You are on page 1of 22

MAKALAH

KEPERARAWATAN GAWAT DARURAT


CRISIS HIPERTENSI

Disusun oleh :
Ajeng Dwi R. ( 1501021019 )
Ovi Nuralida ( 1501021023 )

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2015/2016
BAB1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Hipertensi adalah penyakit yang di timbulakan karena tekanan darah yang
melebihi normal. penyakit ini sangat umum terjadi dimasayarakat. penyakit ini
bisa timbul karena faktor keturunan, makanandan minuman, kebiasaan. Semua
masyarakat rata-rata mengalami penyakit ini dan itu sudah dianggap biasa.
Masyarakat dan pelayanan tidak asing lagi dengan penyakit ini, tapi akhir-
akhir ini masih banyak ditemukan masyarakat yang tidak tau bahaya hipertensi
yang tidak berbahaya dan mana yang hipertensi yang dianggap berbahaya atau
bisa dikatagorikan dapat mengancam jiwa. Dan penanganan hipertensi pada
umumnya dan hipertensi kritis sangatlah berbeda. Hal itu, mash ditemukan
perawat yang tidak tau tindakan yang harus dilakukan saat dihadapkan dengan
hipertensi kritis. Sekitar 25% dari orang dewasa dengan hipertensi kronis tidak
menyadari penyakit mereka (Monnet, 2015)Jadi, dibuatlah makalah ini dengan
tuuan masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat mengetahui tentang penyakit
hipertensi ditanyakan kritis dan cara penanganannya.
1.2 Rumusan Masalah.
1.2.1 Apa definisi dari hipertensi kritis?
1.2.2 Apa etiologi hipertensi kritis?
1.2.3 Apa Tanda dan Gejala Hipertensi Kritis?
1.2.4 Bagaimana manifestasi klisis hipertensi kritis?
1.2.5 Bagimana patofisiologi hipertensi kritis?
1.2.6 Apa saja Komplikasi Hipertensi Kritis?
1.2.7 Bagaiman pemeriksaan penunjang pada hipertensi keperawatan?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan hipertensi kritis?
1.2.9 Bagaiman asuhan keperawatan hipertensi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui definisi dan etiologi hipertensi kritis
1.3.2 Dapat mengetahui tanda dan gejala hipertensi kritis
1.3.3 Dapat menegetahui manifestasi hipertensi kritis
1.3.4 Dapat mengetahui patofisiologi hipertensi kritis
1.3.5 Dapat mengetahui komplikasi hipertensi kritis
1.3.6 Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang hipertensi kritis
1.3.7 Dapa mengetahui penatalaksanaan dan asuhan keperawatan hipertensi
kritis
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertensi Kritis JNC7


Hipertensi kritis adala keadaan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan
diastol > 120 mmHg (Monnet, 2015).
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan di bidang neuro-
cardiovaskular yang sering di-jumpai di instalasi gawat darurat. ((Devicaesaria,
2014)

Gambar 1: klasifikasi tekanan darah (Devicaesaria, 2014)

Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan


darah akut. Definisi yang paing sering dipakai adalah

1.Hipertensi emergensi (darurat)


Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg
secara mendadak di-sertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus
ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-
obatan anti hipertensi intravena.

2.Hipertensi urgensi (mendesak)


Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa
disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera
diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:

1. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110
mmHg, walaupun telah di-berikan pengobatan yang efektif (tri-ple drug)
pada penderita dan kepatu-han pasien.
2. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelain-an
funduskopi. Bila tidak diobati da-pat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi de-ngan tekanan darah diastolik > 120-130
mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema, peninggian te-kanan
intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun
kematian bila penderita tidak mendapatkan pengobatan. Hi-pertensi maligna
biasanya pada pen-derita dengan riwayat hipertensi e-sensial ataupun
sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan
darah normal.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit
kepala yang hebat, penurunan kesa-daran dan keadaan ini dapat menjadi
reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.

2.2 Etiologi

1. Hipertensi essensial Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa


kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-
lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian
besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya
memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien
hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai
populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas)
memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).
Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan
beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem
saraf pusat (Sunardi, 2000).

2.3 Tanda dan Gejala Hipertensi Kritis


Setiap orang memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda.Kenaikan tekanan
hipertensi krisis de-ngan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit
kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa
hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan
penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal.darah dengan tiba-tiba
disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat, penurunan kesa-daran dan
keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.
2.4 Manifestasi Hipertensi Kritis.
a. Perdarahan intra cranial atau subaraoid
b. Hipertensi ensefalopati
c. Diseksi aorta akut
d. Odema paru akut
e. Eklamsi
f. Infark miokard akut
2.5 Patofisiologi Hipertensi Kritis

Peningkatan mendadak tekanan terutama terkait dengan aktivasi sympa-


sintetik dan / atau pelepasan vasokonstriktor yang terjadi di berbagai keadaan
seperti. Peningkatan tekanan intravaskular memicu beberapa gangguan vaskular.
kerusakan endotel dengan aktivasi molekul adhesi dan kaskade pembekuan,
nekrosis fibrinoid pembuluh kecil dan pelepasan lebih vasokonstriktor
membentuk lingkaran setan menyebabkan iskemia organ. Perubahan ini kemudian
bertanggung jawab untuk hipertensi ensefalopati, cedera ginjal akut dan HELLP
(hemo-lisis, peningkatan enzim hati, trombosit rendah) sindrom. Penanda
thrombogenesis, fibrinolisis dan inflamasi meningkat selama keadaan darurat
hipertensi tetapi tidak selama urgensi (Derhaschnig, 2013). Secara paralel,
hipertensi merusak kondisi pembebanan jantung, menyebabkan gagal jantung dan
sindrom koroner akut, dan diseksi aorta.
Patway: (Kowalak , 2011)

 Fungsi renal yang abnormal


 Perdarahan intraserebral
 Pengehentian obat-obat hipertensi
 Iskemia miokarrd
 Feokromositoma

Hiperetnsi krisis

Hiperetnsi yang lama

Penyempitan pembuluh darah

Restriksi aliran darah ke organ-


organ penting

Kerusakan organ

Ginjal Jantung Otak

 Penurunan perfusi jaringan  Penurunan perfusi  Penurunan perfusi


 Kerusakan nefron yang progresif jaringan serebral
 Penurunan kemampuan  Penyakit arteri  Iskemia
memekatkan urin koronaria  Spasme harteri
 Peningkatan kadar ureum dan  Infark miokard  Serangan iskemik
kreatinin  Peningkatan sepintan (TIA)
 Peningkatan permeabilitas tubulas beban kerja  Kelemahan tunika
renal disertai perembesan protein ke jantung intima pembuluh
dalam tubulus  Hipertrovi darah
 Uremia ventrikelkiri  Perdarahan
 Gagal ginjal  Gagal jantung intrakranial
2.6 Komplikasi Hipertensi Kritis
a. Gagal ginjal
b. Gagal jantung
c. Iskemia
2.7 PemeriksaanPenunjang Hipertensi Kritis
a. Hitung jenis
b. Elektrolit
c. Kreatinin
d. Urinalisa
e. Foto thorak
f. Ekg
g. Ct- scan kepala.
2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Kritis
1. Hipertensi Urgensi
Penatalaksanaan umum:

Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi man-faat untuk


menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal. Mean Arterial Pressure
(MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal
penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi par-enteral maupun oral bukan tanpa
risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral
anti-hipertensi dapat menimbul-kan efek akumulasi dan pasien akan
mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan
kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi
urgensi.

Dalam urgensi hipertensi, BP harus diturunkan secara bertahap selama 24-


48 jam, biasanya dengan obat oral seperti inhibitor enzim angiotensin-
converting atau calcium channel blockers. Selama keadaan darurat hyperten-
sive, pengurangan BP harus dicapai dalam waktu 30-60 menit. Ini
membutuhkan pemberian obat antihipertensi intravena ampuh.
Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi:

Captopril adalah golongan angiotensin-convert-ing enzyme (ACE)


inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg
sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosis-nya 50-100 mg setelah 90-120
menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia,
angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri
renal bilateral).

Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering


digunakan pada pasien de-ngan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan
pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan
nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65%
dibandingkan placebo yang mencapai 22% (p=0,002). Penggu-naan dosis oral
biasanya 30 mg dan dapat diu-lang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah
yang diinginkan. Efek samping yang sering terja-di seperti palpitasi, berkeringat
dan sakit kepala.

Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan


memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki
dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis.
Peneli-tian secara random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok;
diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan meng-hasilkan
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum la-
betalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi
setiap 3-4 jam ke-mudian. Efek samping yang sering muncul ada-lah mual dan
sakit kepala.

Clonidine adalah obat-obatan golongan sim-patolitik sentral (α2-


adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan
puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian
berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan da-rah yang
diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi
adalah se-dasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.

Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak


kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk
terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang men-dadak
dan tidak dapat diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.

Clevidipine adalah terbaru intravena agen anti-hyperten-sive.


dihidropiridin generasi ketiga ini adalah blocker saluran kalsium yang
melemaskan arteri otot polos (Keating, 2014). Hal ini tidak berpengaruh pada
sistem vena dan karena itu tidak menurunkan preload jantung. Obat ini diberikan
1–21 mg/h secarabertahap dan Gandakan tingkat tarip tiap-tiap 90 s sampai gol
dicapai.

2. Hipertensi Emergensi
Penatalaksanaan umum:

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung


pada kerusakan or-gan target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-
obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan
ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang
tepat. Tingkat ideal pe-nurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) 10% se-lama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam
berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berle-bihan akan
mengakibatkan jantung dan pembu-luh darah orak mengalami hipoperfusi.

Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi:


1. Neurologic emergency: American Heart Association
merekomendasikan penu-runan tekanan darah > 180/105 mmHg pada
hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iske-
mik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk
menentukan apakah tekanan darah akan menurun se-cara sepontan.
Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.
2. Cardiac emergency: Pasien dengan hipertensi emergensi yang
melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi den-gan
nitroglycerin. Pada studi yang telah di-lakukan, bahwa nitroglycerin
terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri ko-roner. Pada
keadaan diseksi aorta akut pem-berian obat-obatan β-blocker (labetalol
dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian
dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside.
Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target
tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik > 120mmHg) dalam waktu
20 menit.
3. Kidney Failure: Acute kidney injurybisa dise-babkan oleh atau
merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney in-jury
ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria.
Terapi yang di-berikan masih kontroversi, namun nitroprus-side IV
telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat
menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam
secara parenteral dapat meng-hindari potensi keracunan sianida akibat
dari pemberian nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.
4. Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena
pengaruh obat-obatan seperti kate-kolamin, klonidin dan penghambat
monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin
seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat
menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin ok-sidase dapat
mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan
zat seperti pheo-chromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol
denganpemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau
phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat
diberikan sebagai tambahan sampai te-kanan darah yang diinginkan
tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik
adalah de-ngan memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan
dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang telah dijelaskan di
atas.
2.9 Asuhan Keperawatan Hipertensi Kritis.

1. Pengkajian
a. Identitas
1) Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan,
Agama, Bangsa.
2) Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan,
Agama, Bangsa dan hubungan dengan pasien.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
· Bersihan jalan nafas
· Adanya/ tidaknya jalan nafas
· Distres pernafasan
· Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
· Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
· Suara nafas melalui hidung atau mulut
· Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

3) Circulation
Kaji :
· Denyut nadi karotis
· Tekanan darah
· Warna kulit, kelembapan kulit
· Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji :
· Tingkat kesadaran
· Gerakan ekstremitas
· GCS ( Glasgow Coma Scale )
· Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
5) Eksposure
Kaji :
· Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 )
c. Dasar Data Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit,
suhu dingin
3) Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor
stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan
pola bicara
4) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6) Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optic
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen
8) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
9) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10) Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone.
(Dongoes Marilynn E, 2000)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun
b. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
c. Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokardium
d. Resiko injury berhubungan dengan diplopia
e. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan anggota
gerak
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun
Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat diatasi
Kriteria hasil :
· Fungsi sensori dan motorik membaik
· Mampu mempertahankan tingkat
Intervensi :
1) Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan
tekanan
darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur
menunjukkan adanya peningkatan TIK
2) Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
3) Pantau status neurologis secara teratur
R : Mencegah/menurunkan atelektasis
4) Dorong latihan kaki aktif/ pasif
R : Menurunkan statis vena
5) Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin
R : Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat menyebabkan
penurunan
volume sirkulasi
6) Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin
R : Menurunkan resiko trombofeblitis

b. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru


Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas
Kriteria hasil : Memperhatikan pola napas normal/efektif, bebas sianosis
dengan GDA dalam batas normal pasien
Intervensi :
1) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara suara
tambahan yg tidak normal
R : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
2) Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan
pernapasan
R : Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan
lokasi/luasnya
keterlibatan otak.
3) Berikan oksigen sesuai indikasi
R : Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan.
4) Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien
sadar
R : Mencegah/menurunkan atelektasis
5) Kaji TTV tiap hari
R : Mengetahui perubahan status kesehatan
c. Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokrdium
Tujuan : Menurunkan beban kerja jantung
Kriteria hasil :
· Berpartisipasi dalam menurunkan TD
· Mempertahankan TD dalam rentan yang dapat diterima
Intervensi :
1) Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya
R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan
tekanan
darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur
menunjukkan adanya peningkatan TIK
2) Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.
3) Catat keberadaan denyutan sentral dan perifer
R : Denyutan karotis, jugularis, radialis, femoralis mungkin menurun
mencerminkan efek vasokontriksi.
4) Auskultasi tonus jantung
R : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat
5) Amati warna kulit, kelembapan suhu dan masa pengisian kapiler
R : Adanya pucat, dingin, kulit lembap dan masa pengisian kapiler lambat
mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi atau
penurunan COP
6) Berikan obat-obat sesuai indikasi, misal : deuretik tiyazid
R : Tiyazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk
menurunkan tekanan darah.
d. Resiko injury berhubungan dengan diplopia
Tujuan : Resiko injuri berkurang
Kriteria hasil : Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh
Intervensi :
1) Atur posisi pasien agar aman.
R : Menurunkan resiko injuri
2) Pertahankan tirah baring secara ketat
R : Pasien mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk bergerak
3) Atur kepala taruh diatas daerah yang empuk ( lunak )
R : Menurunkan resiko trauma secara fisik

e. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan anggota


gerak
Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi optimal
Kriteria hasil : Dapat melakukan aktifitas mandiri
Intervensi :
1) Kaji derajat emobilitas pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan
R : Pasien mampu mandiri ataukah masih membutuhkan orang lain untuk
aktivitas
2) Pertahankan kesejajaran tubuh
R : Untuk membantu mencegah footdrop
3) Bantu pasien dengan program latihan menggunakan alat mobilisasi
R : Proses penyembuhan yang lambat sering menvertai trauma
4) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional
R : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat
diukur
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap aktifitas, parhatikan frekuensi nadi, dispnea
atai nyeri
dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing atau
pingsan
R : Menyebutkan parameter membantu dlam mengkaji respons fisiologi
terhadap
stres aktifitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktifitas
2) Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
R : Tehnik menghemat energi mengurangi penggunaan energi juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3) Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap
jika dapat
ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R : Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba tiba.
Memberikan bentuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktifitas. ( Doengoes, Marlynn E. 2002. )
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipertensi kritis adala keadaan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan
diastol > 120 mmHg (Monnet, 2015).
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan di bidang neuro-
cardiovaskular yang sering di-jumpai di instalasi gawat darurat.
((Devicaesaria, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Devicaesaria, Asnelia.2014. Hipertensi Krisis.


http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Hipertensi_Kritis.pdf
(20 April 2017).

Derhaschnig U, Testori C, Riedmueller E, Aschauer S, Wolzt M, Jilma B (2013)


Hypertensive emergencies are associated with elevated markers of
inflammation, coagulation, platelet activation and fibrinolysis. J Hum
Hypertens 27:368–373

Keating GM (2014) Clevidipine: areview of its use for managing blood pressure
in perioperative and intensive care settings. Drugs 74:1947–1960

Kowalak-Welsh-Mayer.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC

Monnet, Xavier & Paul E. Marik.2015.What’s new with hypertensive crises?.


41:127–
130http://content.ebscohost.com/ContentServer.asp?T=P&P=AN&K=25406408&S=R&
D=mnh&EbscoContent=dGJyMNLr40SeqLA4y9fwOLCmr06ep69Srqm4SLSWxWXS&
ContentCustomer=dGJyMOzprkixr69MuePfgeyx44Dt6fIA ( 20 April 2017)

You might also like