You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem endokrin merupakan suatu sistem yang bekerja dengan perantaraan zat- zat
kimia (hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan
kelenjar buntu (sekresi interna) yang mengirim hasil sekresinya langsung masuk ke
dalam darah dan cairan limfe, beredar ke dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus
(saluran). Permukaan sel kelenjar menempel pada dinding stenoid/kapiler darah. Hasil
sekresinya disebut hormon. Hormon merupakan bahan yang dihasilkan tubuh oleh organ
yang memiliki efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas organ tertentu, yang disekresi
oleh kelenjar endokrin, diangkut oleh darah ke jaringan sasaran untuk mempengaruhi
atau mengubah kegiatan alat atau jaringan sasaran.
Sistem endokrin sendiri terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin dan bekerja sama
dengan sistem saraf, memiliki peranan penting dalam pengendalian kegiatan organ-organ
tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan suatu zat yang disebut dengan hormon. Kelenjar
endokrin terdiri dari kelenjar hipofisis (pituitari), tiroid, paratiroid, adrenal, pulau-pulau
Langerhans pankreas, ovarium dan testis. Dari masing-masing kelenjar tersebut,
menghasilkan masing-masing hormon yang memiliki fungsi masing-masing pula.
Dalam makalah ini akan dibahas terkait dengan kelenjar paratiroid, yaitu kelenjar
yang menghasilkan hormon paratiroksin yang diperlukan untuk menaikkan kadar
kalsium. Produksi hormon paratiroid akan meningkat apabila kadar kalsium di dalam
plasma menurun dalam keadaan fisiologi normal. Salah satu fungsi kelenjar paratiroid
adalah menjaga konsentrasi ion kalsium plasma dalam batas sempit meskipun terdapat
variasi-variasi yang luas, mengontrol eksresi kalsium dan fosfor oleh ginjal,
mempercepat absorbsi kalsium di intestinum dan menstimulasi transpor kalsium dan
fosfat melalui membran dari mitokondria.
Jika salah satu fungsi kelenjar paratiroid terganggu, terdapat gangguan pada kelenjar
paratiroid yang salah satunya disebut dengan hiperparatiroid. Hiperparatiroid merupakan
produksi berlebihan hormon paratiroid yang ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Pada pasien dengan hiperparatiroid,
satu dari ke empat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon
paratiroid menjadi tinggi tanpa memperdulikan kadar kalsium. Dengan kata lain akan

1
terjadi sekresi hormon yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau
meningkat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit hiperparatiroid
1.2.2 Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
faktor resiko, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan medis serta penatalaksanaan keperawatan dari
hiperparatoroid.
o Untuk mengetahui mekanisme penyakit sesuai dengan kasus yang diberikan
dan mengetahui penatalaksanaan yang tepat bagi psien dengan
hiperparatiroid

2
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi
Hiperparatiroid adalah produksi berlebihan hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid,
ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan pembentukan batu ginjal, yang mengandung
kalsium. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hiperparatiroid merupakan produksi berlebihan dari kelenjar paratiroid yang
mengakibatkan level kalsium di dalam darah meningkat. Biasanya peningkatan kadar
hormon paratiroid disebabkan oleh tumor kelenjar paratiroid atau kelenjar lain. Akibat
hormon paratiroid yang berlebihan, reasorpsi tulang distimulasi sehingga kadar kalsium
dalam serum tinggi. Kadar fosfat serum yang rendah menyertai kadar hormon paratiroid
yang tinggi. Tulang menjadi rapuh dan lemah. Banyak terjadi pada usia lebih dari 50
tahun dan lebih dari 50% pasien dengan hiperparatiroid ditandai dengan adanya batu
ginjal. (Better Health Channel, 2013)
Dari penjelasan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperparatiroid merupakan
produksi berlebihan dari hormon paratiroid (PTH) yang dapat mengakibatkan kadar
kalsium meningkat. Sehingga dapat menimbulkan gejala seperti nyeri pada tulang dan
pembentukan batu di ginjal.
Hiperparatiroid juga dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu :
a. Hiperparatiroid Primer
Adalah penyakit endokrin yang ditandai dengan hipersekresi hormon
paratiroid. Hiperparatiroid primer adalah yang paling tersering.
b. Hiperparatiroid Sekunder
Merupakan kondisi yang terjadi akibat dari stimulasi faktor eksternal terhadap
kelenjar paratiroid untuk meningkatkan sekresi PTH. Pada hiperparatiroid
sekunder tidak pernah ditemukan peningkatan serum kalsium. Hal ini merupakan
konsekuensi dari kondisi hipoparatiroid kronis. Pada kondisi ini hormon paratiroid
bekerja pada tulang dan dapat menyebabkan penyakit tulang yang parah. Biasanya
terjadi pada pasien gagal ginjal dan pasien dengan diet rendah vitamin D
(riketsia). Merupakan komplikasi yang sering dan serius pada pasien hemodialisis.
c. Hiperparatiroid Tersier

3
Adalah sekresi berkelanjutan dari jumlah hormon paratiroid yang banyak
setelah terjadi hiperparatiroid sekunder yang berkepanjangan. Pada hiperparatiroid
tersier biasanya terdapat hiperplasia asimetris pada kelenjar paratiroid. Dapat juga
terjadi setelah transplantasi ginjal.
Dari klasifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa hiperparatiroid primer merupakan
kejadian yang paling sering dan kerusakan diakibatkan karena adanya kerusakan pada
kelenjar paratiroid sendiri. Sedangkan pada hiperparatiroid sekunder, diakibatkan karena
kerusakan pada organ lain yang menyebabkan kerusakan kelenjar paratiroid. Dan
hiperparatiroid tersier, diakibatkan kerusakan pada kelenjar paratiroid sendiri dan
kerusakan akibat dari organ lain, sehingga hiperparatiroid tersier merupakan gabungan
antara hiperparatiroid primer dan sekunder.

2.2 Epidemiologi
Dalam jurnal Hyperparathyroidism (Fraser, 2009) menjelaskan bahwa penyebab
tersering dari hiperparatiroid adalah adenoma pada kelenjar (75-85%), kelenjar multi
adenoma (2 kelenjar 2-12% kasus, 3 kelenjar <1-2% kasus, 4 kelenjar atau lebih <1-15%
kasus), dan penyebab yang jarang yaitu karsinoma paratiroid sekitar 1%. Hiperparatiroid
primer merupakan penyakit endokrin ketiga yang umum terjadi. Prevalensi tergantung
pada populasi yang diteliti pada skrening biokimia, ditetapkan prevalensi pada 4.3 per
1000 (di Swedia), 3 per 1000 (Norwegia), 21 per 1000 (Finlanda, umur 55-75 tahun), dan
1 per 1000 (Amerika Serikat). Estimasi insiden yang benar sangatlah sulit, tetapi
keseluruhan di negara Inggris, Amerika Serikat dan Swedia tetap konsisten antara 27 dan
30 per 100.000 orang per tahun.
Dalam jurnal Primary Hyperparathyroidism (Habib dan Camacho, 2010)
menerangakan insiden yang sama dengan jurnal di atas. Untuk tambahan, di Amerika
Serikat data insiden untuk hiperparatiroid datang dari populasi berdasrkan penelitian di
Rochester, Minnesota. Berdasarkan umur dan jenis kelamin, di kota tersebut kejadin
hiperparatiroid meningkat dari 15 dari 100.000 orang per tahun pada tahun 1965-Juni
1974 ke 129 dari 100.000 orang per tahun. Dan akhirnya mencapai 21.6 dari 100.000
orang per tahun pada tahun 1993-2001. Saat ini, penyakit ini paling banyak menimpa
wanita menopuse sekiatr umur 55-75 tahun seitar 21 dari 1000 orang dibandingkan pda
populasi umum yaitu 3 dari 1000. Secara keseluruhan, kejadian wanita : pria adalah 2 : 1,
tapi hanya 1 : 1 pada pasien berumur 45 tahun di bawahnya.

4
Data pada agustus 2010 di Finlandia (Haggi Mazeh et al, 2010) yang ada di
Universitas Wisconsin. Data tersebut menjelaskan terkait dengan indikasi untuk
dilakukan operasi paradektomi, baik pasien dengan asimptomatik atau simptomatik
(gejala pre-operatif). Penelitian dilakukan lebih banyak partisipan wanita (77%)
dibandingkan dengan laki-laki (23%) dengan rata-rata berumur 57 sampai 61 tahun.
Didapatkan data untuk gejala (simptomatik) yaitu kelelahan (25%), krisis hiperkalemi
(4%), nyeri tulang sendi (5%), kebingungan (2%), nyeri abdomen (0.5%). Sedangkan
untuk gejala yang asimptomatik yaitu kalsium >11.2 mg/dL (27%), osteoporosis atau
fraktur (15%), umur <50 (16%), kalsium urin >400mg/d (10%), fungsi renal terganggu
(5%). Kemudian indikasi untuk dilakukan operasi (sudah disertai komplikasi) yaitu
pasien disertai dengan batu ginjal (15%) dan gejala neuro-kognitif, seperti gangguan
emosi, depresi, penurunan memori (28%). Data diatas menunjukkan bahwa indikasi
operasi kebanyakan dilakukan jika pasien diketahui memiliki level kalsium >11.2 mg/dL,
melaporkan kelelahan dan gejala neuro-kognitif.
Insiden hiperparatiroid primer diperkirakan terdapat 25-30 kasus per 100.000
orang. Secara individu pada umur 15-65 tahun, angka kejadian meningkat 7-150 kasus
per 100.000 orang. Banyak terdapat pada orang muda, dan jarang terjadi pada masa

5
kanak-kanak. Kejadian banyak terjadi pda wanita 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan pria.
Rata-rata pasien didiagnosis pada umur 55 tahun dan puncaknya pada umur 40-70 tahun.
(Diamond, 2000)

2.3 Etiologi
A. Hiperparatiroid Primer
Disebabkan oleh sekresi PTH yang tidak normal sehingga meimbulkan
hiperkasemia (Taniegra, 2004). Penyebabnya antara lain :
 Adenoma pada salah satu kelenjar paratiroid, penyebab tersering sekitar 85%
 Hipertrofi pada keempat kelenjar paratiroid (hiperplasia paratiroid) dan
adenoma multipel sekitar 15%
 Karsinoma pada kelenjar palatiroid sekitar <1%
 Radiasi ionisasi secara eksternal pada leher, dengan presentasi yang minimal
 Mendapatkan terapi garam lithium (untuk psikosis), dapat menyebabkan
overaktif kelenjar paratiroid, dengan aktivitas yang berlebihan tetap muncul
meskipun setelah pemutusan pengobatan (terapi)
 Sebagian kecil disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar paratiroid yang dapat
diwariskan sekitar 20% :

B. Hiperparatiroid Sekunder
Pada hiperparatiroid sekunder, merupakan hasil dari respon paratiroid secara
patofisiologik atau fisiologis pada hipokalsemia yang berusaha mempertahankan
homeostasi kalsium. Berapa penyebabnya antara lain :
 Gagal ginjal kronis, merangsang produksi hormone paratiroid berlebih, salah
satunya hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena hiperpospatemia
berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya
berkembang menjadi hiperparatiroid sekunder
 Kurang efektifnya PTH pada beberapa penyakit (defisiensi vitamin D, kelainan
gastrointestinal).
 Malabsorbsi, pada kelainan hepato bilier
 Kegagalan satu atau lebih komponen dari mekanisme homeostatik kalsium
 Metastase kanker prostat
 Hungry Bone Syndrome
 Genetik (pseudohypoparathyroidsm)

6
C. Hiperparatiroid Tersier (Idiopatik)
 Perubahan fungsi otonom jaringan paratiroid yaitu hiperparatiroidisme
hypercalcemic
 Hiperparatiroid sekunder yang berlansung lama
 Penyakit ginjal kronis yang berlangsung lama
 Gejala hipokalsemia yang lama (biasanya akibat gagal ginjal kronis),
menyebabkan kelenjar paratiroid menjadi hiperplasia, sekresi yang berlebihan
dari PTH dari kelenjar paratiroid menghasilkan hiperkalsemia. (Taniegra, 2004)
Menurut (Pallan et al, 2012) berikut beberapa diagnosa yang berbeda dari
hiperkalemia:
Mediasi Hormon Paratiroid Independen PTH
a. Hiperparatiroid primer a. Kanker : sekresi PTH b/d peptide,
b. Familial Hypocalciouric peningkatan kalsitriol, metastase
Hypercalcemia tulang
c. Hiperparatiroid tersier b. Penyakit granulomatous
d. Produksi PTH ektopik oleh tumor c. Intoksinasi vitamin D
d. Obat-obatan : thiazid, lithium,
vitamin A
e. Sindrome Milk alkali
f. Insufisiensi adrenal
g. Hipertiroid
h. Imobilisasi
i. Toksinitas vitamin A
j. Gagal ginjal kronis
Sedangkan menurut (Taniegra et al, 2004).
2.4 Faktor Resiko
Faktor yang dapat menyebabkan hiperparatiroid meliputi:
o Usia lebih dari 50 tahun
o Wanita yang mengalami menopouse, mengalami penurunan estrogen yang dapat
memicu penurunan vitamin D, sehingga menyebabkan reabsorbsi kalsium meningkat
o Riwayat kelaurga yang diturunkan seperti multiple neoplasma endokrin tipe, Familial
Hypocalciuric Hypercalcemia
o Seseorang dengan hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.

7
o Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun
dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.
o Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), dan nefrolitiasis
o Pada pasien dengan gagal ginjal dimana ada banyak factor yang merangsang produksi
hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan
produksi vitamin D, karena penyakit ginjal.
o Riwayat kelaurga yang diturunkan seperti multiple neoplasma, Familial hypocalciuric
hypercalcemia

2.5 Manifestasi Klinis


Menurut (Diamond, 2000) hiperparatiroid ditemukan sejak tahun 1925. Gejala klasik
yang sering dikenal adalah :
 Moans (efek psikologis dan neurologis)
 Groans (nyeri abodominal ulser)
 Stones (ginjal), dan
 Bones (fraktur)
Jika serum kalsium lebih dari 2.65 mmol/L, gejala yang dapat muncul yaitu :
Kehilangan nafsu makan Haus Sering berkemih
Letargi Kelemahan Kelemahan otot
Nyeri pada jari Konstipasi
Jika serum kalsium menjadi lebih tinggi (biasanya > 3 mmol/L), gejala yang lebih
parah yang dapat terlihat antara lain :
Nausea Muntah Nyeri abdominal
Kehilngan memori Depresi
Beberapa penjelasan manifestasi lain, yaitu muncul gejala seperti :
a. Nyeri di tulang dan jari
b. Peningkatan kelemahan untuk fraktur tulang, diakibatkan reabsorbsi kalsium tulang
yang meningkat.
c. Nyeri otot, otot menjadi lemah
d. Hiperkalsemia, diakibatkan reabsorbsi kalsium dari tulang meningkat. Hiperkalsemia
dapat menyebabkan gangguan klinis sekunder : [1] Poliuria dan polidipsi, [2]
Neprolithiasis ginjal dan [3] Pankreatitis bahkan menjadi ulkus peptikum.
e. Haus

8
f. Sering BAK
g. Nyeri abdomen
h. Cepat kelelahan
i. Nausea
j. Konstipasi
k. Kehilangan nafsu makan
l. Manifestasi psikologis beragam dari peka rasang, emosional, Depresi dan perubahan
personal, dan neurosis sampai psikosis karena efek kalsium pada otak dan system
saraf
Kebanyakan klien hiperparatiroid untuk pertama kali gejalanya bersifat asimptomatik
(75-80% kasus), biasanya dapat diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan dengan wawncara, klien mengatakan gampang kelelahan dan mengalami
kelemahan. Sedangkan pasien dengan hiperkalsemia yang parah dapat muncul gejala
seperti terdapat batu ginjal, poliuria dan konstipasi. Selain itu menurut (Taniegra, 2004),
pasien yang tidak menunjukkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan
hiperparatiroid primer, seperti hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, kalsifikasi miokardial,
penyatik peptic ulcer, pankreatitis, gout, anemia normokromik mormocytic, kelemahan,
lesu, gelisah, perubahan kognitif, keluhan somatik dan depresi secara klinis.

2.6 Komplikasi
Menurut Better Health Channel, komplikasi yang diakibatakn hiperparatiroid yang
tidak segera ditangani yaitu batu ginjal, infeksi saluran kemih, pankreatitis (inflamasi di
pankreas), dan kerusakan pada tulang. Selain itu menurut (Manuaba, 2007)
hiperparatiroid dapat mempengaruhi kehamilan pada wanita yaitu :
a. Hiperkalsemia, dapat menimbulkan gangguan pengiriman nutrisi dan O2 menuju
janin sehingga menyebabkan abortus, persalinan prematur, kematian janin
intrauteri yang didahului dengan tetani janin, termasuk vital jantung dan paru.
Penyebab hiperkalsemia antara lain (Taniegra et al. 2004) :
Keganasan, penyebab Toksisitas vitamin D/A, 50.000 Toksisitas alumunium,
terbanyak pada pasien IU/hari atau lebih (kelebihan intake jarang; biasanya terjadi
hospitalisasi nutrisi) pada pasien dialisis ginjal
kronis
Idiopatik, ketidaktepatan Sarcoidosis, level tinggi dari 1,25- Hiperparatiroid >>,

9
teknik saat mengambil dihydroxyvitamin D3 dapat Hipertiroid,
darah (stasis vena dapat meningkatkan absorbsi kalsim Hipokalsiuria, Familial
meningkatkan level seum intestinal Hypocalciuric
kalsium) dan peningkatan Hypercalcemia
level serum kalsium pada
wanita postmenopouse
Penyakit Addison, Sindrom alkali (milk-alkali), Penyakit Pagets,
hiperkalsemia yerdapat penggunaan atau pemakaian baik hiperkalsemia di konjugsi
pada 10-20% pada pasien alkali (NaHCO3) dan susu (atau dengan imobilisasi
dengan penyakit addison garam kalsium)
Diuretik thiazide, biasanya, peningkata level seum kalsium Imobilisasi

b. Peningkatan hormon maternal dapat menekan pengeluaran hormon paratiroid


janin sehingga janin mengalami hipokalsemia. Gangguan ini menimbulkan
gangguan keseimbangan elektrolit darah janin dan menimbulkan tetani otot yang
diakhiri dengan kematian akibat gangguan kontraktilitas jantung janin.
Kemudian hiperparatiroid juga dapat menimbulkan “krisi paratiroid” yang terjadi
apabila peningkatan konsentrasi kalsium darah melampaui 12 mg/dl. Gejalanya antara
lain : [1] nyeri tulang dan punggu akibat reabsorbsi terlalu tinggi, [2] pembentukan batu
ginjal dan [3] gangguan janin intrauteri.
Menurut (Diamond, 2000), potensi yang mengancam bila hiperparatiroid primer tidak
segera ditangani akan terjadi :
a. Osteoporosis dan osteopenia, pasien dengan serum PTH yang terus-menerus
meningkat dan secara persisten dapat meningkatkan resiko abnormalitas di
skeletal dan renal. Dan banyak menjadi masalah pada psien yang sudah tua dan
akhirnya terjadi penurunan densitas tulang secara progresif.
b. Fraktur tulang
c. Batu ginjal
d. Peptic Ulcers
e. Pankreatitis
f. Keluhan sistem nervous
g. Stupor
h. Koma

10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pada pasien dengan hiperparatiroid, dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik antara
lain (Better Health Channel, 2013) dan (Diamond,2000) :
a. Pemeriksaan darah, untuk memeriksa kadar kalsium, kreatinin, fosfor, magnesium
dan level PTH (paratiroid hormon). Selain itu juga untuk mengkaji fungsi hati.
b. Pemeriksaan urin, 24 jam kalsium urin (untuk exclude kondisi yang jarang dari
ekskresi kalsium yang rendah atau familial hypocalciuric hypercalcaemia) dan
memeriksa fungsi ginjal (creatinin clearance).
c. Abdominal Ultrasound, pada beberapa kasus memeriksan gambaran dari ginjal
(melihat adanya pembentukan batu) dan pankreas (melihat adanya pankreatitis)
jika dibutuhkan.
d. X-Ray tulang dan tes densitas tulang, bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada hipertiroid, tulang
menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang. Selain itu tes
ini menentukan efek yang merusak skeleton akibat peningkatan PTH yang terus-
menerus.
e. Sestamibi, merupakan imaging study yang paling banyak digunakan untuk
gambaran paratiroid. Sensitivitas dalam pemeriksaan diagnostik sekitar 90%
f. Pemeriksaan ECG, bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran EKG
akibat perubahan kadar kalsium terhadap otot jantung. Pada hipertiroid, akan
dijumpai gelombang Q-T yang memanjang.
g. Pemeriksaan EMG (Elektromiogram), bertujuan utuk mengidentifikasi perubahan
kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium.
h. Pemeriksaan ginjal
i. Biopsi
j. Percobaan Sulkowich, bertujuan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium
dalam urin, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan
dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowich. Bila pada percobaan tidak
terdpat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan
sedikit (fine white cloud) menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila
endapan banyak, maka kadar kalsiumnya tinggi.
k. Percobaan Ellwort-Howard, dengan cara klien disuntik dengan parathormon
melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya. Pada
hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.
11
l. Percobaan kalsium intravena, didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya
kadar serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon. Pada
hiperparatiroid, serum pospor dan diuresis pospor tidak banyak berubah.
m. Pemeriksaan radioimmunoassay, untuk parathormon sangat sensitif dan dapat
membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya
pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
n. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid, digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia.

2.8 Penatalaksaan Medis


a. Terapi yang diberikan bergantung pada penyebab dan keparahan penyakit.
b. Pengangkatan dengan cara bedah jaringan paratiroid abnormal untuk
hiperparatiroidisme primer. Pada periode preoperative anjurkan pasien untuk minum
cairan 2000 ml atau lebih untuk mencegah pembentukan kalkulus.
c. Hindari diuretic tiazid karena dapat menurunkan ekskresi kalsium ginjal.
d. Mobilitas yang cukup agar tulang yang mengalami stress normal melepaskan sedikit
kalsium.
e. Berikan fosfat oral
f. Pemberian hidrasi yang cukup
g. Berikan obat-obat spesifik untuk mengatasi hiperkalsemia, termasuk steroid dan
diuretic yang dapat mengeluarkan kalsium
Jika pasien tidak dilakukan pembedahan maka, dapat dilakukan :
- Monitoring, pasien harus dimonitor secara regular dengan serum kalsium setiap 6
bulan dan 24 jam eksresi urin kalsium dan dilakukan pemeriksaan densitas tulang
setiap 12 bulan.
- Terapi estrogen dan bisphosphonate, terapi ini dapat menurunkan beberapa efek
PTH, tapi tidak dapat secara langsung mengontrol kelenjar. Estrogen dan
alendronate (fosamax) merupakan terapi penting bagi wanita dengan osteoporosis
dan hiperparatiroid primer. Pengobatan ini dapat meningkatkan densitas tulang 4-
6% selama 2 tahun (penelitian kohort).
Setelah pasien diketahui terdapat peningkatan level serum kalsium (dilakukan
pemeriksaan seperti riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan rutin serum
elektrolit yang mencakup peningkatan level serum kalsium (dapat dialkukan dengan

12
teknik blood-draw dan hindari stasis vena yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam
menilai level serum kalsium)). Jika hasil yang didapatkan :
a. Normal, maka lakukan pemeriksaan level serum kalsium jika dibituhkan saja.
b. Peningkatan level kalsium, dapat dilakukan :
- Pengukuran serum kalsium kembali, dianjurkan bagi pasien untuk puasa
- Pemeriksaan level albumin dan menghitung level serum kalsium, jika tidak
ada maka dapat dilakukan tes kalsium ionisasi
jika dari hasil tersebut menunjukkan peningkatan level serum kalsium yang terus-
menerus, maka dapat dikonfirmasi bahwa pasien mengalami hiperkalsemia, yang
kemudian harus diperiksa kembali tanda dan gejala dari hiperkalsemia sendiri dan
lakukan treatment jika terjadi krisis. Kemudian cek kembali apakah pasien
mengkonsumsi obat-obatan seperti thiazid diuretik (membutuhkan sekitar 2 minggu level
serum kalsium menurun). Jika pasien tidak mengkonsumsi atau pasien sudah
menghentikan pengobatan tersebut, maka lakukan pemeriksaan level PTH (utamakan
saat pasien berpuasa dan pemeriksaan kembali level serum kalsium). Jika hasil
menunjukkan :
a. Level PTH rendah, maka lakukan evaluasi klinis terkait dengan adanya
keganasan, periksa kembali level PTH berhubungan dengan sindrom protein,
terkait pengobatan (lithium, theophylline, tamoxifen), dan beberapa penyakit
lainnya. Jika terdapat dalah satu tanda atau gejala tersebut, maka harus segera
evaluasi dan lakukan treatment yang sesuai.
b. Level PTH normal, cek kembali riwayat keluarga pasien seperti Familial
Hypocalciouric Hypercalcemia. Kemudian lakukan pemeriksaan konsentrasi urin
kalsium 24 jam atau pemeriksaan kreatinin. Jika rasio <0.01 maka normal dan
tidak membutuhkan treatment, jika rasio >0.02 maka dapat diindikasikan
mengalami hiperparatiroid primer.
c. Level PTH tinggi, dipastikan mengalami hiperparatiroid primer dan jika
pemeriksaan urin kalsium 24 jam atau pemeriksaan kreatinin menunjukkan rasio
>0.02 maka dapat diindikasikan terdapat sindrome multipel neoplasia endokrin
tipe I dan II. Kemudian lakukan pemeriksaan level fosfor (biasanya rendah) dan
lakukan tes densitas mineral tulang, lokalisasi letak paratiroid dan pemeriksaan
sesambi (akurat). Jika sudah ditentukan terjangkit hiperparatiroid, maka dapat
dilakukan operasi (asimptomatik) yang dilakukan sesuai indikasi.
Menurut (Manuaba, 2007) terapi farmakologi yang dapat diberikan yaitu :

13
a. Infus larutan garam fisiologi
b. Pemberian kalsium dan fosfor untuk mencegah destruksi kalsium dan fosfor
c. Pemberian furosemid yang berfungsi untuk mengurangi reabsorbsi kalsium dan
gastrointestinal
Menurut Better Health Channel, pada kasus yang parah dapat dilakukan operasi
paratiroidektomi, untuk mengambil kelenjar paratiroid. Paratiroidektomi parsial yaitu
meninggalkan satu kelenjar paratiroid untuk membantu tubuh meregulasi kalsium.
Sedangkan paratiroidektomi lengkap yaitu mengambil seluruh kelenjar paratiroid dan hal
tersebut dapat beresiko pada kelenjar tiroid (injury). Karena tujuan utama dari operasi
adalah menormalkan PTH dan level kalsium dengan minimal morbiditas. Untuk strategi
pelaksanaan operasi, secara umum operasi harus teliti/cermat, pembedahan yang
bloodless dalam kombinasi pengetahuan terkait perkembangan embrionologik dan
migrasi kelenjar paratiroid dan hasil dari lokasi anatominya. Selain itu, keterampilan dari
ahli bedah juga haus dipertimbangkan untuk meningkatkan keberhasilan operasi.
(Kukora et al, 2005)
Pada kasus dengan adenoma, kelenjar dapat diangkat setidaknya dengan
menggunakan operasi invasif, pada empat kelenjar hiperplasia, semua kelenjar
mengalami pembesaran dan aktif, sehingga kasus yang ditemukan kebanyakan pada
jaringan paratiroidnya diangkat, sehingga meninggalkan bekas tidak sebesar
dibandingkan ukuran normal kelenjar paratiroid. (Carton et al, 2007)
Pasien yang dilakukan penatalaksanaan kuratif seperti pembedahan, memiliki indikasi
(Taniegra, 2004) seperti :
a. Umur < 50 tahun (asimptomatik)
b. Diketahui tanda & gejala dari hiperparatiroid, seperti level kalsium diatas 3>1.0
mg per dL (asimptomatik). Selain itu ditemukan manifestasi yang jelas
(simptomatik) seperti, nefrolitiasis, osteitis fibrosa cystica, penyakit
neuromuskular klasik
c. Ditemukan peningkatan hiperkalsiuria (>400 mg/hari) per 24 jam (asimptomatik)
d. Creatinin clearence menurun lebih dari 30% (asimptomatik)
e. Ditemukan osteopenik atau osteoporosis pada pemeriksaan densitometri tulang
(lumbar spine, pinggul, atau lengan bawah) atau ditemukan penuruan densitas
kotikal tulang (radius z score <-2)
f. Permintaan pasien untuk dilakukan operasi

14
Selain itu terdapat intervensi tanpa operasi, terutama bagi pasien dengan tanda dan
gejala yang asimptomatik karena dapat dilakukan monitoring pengawanlong term
daripada dilakukan operasi. Menurut (Taniegra, 2004), monitorng yang sesuai yaitu
pengukuran biannual dari level serum kalsium, pengukuran annual atau tahunan dari
level serum kreatinin dan test densitas tulang (setiap 1-2 tahun). Selain itu
direkomendasikan untuk intake kalsium (1000-1200 mg perhari) dan vitamin D (400-600
IU perhari). Karena secara teori, intake kalsium yang rendah dapat menstimulasi
produksi PTH.
Saat ini masih belum ditemukan pengobatan yang efektif bagi hierparatiroid
primer, khusunya bagi wanita post-menopouse, dimana estrogen dapat menurunkan PTH
dan menstimulasi reabsorbsi tulang. Penelitian terbaru masih meneliti terkait pengobatan
pada bisphosphonates (tidak untuk pasien dengan gagal ginjal), calcimimetics, dan
raloxifene (obat oral). Sedangkan pada pasien dengan gagal ginjal kronis-end stage dapat
diberikan phosphates binders untuk menurunkan hiperpospatemia. Operasi paradektomi
juga diubutuhkan bagi pasien dengan hiperparatiroid tersier dan dengan penyakit tulang
metabolik.

2.9 Penatalaksanaan Keperawatan


 Pemberian hidrasi (minum air putih) sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk
mencegah terbentuknya batu ginjal.
 Anjuran pada klien untuk latihan olahraga teratur, karena merupakan salah satu cara
terbaik untuk membentuk tulang kuat dan memperlambat pengerapuhan tulang.
 Penuhi kebutuhan vitamin D sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal
vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU).
Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar
400-800 IU perhari.
 Hindari merokok. Merokok dapat menyebabkan peningkatan pengerapuhan tulang
seiring meningkatnya masalah kesehatan termasuk kanker.
 Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu
seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah
meningkat.
 Mamantau kondisi pasien dengan ketat untuk mendeteksi gejala tetanus yang
mungkin merupakan komplikasi dini pascaoperatif

15
 Kepada pasien dan keluarga pasien harus di ingatkan tentang pentingnya tindak
lanjut untuk memastikan kembalinya kadar kalsium serum pada keadaan normal
 Keseimbangan cairan harus diperhatikan untuk menigkatkan pemulihan
keseimbangan cairan serta elektrolit pada keadaan normal

HIPERPARATIROIDISME
OVER AKTIVITAS KELENJAR PARATIROID DISEBABKAN OLEH TUMOR YANG MEMPRODUKSI
TERLALU BANYAK PTH, MENYEBABKAN HIPERKALSEMIA DAN HIPOFOSFATEMIA. KALSIUM DALAM
JUMLAH BESAR DISERAB OLEH GINJAL YANG DAPAT MENGAKIBATKAN BATU GINJAL; AKAN TETAPI,
MALFUNGSI PADA MEKANISME UMPAN BAIK MENCEGAH DETEKSI KADAR KALSIUM TINGGI DI
DALAM DARAH,DENGAN DEMI KIAN GAGAL MENYESUAIKAN SEKRESI PTH.TUMOR PARA TIROID
BIASANYA JINAK.

PROGNOSIS
 PASIEN DAPAT HIDUP NORMAL BEGITU TUMOR PARA TIROIT DI OPERASI

TANDA – TANDA DAN GEJALA


1.ASIMTOMATIK
2.KADAR SERUM KALSIUM NAIK
3. SAKIT TULANG ATAU FAKTUR SEBAGAI AKIBAT HILANGNYA KALSIUM DARI TULANG
4.BATU GINJAL
5.SERI KENCING SEBAGAI AKIBAT DARI MENINGKATNHA KALSIUM DARI DALAM URIN ATAU
(HYIPERCALCIURIA)

INTERPRETASI HASIL TES


 SERUM KALSIUM NAIK
 SERUM PTH NAIK
 SERUMFOSFAT RENDAH
 URIN KALSIUM NAIK
 ADANYA TUMOOR PARATIROID DITUNJUKAN DALAM ULTRASOUND
 BIOPSI UNTUK TUMOR PARATIROID

TINDAKAN
 OPERASI PENGANKATAN TUMOR PARATIROID
 MEMBERIKAN BISVOSVONAT UNTUK MENURUNKAN SERUM KALSIUM DENGAN
MENINGKATKAN PENYERAPAN KALSIUM DALAM TULANG.
 LARUTAN GARAM NORMAL IV UNTUK MENCAIRKAN SERUM KALSIUM
 DIURETIK SEPERTI FUROSENIDE UNTUK MENGHILANGKAN KELEBIHAN KALSIUM DI DALAM
URIN

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
 GANGGUAN ELIMINASI URIN
 INTOLERANSI AKTIVITAS
 KELELAHAN

INTERVENSI KEPERAWATAN
 MENITOR ASUPAN DAN PENGELUARAN

16
 MONITOR KELEBIHAN CAIRAN
 MONITOR KESEIMBANGAN ELEKROLIT
 FORCE FLUID
 MEMBERI PASIEN JUS DENGAN RASA ASAM MISAL JUS KRANBERI
 MENYARING URIN UNTUK BATU GINJAL PASIEN DIBERI DIET RENDAH KALSIUM DAN TINGGI
FOSFAT.
MENJELASKAN PADA PASIEN :
 MENGHINDARI SUPLEMEN KALSIUM BERLEBIHAN
 MENJAGA AKTIFITAS SEHARI – HARI

INTERVENSI KEPERAWATAN
 MENGONITOR LEVEL HORMON SERUM UNTUK MEMASTIKAN MEDIKASINYA MEMULIHKAN
PASIEN.

17
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 3, yaitu hiperparatiroidisme
primer, sekunder dan tersier. Hiperparatiroid khususnya primer adalah gangguan
endokrin nomor tiga yang paling umum. Kelainan hormon paratiroid banyak dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti tumor jinak (adenoma soliter), paratiroid carsinoma, dan
hiperplasia pada sel kelenjar paratiroid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hiperparatiroidisme.
Beberapa pemeriksaan diagnostic dapat dilakukan untuk pasien dengan
hiperparatiroid seperti pemeriksaan sulkowitch, Ellort-Howard, kalsium intravena,
radiologi, ECG, EMG, dan foto rontgen. Beberapa penanganan medis juga dapat
dilakukan untuk menangani pasien dengan hiperparatiroid seperti pengangkatan dengan
cara pembedahan jaringan paratiroid yang abnormal, menghindari diuretic tiazid,
pemberian hidrasi yang cukup, serta pemberian obat-obatan untuk mengatasi
hiperkalsemia sesuai resep dari dokter.

4.2 Saran
 Para pembaca pada umumnya agar lebih menjaga organ tubuh kita agar selalu
berfungsi dengan baik, dengan mengetahui penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
tubuh kita misalnya hiperparatiroid.
 Para mahasiswa/i khususnya supaya lebih memahami konsep penyakit-penyakit agar
mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan hiperparatiroid dengan
baik sesuai dengan SAK (standart asuhan keperawatan)

18
DAFTAR PUSTAKA
Becker, Kenneth.2001.Principles and Practice of Endocrinology and Metabolism.
Philadelpia : Lippincott Williams & Wilkins
Better Health Channel.2013.Thyroid issues-the parathyroid glands. At
www.betterhealth.vic.gov.au
Carton, J., Daly, R, dan Ramani, P.2007.Clinical Pathology.New York : 2007
Diamond, Terry.2000.Primary Hyperparathyroidism.Departement of Endocrinology,
University of New South Wales
Eufrazino, C.Epidemilogy of Primary Hyperparathyroidism and its Non-Classical
Manifestation in the City of Recife, Brazil.Clinical Medicine Insights: Endocrinology
and Diabetes.2013;6:69-74
Goldfarb et al. 2012. Postoperative Hungry Bone Syndrome in Patients with Secondary
Hyperparathyroidism of Renal Origin. USA : Springer World Journal of Surgery
Habib, Z dan Camacho, P.Primary Hyperparathyroidism.Expert Rev. Endocrino. Metab.
2010; 5(3):375-387
Kukora, J et al. Primary Hyperparathyroidism. American Association of Endocrine
Surgeons. 2005; 11(1);50-54
Manuaba, I.2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Marx, J Stephen.2000.Hyperparathyroid and hypoparathyroid Disorders.UK : The New
England Journal of Medicine
Pallan, S., Rahman, Mohammed., dan Khan, A.Diagnosis and management of primary
hyperparathyroidism.BMJ.2012;344
Rumahorbo, Hotma.1999.Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
endokrin.Jakarta : EGC
Smeltzer, S dan Bare, B.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth.Vol 2.Ed 8. Jakart: EGC
Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC
Taniegra, E.Hyperparathyroidism.American Family Physician 2004;69(2):333-39

19

You might also like