You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank yang dengan fungsinya antara lain sebagai perantara pihak-pihak

yang mempunyai kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak-pihak yang

kekurangan dan memerlukan dana (lock of funds) serta melayani kebutuhan

pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua

sektor perekonomian masyarakat. dengan kondisi demikian, maka bank adalah

lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Guna mengekalkan

kepercayaan terhadap bank pemerintah harus berusaha melindungi masyarakat

dari tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung

jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat.1

Sebagai negara berkembang, Indonesia terus berupaya untuk menin

gkatkan pembagunan perekonomian nasional. Salah satu penunjang

pembangunaan perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan yang

memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian dan

merupakan salah satu komponen perekonomian nasional yang sangat penting2

dalam menjaga stabilitas, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Hal ini dikarenakan kegiatan perekonomian suatu negara tidak pernah

terlepas dari lalu lintas pembayaran uang, dimana perbankan memegang peranan

yang sangat strategis sehingga dapat dikatakan industri perbankan ini sebagai

1
Muhammad Djumhanna, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung: 2006,
hlm. 337.
2
Zulfi Diane Zaini, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah,
Cetakan I, Keni Media, Bandung: 2012, hlm. 1.

1
pusat sistem perekonomian. Perbankan di Indonesia sampai dengan saat ini dapat

dikatakan masih belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia terutama di

daerah terpencil, hal ini dapat disebabkan oleh biaya yang dikeluarkan untuk

pembukaan kantor relatif cukup besar dikarenakan harus menyediakan tempat

atau bangunan gedung untuk kantor juga harus menyediakan prasarana lainnya,

misalnya : Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi informasi, alat tulis kantor

(ATK) dan lain sebagainya yang harus sesuai dengan standar, dan akhirnya

mengakibatkan masih banyak masyarakat Indonesia yang Unbanked.

Adapun kendala ditingkat keuangan diantaranya adalah keterbatasan

cangkupan wilayah dan memperluas jaringan kantor, kurangnya informasi

mengenai nasabah, potensial, dan terbatasnya informasi mengenai keuangan

konsumen disisi lain untuk menambah jaringan kantor didaerah terpencil, bank

dihadapkan pada persoalan biaya pendirian yang relatif mahal. Branchless

banking diharapkan dapat menjembatani kendala tersebut untuk mendekatkan

layanan perbankan kepada masyarakat khususnya yang jauh dari kantor bank.3

Adanya realita yang seperti itu, kemudian bank mengembangkan produk dan

operasionalnya, transaksi-transaksi perbankan yang pada mulanya hanya dapat

dilakukan dikantor bank.

Dewasa ini, transaksi perbankan dapat dilakukan tanpa harus datang ke

kantor bank, yaitu dengan adanya layanan perbankan berbasis teknologi seperti

telepon, sms, banking, ATM, dan yang terbaru dengan perantara agen bank4

yaitu layanan branchless banking yang merupakan layanan tanpa kantor dengan

3
Ajeng Noorseta, “Tanggung Jawab Agen Layanan Keuangan Tanpa Kantor”, Jurnal Ilmu
Hukum, Universitas Brawijaya: 2015, hlm. 4.
4
Pujiyono, “Aspek Yuridis Keberadaan Agen Dalam Model Branchless Banking Di Sistem
Perbankan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret: 1
Januari-Juni 2016, hlm. 14.

2
tidak melalui jaringan kantor melainkan mempergunakan teknologi informasi

dalam operasionalnya serta membutuhkan kerjasama dari pihak lain yaitu agen

sebagai kepanjangan tangan dari bank untuk memberikan layanan perbankan

pada masyarakat yang belum mengenal, menggunakan dan atau mendapatkan

layanan perbankan dan layanan keuangan lainnya.5 Berdasarkan kedudukan agen

tersebut adalah menggantikan fungsi bank di masyarakat umum, khususnya

masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.

Keterlibatan agen dalam industri perbankan ini bank tetap dituntut

menerapkan prinsip kehati-hatian dan juga harus memberikan keamanan dan

perlindungan pada nasabah dalam menggunakan produk dalam branchless

banking. Perlindungan nasabah merupakan salah satu permasalahan yang sampai

saat ini belum mendapatkan tempat yang baik dalam sistem perbankan nasional

karena pentingnya perlindungan terhadap nasabah maka masalah perlindungan

dan pemberdayaan nasabah mendapatkan perhatian khusus dalam arsitektur

perbankan Indonesia (API) yang tertuang dalam pilar keenam.6

Sebagaimana diketahui keterlibatan pihak agen dalam hal ini adalah agen

yang diambil dari kalangan masyarakat dapat menimbulkan resiko tersendiri bagi

nasabah itu sendiri apabila agen melakukan kecurangan maka nasabah akan

merasa dirugikan tersebut tentu menyalahkan pihak bank, dan infikasinya adalah

bisa sampai ke reputasi perbankan itu sendiri.7

5
Lihat Pasal 1 ayat 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 19/POJK.03/2014 Tentang
Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.
6
Bara Nusa Setio, “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Sebagai Pengguna Jasa Bank
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNDIP: 16 Februari 2016, hlm.7.
7
Lihat Pasal 22 ayat 1 Huruf F Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 19/POJK.03/2014
Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

3
Dengan adanya prinsip kehati-hatian ini, maka agen dalam melayani

transaksi BRI LINK dari masyarakaat diwajibkan untuk bertindak secara hati-

hati, cermat, teliti, dan bijaksana atau tidak ceroboh dengan meminimalisir

kemungkinan resiko yang akan terjadi sebagai akibat dari kegiatan usaha

melayani transaksi dari masyarakat.

Adapun transaksi pada Agen BRI LINK sebagai berikut :

Gambar 1.I
Daftar Biaya Transaksi BRI LINK

Agen BRI LINK dalam melayani transaksi menggunakan EDC

(Electronic Data Cupture) dan kartu ATM berisi sejumlah saldo.

Meskipun demikian, Agen BRI LINK memiliki kekurangan jika

dibandingkan dengan Kantor Bank antara lain :8

1. Dikenakan biaya transaksi semakin besar jumlah transaksi, maka

semakin besar pula biayanya, sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan

oleh masing-masing Agen BRI LINK.

8
Wawancara pihak Agen BRI LINK Di Wilayah Kota Pekanbaru, tanggal 25 November 2016,
pukul 10:25 Wib.

4
2. Tidak menggunakan alat pendeteksi lampu ultra violet, mesin

penghitung uang hanya dengan penghitungan secara manual.

3. Para Agen BRI LINK menetapkan Limit setiap transaksi.

4. Kurangnya kepastian pada jaringan Agen BRI LINK.

5. Tidak dapat mencetak buku tabungan (Print).

6. Pelaksanaannya belum sesuai dengan standar perbankan.

Agen sebagaimana dimaksud dapat berupa: agen perorangan dan agen

berbadan hukum, adapun persyaratan untuk menjadi agen dalam Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan adalah :

Tabel 1.I
Persyaratan Menjadi Agen
No Perorangan Badan Hukum
1. Bertempat tinggal di lokasi tempat Berbadan Hukum Indonesia yang ;
penyelenggara Laku Pandai diawasi oleh otoritas pengatur dan
pengawasan dan diperkenankan
melakukan kegiatan di bidang
keuangan atau merupakan
perusahaan dagang yang memiliki
jaringan retail outlet
2. Memiliki sumber penghasilan utama Memiliki kegiatan usaha di lokasi
yang berasal dari kegiatan usaha paling singkat dua tahun
dan/atau kegiatan usaha lainnya
selama paling singkat dua tahun
3. Memiliki kemampuan, kredibilitas, Memiliki teknologi informasi yang
reputasi dan integritas memadai
4. Belum menjadi Agen dari Bank Memiliki reputasi, kredibilitas dan
penyelenggara Laku Pandai yang kinerja yang baik.
kegiatan usahanya sejenis.9
5. Mampu menyediakan sumber daya
manusia yang mempunyai
kemampuan teknis untuk
mendukung penyelenggara Laku
Pandai.10
Lulus uji tuntas ( due diligence) oleh bank penyelenggaraan

9
Lihat Pasal 17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2014 Tentang Layanan
Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.
10
Lihat Pasal 18 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2014 Tentang
Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

5
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 dan 4 Undang-undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut, bahwa bank dapat dibedakan

berdasarkan jenisnya, yaitu: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank

Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang

melaksanakan kegiatan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah

yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.11

Berdasarkan Pasal 16 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagai

berikut :

1. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh

izin usaha sebagai bank umum atau bank perkreditan rakyat dari

pimpinan bank Indonesia. Kecuali apabila kegiatan menghimpun dana

dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.

2. Untuk memperoleh izin usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dipenuhi persyaratan

sekurang-kurangnya tentang :

a. Susunan organisasi dan kepengurusan.

b. Permodalan.

c. Kepemilikan.

11
Bambang Catur SP, “Mekanisme Dan Prosedur Pembukaan Rahasia Bank”, Jurnal Ilmu
Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta: 10 Juni 2014, hlm.76.

6
d. Keahlian dibidang perbankan.

e. Kelayakan rencana kerja.12

Kondisi demikian, menunjukkan perkembangan pada Bank Umum salah

satunya adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dalam perkembangan

kegiatan operasionalnya PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada

prinsipnya menghimpun dana dari masyarakat (Funding) sebagai bentuk layanan

publik antara lain tabungan, deposito dan giro, sedangkan menyalurkan dana

(Lending) beberapa produk pinjaman antara lain pinjaman mikro, pinjaman ritel,

pinjaman menengah, kredit program, dan kredit usaha rakyat (KUR).

Berdasarkan persetujuan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka

Keuangan Inklusif. Otoritas jasa keuangan mengeluarkan Peraturan tersebut

untuk mendukung terwujudnya keuangan inklusif agar masyarakat Unbanked

dapat mempergunakan layanan perbankan. Dalam hal ini diartikan dengan

tercapainya keadaan masyarakat Unbanked terutama yang berpenghasilan rendah

dapat menggunakan layanan keuangan perbankan yang sederhana dan mudah

dipahami sehingga bisa membantu masyarakat dalammeningkatkan

kesejahteraannya dan membantu pemerintah dalam mengurangi kemiskinan.13

Otoritas jasa keuangan merupakan lembaga independen yang bertugas

untuk melakukan pengawasan, pengaturan terhadap keseluruhan kegiatan di

sektor keuangan untuk mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan

12
Lihat Pasal 16 Undang-Undang Nomor. 10 Tahun1998 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
13
Lihat Pasal 1 ayat 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2014 Tentang
Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

7
berkelanjutan serta mampu untuk melindungi kepentingan masyarakat pengguna

jasa keuangan.14

Penerapan kegiatan layanan Tanpa Kantor ini mengalami peningkatan

bagi perekonomian masyarakat, Agen BRI LINK dapat membantu yang

berdomisili jauh dari kantor Bank. Kantor wilayah (Kanwil) Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk Pekanbaru mencatat hingga akhir semester pertama 2016

telah memiliki 2.361 Agen BRI LINK. Berdasarkan wawancara yang penulis

lakukan dengan Kepala Bagian E-Banking Kanwil BRI Pekanbaru, mengatakan

dari total 2.361 Agen tersebut 563 diantaranya berada di kota Pekanbaru yang

langsung dikepalai dua cabang BRI di Pekanbaru.

Permasalahan yang diteliti oleh penulis terkait penelitian ini : seperti

transaksi yang dilakukan oleh Bapak Riki Pedagang Ikan di Pasar Pagi Arengka

Kota Pekanbaru selaku pengguna layanan agen BRI LINK melakukan transaksi

transfer sesama BRI senilai Rp 2.350.000 pada agen BRI LINK, namun pada saat

penghitungan jumlah uang pihak agen mengatakan nilai nominal nasabah

tersebut kurang dari nilai nominal yang akan di transfer. Nasabah tersebut mau

tidak mau harus menambahkan nilai nominal kembali.15

Pada kasus berikutnya terjadi kerugian dari layanan agen BRI LINK yaitu

kerugian berupa biaya administrasi yang dirasakan oleh ibu rahma pada usaha

agen BRI LINK “NELITA” di Pasar Burung-Durian Kota Pekanbaru bentuk

kerugian tersebut pengiriman uang sesama BRI senilai Rp. 300.000 dikenakan

biaya administrasi Rp. 7000, dan juga di dalam pelayanannya belum sesuai

14
Lihat Pasal 1 ayat 1 Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Lembaga
Independen Dan Bebas Dari Campur Tangan Pihak Lain.
15
Wawancara dengan Bapak Riki Pedagang Ikan Nasabah Agen BRI LINK “DEWATA”
pukul 10:09 Wib.

8
standart pelayanan perbankan, seperti : penampilan diri, kebersihan dan kerapian

tempat usaha agen yang tidak teratur. yang mana kita ketahui bahwa pelayanan

merupakan syarat utama bagi kelangsungan hidup suatu bank. Kesalahan atau

kelalaian yang dilakukan agen atau nasabah maka akan menyebabkan suatu

kerugian pada transaksi tersebut. Serta dalam kegiatan usaha layanan Agen BRI

LINK ini belum dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai oleh pihak

penyelenggara Agen BRI LINK.

Upaya yang harus dilakukan adalah pengawasan ekstra oleh Otoritas Jasa

Keuangan, sosialisasi terhadap bank penyelenggara Agen perbankan, pelaku

usaha Agen BRI LINK, dan sebagainya melengkapi sarana dan prasarana dan

penerapan sanksi serta teguran kepada pelaku usaha Agen perbankan sesuai

dengan Undang-undang, sedangkan pelaku usaha Agen perbankan berusaha

meningkatkan mutu dan kualitas pelayanannya dengan melakukan pelatihan dan

sebagainya untuk menambah keahlian pelayanan tersebut khususnya di Agen BRI

LINK Dewata, Agen BRI LINK Yendrawati, Agen BRI LINK Vino, Agen BRI

LINK Foto Copy Talenta, Agen BRI LINK Nelita serta membuat penyelesaian

pengaduan apabila mengalami kerugian melalui transaksi Agen BRI LINK sesuai
16
dengan ketentuan proses penyelesaian pengaduan yang berlaku. Pada

praktiknya ternyata PT. Bank Rakyat Indonesia Persero (Tbk) masih belum

melengkapi beberapa sarana dan prasarana pendukung yang memadai pada

kegiatan Agen BRI LINK seperti : alat mesin penghitung uang, lampu pendeteksi

ultra violet, jaringan internet yang memadai. Sementara modal awal untuk dapat

memulai operasional menjadi agen secara umum adalah : komputer yang ada

16
Wawancara dengan Bapak Arief Fadilla Selaku KA Unit PT. Bank Rakyat Indonesia
Persero (Tbk) Kota Bertuah Kantor Cabang Pembantu, tanggal 25 November 2016, pukul 10:11
Wib.

9
jaringan Internet, printer, alamat email, telepon dan mesin fax, alat pendukung,

serta 1 atau 2 orang karyawan yang mampu mengoperasionalkan system

monitoring dan transaksinya, kewenangan penetapan biaya administrasi agen

wajib menetapkan secara wajar. 17

Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat 1 dijelaskan : Pemerintah memfasilitasi

pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai ketentuan

Peraturan Perundang-undangan.18

Akibatnya nasabah tidak diberikan ruang untuk dapat mengajukan

tuntutan ataupun permintaan ganti rugi terhadap setiap kelalaian sistem layanan

transaksi Agen BRI LINK tersebut.19

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanaan kegiatan usaha BRI LINK

dengan judul : “Perlindungan Hukum bagi Nasabah terhadap Agen BRI

Link Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor.

19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam

Rangka Keuangan Inklusif di Wilayah Kota Pekanbaru”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi nasabah terhadap pengguna

layanan Agen BRI LINK berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor. 19/POJK.03/2014 ?

17
Chezhemedia.blogspot.co.id, diakses tanggal 13 November 2016, pukul 13:20 Wib.
18
Lihat Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
19
Wawancara dengan Bapak Riki Pedagang Ikan Selaku Nasabah Agen BRI LINK Kota
Pekanbaru, tanggal 23 November 20116, Pukul 09:00 Wib.

10
2. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak bank apabila

nasabah mengalami kerugian terhadap transaki melalui Agen BRI LINK ?

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi nasabah terhadap

pengguna layanan Agen BRI LINK berdasarkan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan Nomor. 19/POJK.03/2014.

b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pihak bank apabila

nasabah mengalami kerugian terhadap transaki di Agen BRI LINK.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau

kegunaan baik yang bersifat teoritis maupun praktis:

a. Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH) Srata Satu (S1) pada Fakultas

Hukum Universitas Riau.

2) Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pelaksanaan

kegiatan usaha Agen BRI LINK oleh PT. Bank Rakyat

Indonesia Persero (Tbk).

b. Manfaat Praktis

1) Mampu menjadi pedoman bagi nasabah dan Agen dalam

menggunakan transaksi kegiatan usaha BRI LINK.

2) Dapat memberikan pandangan bagaimana cara penanganan-

penanganan terhadap permasalahan-permasalahan yang akan

muncul dalam layanan transaksi BRI LINK.

11
3) Dapat memberikan bahan pertimbangan kepada para Agen

BRI LINK dengan beritikad baik dalam melayani nasabah.

D. Kerangka Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Hukum adalah ketentuan dan tata tertib dari masyaraakat, hukum

tersebut dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mencapai

keadilan dan kepastian hukum, setiap yang melakukan keadilan harus

melakukan keadilan terlebih dahulu.20

Makna perlindungan hukum terkandung dalam alinea keempat

pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194521

yang berbunyi “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia” kalimat dalam alinea keempat pembukan Undang-undang

Dasar 1945 tersebut secara teoritis telah menentukan teori perlindungan

hukum terhadap bangsa Indonesia dan warga negaranya.

Menurut fitgerald dalam buku Satjipto Raharjo, masyarakat bertujuan

untuk mengintegrasikan (menyatukan) dan mengkoordinasikan (mengatur)

berbagai macam kepentingan yang terjadi agar dapat menekan masalah

kepentingan tersebut karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan

terhadap kepentingan-kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara

membatasi kepentingan pihak lain.22

Menurut Satjipto Raharjo, hukum melindungi kepentingan seseorang

dengan cara mengalokasikan satu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

menjalankan kepentingannya tersebut. Pengalokasikan kekuasaan ini

20
Manufactures’ Finance Co, “Equality”, Jurnal West Law, Supreme Court of the United
States, 1935, diakses melalui https://lib.unri.ac.id/e-journal-e-book/, pada tanggal 31 Oktober
2017.
21
Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
22
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 2000, hlm. 53.

12
dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya,

kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Suatu kepentingan

merupakan sasaran dari hak, bukan hanya karena hak dilindungi oleh hukum,

tetapi juga karena adanya pengakuan terhadap hak tersebut, sedangkan

menurut Paton, hak tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan

kepentingan, melainkan juga adanya kehendak.23

Kepentingan hukum adalah mengurusi kepentingan manusia, sehingga

hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan-kepentingan

manusia yang perlu diatur dan dilindungi.24 Philipus M.Hadjon

mengemukakan bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat

dan martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yaang dimiliki oleh

subjek hukum dalam negara hukum berdasarkan pada ketentuan hukum yang

berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan.

Perlindungan hukum itu pada umunya berbentuk suatu peraturan tertulis,

sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang

harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.25

2. Teori Perbankan

a. Pengertian Bank dan Pengaturan Bank

Ditinjau dari segi bahasa, kata bank berasal dari Yunani yaitu

Banco yang secara harfiah diartikan sebagai tempat duduk. Sedangkan

bank dalam bahasa inggris diartikan sebagai tempat penyimpanan

uang. Sementara itu para ahli memberikan pengertian yang berbeda-

23
Satjipto Raharjo, Op.Cit, “Ilmu Hukum”, hlm. 54.
24
Ibid, hlm. 68.
25
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya:
1987, hlm. 205.

13
beda tergantung dari sudut mana para ahli tersebut memandangnya.

Perbedaan itu hanyalah dalam lapangan usaha bank yang pada

dasarnya memang berbeda. Pengertian yang dikemukakan oleh para

ahli tersebut diantaranya:

1) A. Abdurrahman, dalam bukunya Ensiklopedia Ekonomi,

Keuangan dan Perdagangan.26

Bank adalah satu jenis lembaga keuangan yang

melaksanakan berbagai macam jasa seperti : memberikan

pinjaman, mengedarkan mata uang, bertindak sebagai tempat

penyimpanan benda-bendaberharga, membiayai usaha-usaha

perusahaan dan lain-lain.

2) G..M. Verryn Stuart, dalam bukunya Bank Politik.27

Bank adalah satu badan yang bertujuan untuk

memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya

sendiriatau dengan uang yang diperoleh dari orang lain,

maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukaran baru

berupa uang giral.

Menurut Undang-undang Perbankan pengertian Bank itu

dimuat dalam Pasal 1 angka 2 yang menyatakan : Bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.

26
Ibid.
27
Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia, Jakarta: 2003, hlm. 1.

14
Berdasarkan uraian tersebut terlihat dua fungsi utama dari

lembaga perbankan di Indonesia :

1) Fungsi bank dalam bidang liabilitas yaitu menghimpun dana

masyarakat dalam bentuk simpanan baik berupa giro,

deposito, tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan

dengannya. Fungsi bank dalam bidang liabilitas ini memegang

peranan penting dalam lembaga perbankan karenan simpanan

merupakan salah satu modal bank dalam menyalurkan

usahanya.

2) Fungsi bank dalam menyalurkan dana masyarakat yaitu dalam

bentuk pemberian kredit. Pemberian kredit ini haruslah

ditujukan terhadap sektor-sektor produktif dalam rangka

menunnjang pelaksanaan pembangunan nasional.

Fungsi bank sebagai penghimpun dan penyalur dana pada

masyarakat, tidak dapat dipisahkan dengan tujuan utama perbankan

nasional yakni menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam

rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan

stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat.28 Jadi

semua kegiatan dan usaha perbankan tersebut tidak hanya berorientasi

kepada keuntungan semata-mata akan tetapi usaha perbankan tersenut

harus memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejateraan

rakyat.

Agar usaha dan kegiatan bank dapat berjalan secara efisien,

sehat dan wajar serta mampu berperan dalam mendukung proses

28
Pasal 4 Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

15
pembangunan nasional, diperlukan adanya dasar yang kokoh sebagai

landasan gerak dari usaha perbankan. Untuk mewujudkan hal tersebut

diperlukan adanya :

1) Penataan struktur kelembagaan perbankan yang lugas dan

memiliki ruang gerak yang luas.

2) Diberikan kesempatan untuk memperluas jangkauannya

diseluruh tanah air baik bagi Bank umum maupun Bank

Perkreditan Rakyat.

3) Adanya landasan hukum yang kuat bagi terselenggaranya

pembinaan dan pengawasan yang mendukung peningkatan

kemampuan perbankan dalam menjalankan fungsinya secara

sehat, wajar, dan efisien.

Menjalankan pokok-pokok pemikiran diatas, diperlukan

adanya produk-produk hukum perbankan yang akan menjadi acuan

perbankan nasional, produk hukum tersebut berwujud dalam bentuk

Undang-undang Perbankan, di samping itu juga didukung oleh

peraturan perundang-undangan yang lain yakni :

1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor. 3 Tahun 2004.

2) KUH Perdata.

3) KUHD.

4) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 6/18/DPNP tanggal 20

April 2004 tentang Pedoman Penerapan Managemen Resiko

Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet.

16
b. Asas-Asas Hukum Perbankan

Dalam melasanakan kemitraan antara bank dengan

nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan

perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus)

yaitu:29

1) Asas Demokrasi Ekonomi

Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2

Undang-undang Perbankan yang diubah. Pasal tersebut

menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan

usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan

usaha perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-

prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

2) Asas kepercayaan

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang

menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan

kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama

bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya

atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus

menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan

mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya.

Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya

29
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta: 2003, hlm. 4-5.

17
di bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa

uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang

diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai

dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan

dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup

kemungkinan akan terjadi rusuh terhadap dana yang

disimpannya. Sutan Remy Sjahdeni menyatakan bahwa

hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana

adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitur

(bank) dan kreditur (nasabah).

3) Asas kerahasiaan

Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan

atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang

berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah

bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib

dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untunk kepentingan

bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan

masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal

40 Undang-undang Perbankan menyatakan bahwa bank

wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan

dan simpananya.

4) Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

Asas Kehatia-hatian adalah suatu asas yang

menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan

kegiatan usahnya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian


18
dalam rangka melindungi dana masyarakat yang

dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2

Undang-undang Perbankan bahwa Perbankan Indonesia

dalam melaksanakan usahanya berdasarkan demokrasi

ekonomi dengan menggunakan asas kehati-hatian. Tujuan

diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar

bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukanya

prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan

masyarakat terhadap Perbankan tetap tinggi, sehingga

masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan

dananya di bank.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan gambaran yang menggambarkan antara

hubungan konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti.30 kerangka

konseptual ini diperlukan untuk menghindari kesimpangsiuran dalam penafsiran

penulisan. Skripsi penulis memberikan definisi atau batasan-batasan terhadap

istilah yang digunakan, yakni sebagai berikut :

1. Perlindungan adalah hal (perbuatan) melindungi.31

2. Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh penguasa (Pemerintah) atau

adat yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakaat (Negara).32

Hukum dalam penelitian ini adalah hukum dalam layanan transaksi Agen

30
Soerjono Soekanto, Pengantar Pengertian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta:
1990, hlm. 132.
31
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Umum Bahasa Indonesia (edisi ketiga), Balai Pustaka,
Jakarta: 20006. hal. 1281.
32
www.statushukum.com/perlindunganhukum, diakses tanggal 21 Maret 2017 pukul 14:10
wib.

19
BRI LINK menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor.

19/POJK.03/2004 Tentang Layanan Tanpa Kantor Dalam Rangka

Keuangan Inklusif khususnya perlindungan bagi nasabah Di Wilayah

Kota Pekanbaru.

3. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.33

4. Agen adalah pihak yang bekerjasama dengan Bank penyelenggara Laku

Pandai yang menjadi kepanjangan tangan Bank untuk menyediakan

layanan perbankan kepada masyarakat dalam rangka keuangan inklusif

sesuai yang diperjanjikan.34

5. Bank BRI (Bank Rakyat Indonesia) adalah salah satu bank milik

pemerintah Republik Indonesia dan merupakan salah satu bank terbesar

di Indonesia. Bank ini memiliki kantor unit hampir di setiap kecamatan di

seluruh Indonesia.35

6. BRI LINK adalah produk milik BRI dimana pihak-pihak yang berminat

dapat bergabung menjadi rekanan BRI untuk memanfaat biller BRI

dengan konsep sharing fee selanjutnya pihak-pihak tersebut yang

menjadi rekanan BRI baik sebagai Collecting Agen Agregator (CAA)

atau Agen BRI LINK.36

33
Pasal 1 ayat 16 Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 atas Perubahan Undang-Undang
Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
34
Lihat Pasal 1 ayat 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 19/POJK.03/2014 Tentang
Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.
35
http://best.tanijogonegoro.com/2013/11/bankbri.html?m=1, diakses tanggal 4 Desember
2016, pukul 20:19 wib.
36
Lihat Pasal 1 Perjanjian Kerja sama antara PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
dengan Calon Agen.

20
7. Agen BRI LINK adalah pihak-pihak yang menjadi rekanan BRI LINK

dimana terdapat 2 pihak Agen BRI LINK, yaitu : Collecting Agen

Agregator (CAA) dan Collecting Agen (CA).37

8. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah Menurut ketentuan Pasal 2 ayat

2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan dikatakan bahwa, “OJK” adalah lembaga yang

independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari

campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam Undang- undang ini.38

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis yaitu penelitian

yang hendak melihat korelasi antara hukum dan masyarakat, sehingga

mampu mengungkapkan efektivitas berlakunya hukum dalam masyarakat

dan mengidentifikasi hukum yang tidak tertulis yang berlaku pada

masyarakat. Jadi, pada penelitian sosiologis ini yang diteliti pada awalnya

ialah data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap

data primer dilapangan atau terhadap masyarakat.39 Penelitian ini disebut

juga penelitian hukum empiris karena penelitian ini bersifat deskriftif yaitu

penulisan mencoba untuk memberikan gambaran dari satu kenyataan secara

lengkap, rinci, dan jelas mengenai perlindungan hukum bagi Nasabah

terhadap Agen BRI LINK berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

37
Lihat Pasal 1 Perjanjian Kerja sama antara PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
dengan Calon Agen.
38
Lihat Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, diakses tanggal 21 Maret 2017, pukul 13:21 wib.
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta: 1990, hlm. 52.

21
Nomor. 19/POJK.03.2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor

Dalam Rangka Keuangan Inklusif Di Wilayah Kota Pekanbaru.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru, Kecamatan Marpoyan

Damai, Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Sukajadi, tepatnya di agen

perseorangan yaitu Agen BRI LINK “DEWATA” beralamat Jalan Soekarno

Hatta-Pasar Pagi Arengka, Agen BRI LINK “YENDRIWATI” Jalan Pala

Raya Gg. Kamboja , Agen BRI LINK “VINO” Jalan Rambutan 3, Agen

BRI LINK “FOTO COPY TALENTA” Jalan Kaharuddin, dan Agen BRI

LINK “NELITA” Jalan Durian-Pasar Burung yang merupakan kegiatan

usaha yang bergerak dibidang Layanan Keuangan Perbankan.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah sekumpulan objek yang hendak diteliti

berdasarkan lokasi penelitian yang telah ditentukan sebelumnya

sehubungan dengan penelitian ini.40 Dalam penelitian ini penulis

menetapkan populasi penelitian yang berkaitan dengan objek

penelitian penulis yaitu :

1) Kepala Bagian PT. Bank Rakyat Indonesia Persero (Tbk)

selaku KA Unit Kota Bertuah Kantor Cabang Pembantu.

2) Agen BRI LINK Kota Pekanbaru.

3) Nasabah Agen BRI LINK Kota Pekanbaru.

b. Sampel

40
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta: 2001, hlm. 44.

22
Dari populasi yang telah ditetapkan maka penulis

menentukan sampel dari populasi tersebut. Dalam menetapkan

sampel penulis menggunakan metode purposive sampling yaitu

menetapkan sampel yang mewakili jumlah populasi yang ada.

Berikut tabel dibawah ini :

Tabel 1.II
Populasi dan Sampel
No Jenis Populasi Jumlah Jumlah Persentase
Populasi Sampel
1 Kepala Bagian KA Unit BRI Kota 1 1 100%
Bertuah Kantor Cabang Pembantu
2 Agen BRI LINK Kota Pekanbaru 15 5 33%
3 Nasabah Agen BRI LINK Kota 20 20 100%
Pekanbaru
Jumlah
Sumber Data : Data Olahan Primer Tahun 2016

4. Sumber Data

Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang bersifat sosiologis,

artinya penelitian ini memiliki sumber data primer dibedakan menjadi :41

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang penulis dapatkan atau peroleh

secara langsung melalui responden dan wawancara dilapangan

mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan masalah yang diteliti.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang tidak langsung diberikan

kepada peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau

mencari melalui dokumen. Data ini diperoleh dengan menggunakan

studi literatur yang dilakukan terhadap banyak buku dan diperoleh

berdasarkan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian,

41
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukumn Sosiologis, Raja Grafindo
Prasada, Jakarta: 2007, hlm. 23.

23
selain itu peneliti mempergunakan data yang diperoleh dari

internet.42

1) Bahan Hukum Primer

Bahan Yang bersumber dari penelitian kepustakaan

yang diperoleh dari Peraturan dan Undang-undang lain :

a) Undang-undang Dasar 1945.

b) Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan Atas Perubahan Undang-undang Nomor

10 Tahun 1998.

c) Undang-undang Nomor. 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik.

d) Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/6/PBI/2005

Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan

Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

e) Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

7/7/PBI/2005 jo Nomor. 10/10/PBI/2008 tentang

Penyelesaian Pengaduan Nasabah.

f) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor.

1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen

Sektor Jasa Keuangan.

g) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor.

19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan

Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

42
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung: 2005, hlm. 62.

24
2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan penelitian

yang berasal dari rancangan undang-undang, literatur dan

hasil penelitian para ahli sarjana yang berupa buku-buku

yang berkaitan dengan pokok pembahasan.43

3) Bahan Hukum Tersier

Data yang penulis peroleh dari kamus ensiklopedia

dan internet atau media cetak lainnya yang dapat

menunjang kesempurnaan dalam penelitian.44

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara pengamatan langsung terhadap objek penelitian.45

b. Kuisioner yaitu metode pengumpulan data dengan cara membuat

daftar-daftar pertanyaan yang memiliki korelasi dengan pemasalahan

yang diteliti, yang pada umumnya jawaban sudah tertera dalam

kuisioner. Kendatipun demikian, tidak tertutup kemungkinan

pertanyaan diberikan dalam bentuk essai, dalam hal ini responden

sendirilah yang memberikan jawaban.

c. Wawancara

Wawancara adalah teknik mendapatkan keterangan secara

langsung dengan tujuan tertentu. Metode ini dipakai untuk

mengecek dan memperdalam pengertian yang telah didapat dari

primer dan data sekunder. Dalam wawancara ini penulis

43
Burhan Ashshopa, Metode Penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta: 2004, hlm. 103.
44
Ibid,. Op.Cit, Metode Penelitian Hukum, hlm. 6.
45
Ibid.

25
mewawancarai Kepala Bagian KA Unit BRI Kota Bertuah Kantor

Cabang Pembantu, Agen BRI LINK Kota Pekanbaru dan Nasabah

Agen BRI LINK Kota Pekanbaru.

d. Kajian Kepustakaan yaitu Penulis mengambil kutipan dari buku

bacaan, literatur, atau buku pendukung yang memiliki kaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti.

6. Analisis Data

Dari data yang diperoleh baik dari hasil wawancara maupun studi

kepustakaan akan diolah atau dianalisis secara metode kualitatif, yaitu

menguraikan data yang diperoleh dalam bentuk kalimat yang teratur, logis,

dan efektif sehingga dapat memberikan penjelasan atas rumusan

permasalahan yang penulis angkat,46 Sementara itu, metode berpikir yang

penulis gunakan dalam menarik kesimpulan adalah metode deduktif, yaitu

cara berpikir yang menarik suatu kesimpulan dari suatu pernyataan atau dalil

yang bersifat umum menjadi suatu pernyataan yang bersifat khusus. Yakni

pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis untuk dapat

memberikan gambaran secara jelas jawaban atas permasalahan sebagai

berikut :

a. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi nasabah terhadap

pengguna layanan Agen BRI LINK berdasarkan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan Nomor. 19/POJK.03/2014.

46
Abdul kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung:
2004, hlm. 152.

26
b. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak bank

apabila nasabah mengalami kerugian terhadap transaki melalui

Agen BRI LINK.

Dimana dalam mendapatkan suatu kesimpulan dimulai dengan

melihat faktor-faktor yang nyata dan diakhiri dengan penarikan suatu

kesimpulan yang juga merupakan fakta dimana kedua fakta tersebut di

jembatani oleh teori-teori.47

47
Aslim Rasyad, Metode Ilmiah: Persiapan Peneliti, UNRI Press, Pekanbaru: 2005, hlm. 20.

27

You might also like