You are on page 1of 20

PASCA PANEN NILAM

Ma’mun
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111

I. PEMANENAN

Panen nilam dilakukan pada saat umur tanaman 6-8 bulan (panen
pertama) dan umur 3-4 bulan panen berikutnya. Batang nilam dipotong,
sebaiknya menggunakan gunting setek, ukuran potongan 15-20 cm di atas
permukaan tanah dengan meninggalkan 1 batang utama. Terna nilam yang
sudah dipanen dibersihkan dari bahan lain seperti rumput dan tanah.

II. PENANGANAN BAHAN

2.1. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kandungan air di dalam
bahan. Pada proses pengeringan sebagian besar air dalam terna menguap
dan meninggalkan ruang kosong pada bahan. Akibat adanya ruang kosong
ini maka jaringan bahan mengkerut dan sel minyak pecah sehingga minyak
mudah keluar pada proses penyulingan. Penyulingan daun segar tidak
dianjurkan karena rendemen minyak yang dihasilkan rendah. Sel-sel yang
mengandung minyak sebagian terdapat di permukaan dan sebagian lagi di
bagian dalam dari daun. Pada penyulingan daun segar hanya didapat
minyak yang berada di permukaan saja. Pengeringan akan memberikan
rendemen minyak yang lebih besar karena dinding-dinding sel lebih mudah
ditembus uap.
Pengeringan dilakukan dengan cara menghamparkan terna nilam di
atas lantai jemur yang dibuat dari semen, atau alas tikar atau menggunakan
rak bambu. Hamparan/lapisan terna nilam tidak terlalu tebal (maksimum 20
cm). Selama penjemuran, terna nilam harus dibulak-balik agar

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 111


pengeringannya merata. Penjemuran dilakukan sampai kadar air dalam
terna nilam mencapai 12-15%, ditandai dengan warna daun nilam menjadi
abu-abu kehijaun dan timbulnya aroma minyak nilam yang lebih tajam.
Lama penjemuran yang memadai adalah 2 kali (hari) masing-masing
selama 5 jam. Hasil penelitian Balittro menunjukkan bahwa pengeringan
terna nilam selama 5 jam yang dilakukan selama 2 hari berturut-turut
menghasilkan kadar minyak terbesar dan kadar patchouli alkohol yang
cukup tinggi (Tabel 1). Penjemuran dapat pula dikombinasikan dengan
pengering-anginan (pelayuan). Penjemuran selama 2 jam yang diikuti
dengan pengering-anginan selama 9 hari menghasilkan minyak lebih tinggi,
hanya waktunya lebih lama (Tabel 2).

Tabel 1. Pengaruh cara pengeringan terhadap kadar dan mutu minyak nilam
Kadar Kadar patchouli
Cara pengeringan minyak alcohol
(%) (%)
Dijemur 2 hari @ 5 jam 3,75 31,58
Dijemur 2 hari @ 7 jam 2,65 33,52
Dijemur 2 jam dan dilayukan 7 hari 2,52 32,93
Sumber : Hobir et al. (2003)

Tabel 2. Pengaruh cara pengeringan terna terhadap rendemen dan kadar


patchouli alkohol minyak nilam.

Cara pengeringan Rendemen minyak Kadar patchouli


**) alkohol
Dijemur Dilayukan
(%, v/b) (%)
(jam) (hari)
2 3 4,51 33,9
6 5,23 34,2
9 6,39 35,1
4 3 4,36 30,0
6 4,51 31,4
9 5,20 35,1
6 3 3,99 28,4
6 5,18 31,4
9 5,49 36,2
*) daun tanpa cabang dan batang. **) berdasarkan terna kering Sumber: Hernani dan
Risfaheri (1989)

112 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


Pada tabel 2, rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi, hal ini
disebabkan bahan yang digunakan hanya terdiri dari daun nilam, tanpa
cabang dan batang.
Selama pengeringan, sebagian daun nilam ada yang rontok, daun-
daun tersebut harus diikut sertakan dalam penyulingan. Pengeringan perlu
mendapat perhatian karena akan menentukan mutu minyaknya. Lama
pengeringan sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari, tempat
penjemuran dan tebal lapisan bahan yang dijemur.

a. Perajangan
Terna nilam terdiri dari batang, cabang, ranting dan daun nilam.
Seluruh bagian terna nilam harus dimasukkan ke dalam ketel suling. Tujuan
perajangan adalah untuk meratakan distribusi bahan dalam ketel suling
sehingga dapat dicegah terjadinya jalur uap dalam ketel suling sehingga
aliran uap dapat merata di dalamnya. Perajangan terna juga dapat
meningkatkan daya muat tangki suling. Untuk tangki suling kapasitas kecil
perajangan terna sangat dianjurkan, tetapi pengaruhnya relatif kecil dalam
usaha meningkatkan rendemen minyak. Perajangan bisa dilakukan dengan
menggunakan golok atau alat pemotong. Ukuran panjang rajangan sekitar
5 – 10 cm. Komposisi antara batang dan daun nilam akan berpengaruh
terhadap minyak yang dihasilkan. Pada Tabel 3 dapat dilihat pengaruh
perbandingan bobot batang dan daun dalam terna terhadap rendemen
minyak hasil penyulingan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semakin besar
persentase bobot batang dan ranting dalam terna akan semakin rendah
rendemen minyak hasil penyulingan. Perbandingan yang baik antara batang
dan daun adalah 33% batang dan 66% daun atau 1 : 2.
Hal ini disebabkan kandungan minyak dalam batang, cabang atau
ranting jauh lebih kecil (0,4 - 0,5%) dibandingkan dalam daun (5 - 6%).

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 113


Tabel 3. Pengaruh bobot batang dan ranting nilam dalam terna terhadap
rendemen minyak

Bobot batang dan ranting Rendemen minyak *)


(%) (%, v/b)
33 3,03
50 2,56
60 2,05
67 1,85
Sumber: Rusli (2002)
*) Berdasarkan terna kering. .

III. PENYULINGAN

a. Teori dasar penyulingan

Penyulingan minyak atsiri adalah suatu proses pengambilan


(pemisahan) minyak dari bahannya dengan bantuan uap air. Pemisahan
minyak tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan titik didih (tekanan
uap) di antara komponen-komponen bahan. Di dalam alat suling terdapat
minyak dan air, dimana keduanya bersifat tidak dapat bercampur.
Hubungan antara air dan minyak pada penyulingan dapat dinyatakan dalam
persamaan matematik sebagai berikut :

PA M A
WA  x x WB
PB M B
Dimana : A = minyak. B = air
WA dan WB = berat komponen A dan B dalam kondensat
MA dan MB = berat molekul zat/cairan A dan B
PA dan PB = tekanan uap bagian A dan B

Dari persamaan di atas, akan dapat diperkirakan jumlah uap air yang
diperlakukan untuk menyuling suatu bahan jika tekanan dan berat molekul
masing-masing komponen/cairan diketahui pada suhu penyulingan. Dengan
mengetahui kadar minyak dalam bahan dan melalui persamaan di atas,
maka kebutuhan uap air yang diperlukan pada proses penyulingan dapat
diketahui.

114 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


Minyak atsiri bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran zat
atau senyawa kimia yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih
yang berbeda-beda. Dengan demikian, berdasarkan persamaan matematik
di atas dapat dirancang kondisi penyulingan (lama penyulingan, suhu dan
tekanan) yang diperlukan.

b. Jenis-Jenis Penyulingan
Pada umumnya penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan
3 cara:
1. Penyulingan dengan cara direbus, bahan terendam di dalam air.
2. Penyulingan secara dikukus, pada sistem ini bahan berada pada jarak
tertentu di atas permukaan air.
3. Penyulingan dengan uap langsung dimana bahan berada dalam ketel
suling dan uap air dialirkan dari ketel uap ke bagian bawah ketel
suling.
Untuk minyak nilam, cara penyulingan yang dianjurkan adalah cara
(2) dan (3), tergantung pada kondisi (modal, areal pertanaman dan situasi
lapang). Kapasitas tangki suling umumnya dinyatakan dalam volume,
misalnya dalam liter. Kerapatan (bulk density) terna nilam kering berkisar
antara 90 - 120 g/liter, tergantung dari persentase daun dan kadar airnya.

c. Peralatan Penyulingan
c.1. Alat penyulingan cara dikukus
Bagian utama dari alat penyulingan ini adalah tungku pemanas, tangki
suling, pendingin dan pemisah/penampung minyak (Gambar 1). Kapasitas
ketel suling untuk cara ini sebaiknya hanya sampai 150 kg terna kering atau
sekitar 1.600 liter volume efektif. Hal ini disebabkan kecepatan penyulingan
umumnya rendah karena untuk menguapkan air hanya alas ketel suling saja
yang dapat dipanaskan. Seperti diketahui sampai batas tertentu makin besar
kecepatan penyulingan makin banyak minyak yang akan tersulingkan. Nilai
maksimum kadar minyak nilam dalam destilat adalah 0,12 - 0,13%. Untuk
meningkatkan kecepatan penyulingan, gas hasil pembakaran sebelum

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 115


dibuang melalui cerobong pembuangan, terlebih dahulu dialirkan melalui
pipa ke dalam air di bagian bawah ketel suling sehingga panasnya dapat
dipakai untuk menguapkan air lagi. Disamping itu kecepatan penyulingan
juga dipercepat, jika alat penyuling diperlengkapi dengan sistem kohobasi,
dimana kondensat sesudah dipisah dari minyak pada pemisah/ penampung
minyak dikembalikan lagi ke dalam ketel penyuling.
Pada penyulingan dengan sistem kohobasi jumlah air penyulingan
yang dipakai relatif sedikit karena kondensat sesudah dipisahkan minyaknya
dalam penampung minyak, air secara otomatis dikembalikan ke dalam ketel
suling. Jadi selama proses penyulingan boleh dikatakan tidak ada air
penyuling yang hilang. Hal ini berarti menghemat bahan bakar karena air
yang dipakai jumlahnya relatif sedikit tiap kali penyulingan. Air bekas
penyulingan bisa dipakai lagi untuk 2 - 3 kali penyulingan.

Gambar 1. Alat penyulingan secara dikukus

116 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


1. Tungku pemanas
Tungku untuk memanaskan air umumnya dibuat dari bata tahan api
atau dari plat besi yang di dalamnya diberi bahan tahan api (silika slag).
Tungku ini juga berfungsi sebagai penyangga ketel suling. Bahan bakar yang
digunakan dapat berupa kayu, tempurung kelapa, minyak residu, oli bekas
dan sebagainya. Tungku harus diperlengkapi cerobong asap, pintu api dan
lobang buangan abu sisa pembakaran, dan sebaiknya tungku dibangun
rendah dari permukaan tanah.

2. Ketel suling
Bahan konstruksi dapat berupa plat besi digalvanis, carbon steel dan
terbaik dari besi tahan karat ( stainless steel). Bentuk dari ketel dapat berupa
silinder atau silinder konikal (besar ke atas). Bentuk silinder konikal
digunakan untuk memudahkan membongkar bahan sesudah penyulingan
dengan bantuan katrol. Untuk keperluan ini plat berlobang penahan
terna/daun nilam dilengkapi dengan rantai besi atau jaring.
Pada penyulingan dengan sistem kohobasi dimana air bekas
penyulingan dialirkan kembali ke ketel suling secara otomatis maka
penggunaan air untuk penyulingan akan sangat berkurang. Untuk
menghindari kehilangan panas sebaiknya ketel suling diberi isolator misalnya
tanah liat yang dijepit dengan bambu atau bahan lainnya yang mudah
didapatkan.

3. Pendingin
Pipa pendingin sebaiknya dari besi tahan karat, kalau tidak dari
carbon steel yang relatif tahan asam/karat, daya pakai panjang dan daya
hantar panas baik. Pemakaian pipa ledeng kurang baik karena mudah
berkarat. Tipe pendingin dapat berupa lingkaran (coil), segi empat dan
banyak pipa (multitubular) seperti terlihat pada Gambar 2. Pendingin tipe
coil dan segi empat umumnya direndam dalam bak air yang terbuat dari
beton atau besi plat (air selalu mengalir). Sedangkan tipe multitubular
menggunakan pipa silinder besar yang terbuat dari besi tahan karat sebagai
bak pendingin.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 117


Meskipun harga alat pendingin multitubular agak mahal, tetapi
mempunyai beberapa keunggulan antara lain daya mendinginkan sangat
baik, membutuhkan tempat sedikit/kompak, mudah dibersihkan,
memudahkan penggunaan sistem kohobasi dan dapat digunakan lebih dari
satu ketel penyuling. Disamping itu kalau ada kebocoran dapat segera
diketahui. Sistem ini sangat cocok untuk penyulingan berkapasitas besar.

Gambar 2. Bermacam-macam tipe pendingin

4. Penampung dan pemisah minyak


Sama halnya dengan pendingin, bahan untuk pemisah minyak
hendaknya dibuat dari besi tahan karat. Berbagai tipe alat pemisah minyak
telah dibuat sesuai dengan sifat minyak yang disuling. Salah satu yang telah
dibuat di Balittro adalah tipe pemisah minyak “serbaguna” (Gambar 3). Tipe
ini dapat digunakan untuk minyak yang bobot jenisnya lebih berat maupun
ringan dari air.
Pemisah minyak ini berbentuk segi empat dan terdiri 3 ruangan dan
diperlengkapi dengan kran pengambilan minyak pada tiap ruangan, kalau
pemisahan minyak pada ruangan pertama belum sempurna, maka
dipisahkan lagi pada ruangan kedua dan selanjutnya di ruang ketiga.
Pemisah minyak ini sangat cocok untuk penyulingan dengan kecepatan
tinggi karena biasanya minyak teremulsi di dalam air. Suhu destilat yang
ditampung pada pemisah minyak hendaknya tidak lebih dari 40o C.

118 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


Gambar 3. Penampung/Pemisah minyak serbaguna

C.2. Alat suling dengan uap langsung


Bagian utama dari alat ini adalah ketel uap, ketel suling, pendingin
dan pemisah minyak (Gambar 4a dan 4b). Penyulingan biasanya dilakukan
dengan tekanan uap agak tinggi karena kapasitas ketel suling cukup besar,
yang bisa mencapai 6.000 liter, dimana tekanan dan jumlah uap air yang
diperlukan dapat diatur dan suhu penyulingan lebih tinggi (tergantung dari
tekanan uap). Berbagai tipe alat penyuling sistem ini sudah dikembangkan
sesuai dengan sifat bahan/minyak yang disuling.

1. Ketel uap
Tipe dan kapasitas ketel uap bermacam-macam dari yang sederhana
buatan lokal sampai yang besar/buatan pabrik. Tipe sederhana (buatan
bengkel kecil) umumnya berbentuk silinder gepeng, dibuat dari plat besi dan
diletakkan horizontal di atas tungku bata. Agar ketel uap bekerja efektif dan
bertekanan yang lebih besar dari 1 atm, sebaiknya di dalamnya dilengkapi
pipa api/gas, sehingga kecepatan penyulingan dapat ditingkatkan, yang
menyebabkan waktu penyulingan dapat dipersingkat. Untuk ini ketel uap
harus dilengkapi dengan pengukur tekanan (manometer), klep keselamatan
(safety valve) dan pipa penduga (pengukur air dalam ketel).

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 119


Ketel buatan pabrik umumnya berkapasitas besar, dapat mencapai
5.000 kg uap/jam. Ketel uap ini biasanya untuk memproduksi minyak nilam
secara besar-besaran. Biasanya satu ketel uap dapat mensuplai uap untuk
beberapa ketel suling dalam waktu bersamaan.

Gambar 4a. Penyulingan dengan uap langsung (tanpa tekanan)

Gambar 4b. Penyulingan dengan uap langsung (skala besar)

120 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


2. Ketel suling
Bahan konstruksi untuk ketel suling sama dengan sistem dikukus dan
berhubung kapasitasnya lebih besar maka sebaiknya perbandingan diameter
ketel dan tinggi efektif maksimal 1 : 1,5 dan terna nilam tidak perlu difraksi
dalam tangki karena terna cukup banyak mengandung batang dan cabang
nilam. Untuk memudahkan membongkar bahan sebaiknya untuk ketel besar
bentuknya konikal dan diperlengkapi dengan katrol. Disamping itu pada
pipa keluar destilat dipasang klep pengaman dan manometer. Untuk
mendistribusikan uap air, di bawah plat berlobang penahan bahan dipasang
pipa baik dalam bentuk “+” atau lingkaran dan pipa ini diberi lobang-lobang
kecil bagian atasnya (dipakai kalau penyulingan menggunakan tekanan lebih
dari satu atm).

3. Pendingin
Alat pendingin yang digunakan pada prinsipnya sama dengan
penyulingan secara dikukus. Hanya saja kalau kapasitas ketel suling besar
maka air dalam bak pendingin harus mengalir. Sedangkan kalau
menggunakan alat pendingin tipe multitubular dan tekanan penyulingan
cukup tinggi maka dianjurkan alat pendingin diperlengkapi dengan pipa
(vent) untuk mengeluarkan uap air karena air pendingin cukup panas.

4. Pemisah/penampung minyak
Penampung minyak sama dengan yang digunakan pada penyulingan
cara dikukus. Hanya saja untuk penyulingan dengan tekanan relatif tinggi
dan kecepatan penyulingan besar, maka ruangan pemisah minyak minimum
tiga ruangan, agar pemisahan minyak sempurna. Pada kondisi ini biasanya
minyak teremulsi sehingga agak sukar terpisah dari air dalam waktu singkat
selama penyulingan.
Bahan konstruksi alat suling akan mempengaruhi mutu minyak
terutama dalam karakteristik warnanya. Alat penyuling dari bahan plat besi
(MS) tanpa digalvanis akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan
keruh karena karat. Oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan alat

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 121


suling yang dibuat dari besi tahan karat (stainless steel), plat besi yang
digalvanis atau carbon steel, setidaknya untuk pipa pendingin dan pemisah
minyak agar dihasilkan minyak yang lebih terang dan jernih.

IV. PELAKSANAAN PENYULINGAN

Setelah terna nilam dimasukkan ke dalam ketel suling, sebaiknya


dibasahi dengan air agar terna dapat dipadatkan (terna kering sulit
dipadatkan). Pembasahan dan pemadatan dilakukan secara bertahap selama
pengisian terna ke dalam ketel suling. Kepadatan terna nilam berkisar antara
90 - 120 gram/l, tergantung dari banyaknya batang/cabang nilam. Perlu
diingat bahwa pada penyulingan daun nilam kering akan menyerap air
sebanyak bobotnya. Oleh sebab itu pada penyulingan yang menggunakan
sistem kohobasi hal ini harus diperhatikan agar tidak terjadi kekurangan air
selama penyulingan.

Gambar 5. Bagan alir proses penyulingan minyak nilam

122 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


Lama penyulingan tergantung dari cara, kapasitas ketel suling dan
kecepatan penyulingan. Untuk penyulingan secara dikukus lamanya antara
5-10 jam. Sedangkan untuk penyulingan dengan uap langsung lamanya
berkisar antara 4-6 jam.
Lama penyulingan dapat diperkirakan dengan dasar bahwa
kandungan minyak nilam maksimal dalam destilat adalah 0,12 %. Jadi
dengan mengamati kecepatan penyulingan maka perkiraan lama
penyulingan dapat dihitung. Untuk penyulingan secara dikukus kecepatan
penyulingan yang baik/ideal adalah 0,6 kg uap/kg daun nilam. Pada
penyulingan dengan uap langsung, tekanan uap mula-mula adalah 1,0
atmosfir, kemudian dinaikan secara bertahap dan akhir penyulingan 2,5-3
kg/cm2. Hal ini disebabkan fraksi berat antara lain patchouli alkohol sebagian
besar baru akan tersuling pada suhu tinggi atau kalau waktu penyulingan
cukup lama. Patchouli alkohol adalah fraksi yang menentukan mutu minyak
nilam, makin besar kandungannya dalam minyak akan makin tinggi mutu
minyak nilam.
Di daerah Aceh dengan penyulingan uap langsung tetapi pada
tekanan atmosfir (biasa) rendemen minyak yang dihasilkan 2,2-2,5%
dengan lama penyulingan 6-8 jam. Sedangkan penyulingan nilam pada
tekanan 1,5 kg/cm2 ketel suling menghasilkan rendemen 3% dengan lama
penyulingan 4 jam. Gambar 5 menunjukkan bagan alir proses penyulingan
minyak nilam.

V. PENANGANAN MINYAK HASIL PENYULINGAN

Minyak nilam yang baru disuling biasanya masih mengandung


sejumlah air yang teremulsi di dalam minyak dan menyebabkan minyak
menjadi keruh. Minyak tersebut harus disaring dengan kertas saring atau
dengan kain sablon. Di industri, penyaringan dalam jumlah besar biasanya
mengunakan filter press. Air dalam minyak dapat pula dihilangkan dengan
menambahkan Na2SO4 anhidris, diaduk beberapa lama, didiamkan dan

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 123


akhirnya disaring. Bila minyak dibiarkan lama bercampur dengan air dapat
terjadi proses hidrolisis dan merubah komponen tertentu di dalam minyak.

5.1. Pengemasan minyak


Kemasan sementara minyak nilam yang baik adalah botol gelas yang
berwarna atau jerigen plastik yang massive dan tidak tembus cahaya
misalnya terbuat dari campuran polipropilen dan polivinil khlorida atau PVC
resin dan sebagainya. Untuk ekspor dapat dipakai kemasan aluminium atau
drum besi yang dilapisi timah putih. Pengisian kemasan hendaknya dengan
ruang kosong di atasnya (head space) 5 - 10%.

5.2. Penyimpanan minyak


Minyak yang sudah dikemas, harus disimpan dalam ruangan yang
bersih, tidak lembab, tidak langsung kena sinar matahari dan terpisah dari
bahan-bahan yang beraroma, seperti lateks dan sebagainya. Minyak nilam
yang baru disuling aromamya masih kurang enak, semakin lama disimpan
aromanya makin enak/berkembang aromanya dan mutunya makin baik.
Sebelum digunakan biasanya minyak nilam disimpan paling sedikit selama
satu tahun.

VI. KARAKTERISTIK DAN MUTU MINYAK NILAM

Sebagaimana minyak atsiri lainnya, minyak nilam tersusun dari


berbagai senyawa kimia, antara lain patchouli alkohol, pogostol, bulnesol,
nor-patchoulenol, patchoulen, bulnesen, benzaldehid, terpen dan lain-lain.
Komposisi kimia tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam maupun
pengolahan. Oleh karena itu kualitas minyak atsiri sangat sensitif terhadap
perubahan, baik yang disebabkan faktor lingkungan, perbedaan cuaca,
kekurangan unsur hara tanaman ataupun proses pengolahan. Komposisi
kimia tersebut membentuk karakteristik yang berbeda pada setiap minyak.
Dalam perdagangan, standar mutu minyak atsiri dinyatakan dalam
sifat organoleptik dan sifat fisiko-kimia. Pemberlakuan standar mutu
merupakan faktor penting dalam menghadapi persaingan perdagangan,
terutama di dunia internasional. Disamping itu, penerapan standar mutu

124 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


minyak atsiri dapat mengurangi praktek-praktek pemalsuan minyak nilam
dengan bahan-bahan lain.
Standar Mutu Minyak Nilam (SNI 06-2385-2006) yang merupakan
pegangan dalam perdagangan minyak nilam baik di dalam negeri maupun
untuk ekspor (Tabel 4). Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara
lain disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang
sederhana, gangguan hama penyakit, serta teknik panen dan pasca panen
yang kurang tepat.
Dalam dunia flavour dan fragrance penilaian secara organoleptik
berperanan penting. dikarenakan banyak senyawa kimia yang menunjukan
adanya penyimpangan mutu tetapi secara analisis fisiko-kimia tidak
terdeteksi; tetapi dengan uji organoleptik oleh orang yang telah terlatih
dapat terdeteksi

Tabel 4. Standar mutu minyak nilam (SNI 06-2385-2006)

Karakteristik Syarat

Warna Kuning muda sampai cokelat tua


Bobot jenis, 25o/25oC 9.943 - 0.983
Indeks bias, 20oC 1.504 - 1.514
Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu Larutan jernih dalam perbandingan
25oC + 3oC volume 1 s/d 10
Bilangan asam, maks. 5.0
Bilangan ester, maks. 10.0
Kadar Patchouli alkohol, min. 30 %
Kadar Fe, maks. 25 ppm

VII. PEMALSUAN MINYAK NILAM

Dalam perdagangan, ada kalanya minyak nilam dicampur dengan


bahan-bahan asing untuk menambah jumlah minyak. Penambahan bahan-
bahan tersebut dapat merubah karakteristik minyak sehingga mutunya
menjadi lebih rendah. Bahan-bahan yang sering digunakan dalam
memalsukan minyak nilam adalah minyak lemak seperti minyak kelapa,
minyak tanah, minyak keruing dan pelarut organik. Pada konsentrasi
tertentu, adanya bahan asing tersebut dapat diidentifikasi secara

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 125


organoleptik. Tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah, identifikasi harus
dilakukan dengan analisis fisiko kimia bahkan dengan metode kromatografi
gas. Hasil evaluasi yang dilakukan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik, dari jumlah sampel minyak nilam yang masuk dari
berbagai daerah di Indonesia hingga tahun 2003, teridentifikasi 40%
mengandung lemak, 40% mengandung keruing dan 20% mengandung
pelarut organik. Namun pada perkembangan berikutnya, pencampuran
minyak keruing ke dalam minyak nilam sudah berkurang.

VIII. PEMURNIAN MINYAK

Secara umum yang dimaksud pemurnian adalah menghilangkan


bahan/benda asing yang mengotori suatu zat/senyawa. Pada minyak atsiri
bahan yang mengotorinya antara lain adalah debu, oksida logam (karat),
resin dan sebagainya yang terlarut, terdispersi atau teremulsi di dalamnya.
Adakalanya minyak atsiri sengaja dicampur dengan bahan lain untuk
memperbesar volumenya tetapi mutunya rendah. Pengotoran minyak yang
terbanyak adalah karat besi (Fe2O3) yang menyebabkan minyak berwarna
gelap. Pengotoran minyak umumnya bersifat fisika-kimia dapat dikurangi
dengan cara penyulingan ulang (rektifikasi) dan cara pengendapan
(flokulasi). Rektifikasi dapat dilakukan dengan cara penyulingan kering pada
kondisi vakum atau dengan cara hidrodistilasi. Pada proses hidrodistilasi ini
minyak dicampur dengan air dan disuling kembali. Cara pemanasannya
sebaiknya menggunakan pipa pemanas uap air (sistem tertutup) untuk
menghindari kerusakan minyak. Bisa juga digunakan pemanasan dengan api
langsung, hanya saja pemakaian air pencampur harus cukup banyak.
Pemurnian minyak secara flokulasi khusus digunakan untuk
menghilangkan karat (Fe2O3) yang terkandung dalam minyak. Pemucatan
atau pemurnian minyak dengan cara hidrodistilasi/penyulingan ulang selain
untuk menghilangkan karat juga untuk minyak yang berubah warna karena
oksidasi/polimerisasi.

126 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


8.1. Penyulingan ulang (hidrodistilasi)
Prinsip pemurnian minyak dengan cara hidrodistilasi ini sama dengan
penyulingan biasa dimana minyak dicampur dengan air dalam perbandingan
tertentu sesuai dengan sifat minyak kemudian baru disuling. Untuk minyak
nilam perbandingannya adalah 1 bagian minyak nilam dan 3 bagian air.
Alat pemurnian minyak ini terdiri dari tungku/pemanas, ketel suling,
pendingin, pemisah minyak dan kohobasi (Gambar 6). Bahan konstruksi alat
ini hendaknya dari besi tahan karat dan sebaiknya diperlengkapi dengan
sistem kohobasi agar dapat bekerja secara terus menerus.

Gambar 6. Alat pemurnian minyak atsiri dengan cara hidrodistilasi

Cara penyulingan ulang/hidrodistilasi ini sesuai untuk minyak yang


tidak banyak mengandung ester/fraksi berat seperti minyak serai wangi,
serai dapur, lada, pala, jeruk purut dan sebagainya. Pada pemurnian minyak
nilam, daun cengkeh dan kenanga (warna gelap) dihasilkan minyak kembali
(recovery) berturut-turut 98,91 dan 98%, dengan warna minyak lebih cerah
dengan kadar Fe2O3 sekitar 55 ppm.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 127


8.2. Alat flokulasi
Tujuan utama pemurnian minyak atsiri secara flokulasi ini adalah
untuk menghilangkan logam terutama karat (Fe2O3) yang terkandung di
dalamnya. Chelating agent (bahan penggumpal) yang banyak digunakan
adalah asam tartarat karena daya gumpalnya untuk membentuk garam
komplek dengan Fe2O3 cukup besar. Pada Gambar 7, disajikan susunan alat
pemurnian minyak atsiri dengan metode flokulasi. Bagian utama dari alat ini
adalah motor pengaduk, ketel reaksi dan ketel pengendapan dengan bahan
konstruksi dari besi tahan karat (stainless steel). Pada pemurnian minyak
nilam yang keruh (transmisi cahaya 16,2%) dihasilkan minyak bening
(transmisi cahaya 17,7%) dengan perolehan minyak (recovery) 97,2%.
Sedangkan kadar Fe dalam minyak turun dari 236 ppm menjadi 96 ppm.
Asam tartarat yang digunakan sebanyak 1% dan dalam bentuk larutan
dalam etanol. Untuk menghilangkan karat (Fe2O3) dalam minyak, proses
flokulasi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan cara penyulingan ulang
(hidrodistilasi).

Gambar 7. Alat pemurnian minyak nilam secara flokulasi

128 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam


IX. KEGUNAAN MINYAK NILAM

Pemakai terbesar minyak atsiri dan turunan minyak atsiri di dunia


adalah industri perasa dan pewangi (flavor dan fragrance). Produk-produk
flavor dan fragrance tersebut selanjutnya digunakan oleh industri-industri
produk konsumen seperti kosmetik, sabun, ditergent, sigaret, shampoo,
makanan/minuman dalam kemasan dan sebagainya. Konsumen terbesar
minyak atsiri dan turunan minyak atsiri tersebut terdapat di pusat-pusat
produksi di Amerika Serikat dan Eropa (Gunawan 2002 ; Paulus 2010).
Minyak nilam, menurut Lawless (2002) secara tradisional digunakan
untuk pewangi kertas linen dan pakaian. Dalam industri, secara ekstensif
minyak nilam digunakan dalam pembuatan kosmetik, dan digunakan sebagai
fiksatif dalam sabun dan parfum, terutama parfum tipe oriental. Minyak
nilam juga digunakan dalam industri makanan, minumam beralkohol dan
softdrink. Kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam minyak nilam
bersifat antimikrobial, bactericidal, antiviral, fungicidal, antiseptik, antitoksik,
carminatif, diuretic, tonik, stimulan dan lain-lain. Dalam perawatan kulit,
minyak nilam juga digunakan untuk mengobati jerawat, kulit pecah-pecah,
ekseem, infeksi cendawan, perawatan rambut, penolak serangga, dan
mengobati luka.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, W. 2002. Persyaratan Mutu Dan Kontribusi Minyak Atsiri dan


Turunannya Pada Industri Flavour Dan Fragrance. PT. Indesso Aroma.
Workshop Nasional Minyak Atsiri.

Guenther, E. 1987. The Essential Oils (Terjemahan). Universitas Indonesia


Press.

Lawless, J. 2002. The Encyclopedia Of Essential Oils. Thorsons, London.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. P.N. Balai Pustaka.

Ma’mun. 2008. Pemurnian Minyak Nilam dan Minyak Daun Cengkeh Secara
Kompleksometri. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Bogor.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam 129


Ma’mun. 2003. Identifikasi Pemalsuan Minyak Nilam di Rantai Tataniaga.
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Ma’mun and Molide Rizal. 2007. Quality and Contamination of Essential Oils
from Several Production Areas of Indonesia. International Seminar On
Essential Oil.

Paulus, J. Rusli. 2010. Peluang Pemakaian Minyak Atsiri Baru Indonesia


untuk Perisa dan Pewangi. Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia.
Konferensi Nasional Minyak Atsiri.

Rusli, S. 2002. Diversifikasi Ragam Dan Peningkatan Mutu Minyak Atsiri.


Workshop Nasional Minyak Atsiri.

Rusli, S. 1989. Rekayasa Alat Penyuling Minyak Atsiri Hemat Energi. Balai
Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat.

Rusli, S. 1999. Penanganan Bahan dan Penyulingan Minyak Nilam. Balai


Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat.

Rusli, M. 2007. Cara Produksi yang Baik Minyak Nilam. Direktorat Industri
Kecil dan Menengah.

Sait, S. 1990. Identifikasi Pemalsuan Minyak Atsiri Secara Kromatografi Gas.


Balai Besar Indutri Hasil Pertanian.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University


Press.

Standar Nasional Indonesia, 2006. Standar Mutu Minyak Nilam. Badan


Standarisasi Nasional.

130 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

You might also like