You are on page 1of 22

BAB I

FORENSIK KLINIK

1.1 Pemeriksaan Selaput Dara


Selaput dara yang utuh dapat dibagi tiga berdasarkan bentuk dan tepi lubangnya :
1. Bentuk teratur dan tepi teratur utuh
a. Hymen annularis : lubang bundar ditengah atau eksentris disegmen
anterior
b. Hymen semilunaris (falciforme) : lubang disegmen posterior dan
berbentuk seperti bulan sabit
c. Hymen labiiformis : lubang berbentuk celah yang berjalan dari anterior
keposterior dengan bibir-bibir selaput dara dikedua sisinya.

2. Bentuk teratur dan tepi tidak teratur


Bentuk lubang bisa annular,semilunar atau labiiformis tetapi tepi
lubang menunjukkan celah-celah (defek konginental) yang dangkal atau
dalam, jika banyak maka tergantung dari sifat celahnya. Selaput dara yang
tampak terbelah-belah disebut hymen lobatus,tampak bergerigi disebut hymen
dentatus,sedangkan yang tampak berumbai-rumbai disebut hymen fimbriatus.
Jika celah-celahnya sampai pada dasar,sehingga selaput dara tampak terbagi
dalam sejumlah jelabir disebut hymen colloriformis.
3. Bentuk teratur dan tepi teratur atau tidak teratur
Yang termasuk dalam golongan ini adalah selaput dara yang atipis
(atypical) karena lubangnya tidak ada,atau lebih dari satu, atau tidak
merupakan satu kesatuan.
a. Hymen imperforatus : selaput dara tidak berlubang.
b. Hymen biparitus atau hymen septus : terdapat dua lubang dengan sekat
diantaranya.
c. Hymen partim septus : septum diantara kedua lubang tidak merupakan
satu kesatuan, tetapi terdiri dari dua jelabir selaput yang saling
berhadapan.
d. Hymen multiplex atau hymen colloformis : selaput dara terdiri dari
banyak jelabir.
e. Hymen cribrosus : selaput dara berlubang banyak.

1
1.2 Pemeriksaan Anus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda kekerasan seksual yang
terdapat pada korban sodomi, berikut adalah caranya :
1. Atur posisi pasien, lebih baik dalam posisi tidur miring baik untuk laki-laki
maupun perempuan.
2. Kenakan sarung tangan sekali pakai
3. Inspeksi jaringan perianal dan palpasi kulit sekitarnya.
4. Dengan tangan tidak dominan, renggangkan bokong, lalu inspeksi area anal
untuk mengetahui karakteristik kulit, lesi. Perhatikan apakah tanda-tanda
kekerasan pada bagian ini.
5. Untuk melihat bagian dalam anus, oleh lubrikan pada jari telunjuk yang sudah
menggunakan sarung tangan, kemudian perlahan masukkan ke dalam lubang
anus. Perhatikan apakah terdapat nyeri tekan.
6. Perhatikan saat mengeluarkan tangan, apakah terdapat darah/feses yang
menempel pada sarung tangan
Kemungkinan bila terjadi hubungan seksual secara anal akan menyebabkan luka
pada anal berupa robekan, ireugaritas, keadaan fissura. Jika kasus yang dihadapi
adalah kasus homoseks antara dua pria, maka pembuktian secara kedokteran forensik
adalah: adanya sperma serta air mani baik dalam dubur maupun mulut korban, dan
mendapatkan adanya unsur-unsur yang terdapat dalam anus; juga perlu diperiksa
bentuk dubur, bagi yang telah sering melakukan persetubuhan melalui dubur, maka
bentuk dari dubur akan mengalami perubahan, duburnya terbuka, berbentuk corong
(funnel shape), dan otot sfingternya sudah tidak dapat berfungsi dengan baik.
Untuk menentukan adanya sperma dalam dubur pasangannya sama seperti untuk
menentukan sperma atau air mani pada vagina, untuk melihat unsur-unsur yang ada
dalam dubur yang terbawa atau melekat pada penis, dapat dibuat sediaan langsung
dengan atau tanpa pewarnaan.

1.3 Patologi Luka


1. Definisi
Kerusakan jaringan tubuh baik diluar / didalam tubuh karena
persentuhan ruda paksa dengan benda tajam atau benda tumpul atau kombinasi
keduanya.

2
2. Mekanisme
Bila tubuh terkena trauma fisik atau mekanik, dapat mengakibatkan
kerusakan. Tubuh mempunyai batas kemampuan untuk mengatasi trauma
tersebut, dengan adanya daya lentur dari jaringan lunak atau kekuatan otot-
otot rangka. Bila traumanya melebihi batas kemampuan, maka terjadi luka
yang dapat berupa : penekanan, penarikann, torsi, pemutusan dan kerusakan
jaringan. Hasil dari kerusakan tersebut tidak hanya tergantung dari macamnya
ruda paksa, akan tetapi tergantung juga dari daerah mana yang terkena.
a. Kontusi / luka memar
Luka memar adalah luka karena kekerasan dengan benda
tumpul dimana permukaan kulit dapat rusak atau tidak, tetapi jaringan
dibawah kulit bengkak dan berwarna merah kebiruan yang disebabkan
oleh karena ekstravasasi kapiler yang pecah ke jaringan ikat sekitarnya.

b. Abrasi / luka lecet


Luka lecet adalah luka pada permukaan kulit sedemikian rupa,
sehingga permukaan kulit sebelah luar sebagian atau seluruhnya
hilang, dengan meninggalkan bagian kulit dibawahnya yang bisa
berdarah atau tidak berdarah karena goresan, gesekan dan persentuhan
dengan benda (benda tumpul pada umumya)

c. Lacerasi / luka robek


Luka robek adalah robeknya kulit dan jaringan dibawahnya
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dengan arah
tegak lurus sehingga terjadi flap dari kulit dan jaringan dibawahnya.

3
d. Luka iris
Luka iris adalah luka yang disebabkan senjata yang tepinya
tajam yang menimbulkan luka pada bagian yang tajam dari senjata
yang ditekan dan ditarik (irisan) pada permukaan kulit, sedang
kekuatan yang digunakan relatif ringan.
e. Incisi / luka tusuk
Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam
runcing/ tumpul yang menembus kulit dan jaringan dibawahnya.

f. Luka bacok
Luka bacok adalah luka karena persentuhan benda tajam (bisa
agak tumpul) yang agak berat dimana persentuhannya di ayunkan
dengan kekuatan.

3. Klasifikasi luka
a. Luka yang tidak menimbulkan halangan untuk sementara dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari atau luka ringan
b. Luka yang menimbulkan halangan untuk sementara dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari atau luka sedang
c. Luka berat ada 7 :
Luka yang tidak ada harapan sembuh atau menimbulkan bahaya maut
(misalnya : luka tusuk pada perut).
− Luka yang menyebabkan tidak mampu melakukan pekerjaan
sehari-hari selama seumur hidup (misalnya : pemain piano yang
kehilangan jari-jarinya, dokter bedah tulang yang kehilangan
fungsi tangannya).
− Luka yang menyebabkan kehilangan salah satu panca indera.
− Cacat berat misalnya kaki atau tangan putus karena amputasi.
− Mengalami kelumpuhan.
− Wanita hamil yang mengalami keguguran.
− Terganggunya daya pikir lebih dari 4 minggu.

4
BAB II
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

2.1 Bucal Swab


Pengambilan swab buccal ditujukan untuk memastikan identitas korban dan
bukti DNA.7Penggunaan bukti DNA adalah teknologi terbaru yang digunakan
terutama dalam sistem peradilan pidana untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan
seksual. Prosedur pengumpulan DNAdapat bervariasi. Namun, semua memerlukan
sampel perbandingan yang harus diambil dari korban. Prosedur pengambilan swab
buccal
1. Kumpulan isi kit
a. 4 kapas tip aplikator steril
b. 1 amplop manila dengan label informasi putih terpasang
c. 1 amplop manila sedikit lebih kecil
d. 1 segel
e. Satu pasang sarung tangan lateks bebas bubuk
2. Petunjuk pengambilan sampel
a. Pakai sepasang sarung tangan lateks bebas bubuk. Buka kertas steril
pembungkus salah satu dari empat kapas tip aplikator.
b. Gosok ujung kapas tip pada bagian dalam pipi mulut sambil perlahan
diputar. Lakukan selama sekitar 30 detik.
c. Tempatkan kapas tip aplikator dalam amplop yang lebih kecil. Kertas
pembungkus kapas swab dapat dibuang. Ulangi proses untuk sisa tiga
kapas lalu masukkan dalam amplop yang lebih kecil. Lepaskan sarung
tangan karet dan buang.
d. Tempatkan amplop yang lebihkecil berisi empat kapas tip aplikator
dalam amplop yang lebih besar dengan label terpasang.
e. Isi semua informasi pada label putih.
f. Tempatkan amplop dengan label putih dalam amplop yang berlabel
Referensi Swab Mulut Collection Kit.
g. Segel amplop yang berlabel Referensi Mulut Swab Collection Kit
dengan segel bukti dan tandai segel.
h. Tempatkan amplop ke Ruang Properti dan simpan di lemari pendingin

5
2.2 Pengambilan Darah
Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel
darah catatan dari pembuluh darah femoral dan jantung.
1. Darah yang diperiksa :
a. Darah yang diperiksa 20cc dalam tabung dengan permukaan merah.
b. 20 cc dalam 2 x 10 cc permukaan abu-abu ; (bahan pengawet
potassium oxalate dan sodium fluoride).
c. 10 cc dengan warna permukaan keunguan (Pengawet EDTA). Tabung
ini untuk analisa DNA.
d. Untuk analisa dari bahan-bahan yang mudah menguap, darah harus
ditaruh didalam tabung tes dengan tutup yang dapat diputar sehingga
komponennya tidak tercampur dengan tutup karetnya.
2. Pada kasus mayat yang tidak diotopsi:
a. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat
diambil dari subclavia.
b. Pengambilan darah dengan cara jarum ditusuk pada trans-thoracic
secara acak, secara umum tidak bisa diterima, karena bila tidak berhati-
hati darah bisa terkontaminasi dengan cairan dari esophagus, kantung
perikardial, perut/ cavitas.
3. Untuk mayat yang diotopsi:
a. Darah diambil dari vena femoral.
b. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari :
− Vena subklavia
− Aorta
− Arteri pulmonary
− Vena cava superior
− Jantung
c. Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.
d. Pada kejadian yang jarang terjadi, yang biasanya berhubungan dengan
trauma massive, darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi
terdapat darah bebas pada rongga badan.

2.3 Vaginal Swab


Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil
lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau
swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada
anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi
dari vestibulum saja. Pengambilan vagina swab:
1. Alat dan Bahan
a. Spekulum
b. APD lengkap
c. Senter
d. Lidi kapas seri

6
e. Tabung reaksi yang telah ditutup kapas berlemak
f. Baskom yang berisi desinkfektan
g. Garam Fisiologis
2. Prosedur Kerja
a. Berkomunikasilah dengan baik dengan pasien terlebih dahulu, setelah
suasana mulai kondusif, mulailah langkah-langkah pengambilan
sample.
b. Suruh pasien berbaring pada kursi yang telah disiapkan khusus untuk
pengambilan sample swab vagina dengan menekuk lutut hingga dekat
paha.
c. Bersihkan labia mayora dengan garam fisiologis.
d. Masukkan spekulum ke lubang vagina, buka spekulum hingga terlihat
serviks.
e. Oleskan lidi kapas pada bagian tersebut sebanyak dua kali
pengambilan.
f. Kembalikan posisi spekulum pada posisi semula.
g. Keluarkan perlahan.
h. Rendam pada baskom yang berisi desinkfektan.
i. Taruh lidi kapas tadi pada tabung reaksi.
j. Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen.
k. Bawa ke laboratorium untuk diperiksa.

2.4 Pengambilan Urin


Suatu tindakan mengambil sejumlah urine sebagai sampel untuk pemeriksaan
laboratorium.Mengambil sampel urine yang tidak terkontaminasi untuk menganalisa
urine rutin atau test diagnostik yang meliputi test kultur dan sensitivitas. Mengetahui
adanya mikroorganisme dalam urine. Proses pengambilan urine :
1. Persiapan alat
a. Botol yang telah disterilkan(tempat penampung spesimen)

7
b. Label spesimen
c. Sarung tangan sekali pakai
d. Larutan anti septik
e. Kapas sublimat
f. Formulir Laboratorium
g. Urinal (Pispot) jika klien tidak dapat berjalan
h. Baskom air hangat
i. Waslap
j. Sabun
k. Handuk
2. Prosedur pelaksanaan:
a. Beritahu klien tujuan prosedur pelaksanaan
b. Untuk klien yang dapat berjalan
c. Antar klien ke kamar kecil
d. Antar klien untuk membasuh dan mengelap daerah ginetal dan parineal
dengan sabun dan air
e. Untuk klien wanita: bersihkan daerah parineal dari depan kebelakang
dengan menggunakan kapas desinfektan steril hanya sekali pakai
f. Untuk klien laki – laki:
− Tarik perlahan kulit penis sehingga saluran penis tertarik
− Dengan gerakan memutar, bersihkan saluran kencing. Gunakan
steril hanya sekali pakai kemudian buang. Bersihkan area
beberapa inci dari penis
3. Cara Pengambilan Sampel

Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil


pagi hari. Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri
(kecuali dalam keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan
spesimen, penderita harus diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan
yang benar. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik
(suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream
urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang
ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.

Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada wanita :

a. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah


vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air
sabun, dua potong kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan
sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai
larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula
wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan daerah
vagina selesai.

8
b. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina
dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah
pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa yang telah
dipakai ke tempat sampah.

c. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan


kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan
tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia
menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian
keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering.
Buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.

d. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang


beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung
aliran urin selanjutnya ke dalam wadah steril sampai kurang lebih
sepertiga atau setengah wadah terisi.

e. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan
dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas
penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium.

Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada pria :

a. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah


penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air
sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong
kasa steril dibasahi dengan air atau salin hangat dan sepotong lagi
dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik
untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan
jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai.

b. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah


ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang
telah dipakai ke tempat sampah.

c. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat.
Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan
kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat
sampah.

d. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih.


Buang beberapa mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin
yang keluar berikutnya ke dalam wadah steril sampai terisi sepertiga
sampai setengahnya.

9
e. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan
dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas
penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium.

f. Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan


akan menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak
dan penghitungan koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan
jumlah bakteri sebenarnya yang terdapat dalam urin pada saat
pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam setelah
penampungan.2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam.
Setiap sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan
tanpa bukti telah disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan
sebaiknya dimintakan sampel baru.3 Bila pengiriman terpaksa ditunda,
bahan urin harus disimpan pada suhu 40 C selama tidak lebih dari 24
jam.

2.5 Pengambilan Muntahan dan Isi Lambung/ Toksikologi

Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi pada mayat


1. Lambung dengan isinya
a. Lambung diikat pada 2 tempat:
− Yang berbatasan dengan kerongkongan
− Yang berbatasan dengan usus halus
b. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari hancurnya butir-butir pil atau
tablet yang tertelan korban → mempermudah pemeriksaan
toksikologik.
c. Cara yang lain adalah pemeriksaan kelainan pada lambung oleh dokter,
dapat diperkirakan jenis racun yang ditelan korban.

2. Usus dengan isinya


Pemeriksaan usus dengan isinya sangat berguna → terutama jika
kematian korban terjadi setelah beberapa jam disaat ia kemasukan racun. Dari
hasil pemeriksaan ini dapat diperkirakan saat kematian, dan dapat ditemukan
tablet yangtidak dapat dihancurkan lambung (enteric coated tablet). Caranya
adalah mengikat usus dengan jarak 60 cm, yaitu pada perbatasan lambung-
usus halus, usus halus, usus halus-usus besar, dan usus besar poros usus.

10
Ikatan-iakatan tersebut untuk mencegah tercampurnya isi usus bagian oral
dengan isi usus bagian anal.

2.6 Pengambilan Jaringan dan Sampel Tulang


1. Jaringan, organ & tulang segar
a. Ambil tiap bagian dgn pinset
b. Tiap item dlm wadah sendiri & berlabel
c. Simpan dipendingin, kirim
2. Jaringan, organ & tulang tak segar
a. Ambil tiap bagian, tiap item wadah sendiri & berlabel.
Jaringan otot : min 25 mg o.k DNA sedikit Jaringan Hati ; 15 mg

Wadah:

a. 2 buah toples masing-masing 2 liter untuk hati dan usus

b. 3 buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak


dan ginjal.

c. 4 buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah) urine dan


empedu.

2.7 Pengambilan Sampel Gigi


1. Cabut gigi yg masih utuh
2. Masukkan dkm kantong plastik, beri label

2.8 Pengumpulan dan Pengemasan Barang Bukti


1. Mengumpulkan Barang Bukti (Trace Evident)
a. Dokter tetap berkoordinasi dengan penyidik, terutama bila ada team
Labfor.
b. Dokter membantu mencari barang bukti, misal racun, anak peluru dll.
c. Segala yang ditemukan diserahkan pada penyidik.
d. Dokter dapat meminjam barang bukti tersebut.
e. Selesai pemeriksaan, TKP ditutup misal selama 3 X 24 jam.

11
f. Korban dibawa ke RS dengan disertai permohonan visum et repertum.
2. Pengambilan & Pengumpulan bahan
Harus dijaga:
a. Syarat medicolegal
b. Chain of evidence
Bahan-bahan tersebut:

a. Stat. I : Lambung + isi , Usus + isinya

b. Stat. II : Hati + 500 gram, Otak + 500 gram,P aru + 250 gram

c. Stat. III : Ginjal (sebagian kanan/kiri) , Kandung seni

Bahan-bahan lain:

a. Darah (50 - 100 ml )

b. Urine (100 ml )

Pada korban hidup:

a. Sisa makanan/minuman

b. Obat-obatan, bahan penyebab keracunan

c. Bahan muntahan / hasil kumbah lambung

d. Urine, darah & faeses

Kasus-kasus tertentu

a. Keracunan Alkohol :

− Darah V.Femoralis

− Urine

b. Bila darah (-):

− Sum-sum tulang

− Jaringan otot

c. Keracunan kronis Arsen:

− Bahan: rambut, kuku & tulang.

− Wadah: gelas/plastik (inert), mulut lebar dapat ditutup rapat


bersih dari zat kimia (baru). Jumlahnya minimal 3 buah :

Wadah I : organ trac. Gastrointestinalis

12
Wadah II : organ hati, empedu, otak, ginjal dll

Wadah III : organ trac. Urogenitalis

− Pengawet: alkohol 96%, dapat dengan es batu, dry ice , Na


fluorida , merkuri nitrat.

− Bahan pemeriksaan terendam dlm pengawet: seal dgn parafin,


ikat tali tidak bersambung, beri label, segel ( lak + cap segel
dinas ).

3. Pengiriman:

a. Sertakan contoh bahan pengawet (100 ml) dalam botol bersih, dilabel
& segel.

b. Dikirim segera setelah bahan diambil.

c. Diantar ( via kurir )

d. Via Paket.

4. Syarat-syarat surat:

a. Surat permohonan pemeriksaan toksikologi

b. Surat tentang laporan peristiwa atau kejadian (secara singkat).

c. Surat tentang laporan otopsi

d. Berita acara pembungkusan & penyegelan + cap segel dinas

5. Isi label:

a. Identitas korban

b. Jenis & jumlah bahan pemeriksaan

c. Bahan pengawet yang dipakai

d. Tempat & saat pengambilan bahan, pembungkusan, penyegelan

e. Tanda tangan & nama terang penyegel, dokter yang otopsi

f. Cap stempel dinas& segel dinas.

6. Pada penggalian jenazah:

a. Bila mungkin bahan seperti tersebut diatas

b. Contoh tanah: bagian atas/bawah, kiri/kanan jenazah (peti)

13
c. Pembanding: contoh tanah radius 5 m dengan kedalaman yang sama
dengan jenazah

d. Masing-masing dimasukkan dalam wadah tersendiri

14
BAB III

LABORATORIUM FORENSIK

3.1 Pemeriksaan Cairan Mani dan Sperma

1. Sperma cair

Hisap dgn semprit/pipet→ masukkan tab atau dengan kapas, keringkan beri
label, kirim.

2. Bercak sperma pada benda yg dipindah

Misal celana, bila masih basah, keringkan bila kering potong yang ada
nodanya → amplop , beri label, kirim ke lab.

3. Bercak sperma pd benda besar yang bisa dipotong

Misal karpet, potong bagian yang ada noda masukkan dlm amplop, beri label,
dikirim.

4. Bercak pada benda tidak dpt dipindah & tdk menyerap

Misal lantai, kerok bercaknya→ masukkan kertas lipat, masukkan amplop,


label, kirim

5. BB sperma pd korban kejahatan seksual

a. BB di vagina, mulut/anus korban

b. Tiap item dlm wadah sendiri & berlabel

c. Kirim ke lab

15
3.2 Pemeriksaan Bercak Darah
1. Sampel darah cair
a. Darah dari seseorang
− Diambil dgn semprit, masukkan ke dlm tabung yg ada EDTA
+/- 1ml darah.
− Beri label, simpan di pendingin atau dikirim ke lab.
b. Darah cair di TKP
− Ambil dgn semprit/pipet/kain → masukkan ke tab.dgn EDTA.
− Bila membeku → ambil dengan spaltel
− Beri label, simpan di pendingin atau dikirim ke lab.
c. Darah cair dalam air/salju/es
− Segera mungkin, ambil secukupnya → dalam botol
− Hindari kontaminasi, beri label, simpan atau kirim ke lab.
2. Bercak darah basah
a. Dipakaian
− Pakaian dgn noda ditempatkan pd permukaan bersih dan
dikeringkan.
− Setelah kering → masukkan kantong kertas/amplop
− Beri label, kirim ke kab.
b. Benda dengan bercak darah basah
− Bila benda kecil biarkan kering, tapi pada benda besar hisap
bercak tersebut dengan kain katun dan keringkan.
− Masukkan amplop, beri label dan kirim
3. Bercak darah kering
a. Pada benda yang dapat dipindahkan
− Mis; senjata, kain → kumpulkan
− Tiap item → masukkan dlm kantong kertas
− Beri label, kirim ke lab
b. Pada benda padat dgn permukaan kasar
− Mis; lantai → bercak dikerok → masukkan amplop
− Beri label, kirim
c. Pada benda besar yang tidak dapat dipindahkan
− Bercak digosok dgn kapas basah dgn saline/air steril
− Kapas dikeringkan → masukkan kantong plastik
4. Bercak darah kering pada karpet/benda yang dapat dipotong
a. Potong bagian yang ada nodanya
b. Tiap potongan beri label
c. Sertakan potongan yang tidak ada nodanya sebagai kontrol
d. Kirim ke lab
5. Percikan Darah Kering
a. Gunakan celotape, tempelkan pada percikan noda
b. Masukkan celotape tersebut dalam kantong plastik
c. Kirim ke lab

16
3.3 Histopatologi Forensik
1. Histologi
a. Histo = jaringan
b. Logos = ilmu
c. Ilmu yang mempelajari struktur anatomi dan jaringan di bawah
mikroskop (tingkat seluler).
2. Patologi
Ilmu yang mempelajari tentang penyakit, penyebab, mekanisme, dan
perubahan-perubahannya, dilihat dari tingkat selular
3. Tujuan

a. Menegakkan diagnosis sebab mati

b. Mengkonfirmasi temuan makroskopis

c. Memberi gambaran histomorfologi perjalanan penyakit

d. Gambaran intravitalitas

e. Menentukan umur secara histomorphologi (infark lama/baru, umur


luka, dsb)

f. Memberi gambaran riwayat korban berkaitan dengan investigasi


kriminal (pemakaian narkoba suntik kronis, luka tembak masuk, dsb)

g. Gambaran histologi sel (sel sperma pada kasus kekerasan seksual)

h. Diagnosis berdasarkan gambaran histomorfologi pada penyakit-


penyakit okupasi (asbestosis, dsb).

3.4 Fotografi Forensik


Fotografi forensik adalah “foto yang merekam objek, adegan, dan peristiwa
untuk digunakan dalam suatu proses hukum.” Fotografi forensik bisa digunakan
secara spesifik untuk dokumentasi, analisis, intelijen, atau untuk presentasi di
pengadilan. Satu hal penting, gambar yang digunakan di pengadilan mesti mengikuti
aturan-aturan pemaparan bukti-bukti sesuai yurisdiksi yang berlaku di tempat tertentu.
Gambar-gambar dalam fotografi forensik juga dapat digunakan untuk “mengekstrak”
data forensik seperti pengukuran jarak, dimensi, lokasi, atau untuk mengungkap
detail-detail yang tidak kasat mata (melalui sinar x, inframerah, ultraungu).
Sebuah foto forensik harus memiliki data seperti kapan dan di mana gambar
diambil, siapa fotografernya, dan perlengkapan apa (lensa, body, filter, dudukan, dan
lain-lain) saja yang digunakan. Informasi mengenai posisi matahari atau bayangan
mungkin akan diperlukan juga sebagai tambahan informasi tentang tanggal, waktu,
atau musim. Dengan kata lain, fotografi forensik adalah sebuah disiplin ilmiah, yang
penggunaannya mesti mengikuti aturan, prosedur, dan protokol yang ketat.
Fotografi makro adalah fotografi close-up. Lensa dirancang untuk makro
biasanya di paling tajam mereka di jarak fokus makro dan tidak cukup sebagai tajam

17
pada jarak fokus yang lain. Metode ini sangat berguna dalam pekerjaan forensik, di
mana detail kecil pada adegan kejahatan atau kecelakaan mungkin sering menjadi
signifikan. Trace bukti seperti sidik jari dan tanda selip sangat penting, dan mudah
direkam menggunakan macroscopy.

3.5 Test Getah Paru


1. Caranya:
a. Paru-paru diletakkan diatas meja permukaan paru-paru dibersihkan
satu kali dengan pisau posisi tegak lurus.
b. Di iris sampai alveoli yang paling dekat dengan pleura (sub pleura) dan
di tutup.
c. Objek glass ditempelkan pada alveoli dan ditutup dengan gelas
penutup
d. Dilihat dibawah mikroskop,akan didapatkan lumpur,pasir,telur cacing,
diatome,alga, dll.

2. Hasil:
a. Test getah paru (+) : korban sempat/pernah bernafas dalam air.
b. Test getah paru (-) : korban meninggal terlebih dahulu baru masuk
kedalam air/tidak sempat bernafas dalam air.
Airnya jernih sama dengan air minum
Spasme laring
Vagal refleks

3.6 Cara Mengambil Gas CO2 Dari Sumur


1. Cara mengambil gas CO2 dalam sumur:
a. Ambil beberapa botol bersih berkapasitas 1 liter dan kosongkan (ex :
botol bir). Ikat leher dan bagian alas botol masing masing dengan tali
cukup panjang
b. Isi botol tersebut dengan air sampai penuh. Turunkan kedalam sumur
yang mengandung gas CO2 dengan posisi tegak (alas botol dibawah
dan leher botol diatas ). Jaga air dalam botol jangan sampai tumpah.
c. Setelah sampai ketempat yang sesuai dengan korban ditemukan
meninggal (kedalamannya),botol tersebut dibalik agar semua air dalam

18
botol tumpah. Yaitu dengan cara menarik tali yang mengikat alas botol
dan mengulur tali yang mengikat leher botol.
d. Dengan keluarnya seluruh air dan botol menjadi kosong maka botol
akan vaccum sehingga gas CO2 masuk kedalam botol.
e. Setelah botol teriisi gas CO2 maka botol diangkat keatas dengan cara
botol dibalik lagi, seperti posisi semula agar gas CO2 dapat terbawa
terus kedalam botol (gas CO2 lebih berat daripada udara).
f. Setelah sampai diatas, botol segera ditutup rapat, berikan label dan
disegel.
2. Test CO2 ada dua yaitu :
a. Kualitatif : dengan pemberian larutan Ca(OH)2 yang jernih dan baru
dibuat atau larutan Ba(OH)2 pada botol yang berisis udara yang
diambil dari tempat sempel. Apabila terdapat endapan putih kapur dari
CaCO3 atau BaCO3 maka berarti gas CO2 positif
CaOH2+CO2 CaCO3+H2O
BaOH2+CO2 BaCO3+H2O
b. Kuantitatif :
− Grafimetri (penimbangan terhadap endapan yag terjadi)
− Volumetri (dengan menitrasi kelebihan larutan basa
CaOH2/BaOH2 dengan konsentrasi tertentu.
− Chromatografi gas (kualitatif dan kuantitatif )
3. Hasil:
a. Keracunan gas CO2 : darah berwarna hitam
b. Keracunan gas CO dan HCN (kluwek,pete,gaplek) : cherry red

3.7 Alkali Dilution Test


1. Test untuk korban mati gas CO
Contohnya: gas lampu, kebakaran
(sifat gas CO: tidak berbau,tidak berwarna,lebih ringan dari udara )
2. Gunanya: untuk membedakan korban telah meninggal sebelum terbakar atau
memang meninggal karena terbakar.
3. Cara kerja:
Ambil dua tabung reaksi yang bersih. Pada tabung reaksi I dimasukkan
tigas tetes darah orang normal (sebagai kontrol ) dan pada tabung reaksi II
dimasukkan tiga tetes darah korban. Kemudian keduanya diencerkan dengan
aquades sampai volume 15ml (hingga berwarna pink jernih). Setelah
tercampur secara homogen,kedua tabung reaksi diberi tiga tetes larutan alkali
(NaOH 10% atau KOH 10%). Amati perubahan yang terjadi. Darah normal
(tabung reaksi I) segera berubah warna dari merah muda menjadi coklat
kehijauan dalam waktu kurang dari 30” ,karena terbentuknya alkali hematin.
Sedangkan darah korban (tabung reaksi II) perubahan warna seperti diatas
membutuhkan waktu lebih dari 30 “ ,karena sudah terjadi ikatan CO-HB. HB
lebih mudah mengikat CO dari pada CO2 .
4. Hasil:

19
a. (+): korban keracunan gas CO, korban sebelum/setelah mati dibunuh
menghirup asap,perokok berat
b. (-): korban tidak menghirup asap, spasme laring ,vagal refleks

20
3.8 Emboli Udara Vena
Terjadi karena vena teriris(biasanya V.jugularis dileher) sehingga udara masuk ke
dalampembuluh darah vena kemudian menuju ke jantung kanan cab. Arteri
pulmonale  ke paru-paru  menyebabkan sesak.
Korban meninggal karena kapiler paru buntuoleh udara sehingga terjadi asphyxia.
(jumlah udara yang dapat menyebabkan kematian antara 100-150 cc).
Otopsi: Kulit dinding thorax dibuka  sternum dipotong pada proc. Xypoideus
setinggi ICS II dibawah costa II supaya V. Brachialis cab V. Clavicula tidak terpotong
 ambil dan gunting pericard dengan posisi Y terbalik  dengan pinset tarik ujung-
ujung potongan pericard seperti Y terbalik  isi dengan air sampai menggenang 
tusuk atrium kanan,ventrikel kanan,arteri pulmonalis  ada gelembung udara positif.
Penyebab emboli udara vena:
1. Luka pada pembuluh balik leher( terutama V.Jugularis)
2. Abortus provocatus criminalis dengan cara penyemprotan

3.9 Emboli Udara Arteri


1. Otopsi sama dengan emboli udara vena . hanya yang ditusuk atrium kiri,
ventrikel kiri dan aorta.
21
2. Terjadi bila ada luka tembus paru-paru  emboli  v pulmonalis  atrium
kiri  ventrikel kiri  aorta.
3. Korban meninggal karena udara membuntu otak, ginjal dan jantung sampai
terjadi asfiksi.
4. Penyebab:
a. Luka tusuk/tembus diparu-paru
b. Artifisial pneumothorax
c. Pneumonectomy

3.10 Emboli Lemak


1. Contoh kasus:
a. Seorang anak yang dipukul terus menerus menjadi sesak akhirnya
mati.
b. Patah tulang paha mau dioperasi akhiranya meninggal karena sesak
2. Hal ini terjadi karena emboli lemak ( dilakukan pemeriksaan pada paru-paru)
ec. Fraktur tulang panjang
3. Lemak terpecah dan terlepas karena kena pukulan pada kulit seluruh
punggung dan patahnya tulang panjang. Sehingga cairan lemak masuk ke
dalam pembuluh darah vena yang robek  masuk ke vena cava superior 
atrium kanan  ventrikel kanan  arteri pulmonale  Dan membuntu di
paru-paru (alveoli).
4. Korban meninggal karena kapiler paru buntu dan terjadi asphiksia.
5. Test emboli lemak : organ yang diambil yaitu paru-paru “jaringan paru-paru
diambil dan dikeraskan dengan uap zat asam arang cair (frozzensetion) dan
kemudian dengan mikrotom dipotong 20 mikron dan dicat dengan warna
Sudan III” kemudian dikirim ke PA.
6. Pengiriman PA / pengawetan : paru-paru diberi gas CO kemudian difiksasi
menggunakan dry ice supaya tidak membusuk (jangan mengirim PA dengan
alkohol/formalin karena lemak akan larut).

3.11 Pneumothorax
1. Adanya udara dalam rongga thorax
2. Otopsi :
a. Buka kulit dinding thorax dengan potongan huruf “I” atau “Y”
b. Setelah terlihat costa tarik potongan costa, tarik potongan kulit hingga
membentuk kantong.
c. Kemudian isi air sampai menggenangi.
d. Kemudian tusuk paru-paru diantara ICS2,
3. Test (+) bila ada gelembung udara
4. Pada gas pembusukan ditemukan gelembung udara sedikit.

22

You might also like