You are on page 1of 38

KOMPLIKASI NIFAS

Kuliah Patologi Obstetri Akademi Kebidanan

dr. M Nurhadi Rahman


BATASAN
1. Gangguan Kenyamanan
2. Infeksi Nifas
3. Kelainan Pada Mammae
– Mastitis
– Kelainan pada putting susu
– Galaktokel
– Kelainan sekresi ASI
– Penghentian laktasi
4. Gangguan Jalan Lahir
5. Gangguan Traktus Urinarius
6. Kelainan Pada Uterus
– Subinvolusio
– Perdarahan Nifas Sekunder
– Erosi serviks post partum
– Relaksasi saluran keluar vagina & prolapsus uteri
NIFAS NORMAL
Masa Nifas : waktu antara setelah partus selesai sampai
6 minggu sesudahnya.
Involusi traktus reproduksi : proses pemulihan organ-
organ reproduksi kembali ke bentuk semula (sebelum
hamil).
– Korpus uteri  sel-sel miometrium mengecil kembali.
– Regenerasi endometrium  lokia rubra, serosa, alba
– Involusi bekas implantasi plasenta
– Pembuluh darah uterus  obliterasi & hyalinisasi
– Perubahan serviks  menebal dan membentuk corong
– Perubahan vagina  pemulihan rugae
– Perubahan dinding abdomen  “mengencang” kembali
(latihan akan mempercepat proses)
Perubahan organ-organ non reproduksi
INVOLUSI TRAKTUS REPRODUKSI
Berat uterus : 1000 g (aterm) – 500 g – 300 g – 60 g
Korpus uteri :
– Tinggi fundus uteri setelah janin lahir : sepusat
– Setelah plasenta lahir : 2 jari bawah pusat
– Hari ke 5 postpartum : ½ simfisis pusat
– > 12 hari postpartum : tidak teraba
Bekas implantasi plasenta : pengecilan diameter luka.
Perubahan serviks : pengecilan diameter oue
Endometrium : linea superfisialis  mjd jaringan nekrotik
– Lokia rubra & sanguinolenta : darah segar bercampur sisa
selaput ketuban, lama + 1 minggu.
– Lokia serosa : warna kekuningan, agak cair, lama + 1
minggu
– Lokia alba : warna putih.
PERUBAHAN ORGAN NON REPRODUKSI
Traktus urinarius : kapasitas kandung kemih meningkat &
relatif tidak sensitif terhadap peningkatan tekanan intravesika.
Perhatikan miksi 2 jam postpartum!
Ginjal & ureter kembali normal setelah 6 minggu.
Volume darah relatif bertambah  peningkatan kerja jantung
& terjadi hemokonsentrasi sebagai mekanisme kompensasi.
Perubahan endokrin :
– Kadar hormon kehamilan (hPL, hCG, estradiol) berkurang
atau menghilang berangsur-angsur.
– Pengaruh kadar prolaktin untuk memproduksi ASI &
oksitosin mempengaruhi kontraksi sel mioepitelium
kelenjar susu.
PERAWATAN POSTPARTUM
Dimulai sejak kala III dengan menghindari kemungkinan
perdarahan & infeksi.
1. Perawatan luka jalan lahir & higiene genitalia.
2. Waspada terhadap adanya perdarahan postpartum
3. Rawat gabung (bila tidak ada kontraindikasi) &
istirahat cukup.
4. Diet cukup kalori, tinggi protein & buah-buahan,
minum sedikitnya 3 liter per hari.
5. Pantau berkemih postpartum, lakukan kateterisasi
bila perlu, terutama pasien dengan risiko.
6. Motivasi untuk menyusui, kecuali bila ada
kontraindikasi
7. Mobilisasi dini, kecuali bila ada risiko perdarahan
postpartum.
RESPON EMOSI POSTPARTUM
Respon emosi normal wanita postpartum : rasa senang.
Respon negatif dan abnormal :
– Postpartum blues :
perubahan mood, tidak nyaman, rasa takut, tidak
mampu merawat anak, lelah, sakit kepala.
Terjadi pada 50 – 80% wanita.
Dapat merawat diri sendiri & bayinya.
Umumnya terjadi pada hari ke 3 sampai 10
Tidak butuh pengobatan, dapat rawat gabung. Lakukan
komunikasi yang baik dengan pasien.
– Postpartum depression
– Postpartum psychosis
INFEKSI NIFAS
Peradangan yang disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme ke dalam traktus genitalia pada saat
melahirkan dan nifas.
Demam nifas :
o
kenaikan suhu sampai 38 C atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama postpartum selain hari pertama. Suhu diukur
per oral minimal 4 x sehari.
Mikroorganisme penyebab : streptokokus hemolitikus
(tersering), stafilokokus aureus, e. coli, clostridium welchii.
Faktor predisposisi :
–Keadaan yang menurunkan daya tahan penderita.
–Partus lama, terutama dengan ketuban pecah dini
–Perlukaan jalan lahir
–Sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
DIAGNOSIS
1. Lihat gambaran klinis
2. Lihat perjalanan penyakit berdasarkan anamnesis &
faktor predisposisi yang memungkinkan.
3. Singkirkan diagnosis banding (penyebab lain adanya
demam)
4. Kenali jenis infeksi : lokal terbatas, penyebaran
setempat, penyebaran luas (sepsis).
5. Lakukan kultur dan tes resistensi bila ada fasilitas guna
mengetahui mikroorganisme penyebab & memilih
antibiotika yang sesuai.
GAMBARAN KLINIS
Tergantung lokalisasi infeksi : vulvitis, vaginitis, servisitis,
endometritis, parametritis, salpingitis, peritonitis & sepsis.
o
Demam > 38 C
Takikardia
Reaksi radang lokal pada daerah infeksi dengan atau tanpa
disertai pus
Pola lokia abnormal, dapat disertai bau.
Keluhan umum : malaise, sakit kepala, anoreksia.
Rasa sakit pada perut bagian bawah pada parametritis &
salpingitis
Terjadi subinvolusi uterus.
Tanda-tanda sepsis disertai penurunan kesadaran bila infeksi
telah menyebar dan tidak diatasi.
PENCEGAHAN
Selama kehamilan  lakukan ANC dengan baik :
1. Edukasi kesehatan, terutama masalah higiene & sanitasi
2. Pengobatan adekuat bila terdapat infeksi
3. Nutrisi adekuat dan istirahat cukup untuk daya tahan tubuh
terutama saat persalinan.
4. Pencegahan dan tatalaksana komplikasi kehamilan
Selama persalinan :
1. Isolasi pasien yang terkena infeksi.
2. Higiene personal
3. Tindakan a dan antisepsis
4. Pemeriksaan dalam seperlunya.
5. Kenali dan atasi komplikasi
6. Cegah terjadinya partus lama.
PENANGANAN
Non Medis : observasi, psikologis, isolasi, istirahat, higiene,
nutrisi, bantu merawat bayi, latihan nafas, eliminasi (defekasi &
mikturisi), medikasi sesuai instruksi dokter.
Medis
1. Pemeriksaan bimanual melihat jaringan yang tertinggal.
2. Pemeriksaan laboratorium : darah, kultur spesimen
(darah/lokia/sekret/urin)
3. Antibiotika spektrum luas sampai ditemukan hasil kultur.
4. Analgetika, suplemen zat besi, laxative & sedativa.
5. Cairan intravena
6. Singkirkan penyebab infeksi lainnya.
– Komplikasi :
– infertilitas
– kematian
LAKTASI
Kolostrum : cairan kekuningan yang disekresi oleh
payudara pada awal masa laktasi. Sekresi berlangsung
sampai 5 hari dan berangsur-angsur berubah menjadi
ASI.

Kandungan kolostrum :
Lebih banyak mineral & protein dibanding ASI.
IgA  melawan bakteri saluran cerna yang patogen.
Kandungan faktor imun lain : komplemen, makrofag,
limfosit, lactoferrin, lactoperoksidase & lisozim.

Kandungan ASI :  Williams Obstetric ed. 21 Hlm.410


Kontraindikasi pemberian ASI :
Infeksi nifas yang tidak teratasi
Infeksi virus pada ibu : CMV, herpes simpleks (bila terdapat
lesi pada payudara), hepatitis B (kecuali bayi telah
divaksinasi), HIV.
Tuberkulosis aktif yang tidak diobati
Penggunaan obat-obat tertentu pada ibu, terutama obat-obat
sitostatik sebagai anti kanker.
Penggunaan alkohol (minuman) yang tidak terkontrol

Penggunaan KB pada masa laktasi :


Tablet oral yang hanya mengandung progesteron  dapat
dimulai 2 – 3 minggu postpartum.
DMPA  6 minggu postpartum
Implan  6 minggu post partum
Tablet kombinasi harus setelah 6 minggu post partum dan
setelah laktasi berlangsung lancar.
MASTITIS
Infeksi dan peradangan pada mammae.
Infeksi terjadi melalui :
– Luka pada puting susu
– Penyebaran hematogen (darah).
Gambaran klinis :
– Demam, lesu, tidak ada nafsu makan
– Mammae membesar, nyeri, membengkak sedikit, kulit
kemerahan dan nyeri pada perabaan.
Mikroorganisme penyebab : stafilokokus aureus
Pencegahan :
– Membersihkan puting susu sebelum & sesudah menyusui.
– Bila terdapat luka pada puting, ASI diberikan dengan
pompa.
Bentuk mastitis :
Adenitis : infeksi pada duktus atau lobus. Umumnya
bilateral. Lebih jarang terjadi, berasal dari bayi.
– Demam, takikardia, bengkak & merah area yang
terinfeksi, dapat disertai keluarnya pus.
Selulitis : infeksi pada jaringan ikat interlobus. Umumnya
unilateral, lebih sering terjadi.
– Demam tinggi, takikardia, gambaran umum infeksi
(sakit kepala, malaise, menggigil), pembesaran
kelenjar axilla, nyeri pada mammae yang terinfeksi.
Abses payudara : bentuk lanjut dari adenitis yang tidak
teratasi. Umumnya terjadi pada 1 – 2 minggu
postpartum.
– Mammae teraba keras & nyeri, terdapat abses,
tanda-tanda infeksi secara umum.
PENANGANAN
Atasi infeksi pada ibu & bayi dengan antibiotika yang
sesuai
Gunakan bra yang sesuai & suportif.
Lakukan kultur spesimen ASI bila mungkin.
Bila terdapat pus pada ASI lakukan pengosongan
payudara dengan pijatan.
Bila terdapat abses lakukan insisi dan drainase
Bila keadaan tidak membaik dapat dilakukan supresi
laktasi.
Hentikan laktasi pada mammae yang terinfeksi sampai
teratasi.
KELAINAN PADA PUTING SUSU
Faktor penyebab :
1. Persiapan yang tidak adekuat saat ANC
2. Puting rata atau tertarik ke dalam
3. Kebersihan yang kurang
4. Kelainan pada mulut bayi
5. Kesalahan dalam teknik menyusui
Penanganan :
1. Edukasi tentang kebersihan diri untuk mencegah infeksi
2. Bila terjadi luka pada puting, hentikan tindakan menyusui
pada payudara yang terkena, ASI dipompa dan diberikan
pada bayi sampai puting sembuh.
3. Ajari pasien teknik menyusui yang baik
4. Usahakan payudara tetap kering dan bersih.
5. Pemeriksaan payudara rutin pada pasien yang dirawat
6. Bila terjadi infeksi, lakukan pemeriksaan kultur ASI
GALAKTOKELE

Jarang
Terjadi sumbatan saluran oleh air susu yang membeku
dan terkumpul pada satu bagian, menyebabkan tumor
kistik.
Dapat hilang spontan atau dilakukan aspirasi.
KELAINAN SEKRESI ASI
Keluarnya ASI tergantung dari pertumbuhan
kelenjar-kelenjar susu pada masa kehamilan.
Agalaktia : air susu tidak keluar
Poligalaktia : pengeluaran air susu berlebih.
Galaktorea : keluarnya air susu terus menerus
walau bayi sudah disapih.
Umumnya ASI dapat keluar setelah 3 hari
postpartum.
PENGHENTIAN LAKTASI
Keadaan yang tidak memungkinkan laktasi :
– Bayi lahir mati atau meninggal setelah menyusu
– Kontraindikasi menyusui pada ibu
– Ibu tidak mau menyusui.
Terdapat breast engorgement & nyeri.
Penanganan :
Menggunakan bra yang sesuai
Analgetik untuk mengurangi rasa sakit
Balutan pada payudara
Bromokriptin : supresi produksi ASI
GANGGUAN JALAN LAHIR
Fistula vesikovagina dan rektovagina
Adanya saluran yang menghubungkan antara vesika
urinaria/uretra atau rektum dan vagina  inkontinensia urin /
inkontinensia alvi
Terjadi nekrosis setelah 5 – 7 hari postpartum akibat
penekanan terlalu lama pada jalan lahir atau adanya tindakan
operatif yang sukar.
Penanganan :
Lakukan kateterisasi selama 2 – 3 minggu dalam keadaan
asepsis untuk merangsang penutupan spontan dari fistula.
Bila tidak ada penyembuhan spontan dilakukan repair.
Bila repair berhasil, lakukan konseling untuk kehamilan
berikutnya.
Anatomi traktus genitalia potongan midsagital
GANGGUAN TRAKTUS URINARIUS
Retensi urin : ketidakmampuan untuk mengeluarkan urin (berkemih)
Faktor predisposisi :
Berkurangnya tonus pada kandung kemih
Trauma : penekanan kepala menyebabkan edema pada basal
vesika, terutama pada kala II lama, bayi besar, tindakan operatif.
Nyeri : menghambat relaksasi otot sfinkter
Spasme uretra
Penanganan :
Berkemih se”nyaman” mungkin.
Ekstra cairan per oral untuk merangsang refleks berkemih
Analgetik untuk mengurangi nyeri
Latihan otot dasar panggul untuk memperbaiki tonus sfinkter
Kateterisasi bila seluruh usaha tidak berhasil
Risiko retensi urin berkepanjangan :
1. Atonia vesika  “kebocoran” pada vesika urinaria
2. Hipertrofi vesika  pembentukan divertikel
3. Refluks urin ke ureter  infeksi; pielonefritis, hidronefritis, gagal
ginjal.
Urin residu : jumlah urin pada vesika setelah berkemih, normal<60 ml
Dapat terjadi residu urin meningkat akibat retensi urin dan
menyebabkan overdistensi vesika. Bila dicurigai residu urin
berlebih, lakukan kateterisasi.
Komplikasi :
1. Sistitis
2. Pembentukan batu saluran kemih
3. Divertikulum
4. Kerusakan otot berkemih (detrusor)
INKONTINENSIA URIN
Terdiri dari :
Stress inkontinensia
– Keluarnya urin spontan saat batuk, bersin atau
peningkatan tekanan intraabdomen yang tiba-tiba.
Faktor predisposisi :
– Kelemahan otot penunjang dasar vesika
– Kelemahan otot dasar panggul dan sfinkter uretra
– Adanya sistokel
– Obesitas
– Partus lama yang menekan otot dasar panggul.
True inkontinensia : terjadi pada partus lama/persalinan
dengan bantuan alat  kateterisasi postpartum
– Akibat pembentukan fistula
– Akibat adanya “kebocoran”
Penanganan :

Latihan otot-otot dasar panggul untuk meningkatkan


tonus otot.
Kurangi berat badan bila terdapat obesitas
Awasi tanda-tanda stress inkontinens saat pemeriksaan
postnatal.
Lakukan operasi bila terdapat sistokel.
KELAINAN PADA UTERUS
Sub Involusio
Perdarahan Nifas Sekunder
Erosi serviks post partum
Relaksasi saluran keluar vagina & prolapsus uteri
SUBINVOLUSI UTERUS
Gangguan pada proses kembalinya uterus ke bentuk
sebelum hamil.
Lokia bertambah banyak dan kadang disertai perdarahan
Faktor penyebab :
1. Sisa plasenta
2. Endometritis
3. Mioma uteri, dsb.
Uterus lebih besar & lebih lembek dari seharusnya.
Terapi :
Ergometrin per oral atau intramuskular
Kerokan bila terdapat sisa plasenta
PERDARAHAN NIFAS SEKUNDER
Bila perdarahan terjadi > 24 jam setelah persalinan.
Faktor penyebab :
1. Subinvolusi uterus
2. Kelainan kongenital uterus
3. Inversio uteri
4. Mioma uteri submukosum
5. Penghentian laktasi dengan estrogen.
Terapi : lihat penyebabnya.
Atasi keadaan umum bila terdapat tanda-tanda syok
Pemberian ergometrin intramuskular / oksitosin drip /
prostaglandin untuk merangsang kontraksi uterus.
Kuretase dilakukan hanya bila usaha tersebut gagal.
EROSI SERVIKS POSTPARTUM
Setelah persalinan, perubahan serviks berlangsung
lambat. Umumnya terjadi laserasi pada bagian lateral
pada ostium uteri external.
Setelah 1 minggu, ostium hanya terbuka satu jari
Terjadi penebalan serviks perlahan-lahan dan
pembentukan kanal.
Ostium yang tadinya bundar (primipara) menjadi fish
mouthed.
Bila terdapat luka pada serviks dapat meluas dan
langsung ke dasar ligamentum latum  penjalaran
infeksi ke parametrium.
RELAKSASI SALURAN KELUAR VAGINA
& PROLAPSUS UTERI
Sistokel :
Prolaps dinding anterior vagina bagian atas ke bagian
bawah dinding kandung kemih.
Umumnya tanpa gejala, seringkali ditemui pada :
Stress inkontinens
Sering berkemih
Disuria : rasa sakit ketika berkemih
Iritasi vesika
Pielonefritis & infeksi traktus urinarius berulang.
Terapi : kolporafi anterior.
Rektokel :
Prolaps atau hernia bagian tengah dari dinding posterior
vagina ke arah perineum akibat kelemahan / robekan
oleh proses persalinan.
Dapat asimptomatik
Bila terbentuk “kantung” dinding posterior vagina,
defekasi harus dilakukan dengan bantuan tangan dari
arah vagina.
Terapi :
Kolporafi posterior
TERIMA KASIH

You might also like