You are on page 1of 9

PENGGUNAAN TANDA BACA DALAM SKRIPSI MAHASISWA

KEDOKTERAN UIN JAKARTA TAHUN 2015

Ahmad Faizun Ni’am

Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

faizyahut@gmail.com

ABSTRAK

Bahasa Indonesia merupakan bahasa Nasional yang memiliki aturan-aturan dalam


menggunakannya, yang mana terkumpul dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang berisi kaidah-kaidah bahasa Indonesia termasuk penggunaan tanda
baca. Pada saat ini, kesalahan penulisan atau penggunaan tanda baca sudah
banyak terjadi, bahkan hingga di kalangan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis kesalahan penulisan atau penggunaan tanda baca dalam salah
satu skripsi mahasiswa kedokteran. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif
deskriptif. Sampel pada penelitian ini adalah skripsi Rezki Mulyadi yang disahkan
pada tahun 2015. Penelitian ini menemukan sedikitnya tujuh kesalahan penulisan
atau penggunaan tanda baca yang berbeda-beda.
Kata kunci: tanda baca, kesalahan penggunaan, kesalahan penulisan

PENDAHULUAN

Dewasa ini terdapat banyak kekeliruan yang terjadi dalam hal penggunaan
bahasa. Kekeliruan ini biasa terjadi dalam hal penulisan maupun pelafalan. Paling
sering, remaja lah yang menjadi pelaku dalam hal ini, sehingga perlu ada
pencerdasan di kalangan remaja terkait penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar dalam kehidupan sehari-hari, baik penulisan maupun pelafalan.

Kekeliruan tersebut bahkan terjadi di kalangan akademisi, salah satunya


mahasiswa. Dalam memperoleh gelar sarjana, seorang mahasiswa harus
menyelesaikan tugas akhir berupa laporan peneletian atau sering disebut skripsi.
Dalam penyusunan skripsi, tentu diharuskan menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Hal ini meliputi penggunaan tanda baca, pemakaian huruf kapital
dan sebagainya.
Pada analisis sebelumnya, tanda baca mengalami kekeliruan dalam
penggunaan sedikitnya lima kali. Kekeliruan-kekeliruan ini tidak termasuk
kekeliruan berulang. Jika dihitung dengan memasukkan kekeliruan di penggunaan
tanda baca yang sama secara berulang, kekeliruan dapat mencapai angka belasan.
Hal ini memerlukan perhatian lebih, sehingga penulis menganggap perlu untuk
ikut ambil peran dalam memberi pencerdasan dalam penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.

Untuk membantu pencerdasan mengenai penggunaan bahasa Indonesia


yang baik dan benar dalam penyusunan skripsi, penulis merasa perlu untuk
menganalisis sebagian skripsi yang memuat kesalahan dalam penggunaan tanda
baca. Analisis ini dengan harapan agar menjadi data rujukan dalam penulisan
skripsi, sehingga di masa yang akan datang, penggunaan tanda baca dalam
penulisan skripsi menjadi semakin baik.

LANDASAN TEORI

Dalam perkembangan bahasa Indonesia, terjadi perubahan-perubahan


dalam tata aturan dala berbahasa. Jika kita mengenal EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan) yang telah lama disepakati sebagai aturan-aturan mengenai
penggunaan bahasa Indonesia, kini telah lahir aturan-aturan baru yang
memperbaharui EYD dan melengkapinya. Aturan-aturan tersebut terkumpul
dalam PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) yang belum lama ini
disahkan sebagai pengganti EYD.

Dalam PUEBI, terdapat aturan-aturan mengenai penggunaan tanda baca


yang saat ini banyak mengalami kekeliruan dalam pemakaian. Tanda baca,
menurut KBBI adalah symbol yang tidak berhubungan dengan fonem (suara) atau
kata dan frasa dalam bahasa, melainkan berfungsi untuk menunjukkan struktur
dan organisasi dari sebuah artikel, serta intonasi dan jeda yang dapat diamati
ketika membaca. Fachruddin dalam bukunya mengemukakan definisi tanda baca
sebagai tanda yang digunakan untuk melambangkan bahasa.1 Menurut ahli
lainnya, Gorys Keraf dalam bukunya mengemukakan pengertian tanda baca
sebagai tanda-tanda atau gambar-gambar yang menggambarkan unsur-unsur
supermental dalam tutur untuk memudahkan pembaca mengikuti jejak bahasa
lisannya.2

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tanda


baca harus memiliki bebarapa unsur yang menyusunnya. Tanda baca adalah
tanda-tanda atau simbol-simbol yang berfungsi untuk menujukkan struktur dan
melambangkan bahasa lisan sehingga pembaca dapat mudah mengikuti jejak
bahasa lisannya. Pada akhirnya, bahasa lisan dan bahasa tulisan yang mempunyai
maksud yang sama dapat dipahami dengan lebih mudah dan meminimalisir
adanya salah interpretasi bahasa tulisan.

Dalam pembagiannya di PUEBI tanda baca terdiri dari 16 macam tanda


baca yang mempunyai fungsi dan waktu pemakaian yang berbeda-beda.
Selanjutnya akan dijelaskan mengenai pembagian tanda baca serta tata cara
pemakaiannya.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode memungkinkan


penulis untuk meneliti secara kualitatif, karena obyek yang diteliti tidak bisa
diukur dengan angka-angka ataupun dengan ukuran lain yang bersifat eksak.
Tujuan penelitian dengan metode ini menurut Sugiyono, adalah untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian, tetapi tidak digunakan
untuk membuat simpulan yang lebih luas.3 Sampel yang digunakan adalah salah
satu dari skripsi mahasiswa kedokteran yang diambil secara acak.

PEMBAHASAN

1
2
3
Setelah mengetahui teori dan metodologi penelitian ini, kita akan berlanjut
pada pembahasan mengenai kesalahan-kesalahan penulisan yang terjadi pada
salah satu skripsi mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter,
khususnya dalam hal pemakaian tanda baca. Pertama, dalam penulisan landasan
teori mengenai status gizi, Rezki menuliskan “…penilaian klinis, penilaian
biokimia dan penilaian biofisik.” yang merupakan kekeliruan dalam pemakaian
tanda baca koma (,). Koma dalam penggunaannya, digunakan untuk memisah
unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan. Pada unsur yang kedua
terakhir koma masih harus ditulis, baru kemudian dilanjutkan dengan ‘dan’, dan
diakhiri dengan unsur terakhir yang ingin disebutkan dalam tulisan.

Koma selain menjadi pemisah antara unsur-unsur tersebut, koma juga


ditulis sebelum kata penghubung, seperti yang Rezki tulis dalam halaman yang
sama dengan kekeliruan diatas. Rezki menulis “…dan penilaian biofisik,
sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi…”. Hal tersebut adalah
pemakaian yang benar, karena kata ‘sedangkan’ merupakan kata penghubung,
sehingga setelah kata sebelumnya harus diberi tanda koma sebagai jeda untuk
menghubungkan dua kalimat yang setara.

Lain dari hal itu, kesalahan pemakaian koma (,) sebagai pemisah antara
unsur-unsur dalam suatu pemerincian hanya ditemukan pada kasus tersebut di
atas. Dalam pemerincian-pemerincian lainnya, tidak ditemukan adanya kesalahan
dalam penulisan. Hal ini menunjukkan Rezki cukup teliti dalam penulisan tanda
baca koma (,).

Kesalahan yang kedua terjadi pada penulisan tanda baca titik dua (:).
Kesalahan ini terjadi dalam penulisan rumusan masalah. Rezki menuliskan
“…penulis merumuskan pertanyaan, yaitu : …” yang merupakan kekeliruan
dalam penulisan tanda titik dua. Penggunaan titik dua sebagai akhir dari
pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau penjelasan memang sudah
sesuai, namun penulisan titik dua tidak dipisahkan oleh spasi. Penulisan titik dua
seharusya setelah kata ‘yaitu’ tanpa dipisahkan oleh spasi.
Berbeda dengan kekeliruan menggunakan tanda baca koma, kekeliruan
penulisan titik dua ini berhasil ditemukan oleh penulis lebih dari tiga kali,
sehingga penulis beranggapan bahwa Rezki belum menguasai pemakaian tanda
baca titik dua. Walaupun pada halaman lain, masih ditemukan penulisan tanda
baca titik dua yang benar, yaitu tidak dipisah oleh spasi, kesalahan penulisan jauh
lebih banyak ditemukan.

Kesalahan berikutnya adalah kesalahan pemakaian tanda tanya (?). Tanda


tanya ditulis diakhir kalimat tanya, menggantikan tanda titik yang menjadi ciri
kalimat pernyataan. Dalam menuliskan rumusan masalah, Rezki menggunakan
kalimat tanya yang diawali dengan kata tanya ‘bagaimana’.

Rezki menulis “bagaimana gambaran … Wilayah Kota Tangerang


Selatan.” yang merupakan kesalahan. Seharusnya, disetiap akhir kalimat tanya
harus dibubuhi tanda tanya agar pembaca dapat membedakan intonasi dalam
membacanya dengan kalimat pernyataan. Sebagaimana fungsi tanda baca,
seharusnya pembaca dapat dipermudah dalam mengikuti jejak bahasa lisan
penulis.

Kesalahan ini berulang di semua rumusan masalah yang dituliskan, yaitu


ada tiga buah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesalahan tidak membubuhkan
tanda tanya di tiap rumusan masalah ini merupakan bukan kesalahan yang tidak
disengaja, melainkan yang disengaja. Dari sini, penulis menyimpulkan bahwa
Rezki memahami bahwa rumusan masalah tidak dibolehkan memakai tanda tanya,
sehingga ia di seluruh butir rumusan masalah yang ia buat tidak mengakhiri tiap
kalimatnya dengan tanda tanya.

Kesalahan berikutnya adalah mengenai kesalahan penggunan tanda


hubung (-). Tanda hubung sering kita lihat dituliskan di antara kata ulang. Namun,
sering juga kita temukan penggunaan tanda hubung tidak pada tempatnya. Rezki
dalam tinjauan pustakanya menuliskan “Menurut perkiraan antara tahun 2000-
2020 kematian…” yang merupakan suatu kesalahan penggunaan tanda hubung
dengan maksud ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
Seperti yang kita ketahui bersama, penggunaan tanda baca dengan maksud
‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’ adalah fungsi dari tanda pisah (–). Kedua tanda
baca ini memang memiliki kemiripan, yaitu berupa garis horizontal yang berada
di tengah-tengah ketinggian huruf. Namun jika kita lebih teliti, terdapat perbedaan
yang cukup terlihat yaitu pada panjang garis tersebut. Tanda hubung memiliki
panjang yang lebih pendek dibandingkan tanda pisah.

Hal ini terjadi berkali-kali di skripsi Rezki. Kejadian ini mungkin


disebabkan saat pengetikan, untuk mengetik tanda hubung dirasa lebih mudah
daripada mengetik tanda pisah. Sehingga yang seharusnya menggunakan tanda
pisah banyak terjadi kekeliruan, yaitu menjadi tanda hubung.

Namun, hal tersebut jangan menjadikan kita malas memperbaiki


kesalahan. Jadi, kekeliruan di atas dapat diperbaiki dengan mengganti tanda
hubung dengan tanda pisah, sehingga tanda yang tertera sesuai dengan maksud
penulis. Jika tidak, akan membuat pemahaman pembaca terhadap tulisan tersebut
menjadi tidak sejalan dengan apa yang dimaksud oleh penulis. Hal ini menyalahi
fungsi tanda baca secara umum.

Kesalahan selanjutnya adalah mengenai kekeliruan penggunaan tanda


pisah (–). Berkebalikan dengan kesalahan sebelumnya, di tempat yang seharusnya
digunakan tanda pisah namun malah memakai tanda hubung. Pada kesalahan kali
ini, di tempat yang seharusnya digunakan tanda hubung, Rezki malah
menggunakan tanda pisah sebagai gantinya.

Dalam skripsinya, Rezki menulis, “Pada jenis kelamin laki – laki, penyakit
ini…” yang merupakan kesalahan penggunaan tanda pisah. Kata ‘laki-laki’ di atas
merupakan kata ulang, sehingga bukan tempatnya menggunakan tanda pisah
sebagai penghubung dua kata yang diulang. Seperti yang penulis paparkan di
kesalahan sebelumnya, fungsi dari tanda pisah adalah menyampaikan maksud
‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.

Maka, jika memang Rezki benar-benar bermaksud menggunakan tanda


pisah dalam kalimat di atas, makna kata ‘laki-laki’ tidak dapat diartikan sebagai
jenis kelamin, melainkan ‘laki sampai dengan/sampai ke laki’. Hal ini tidak
menunjukkan kesesuaian terhadap apa yang sedang dibahas, sehingga pembaca
pun pasti kebingungan saat membaca.

Kesalahan keenam, yaitu mengenai penempatan tanda titik. Kesalahan


dalam penempatan tanda titik (.) ini seringkali kita lihat dalam keseharian. Tanda
titik salah satunya berfungsi untuk mengakhiri suatu kalimat pernyataan. Namun
dalam skripsinya, Rezki seringkali tidak menempatkan tanda titik di akhir kalimat
yang ia buat.

Salah satu dari kesalahan tersebut dapat kita lihat dalam poin-poin
mengenai petunjuk WHO (World Health Organization) untuk diagnosis TB pada
anak. Rezki mengemukakan dalam poin satu (1), “Anak sakit…dengan diagnosis
pasti”. Kalimat tersebut sudah selesai, namun tidak diberikan tanda titik di
akhirnya. Padahal setelahnya sudah ganti baris dengan poin yang baru, yaitu poin
dua (2). Kesalahan dalam penggunaan tanda titik ini juga terjadi berulang kali,
yang paling sering adalah tidak mengakhiri suatu kalimat dengan tanda titik.

Kesalahan terakhir yang bisa penulis identifikasi adalah mengenai


penulisan tanda miring (/). Tanda miring salah satu fungsinya adalah untuk
menyingkat/mengganti kata atau. Dalam tulisannya, Rezki hampir tidak memiliki
kesalahan dalam penulisan tanda miring. Namun penulis menemukan satu tempat
dimana kesalahan ini terjadi.

Rezki dalam bagian daftar singkatan, ia menuliskan kepanjangan dari


HIV/AIDS sebagai “Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno
Deficiency Syndrome”. Dalam penulisan tanda miring, kata satu dipisahkan
dengan kata lainnya oleh tanda miring tanpa menggunakan spasi. Kita bisa lihat di
kalimat di atas, setelah tanda miring diselingi spasi terlebih dulu baru kemudian
kata selanjutnya. Kesalahan ini hanya di satu tempat dari sekian banyak tempat
penggunaan tanda miring dalam skripsi ini. Oleh karena itu, mungkin ini adalah
suatu ketidaksengajaan dalam penulisan.
Itulah beberapa kesalahan dalam penulisan dan penggunaan tanda baca
yang terdapat pada skripsi Rezki Mulyadi. Kesalahan-kesalahan tersebut penulis
analisis sedemikian rupa agar dapat lebih mudah dipahami bentuk kesalahannya.

SIMPULAN

Dalam menulis karya ilmiah berbahasa Indonesia, sudah sepatutnya


menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini termasuk bagaimana
tata cara menggunakan tanda baca secara tepat. Sesuai fungsinya, tanda baca
memudahkan pembaca untuk mengikuti jejak bahasa lisan dari penulis. Maka, jika
terjadi kekeliruan dalam penempatan tanda baca atau kesalahan pilihan tanda baca
hingga tidak sesuai lagi dengan kaidah PUEBI akan mengakibatkan perbedaan
interpretasi pembaca dengan penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pedoman Umum Ejaan Bahasa


Indonesia edisi 4. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa. 2016

Alwi, H. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007

Ambo, F. Bahasa Indonesia: Buku Pegangan Mata Kuliah Dasar Umum. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan
Tinggi. 1984

Keraf, G. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah.


2004

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2005

You might also like