merdu dan Saykh Shuraim. Muadzin besar
dan paling senior di Masjid Al-Haram adalah Ali Mulla yang suara adzannya sangat terkenal di
dunia islam termasuk pada media international
Masjidil Haram adalah masjid yang dibangun pertama kali oleh para malaikat jauh sebelum
penciptaan umat manusia, saat itu Allah SWT mentahbiskan sebuah tempat di muka bumi untuk
merefleksikan rumah di surga yang bernama Baitul Ma’mur (Arab: البيت المعمور, “The Worship
Place of Angels”, “Tempat Bersembahyang Para Malaikat”). Dari waktu ke waktu, Masjidil
Haram rusak akibat badai (banjir) dan dibangun kembali.
Umat Islam percaya tempat dimana Ismail dan ibunya mencari air adalah di sekitar
masjid. Dikisahkan, Siti Hajar berlari diantara dua bukit Safa dan Marwah mencari air untuk
anak bayinya, hingga akhirnya Allah SWT menunjukkan padanya sumber zam-zam, dimana air
tetap mengalir tanpa henti hingga hari ini.
Setelah Hijrah (pindahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah), dan setelah
kemenangannya ia kembali ke Makkah, Nabi Muhammad SAW dan Ali ibn Abu Thalib
menghancurkan semua berhala yang ada di dalam dan di sekitar Ka’ba. Disinilah awal
permulaan penguasaan Islam atas Ka’ba, dan bangunan masjid yang ada di sekitarnya.
Renovasi pertama pada masjid dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi tersebut,
tembok terluar dari masjid ditinggikan dan langit-langit masjid pun didekorasi, Masjidil Haram
masih merupakan area kecil terbuka dengan Ka’ba berada di tengah. Hingga akhir tahun 700,
pilar tua yang terbuat dari kayu dari masjid telah diganti dengan pilar marmer dan bagian sisi
masjid sebagai tempat sholat diperlebar di kedua sisinya bersamaan dengan dibangunnya
menara.
Masjid kembali direnovasi pada tahun 1570 oleh arsitek pribadi Sultan Salim II dan
membuat penggantian atap yang semula hanya berupa lapangan datar dengan menambahkan
kubah-kubah yang didekorasi dengan kaligrafi di dalamnya dan pemberian pilar-pilar tambahan
yang baru. Bangunan tersebut adalah bagian yang paling lama bertahan bahkan lebih tua dari
Ka’ba sendiri (kecuali Hajar Aswad) yang mana masih dalam bentuknya hingga pada bentuk ke-
empat nya pada tahun 1629. Pemerintahan Arab Saudi menyatakan bahwa tahun 1570
merupakan tahun awal dalam penambahan elemen arsitektural pada masjid.
1. KA’BAH
Adalah bangunan yang menyerupai bentuk
kubus, tempat ini merupakan bangunan pertama
yang ada diatas muka bumi yang digunakan sebagai kiblat dalam menjalankan ibadah Shalat
oleh umat Islam, sebagai mana firman Allah SWT dalam (QS. Ali Imran : ayat 96) yang artinya;
“Sesungguhnya permulaan rumah yang dibuat manusia untuk tempat beribadah itulah rumah yang di
Bakkah (Mekkah), yang dilimpahi berkah dan petunjuk bagi alam semesta”.
Ka’bah disebut pula Baitullah (Rumah Allah) atau Baitul Atiq (Rumah Kemerdekaan)
dibangun berupa tembok persegi empat dari batu-batu besar berwarna kebiru-biruan yang berasal
dari gunung-gunung sekitar Mekkah. Fondasinya dari batu marmer setebal ± 25 cm,
pembangunan Ka’bah menurut sejarah berlangsung 10 generasi.
1. Generasi I oleh Malaikat ± 2.000 tahun sebelum Nabi Adam diciptakan
2. Generasi II oleh Nabi Adam
3. Generasi III oleh Nabi Syits putra Nabi Adam
4. Generasi IV oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
5. Generasi V oleh suku Amaliqah
6. Generasi VI oleh suku Jurhum
7. Generasi VII oleh Qushai bin Kilab
8. Generasi VIII oleh Abdul Muthalib
9. Generasi IX oleh suku Quraisy
10. Generasi X oleh Abdullah bin Zubair
2. KISWAH
Adalah Penutup keempat dinding Ka’bah yang tergantung dari atap sampai
kaki terbuat dari kelambu sutra hitam, lebar total 658 M² biaya yang
dikeluarkan untuk pembuatan kiswah in 17.000.000 riyal dengan tenaga kerja
sebanyak 240 orang, hal ini telah dilakukan sejak zaman Nabi Ismail. Kiswah
tiap tahun diganti, dilakukan pada tanggal 10 Djulhijjah ketika para jamaah
sedang berada di Mina, Kiswah ini dihiasi dengan tulisan Al-Qur’an yang
disulam secara khusus dengan benang emas.
3. PINTU KA’BAH
Disebut juga dengan nama Al-Burk, ini terbuat dari bahan emas murni
99 karat, dengan berat keseluruhan 280 kg. Letak pintu ini dari lantai
thawaf adalah 2,25 meter sedangkan daun pintu itu sendiri panjangnya
3,06 meter dengan lebar 1,68 meter. Pintu yang sekarang ini adalah
hadiah dari Raja Khalid bin Abdul Aziz, karena dalam sejarahnya pintu
ini telah berubah-ubah baik dari bahan baku,seni dan bentuknya.
Hadits Nabi yang mengatakan ; “Siapa yang masuk ke Baitullah
berarti dia masuk dalam kebaikan, keluar dari kejahatan dan dia
mendapatkan ampunan” (HR. Ath –Thabrani dari Ibnu Abbaas).
4. HAJAR ASWAD
Adalah batu hitam yang terletak disudut sebelah tenggara Ka’bah, yaitu sudut dimana Thawaf
dimulai. Hajar Aswad berasal dari syurga yang dibawa oleh Malaikat Jibril atas perintah Allah
SWT, batu ini terdiri dari 8 keping yang terkumpul diikat dengan lingkaran perak.
5. MIHZAB (Talang Emas)
Talang air ini dulunya tidak ada karena Ka’bah belum memiliki atap,
namun pada saat renovasi Ka’bah yang dilakukan suku Quraisy,
bangunan ini diberi atap, hingga memerlukan talang air. Talang air sering
diganti dan yang ada sekarang adalah hadiah dari Sultan Abdul Majid
Khan Bin Sultan Muhammad Khan dari Konstantinopel pada tahun 1276 H (1859 M) bahannya
dilapisi emas seberat 40 kg. Pada tahun 317 H. Letak talang emas ini persis di depan Hijr Ismail,
tempat dimana talang ini berada oleh Khalifah Utsman disebut pintu surga.
5. MAQAM IBRAHIM
6. HIJIR ISMAIL
6. MULTAZAM
Adalah dinding atau tembok antara Hajar Aswad dengan pintu Ka’bah.
Tempat ini dipergunakan oleh jamaah Umrah maupun Haji untuk
bermunajat kepada Allah SWT setelah selesai melakukan thawaf.
Jarang orang tidak meneteskan air mata disini, disamping terharu akan
kebesaran Allah SWT, Multazam juga salah satu tempat paling
musatajab, sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah dalam haditsnya
yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari Ibnu Abbas yang artinya :
“Antara Rukun Hajar Aswad dan pintu Ka’bah disebut Multazam.
Tidak ada orang yang meminta di Multazam, melainkan Allah SWT
Kabulkan permintaannya itu”.
7. ZAM-ZAM
Bismillahirrahmaanirrahiim
“Ya Allah, aku mohon pada-Mu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rezeki yang luas dan
disembuhkan dari segala macam penyakit”.
Tentang air Zamzam ini sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari isteri Nabi Ibrahim AS
yaitu Siti Hajar dan putranya Ismail AS, waktu itu Ismail AS ibunya ditinggalkan oleh Nabi
Ibrahim AS di Mekkah, mereka kehabisan air minum, maka Siti Hajar berlari kecil dari Bukit
Shafa ke Bukit Marwah sebanyak 7 kali (sekarang dikenal dengan Sa’i) untuk mendapatkan air,
namun tak menemukan setetes air pun. Hingga akhirnya Allah SWT mengkarunia Siti Hajar
beserta Nabi Ismail AS mata air yang terus mengalir dan dapat dinikmati hingga kini oleh
seluruh umat islam yang berhaji maupun umrah.
9. MAS’A
Masjid Al-Aqsa, juga ditulis Al-Aqsha (المسجد اَّلقصى, arti harfiah: "masjid terjauh") adalah
salah satu tempat suci agama Islam yang menjadi bagian dari kompleks bangunan suci di Kota
Lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Kompleks tempat masjid ini (di dalamnya juga termasuk
Kubah Batu) dikenal oleh umat Islam dengan sebutan Al-Haram Asy-Syarif atau "tanah suci yang
mulia". Tempat ini oleh umat Yahudi dan Kristen dikenal pula dengan sebutan Bait Suci (bahasa
Ibrani: הַ ר הַ בַ יִ ת, Har haBáyit, bahasa Inggris: Temple Mount), suatu tempat paling suci dalam
agama Yahudi yang umumnya dipercaya merupakan tempat Bait Pertama dan Bait Kedua dahulu
pernah berdiri.
Masjid Al-Aqsa secara luas dianggap sebagai tempat suci ketiga oleh umat Islam.
Muslim percaya bahwa Muhammad diangkat ke Sidratul Muntaha dari tempat ini setelah
sebelumnya dibawa dari Masjid Al-Haram di Mekkah ke Al-Aqsa dalam peristiwa Isra' Mi'raj.
Kitab-kitab hadist menjelaskan bahwa Muhammad mengajarkan umat Islam berkiblat ke arah
Masjid Al-Aqsa (Baitul Maqdis) hingga 17 bulan setelah hijrah ke Madinah. Setelah itu kiblat
salat adalah Ka'bah di dalam Masjidil Haram, Mekkah, hingga sekarang. Pengertian Masjid Al-
Aqsa pada peristiwa Isra' Mi'raj dalam Al-Qur'an (Surah Al-Isra' ayat 1) meliputi seluruh
kawasan Al-Haram Asy-Syarif.
Masjid Al-Aqsa pada awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin
Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, tetapi telah diperbaiki dan dibangun kembali oleh
khalifah Umayyah Abdul Malik dan diselesaikan oleh putranya Al-Walid pada tahun 705
Masehi. Setelah gempa bumi tahun 746, masjid ini hancur seluruhnya dan dibangun kembali
oleh khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada tahun 754, dan dikembangkan lagi oleh penggantinya
Al-Mahdi pada tahun 780. Gempa berikutnya menghancurkan sebahagian besar Al-Aqsa pada
tahun 1033, namun dua tahun kemudian khalifah Fatimiyyah Ali Azh-Zhahir membangun
kembali masjid ini yang masih tetap berdiri hingga kini. Dalam berbagai renovasi berkala yang
dilakukan, berbagai dinasti kekhalifahan Islam telah melakukan penambahan terhadap masjid
dan kawasan sekitarnya, antara lain pada bagian kubah, fasad, mimbar, menara, dan interior
bangunan. Ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka
menggunakan masjid ini sebagai istana dan gereja, namun fungsi masjid dikembalikan seperti
semula setelah Shalahuddin merebut kembali kota itu. Renovasi, perbaikan, dan penambahan
lebih lanjut dilakukan pada abad-abad kemudian oleh para penguasa Ayyubiyah, Mamluk,
Utsmaniyah, Majelis Tinggi Islam, dan Yordania. Saat ini, Kota Lama Yerusalem berada di
bawah pengawasan Israel, tetapi masjid ini tetap berada di bawah perwalian lembaga wakaf
Islam pimpinan orang Palestina.
Pembakaran Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969 telah mendorong berdirinya
Organisasi Konferensi Islam yang saat ini beranggotakan 57 negara. Pembakaran tersebut juga
menyebabkan mimbar kuno Shalahuddin Al-Ayyubi terbakar habis. Dinasti Bani Hasyim
penguasa Kerajaan Yordania telah menggantinya dengan mimbar baru yang dikerjakan di
Yordania, meskipun ada pula yang menyatakan bahwa mimbar buatan Jepara digunakan di
masjid ini
Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia,
maka ia berarti "masjid terjauh". Nama ini berasal dari keterangan dalam Al-Qur'an pada Surah
Al-Isra' ayat 1 mengenai Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah perjalanan yang dilakukan Muhammad
dari Masjid Al-Haram menuju Masjid Al-Aqsa, dan kemudian naik ke surga. Dalam kitab Shahih
Bukhari dijelaskan bahwa Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq. Istilah
"terjauh" dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti "terjauh dari Mekkah".
Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya
masjid saja, melainkan juga area di sekitar bangunan itu yang dianggap sebagai suatu tempat
yang suci. Perubahan penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan kesultanan
Utsmaniyah (kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918), dimana area kompleks di sekitar masjid
disebut sebagai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan bangunan masjid yang didirikan oleh Umar bin
Khattab disebut sebagai Jami' Al-Aqsa atau Masjid Al-Aqsa.
1. Pra konstruksi
Area masjid ini dahulu adalah bagian perluasan pembangunan bukit oleh Raja Herodes
Agung, yang dimulai pada tahun 20 SM. Herodes memerintahkan tukang batu untuk memotong
permukaan batu di sisi timur dan selatan bukit, dan melapisinya. Sisa-sisa pembangunan tersebut
saat ini masih dapat ditemukan di beberapa lokasi. Ketika Bait Kedua masih berdiri, situs tempat
masjid saat ini berdiri disebut dengan nama Serambi Salomo, dan pada tiap sisinya terdapat
gudang kuil yang dinamakan chanuyot, yang memanjang sampai ke sisi selatan bukit. Konstruksi
tiang-tiang kolom besar persegi di bagian utara masjid serta tembok-temboknya, baru-baru ini
ditetapkan memiliki usia jauh lebih tua daripada yang diperkirakan sebelumnya oleh peneliti-
peneliti terdahulu (berdasarkan tulisan para saksi mata dari masa itu), yaitu bahwa konstruksi
tersebut berasal dari masa kekuasaan Romawi. Tembok-tembok tersebut dibangun kembali atau
diperkuat tidak lama setelah penghancuran Yerusalem pada tahun 70 Masehi. Struktur bawah
tanah bangunan ini berasal dari masa kembalinya orang Yahudi dari pembuangan Babilonia
mereka, yaitu 2.300 tahun yang lalu. Situasi politik telah menyebabkan penggalian lebih lanjut di
area tersebut tidak memungkinkan. Pada saat gempa bumi tahun 1930-an merusak masjid ini,
penanggalan atas beberapa bagian yang terbuat dari kayu sempat dilakukan, yang menunjukkan
kurun 900 SM. Kayu-kayu tersebut adalah cypress (sejenis cemara) dan akasia. Jenis yang
disebut terakhir menurut Alkitab digunakan oleh Raja Salomo dalam konstruksi bangunan-
bangunannya di bukit tersebut pada sekitar 900 SM. Bersama dengan Bait Suci, chanuyot yang
ada ikut hancur oleh serangan Kaisar Romawi Titus (saat itu masih jenderal) pada tahun 70.
Kaisar Yustinianus membangun sebuah gereja Kristen di situs ini pada tahun 530-an, yang
dipersembahkan bagi Perawan Maria dan dinamakan "Gereja Bunda Kita". Gereja ini
belakangan dihancurkan oleh Kaisar Sassania Khosrau II pada awal abad ke-7, hingga tersisa
sebagai reruntuhan.
2. Konstruksi Umayyah
Tidak diketahui secara tepat kapan Masjid Al-Aqsa pertama kali dibangun dan siapa yang
memerintahkan pembangunannya, namun dapat dipastikan bahwa pembangunannya dilakukan
pada masa awal pemerintahan Umayyah di Palestina. Berdasarkan kesaksian Arculf, seorang
biarawan Galia yang berziarah ke Palestina pada 679-82, sejarawan arsitektur Sir Archibal
Creswell berpendapat bahwa Umar bin Khattab mungkin adalah orang yang pertama kali
mendirikan bangunan persegi empat primitif berkapasitas 3.000 jamaah di suatu tempat di Al-
Haram Asy-Syarif (Bukit Bait Suci). Bagaimanapun juga, Arculf mengunjungi Palestina pada
masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Dengan demikian, adalah mungkin bahwa
Muawiyah lah yang memerintahkan pembangunan dan bukan Umar. Pendapat terakhir ini
didukung oleh tulisan dari ulama Yerusalem awal Al-Mutahhar bin Tahir Al-Maqdisi. Analisis
atas panel dan balok kayu yang diambil dari bangunan ini selama renovasi pada tahun 1930-an
menunjukkan bahwa kayu-kayu tersebut adalah cedar Libanon dan cypress. Penanggalan
radiokarbon menunjukkan berbagai macam usia, beberapa bahkan setua abad ke-9 SM, yang
menunjukkan bahwa beberapa dari kayu tersebut sebelumnya telah digunakan pada bangunan-
bangunan yang lebih tua.
Pada tahun 1033 terjadi lagi sebuah gempa bumi, yang sangat merusak masjid. Antara
tahun 1034 dan 1036, khalifah Fatimiyah Ali Azh-Zhahir membangun kembali dan merenovasi
masjid secara menyeluruh. Jumlah lengkungan secara drastis dikurangi dari lima belas menjadi
tujuh. Azh-Zhahir membangun empat buah arkade untuk aula tengah dan lorong, yang saat ini
berfungsi sebagai fondasi masjid. Aula tengah diperbesar dua kali lipat dari lebar lorong lainnya,
dan memiliki ujung atap besar yang di atasnya dibangun sebuah kubah dari kayu.
4. Masa modern
5. Arsitektur
Bangunan Masjid Al-Aqsa berbentuk persegi, dan luasnya beserta area di sekitarnya
adalah 144.000 m2, sehingga dapat menampung sampai dengan 400.000 jamaah.Panjang
bangunan masjid adalah 272 kaki (83 m), dan lebarnya 184 kaki (56 m), dan dapat menampung
sampai 5.000 jamaah.
Kubah
Menara masjid
Masjid ini memiliki empat menara di sisi selatan, utara, dan barat. Menara pertama,
dikenal sebagai Al-Fakhariyyah, dibangun pada tahun 1278 di bagian barat daya masjid atas
perintah sultan Mamluk, Lajin. Menara ini dibangun dalam gaya tradisional Suriah, dengan
landasan dan poros bangunan berbentuk persegi, serta dibagi menjadi tiga lantai dengan cetakan
hias. Pada bagian atasnya terdapat dua deret muqarnas (ceruk hias) sebagai dekorasi untuk
balkon muazzin. Ceruk hias ini dilingkupi oleh suatu bilik persegi, yang pada bagian atasnya
terdapat kubah batu berlapis timah.
Menara terakhir dan yang paling terkenal adalah Bab Al-Asbat. Menara ini dibangun
pada tahun 1367. Menara ini berupa poros batu silinder (dibangun kemudian pada masa
Utsmaniyah), yang berdiri di atas landasan berbentuk persegi panjang dari masa Mamluk, dan di
terdapat formasi transisi yang berbentuk segitiga.Poros bangunan menyempit pada bagian balkon
muazzin, dilengkapi beberapa jendela melingkar, serta pada bagian atasnya terdapat kubah
berbentuk bulat. Kubah ini dibangun kembali setelah terjadinya gempa bumi Lembah Yordan
1927.
Sejarah penting Masjid Al-Aqsa dalam Islam juga mendapatkan penekanan lebih lanjut,
karena umat Islam ketika salat pernah berkiblat ke arah Al-Aqsa selama empat belas atau tujuh
belas bulan setelah peristiwa hijrah mereka ke Madinah tahun 624. Menurut Allamah
Thabathaba'i, Allah menyiapkan umat Islam untuk perpindahan kiblat tersebut, pertama-tama
dengan mengungkapkan kisah tentang Ibrahim dan anaknya Ismail, doa-doa mereka untuk
Ka'bah dan Mekkah, upaya mereka membangun Baitullah (Ka'bah), serta perintah
membersihkannya untuk digunakan sebagai tempat beribadah kepada Allah. Kemudian
diturunkanlah ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke arah
Masjid Al-Haram dalam salat mereka.
Perubahan arah kiblat adalah alasan mengapa Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur
Rasyidin, tidak salat menghadap batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci ataupun membangun
bangunan di sekitarnya; meskipun ketika Umar tiba di sana pada tahun 638, ia mengenali batu
tersebut yang diyakini sebagai tempat Muhammad memulai perjalanannya naik ke surga. Hal ini
karena berdasarkan yurisprudensi Islam, setelah arah kiblat berpindah, maka Kab'ah di Mekkah
telah menjadi lebih penting daripada tempat batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci tersebut.
Berdasarkan riwayat-riwayat yang umum dikenal dalam tradisi Islam, Umar memasuki
Yerusalem setelah penaklukannya pada tahun 638. Ia diceritakan bercakap-cakap dengan Ka'ab
Al-Ahbar, seorang Yahudi yang telah masuk Islam dan ikut datang bersamanya dari Madinah,
mengenai tempat terbaik untuk membangun sebuah masjid. Al-Ahbar menyarankan agar masjid
dibangun di belakang batu Ash-Shakhrah "... maka seluruh Al-Quds (berada) di depan Anda".
Umar menjawab, "Ka'ab, Anda sudah meniru ajaran Yahudi". Namun, segera setelah percakapan
ini Umar dengan jubahnya mulai membersihkan tempat yang telah dipenuhi dengan sampah dan
puing-puing tersebut. Demikian pula kaum Muslim pengikutnya turut serta membersihkan
tempat itu. Umar kemudian mendirikan salat di tempat yang diyakini sebagai tempat salat
Muhammad pada saat Isra Mi'raj, dan Umar di tempat itu membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dari
Surah Sad. Oleh karenanya, berdasarkan riwayat tersebut maka Umar dianggap telah
menyucikan kembali situs tersebut sebagai masjid.
Mengingat kesucian Bukit Bait Suci, sebagai tempat yang dipercayai pernah digunakan
untuk berdoa oleh Ibrahim, Daud, dan Sulaiman, maka Umar mendirikan sebuah rumah ibadah
kecil di sudut sebelah selatan area tersebut. Ia secara berhati-hati menghindarkan agar batu Ash-
Shakhrah tidak terletak di antara masjid itu dan Ka'bah, sehingga umat Islam hanya akan
menghadap ke arah Mekkah saja ketika mereka salat.
Status religius