You are on page 1of 94

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, PENGETAHUAN,

SIKAP DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KEPEMILIKAN


RUMAH SEHAT DI KECAMATAN PEUREULAK TIMUR
KABUPATEN ACEH TIMUR
TAHUN 2008

TESIS

Oleh

BUNGSU RIANA
067012004/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Bungsu Riana : Pengaruh Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap Dan Peran Petugas Terhadap…, 2008
USU e-Repository © 2009
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, PENGETAHUAN,
SIKAP DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KEPEMILIKAN
RUMAH SEHAT DI KECAMATAN PEUREULAK TIMUR
KABUPATEN ACEH TIMUR
TAHUN 2008

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M. Kes)


Dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh
BUNGSU RIANA
067012004/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU,
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERAN PETUGAS
TERHADAP KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI
KECAMATAN PEUREULAK TIMUR KABUPATEN
ACEH TIMUR TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Bungsu Riana
Nomor Pokok : 067012004
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM) (Ir.Evi Naria, M.Kes)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr.Drs.Surya Utama, MS) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., MSc)

Tanggal Lulus : 20 Oktober 2008


Telah diuji
Pada tanggal : 20 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM

Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes


2. Drs. Tukiman, MKM
3. Ir. Indra Chahaya, MSi
PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, PENGETAHUAN,


SIKAP DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KEPEMILIKAN
RUMAH SEHAT DI KECAMATAN PEUREULAK TIMUR
KABUPATEN ACEH TIMUR
TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2008

(Bungsu Riana)
ABSTRAK

Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan jika masyarakat


Indonesia hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat termasuk rumah sehat.
Indikator rumah sehat dapat dilihat dari komponen rumah seperti lantai, dinding,
ventilasi, langit-langit, lubang asap dapur dan pencahayaan, sarana sanitasi dan
perilaku penghuni. Cakupan perumahan di Kecamatan Peureulak masih 37,15%
dibandingkan Indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 80%.
Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan type explanatory research
bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik individu, pengetahuan, sikap dan
peran petugas terhadap kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur
tahun 2008. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala rumah tangga yang
ada di kecamatan Peureulak Timur berjumlah 2.259 kepala keluarga dengan jumlah
sampel180 rumah yang diambil secara proporsional sampling. Pengumpulan data
meliputi data primer melalui wawancara dan pengamatan dan data sekunder dari
dokumen kepala desa dan puskesmas Peureulak Timur. Data dianalisis menggunakan
uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan hasil analisis bivariat menunjukkan ada
hubungan karakteristik individu (pendidikan (p=0,002), pekerjaan (p=0,030),
pendapatan (p=0,030)), pengetahuan ((p=0,000), sikap (p=0,001), dan peran petugas
(p=0,013) dengan kepemilikan rumah sehat. Hasil analisis regresi logistik tidak ada
pengaruh variabel pendidikan (p=0,026), pekerjaan (p=0,255), pendapatan
(p=0,971), dan peran petugas (p=0,430), dan ada pengaruh variabel pengetahuan
(p=0,000), dan sikap (p=0,000) terhadap kepemilikan rumah sehat. Variabel
pengetahuan merupakan variabel paling dominan mempengaruhi kepemilikan rumah
sehat di Kecamatan Peureulak Timur.
Disarankan kepada petugas sanitasi supaya memberi penyuluhan kepada
masyarakat secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan tentang rumah sehat di
Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur.

Kata Kunci : Karakteristik Individu, pengetahuan, sikap, peran petugas, rumah


sehat
ABSTRACT

An optimum health standard of community can be materialized if the people


of Indonesia live in a healthy behavior and environment including healthy house. The
indicator of healthy house base on indicators from the components of the house itself
such as floor, walls, ventilation, ceiling, kitchen’s chimney, lighting, sanitation
facility, and residents’ behavior. The indicator of healthy house in Peureulak Timur
Sub-district is still 37.15% compared to the Indonesian Healthy Indicator 2010 which
is 80%.
The purpose of this study with explanatory research type is to examine the
influence of individual characteristic, knowledge, attitude and sanitarian activity on
the ownership of healthy house in Peureulak Timur Sub-district in 2008. The
population for this study is 2.259 heads of household living in Peureulak Timur Sub-
district and 180 of them were selected to be the samples for this study by means of
proportional sampling technique. The primary data for this study were collected
through observation and interviews and the secondary data were collected from the
documents available at the office of the Head of Village and the Peureulak Timur
Community Health Center (Puskesmas). The data obtained were analyzed through
logistic regression test at the level of confidence of 95%.
The result of bivariate analysis shows that there is a relationship between the
individual characteristic of sanitarian including their education (p = 0.002),
occupation (p = 0.030), income (p = 0.030), knowledge (p = 0.000), attitude (p =
0.001) and role (p = 0.013) and the ownership of healthy house. The result of logistic
regression analysis shows that the variables of education (p = 0.026), occupation (p =
0.255), income (p = 0.971), and sanitarian activity (p = 0.430) have no influence on
the ownership of healthy house, but the variables of knowledge (p = 0.000), and
attitude (p = 0.000) have an influence on the ownership of healthy house. Education
is the most dominant variable influencing the ownership of healthy house in
Peureulak Timur Sub-district.
The sanitarian are suggested to provide periodical extensions to improve the
knowledge of the community living in Peureulak Timur Sub-district, Aceh Timur
District, on the benefit of healthy house.

Key words : Individual Characteristic, Knowledge, Attitude, Sanitarian Activity,


Healthy House
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul : “Pengaruh

Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap dan Peran Petugas terhadap

Kepemilikan Rumah Sehat di Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh

Timur Tahun 2008”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai

pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus dan tidak terhingga kepada :

1. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

USU Medan atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Sekolah Pascasarjana USU Medan.

3. Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Sekolah Pascasarjana USU Medan.

4. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, selaku Ketua Komisi Pembimbing

yang telah membimbing dan memberi banyak masukan dan arahan kepada penulis

dalam penyelesaian tesis.

5. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan ilmunya yang sangat

berharga dan bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini.


6. Bapak Drs.Tukiman, MKM, selaku Penguji yang telah banyak memberikan

masukan, arahan, dan bimbingan ilmunya yang sangat berharga dan bermanfaat

untuk kesempurnaan tesis ini.

7. Ibu Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Anggota Penguji yang telah membantu

penulis dengan berbagai masukan, petunjuk, arahan dan sumber-sumber pustaka,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Ayahanda Mahmud Abdullah, Ibunda Salbiah, Ayahanda Mertua T.Muhammad

dan Ibunda Mertua Fatimah tercinta yang penuh kasih sayang dan kesabaran, serta

ketulusan hati selalu memberi support teladan, spritual dan psikologis serta

mengiringi doa dengan penuh pengharapan kelak ananda menjadi orang yang

bertaqwa kepada Allah SWT dan berguna bagi nusa dan bangsa.

9. Kanda Ir.T.Mufadlisyah suami tercinta dan T.M.Ichza Fachrian Zikri ananda

tersayang yang selalu dan senantiasa menunggu dengan kesabaran, kesetiaan dan

penantian, memberikan support spiritual, psikologis, inspirasi, serta motivasi,

baik moril, materi dan pengorbanan lahir batin, mengiringi tangis, tawa, dan

senyum demi terselesaikan tesis ini.

10. Bapak Bupati, Wakil Bupati, Sekda dan seluruh jajaran Pemda Kabupaten Aceh

Timur yang telah banyak membantu penulis dalam proses pendidikan di Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

11. Bapak H.Aiyub, SKM., selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur

beserta staf yang telah banyak memberi data dan informasi, memotivasi penulis

untuk menyelesaikan tesis ini.


12. Camat Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur beserta staf yang

telah memberi bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah

kerjanya.

13. Para masyarakat yang menjadi subjek penelitian yang telah meluangkan waktu

untuk diwawancarai.

14. Teman-teman mahasiswa-mahasiswi Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan 2006 yang

telah banyak membantu memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis

ini.

Kepada Allah SWT kita semua dan segalanya berserah diri dan bertawakkal

untuk mendapatkan ampunan, petunjuk, anugerah, dan ridhaNya dalam penyelesaian

tesis ini sampai selesai meraih Magister Kesehatan. Amin

Medan, September 2008


Penulis,

Bungsu Riana
RIWAYAT HIDUP

BUNGSU RIANA dilahirkan di Langsa pada tanggal 5 Januari 1973,


beragama Islam, anak Keenam dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda
Mahmud Abdullah dan Ibunda Salbiah. Telah menikah dengan Ir. T. Mufadlisyah dan
mempunyai satu orang putra T.M. Ikhza Fakhrian Zikri sekarang menetap di Jl.Matai
Simpang Puni Banda Aceh Kabupaten Aceh Besar Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Memulai pendidikan di SD Rantau Selamat lulus tahun 1985, melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 4 Langsa lulus tahun 1989. Selanjutnya meneruskan
pendidikan di Sekolah Perawat Langsa lulus tahun 1992. Melanjutkan pendidikan
Bidan di Langsa lulus tahun 1993. Kemudian melanjutkan pendidikan Akademi
Keperawatan Depkes di Medan lulus tahun 2000. Kemudian masuk S-1 Kesehatan
Masyarakat di Banda Aceh lulus tahun 2004. Dan melanjutkan lagi S-2 Kesehatan
Masyarakat di Universitas Sumatera Utara dari tahun 2006 sampai 2008.
Pernah bekerja sebagai Staf Puskesmas Seuriget dari tahun 1993 – 1996 di
Kota Langsa, Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur dari tahun 1997-2004.
Selanjutnya sekarang bekerja di Rumah Sakit Meuraxa Kota Banda Aceh dari tahun
2004 sampai sekarang.
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 6
1.3. Tujuan ..................................................................................... 7
1.4. Hipotesis................................................................................... 7
1.5. Manfaat Penelitian.................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8


2.1 Rumah ..................................................................................... 8
2.1.1 Konsep Rumah Sehat ................................................... 8
2.1.2 Karakteristik Individu ................................................. 27
2.1.3 Pengetahuan ................................................................. 30
2.1.4 Sikap............................................................................. 31
2.1.5 Peran Petugas ............................................................... 33
2.2 Landasan Teori......................................................................... 36
2.3 Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 38

BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................... 39


3.1 Jenis Penelitian......................................................................... 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................... 39
3.3 Populasi dan sampel ................................................................. 39
3.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 42
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional .......................................... 42
3.5.1 Variabel Independen (Variabel Bebas) ...................... 42
3.5.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat) ....................... 43
3.6 Metode Pengukuran.................................................................. 45
3.7. Metode Analisa Data................................................................ 48
BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................... 49
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 49
4.2 Analisis Univariat..................................................................... 50
4.2.1 Variabel Independen.................................................... 50
4.2.2 Kepemilikan Rumah Sehat .......................................... 56
4.3 Analisis Bivariat ...................................................................... 58
4.4 Analisis Multivariat.................................................................. 61

BAB 5 PEMBAHASAN............................................................................... 63
5.1 Pengaruh Pendidikan Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat.... 63
5.2 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat...... 64
5.3 Pengaruh Pendapatan Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat ... 65
5.4 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kepemilikan Rumah .......... 65
5.5 Pengaruh Sikap Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat ............ 67
5.6 Pengaruh Peran Petugas Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat 68

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 70


6.1 Kesimpulan .............................................................................. 70
6.2 Saran ..................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 72


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Jumlah Rumah Terpadat di Lima Desa di Kecamatan Peureulak


Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008........................................ 41

4.1 Distribusi Penduduk berdasarkan Desa di Kecamatan Peureulak


Timur tahun 2008 ................................................................................ 50

4.2 Distribusi Karakteristik Responden Kecamatan Peureulak Timur


Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008................................................... 51

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan ................ 52

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan .................. 52

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap............................ 54

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ........................................... 54

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Peran Petugas ............. 55

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Petugas.............................. 55

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Komponen Rumah Sehat ............ 57

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Rumah .................. 58

4.11 Hasil Analisa antara Variabel Independen dengan Variabel


Dependen ............................................................................................ 58

4.12. Hasil Analisis Multivariat Model Regresi Logistik ........................... 61

4.13. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik ........................................................ 62


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................... 38


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Pengaruh Karakteristik Individu,


Pengetahuan, Sikap dan Peran Petugas Terhadap
Kepemilikan Rumah Sehat di Kecamatan Peureulak Timur
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008..................................................... 76

2. Formulir Penilaian Rumah Sehat ......................................................... 81

3. Master Data Pengaruh Karakteristik Individu,


Pengetahuan, Sikap dan Peran Petugas Terhadap
Kepemilikan Rumah Sehat di Kecamatan Peureulak Timur
Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008..................................................... 84

4. Hasil Pengolahan Data Penelitian Pengaruh Karakteristik


Individu, Pengetahuan, Sikap dan Peran Petugas Terhadap
Kepemilikan Rumah Sehat di Kecamatan Peureulak Timur
Kabupaten Aceh Timur ......................................................................... 94

5. Surat Izin Penelitian .............................................................................. 111

6. Surat Selesai Penelitian ......................................................................... 112


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang

disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat

bergaul dan membina rasa kekeluargaan di antara anggota keluarga, tempat

berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan status

lambang sosial (Mukono, 2000). Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia

dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan

perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar

perumahan merupakan isu penting dari kesehatan masyarakat. Perumahan yang layak

untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap

sehat. Perumahan yang sehat tidak lepas dari ketersediaan prasarana dan sarana yang

terkait, seperti penyediaan air bersih, sanitasi pembuangan sampah, transportasi, dan

tersedianya pelayanan sosial (Krieger and Higgins, 2002).

Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4

Tahun 1992). Menurut World Health Organization (WHO), bahwa rumah adalah

struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna

untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan

keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat

berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang

menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh

anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu keberadaan

perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan

kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.

Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan jika masyarakat

Indonesia hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat termasuk rumah sehat.

Hal ini merupakan salah satu indikator Indonesia Sehat 2010 dan target Millenium

Development Goal (MDGs) Tahun 2015 (Depkes RI, 2004).

Perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang

dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan

pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada

lokasi bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan

rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut

memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci,

menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya

(Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).

Rumah sehat menurut Depkes (2002), dapat dinilai berdasarkan komponen

rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni yang ditinjau dari masing-masing

komponen memenuhi kriteria.


Berdasarkan profil Indonesia tahun 2006, diketahui bahwa kondisi rumah

yang memenuhi syarat sehat untuk tingkat nasional adalah 43,89%. Kondisi sarana

pembuangan limbah yang memenuhi syarat sebanyak 62,11% dan kondisi jamban

yang memenuhi syarat 46,54 % (Depkes RI, 2006), keadaan tersebut menunjukkan

bahwa kondisi perumahan di Indonesia saat ini belum memenuhi syarat kesehatan.

Berdasarkan Profil Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Tahun

2006, diketahui masalah perumahan sehat masih merupakan masalah utama dalam

pembangunan kesehatan di NAD, data menunjukkan kondisi rumah sehat 54,22%,

kondisi sarana pembuangan limbah yang memenuhi persyaratan sehat sebanyak

67,12% dan 49,20% untuk kondisi jamban. Salah satu Kabupaten yang masih

memiliki perumahan kategori tidak memenuhi syarat adalah Kabupaten Aceh Timur,

dan termasuk dalam 10 besar kabupaten yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Data

Profil Kabupaten Aceh Timur tahun 2006, diketahui kondisi rumah sehat sebanyak

57,23%, rumah kondisi yang memiliki sarana air bersih 24,19%, sarana pembuangan

limbah yang memenuhi syarat sebanyak 26%, dan kondisi jamban 49,46% yang

memenuhi syarat (Dinkes Aceh Timur, 2006)

Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Aceh Timur (2006) bahwa dari 21

kecamatan, diketahui kecamatan yang paling rendah cakupan rumah sehat adalah

Kecamatan Peureulak Timur yaitu rumah sehat sebesar 37,15%, kondisi sarana

pembuangan limbah yang memenuhi syarat sebanyak 42,18%, tempat pembuangan

sampah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 24,54% dan 49,92%, jamban

yang memenuhi syarat kesehatan. Keadaan ini secara keseluruhan menunjukkan


bahwa perumahan di Kecamatan Peureulak Timur masih belum memenuhi syarat

kesehatan, dibandingkan dengan indikator Indonesia Sehat 2010, yaitu untuk rumah

sehat 80%, dan persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air bersih

sebesar 85% (Depkes RI, 2006).

Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa kondisi perumahan tidak sehat

mempunyai hubungan terhadap kejadian penyakit. Penelitian Wahyuni (2005), balita

yang menderita DBD 64% dari rumah tidak mempunyai saluran pembuangan air

limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hasil penelitian Sulistyorini dan

Nindya (2005), bahwa rumah yang mempunyai ventilasi tidak memenuhi syarat

kesehatan 74% berpotensi terhadap kejadian Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA)

pada Balita.

Selain itu dilihat dari beberapa komponen rumah, diketahui rumah yang

jendelanya kecil dapat menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung

dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah.

Bayi dan anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang

lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan matahari

pagi sukar masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA (Ranuh,

1997).

Menurut Panudju (1999), faktor yang mempengaruhi kepemilikan rumah

sehat di antaranya faktor pekerjaan dan pendapatan. Masyarakat kecil berpenghasilan

rendah tidak mampu memenuhi persyaratan mendapatkan perumahan yang layak.

Sebaliknya pemerintah dan swasta pengembang perumahan tidak dapat memenuhi


kebutuhan perumahan untuk masyarakat. Hal tersebut menimbulkan masalah sosial

yang serius dan menumbuhkan lingkungan pemukiman kumuh dengan gambaran

berhubungan erat dengan kemiskinan, kepadatan penghuni tinggi, sanitasi dasar

perumahan rendah.

Penelitian Lubis (2002), bahwa tingkat pendidikan menunjukkan tingkat

bermakna terhadap kepemilikan rumah sehat. Bila pendidikan rendah maka

pengetahuan cara hidup sehat belum dipahami dengan baik.

Menurut Sarwono (2007), manusia adalah makhluk yang sehat berbeda

dengan makhluk rasional, bahwa rasio tidak tergantung pada situasi, sedangkan akal

sehat tergantung pada situasi. Sebagai makhluk rasional, misalkan manusia tahu

apabila membuang sampah sembarangan, ia akan mengotori lingkungan. Apabila ia

berada di suatu tempat yang memang terjaga kebersihannya, akal sehatnya akan

mengatakan bahwa tidak layak ia mengotori tempat itu walau hanya dengan setitik

debu, tempat sampah yang sudah tersedia disitu sehingga akal sehatnya membuang

sampah pada tempatnya. Tingkah laku tidak hanya ditentukan oleh lingkungan dan

sebaliknya, melainkan kedua hal itu saling menentukan dan tidak dapat dipisahkan.

Bahwa banyak perilaku yang tidak sesuai dengan kepemilikan rumah sehat,

belum tentu menggambarkan pengetahuan dan sikap terhadap kepemilikan rumah

sehat juga tidak baik.

Sudjarwo dalam Azwar (2007), menyatakan bahwa sikap yang positif

terhadap sesuatu mencerminkan perilaku yang positif. Ada beberapa alasan yang

menyebabkan untuk berperilaku negatif, peneliti menduga bahwa karakteristik


individu berperan dalam pembentukan perilaku kesehatan seseorang, namun juga

dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti ada tidaknya sarana yang mendukung

untuk berperilaku sehat misalnya tersedia jamban.

Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni (2005), bahwa penerimaan masyarakat

suku Dayak terhadap perumahan dan pemukiman sehat salah satunya dipengaruhi

oleh peran petugas dalam mensosialisasi dan memberikan penyuluhan terhadap

pentingnya rumah sehat, selain itu jumlah petugas kesehatan yang ditugaskan juga

harus mencukupi dan mengakomodir setiap kepala keluarga, sehingga secara rutin

dapat merubah perilaku dan pemahaman masyarakat dalam menjaga sanitasi

perumahan yang sudah dibangun oleh pemerintah maupun swadana masyarakat.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang Pengaruh Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap dan

Peran Petugas Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat di Kecamatan Peureulak

Timur Kabupaten Aceh Timur, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap

pemerintah daerah dalam peningkatan kualitas rumah yang memenuhi syarat

kesehatan, meskipun perumahan sederhana.

1.2 Perumusan Masalah

Perumahan di Kecamatan Peureulak Timur masih belum memenuhi syarat

kesehatan yaitu hanya 37,15% dibandingkan dengan indikator Indonesia Sehat 2010,

yaitu cakupan rumah sehat 80%, maka apakah karakteristik individu, pengetahuan,

sikap dan peran petugas berpengaruh terhadap kepemilikan rumah sehat di

Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008.


1.3 Tujuan

Untuk menjelaskan pengaruh karakteristik individu, pengetahuan, sikap dan

peran petugas terhadap kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur

Kabupaten Aceh Timur tahun 2008.

1.4 Hipotesis

Karakteristik individu, pengetahuan, sikap dan peran petugas berpengaruh

terhadap kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh

Timur tahun 2008.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur dalam

membuat kebijakan penyehatan perumahan sehat di Kecamatan Peureulak Timur.

2. Memberikan masukan kepada dinas kesehatan untuk memberikan rekomendasi

terhadap peningkatan keberadaan rumah sehat.

3. Sebagai bahan masukan bagi petugas sanitasi di Puskesmas Pereulak dalam

rangka meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang rumah sehat.

4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Rumah

2.4.1 Konsep Rumah Sehat

Perumahan adalah suatu struktur fisik dimana orang yang menggunakan

sebagai tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut juga semua

fasilitas dan pelayanan yang diperlukan untuk kesehatan jasmani dan rohani

(Sanropie, 1992).

Menurut Blaang (1996), rumah merupakan kebutuhan pokok untuk

kelangsungan hidup dan kesejahteraan sosialnya, setiap orang membutuhkan

perumahan yang sehat dan layak huni. Di lain pihak rumah merupakan dambaan

setiap keluarga, artinya setiap keluarga mampu meraihnya sesuai dengan apa yang

diinginkannya, untuk memperolehnya dapat dengan berbagai cara, ada yang mampu

membeli secara tunai dan ada pula yang membeli secara angsuran sesuai dengan

kemampuannya.

Menurut Anung (2002) memiliki rumah adalah merupakan kebahagiaan

tersendiri dengan kepastian batin dalam membina anak-anak dan keluarga

menghadapi ketenangan, kebahagiaan bagi setiap penghuninya lahir dan batin pribadi

maupun keluarga.

Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat

apabila : (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih rendah dari

Bungsu Riana : Pengaruh Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap Dan Peran Petugas Terhadap…, 2008
USU e-Repository © 2009
udara di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman, dan

kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi kebutuhan kejiwaan; (3) Melindungi

penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu memiliki penyediaan air bersih,

sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang saniter dan

memenuhi syarat kesehatan; serta (4) Melindungi penghuninya dari kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh,

tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan,

bahkan dari ancaman kecelakaan lalu lintas (Azwar, 1996).

Rumah sehat dapat diartikan rumah untuk berlindung, bernaung, dan tempat

untuk beristirahat, sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik,

rohani, sosial (Sanropie, 1989).

Menurut WHO (2001) mengemukakan beberapa prinsip standar rumah sehat.

Prinsip ini dapat dibedakan atas dua bagian :

1. Yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan, terdiri atas : a. Perlindungan

terhadap penyakit menular, melalui pengadaan air minum, sistem sanitasi,

pembuangan sampah, saluran air, kebersihan personal dan domestik, penyiapan

makanan yang aman dengan struktur rumah yang aman dengan memberi

perlindungan, b. Perlindungan terhadap trauma/benturan, keracunan dan pnyakit

kronis dengan memberikan perhatian pada struktur rumah, polusi udara rumah,

polusi udara dalam rumah, keamanan dari bahaya kimia dan perhatian pada

pnggunaan rumah sebagai tempat bekerja, dan c. Stress psikologi dan sosial

melalui ruang yang adekuat, mengurangi privasi, nyaman, memberi rasa aman
pada individu, keluarga dan akses pada rekreasi dan sarana komunitas pada

perlindungan terhadap bunyi.

2. Yang berkaitan dengan kegiatan melindungi dan meningkatkan kesehatan terdiri

atas : a. Informasi dan nasehat tentang rumah sehat dilakukan oleh petugas

kesehatan umumnya dan kelompok masyarakat melalui berbagai saluran media

dan kampanye, b. Kebijakan sosial ekonomi yang berkaitan dengan perumahan

harus mendukung penggunaan tanah dan sumber daya perumahan untuk

memaksimalkan aspek fisik, mental dan sosial, c. Pembangunan sosial ekonomi

yang berkaitan dengan perumahan dan hunian harus didasarkan pada proses

perencanaan, formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik dan pemberian

pelayanan dengan kerjasama intersektoral dalam manajemen dan perencanaan

pembangunan, perencanaan perkotaan dan penggunaan tanah, standar rumah,

desain, dan konstruksi rumah, pengadaan pelayanan bagi masyarakat dan

monitoring serta analisis situasi secara terus menerus, d. Pendidikan pada

masyarakat profesional, petugas kesehatan, perencanaan dan penentuan kebijakan

akan pengadaan dan penggunaan rumah sebagai sarana peningkatan kesehatan,

dan e. Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tingkat melalui kegiatan mandiri

diantara keluarga dan perkampungan.

Menurut Depkes RI (2002), suatu rumah dikatakan sehat apabila :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang

gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu, 2. Memenuhi

kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar
anggota dan penghuni rumah, 3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan

penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan

limbah rumah tangga, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari

pagi, terlindunginya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping

pencahayaan dan penghawaan yang cukup, dan 4. Memenuhi persyaratan pencegahan

terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah

antara lain persyaratan sempadan jalan, komponen yang tidak roboh, tidak mudah

terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.

Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah

sebagaimana tercantum dalam Permenkes Nomor 892/Menkes/SK/VII/1999 tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Menurut Depkes RI (2002), indikator rumah yang dinilai adalah komponen

rumah yang terdiri dari : langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela

ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, dapur dan pencahayaan dan aspek perilaku.

Aspek perilaku penghuni adalah pembukaan jendela kamar tidur, pembukaan jendela

ruang keluarga, pembersihan rumah dan halaman.

Komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah : (1) Fondasi yang kuat

untuk meneruskan beban bangunan ke tanah dasar, memberi kestabilan bangunan,

dan merupakan konstruksi penghubung antara bagunanan dengan tanah; (2) Lantai

kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm dari

badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau

anyaman bambu; (3) Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan
masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10% luas lantai; (4) Dinding rumah

kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan

air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga kerahasiaan

(privacy) penghuninya; (5) Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik

matahari, minimum 2,4 m dari lantai, bisa dari bahan papan, anyaman bambu, tripleks

atau gipsum; serta (6) Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar

matahari serta melindungi masuknya debu, angin dan air hujan (Depkes RI, 2001).

Adapun aspek konstruksi atau komponen rumah yang memenuhi syarat rumah

sehat adalah : (Entjang, 1993)

1. Langit–langit.

Dibawah kerangka atap/kuda-kuda biasanya dipasang penutup yang disebut

langit-langit yang tujuannya antara lain: (a) Untuk menutup seluruh konstruksi atap

dan kuda-kuda penyangga, agar tidak terlihat dari bawah,sehingga ruaangan terlihat

rapi dan bersih ; (b) Untuk menahan debu yang jatuh dan kotoran yang lain juga

menahan tetesan air hujan yang menembus melalui celah-celah atap ; dan (c) Untuk

membuat ruangan antara yang berguna sebagai penyekat sehingga panas atas tidak

mudah menjalar kedalam ruangan dibawahnya.

Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah : (a) Langit-langit

harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, (b) Langit-langit

harus menutup rata kerangka atap kuda-kuda penyangga dengan konstruksi bebas

tikus, (c) Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,40 dari permukaan lantai kecuali,

(d) Dalam hal langit-langit/kasau-kasaunya miring sekurang-kurangnya mempunyai


tinggi rumah 2,40m,dan tinggi ruang selebihnya pada titik terendah titik kurang dari

1,75m, dan e.Ruang cuci dan ruang kamar mandi diperbolehkan sekurang kurangnya

sampai 2,40 m.

2. Dinding

Adapun syarat-syarat untuk diding antara lain : (a) Dinding harus tegak lurus

agar dapat memikul berat sendiri, beban tekanan angin dan bila sebagai dinding

pemikul harus pula dapat memikul beban diatasnya, (b) Dinding harus terpisah dari

pondasi oleh suatu lapisan air rapat air sekurang-kurangnya 15 cm dibawah

permukaan tanah sampai 20 cm di atas lantai bangunan, agar air tanah tidak dapat

meresap naik keatas, sehingga dinding temok terhindar dari basah dan lembab dan

tampak bersih tidak berlumut, dan (c) Lubang jendela dan pintu pada dinding, bila

lebarnya kurang dari 1 m dapat diberi susunan batu tersusun tegak di atas batu, batu

tersusun tegak di atas lubang harus dipasang balok lantai dari beton bertulang atau

kayu awet.

Untuk memperkuat berdirinya tembok ½ bata digunakan rangka pengkaku

yang terdiri dari plester-plester atau balok beton bertulang setiap luas 12 meter.

3. Lantai

Lantai harus cukup kuat untuk manahan beban diatasnya. Bahan untuk lantai

biasanya digunakan ubin, kayu plesteran, atau bambu dengan syarat-syarat tidak licin,

stabil tidak lentur waktu diinjak, tidak mudah aus, permukaan lantai harus rata dan

mudah dibersihkan. Macam-macam lantai : (a) Lantai Tanah Stabilitas. Lantai tanah

stabilitas terdiri dari tanah, pasir, semen, dan kapur. Contoh: Tanah tercampur kapur

dan semen.Untuk mencegah masuknya air kedalam rumah sebaiknya lantai dinaikkan
20cm dari permukaan tanah ; (b) Lantai papan. Pada umumnya lantai papan dipakai

di daerah basah/rawa. Yang perlu diperhatikan dalam pemasangan lantai adalah :

1) Sekurang-kurangnya 60 cm di atas tanah dan ruang bawah tanah harus ada aliran

tanah yang baik, 2) Lantai harus disusun dengan rapi dan rapat satu sama lain,

sehingga tidak ada lubang-lubang ataupun lekukan dimana debu bisa bertepuk. Lebih

baik jika lantai seperti ini dilapisi dengan perlak atau kampal plastik ini juga

berfungsi sebagai penahan kelembaban yang naik dari di kolong rumah, 3) Untuk

kayu-kayu yang tertanam dalam air harus yang tahan air dan rayap serta untuk

konstruksi diatasnya agar digunakan lantai kayu yang telah dikeringkan dan dan

diawetkan ; (c) Lantai ubin. Lantai ubin adalah lantai yang terbanyak digunakan pada

bangunan perumahan karena :Lantai ubin murah/tahan lama,dapat mudah dibersihkan

dan tidak dapat mudah dirusak rayap.

4. Pembagian ruangan/tata ruang

Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan fungsinya.

Penataan ruang dalam rumah harus disesuaikan dengan persyaratan kesehatan rumah,

misalnya pemisahan kamar tidur, dapur dan ruangan lainnya, jumlah kamar tidur

yang cukup untuk seluruh anggota keluarga, jendela yang dibuka pada siang hari agar

cahaya matahari dapat masuk dan udara dapat berputar sehingga akan memperkecil

resiko penularan penyakit infeksi. Rancangan ruang termasuk peletakan dan

pemilihan bahan bangunan untuk jendela, pintu dan ventilasi di tiap ruang, ikut

menentukan adanya kualitas udara yang baik dalam rumah.


Telah dikemukakan dalam persyaratan rumah sehat, bahwa rumah sehat harus

mmpunyai cukup banyak ruangan-ruangan seperti : ruang duduk/ruang makan, kamar

tidur, kamar mandi, jamban, dapur, tempat cuci pakaian, tempat berekreasi dan

tempat beristirahat, dengan tujuan agar setiap penghuninya merasa nikmat dan merasa

betah tinggal di rumah tersebut.

Adapun syarat-syarat pembagian ruangan yang baik adalah sebagai berikut :

a. Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur kepala keluarga (suami

istri) dengan kamar tidur anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, terutama

anak-anak yang sudah dewasa.

b. Memilih tata ruangan yang baik, agar memudahkan komunikasi dan perhubungan

antara ruangan di dalam rumah dan juga menjamin kebebasan dan kerahasiaan

pribadi masing-masing terpenuhi.

c. Tersedianya jumlah kamar/ruangan kediaman yang cukup dengan luas lantai

sekurang-kurangnya 6 m2 agar dapat memenuhi kebutuhan pnghuninya untuk

melakukan kgiatan kehidupan.

d. Bila ruang duduk digabung dengan ruang tidur, maka luas lantai tidak boleh

kurang dari 11 m2 untuk 1 orang, 14 m2 bila digunakan 2 orang, dalam hal ini

harus dipisah.

e. Dapur (a) Luas dapur minimal 14 m2 dan lebar minimal 1,5 m2., (b) Bila

penghuni tersebut lebih dari 2 orang, luas dapur tidak boleh kurang dari 3 m2, (c)

Di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan, alat-alat masak, tempat

cuci peralatan dan air bersih, (d) Didapur harus tersedia tempat penyimpanan

bahan makanan. Atau makanan yang siap disajikan yang dapat mencegah
pengotoran makanan oleh lalat. Debu dan lain-lain dan mencegah sinar matahari

langsung.

f. Kamar mandi dan jamban keluarga : 1) Setiap kamar mandi dan jamban paling

sedikit salah satu dari dindingnya yang berlubang ventilasi berhubungan dengan

udara luar. Bila tidak harus dilengkapi dengan ventilasi mekanis untuk

mengeluarkan udara dari kamar mandi dan jamban tersebut, sehingga tidak

mengotori ruangan lain, 2) Pada setiap kamar mandi harus bersih untuk mandi

yang cukup jumlahnya, dan 3) Jamban harus berleher angsa dan 1 jamban tidak

boleh dari 7 orang bila jamban tersebut terpisah dari kamar mandi.

5. Ventilasi

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu ruangan dan

pengeluaran udara kotoran suatu ruangan tertutup baik alamiah maupun secara

buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang

dapat merugikan kesehatan manusia pada suatu ruangan kediaman yang tertutup atau

kurang ventilasi.

Pengaruh-pengaruh buruk itu ialah (Sanropie, 1989) : a. Berkurangnya kadar

oksigen diudara dalam ruangan kediaman, b. Bertambahnya kadar asam karbon (CO2)

dari pernafasan manusia, c.Bau pengap yang dikeluarkan oleh kulit, pakaian dan

mulut manusia, d. Suhu udara dalam ruang ketajaman naik karena panas yang

dikeluarkan oleh badan manusia, dan e. Kelembaban udara dalam ruang kediaman

bertambah karena penguapan air dan kulit pernafasan manusia.


Dengan adanya ventilasi silang (cross ventilation) akan terjamin adanya gerak

udara yang lancar dalam ruang kediaman. Caranya ialah dengan memasukkan

kedalam ruangan udara yang bersih dan segar melalaui jendela atau lubang angin di

dinding, sedangkan udara kotor dikeluarkan melalui jendela/lubang angin di dinding

yang berhadapan.

Tetapi gerak udara ini harus dijaga jangan sampai terlalu besar dan keras,

karena gerak angin atau udara angin yang berlebihan meniup badan seseorang, akan

mengakibatkan penurunan suhu badan secara mendadak dan menyebabkan jaringan

selaput lendir akan berkurang sehingga mengurangi daya tahan pada jaringan dan

memberikan kesempatan kepada bakteri-bakteri penyakit berkembang biak, dan

selanjutnya menyebabkan gangguan kesehatan, yang antara lain : masuk angin, pilek

atau kompilasi radang saluran pernafasan. Gejala ini terutama terjadi pada orang yang

peka terhadap udara dingin. Untuk menghindari akibat buruk ini , maka jendela atau

lubang ventilasi jangan terlalu besar/banyak, tetapi jangan pula terlalu sedikit.

Agar dalam ruang kediaman, sekurang-kurangnya terdapat satu atau lebih

banyak jendela/lubang yang langsung berhubungan dengan udara dan bebas dari

rintangan-rintangan, jumlah luas bersih jendela/lubang itu harus sekurang-kurangnya

sama 1/10 dari luas lantai ruangan, dan setengah dari jumlah luas jendela/lubang itu

harus dapat dibuka. Jendela/lubang angin itu harus meluas kearah atas sampai

setinggi minimal 1,95 di atas permukaan lantai. Diberi lubang hawa atau saluran

angin pada ban atau dekat permukaan langit-langit (ceiling) yang luas bersihnya

sekurang-kurangnya 5% dari luas lantai yang bersangkutan. Pemberian lubang


hawa/saluran angin dekat dengan langit-langit bergua sekali untuk mengluarkan udara

panas dibagian atas dalam ruangan tersebut.

Ketentuan luas jendela/lubang angin tersebut hanya sebagai pedoman yang

umum dan untuk daerah tertentu, harus disesuaikan dengan keadaan iklim daerah

tersebut. Untuk daerah pengunungan yang berhawa dingin dan banyak angin, maka

luas jendela/lubang angin dapat dikurangi sampai dengan 1/20 dari luas ruangan.

Sedangkan untuk daerah pantai laut dan daerah rendah yang berhawa panas dan

basah, maka jumlah luas bersih jendela, lubang angin harus diperbesar dan dapat

mencapai 1/5 dari luas lantai ruangan.

Jika ventilasi alamiah untuk pertukaran udara dalam ruangan kurang memenuhi

syarat, sehingga udara dalam ruangan akan berbau pengap, maka diperlukan suatu

sistem pembaharuan udara mekanis. Untuk memperbaiki keadaan udara dalam

ruangan, sistem mekanis ini harus bekerja terus menerus selama ruangan yang

dimaksud digunakan. Alat mekanis yang biasa digunakan/dipakai untuk sistem

pembaharuan udara mekanis adalah kipas angin (ventilating, fan atau exhauster), atau

air conditioning.

6. Pencahayaan

Sanropie (1989) menyatakan bahwa cahaya yang cukup kuat untuk penerangan

di dalam rumah merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh

dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam.


a. Pencahayaan alamiah

Pencahayaan alamiah diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam

ruangan melalaui jendela, celah-celah atau bagian ruangan yang terbuka. Sinar

sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar

yang tinggi. Kebutuhan standar cahaya alami yang memenuhi syarat kesehatan

untuk kamar keluarga dan kamar tidur menurut WHO 60-120 Lux. Suatu cara

untuk menilai baik atau tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam rumah,

adalah sebagai berikut : 1) baik, bila jelas membaca koran dengan huruf kecil ; 2)

cukup, bila samar-samar bila membaca huruf kecil ; 3) kurang, bila hanya huruf

besar yang terbaca dan 4) buruk, bila sukar membaca huruf besar.

Pemenuhan kebutuhan cahaya untuk penerangan alamiah sangat ditentukan

oleh letak dan lebar jendela. Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada

pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur. Luas

jendela yang baik paling sedikit mempunyai luas 10-20 % dari luas lantai.

Apabila luas jendela melebihi 20% dapat menimbulkan kesilauan dan panas,

sedangkan sebaliknya kalau terlalu kecil dapat menimbulkan suasana gelap dan

pengap.

b. Pencahayaan buatan

Untuk penerangan pada rumah tinggal dapat diatur dengan memilih sistem

penerangan dengan suatu pertimbangan hendaknya penerangan tersebut dapat

menumbuhkan suasana rumah yang lebih menyenangkan. Lampu Flouresen

(neon) sebagai sumber cahaya dapat memenuhi kebutuhan penerangan karena

pada kuat penerangan yang relatif rendah mampu menghasilkan cahaya yang baik
bila dibandingkan dengan penggunaan lampu pijar. Bila ingin menggunakan

lampu pijar sebaiknya dipilih yang warna putih dengan dikombinasikan beberapa

lampu neon.

Untuk penerangan malam hari dalam ruangan terutama untuk ruang baca dan

ruang kerja, penerangan minimum adalah 150 Lux sama dengan 10 watt lampu

TL, atau 40 watt dengan lampu pijar.

Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang

berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut :

1. Sarana Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

dimasak (Per Men Kes No.416/MENKES/Per/IX/1990). Air minum adalah air

yang syaratnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum yang

berasal dari penyediaan air minum (Dep Kes RI,1994).

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bagi

penghuni rumah untuk digunakan bagi penghuni rumah yang digunakan untuk

kehidupan sehari-hari.

Yang perlu diperhatikan antara lain: a. Jarak antara sumber air dengan sumber

pengotoran (seperti septik tank, tempat pembuangan sampah, air limbah) minimal

10 meter, b. Pada sumur gali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap

air, yaitu dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur, dan c. Penampungan air

hujan pelindung air, sumur artesis atau terminal air atau perpipaan/kran atau

sumur gali terjaga kebersihannya dan dipelihara rutin.


Jumlah air untuk keperluan rumah tangga per hari per kapita tidaklah sama

pada tiap negara. Pada umumnya dapat dikatakan dinegara-negara yang sudah

maju, jumlah pemakaian air perhari perkapita lebih besar dari pada negara-negara

yang sedang berkembang, syarat tersebut terdiri dari :

a. Syarat Fisik

Yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya

dibawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa nyaman

1) Bau : Penyimpangan standard terhadap parameter dapat terjadi. Air yang

memenuhi standard kualitas harus bebas dari bau (tidak berbau), biasanya

bau disebabkan oleh bahan-bahan organik yang dapat membusuk dan

senyawa kimia lainnya seperti phenol.Jika air berbau akan mengganggu

estetika.

2) Rasa : Biasanya rasa terjadi bersama-sama yaitu akibat adanya

dekomposisi bahan organik di dalam air, demikian juga senyawa kimia

tersebut.

3) Warna : Warna dapat mengganggu estetika, air tersebut tidak diterima

masyarakat sebagai konsumen.

b. Syarat Kimia

Yaitu tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat-

zat organik lebih tinggi dari jumlah yang telah ditentukan. Misalnya: KMNO4

: di dalam standar kualitas tertentu maksimal angka permanganat adalah


10mg/liter. Penyimpangan standar kualitas tersebut akan mengakibatkan

timbulnya bau tidak sedap dan dapat menyebabkan sakit perut.

c. Syarat bakteriologis

Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Penyakit-penyakit yang

sering menular dengan perantaran air adalah penyakit yang tergolong dalam

golongan “water borne diseases” Yaitu :Cholera ,Paracholera Eltor, Thypus

abdominalis, Dysentrian bacillaris, Hipatitis infectiosa,Poliomylitis anterior

accuta, penyakit-penyakit karena cacing. Karena mikroorganisme keluar

bersama faeces penderita, maka disyaratkan air rumah tangga tidak boleh

dikotori faeces manusia. Sebagai petunjuk bahwa air telah dikotori oleh

manusia, adalah adanya E-coli, karena bakteri ini selalu terdapat dalam faeces

manusia baik yang berasal dari orang sakit atau orang sehat, mungkin juga

karena kita menyediakan air rumah tangga yang steril, maka air boleh

mengandung bakteri tanah yang saprofit dalam batas-batas tertentu.

2. Jamban (sarana pembuangan kotoran)

Kotoran manusia yaitu segala benda atau zat yang dihasilkan oleh tubuh dan

dipandang tidak berguna lagi sehingga perlu dikeluarkan untuk dibuang. Ditinjau

dari pengertia ini jelaslah bahwa yang disebut kotoran manusia mencakup bidang

yang amat luas. Kotoran manusia ini mempunyai karakteristik tersendiri yang

dapat menjadi sumber penyebab timbul penyakit (Azwar, 1990). Pembuangan

kotoran yaitu suatu pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau sejumlah

keluarga untuk buang air besar.


a. Cara pembuangan tinja : 1) Kotoran manusia tidak mencemari permukaan

tanah, 2) Kotoran manusia tidak mencemari air permukaan maupun air tanah.

Kotoran manusia tidak boleh dibuang langsung kesungai, danau, laut, jarak

jamban >10 meter dari sumur dan bila membuat lubang jamban jangan sampai

dalam lubang tersebut mencapai sumber air, 3) Kotoran manusia tidak

dijamah oleh lalat. Kotoran manusia yang dibuang harus tertutup rapat, dalam

arti agar lalat tidak bisa menghinggapinya. Oleh karena itu jamban yang sehat

dapat dibuat dengan menggunakan leher angsa atau dilengkapi dengan tutup,

4) Jamban tidak menimbulkan sarang nyamuk, 5) Jamban tidak menimbulkan

bau yang mengganggu, jamban agar tidak bau perlu dilengkapi leher angsa

atau lubang ventilasi yang cukup besar dan cukup tinggi, dan 6) Konstruksi

jamban tidak menimbulkan kecelakaan misalnya atapnya terlalu rendah,

pegangan penutup lubung jamban yang tajam dan sebagainya

Ada 4 cara pembuangan tinja, yaitu : (Azwar, 1990)

1) Pembuangan tinja di atas tanah. Pada cara ini tinja dibuang begitu saja di

atas permukaan tanah, halaman rumah, di kebun, di tepi sungai dan

sebagainya. Cara demikian tentunya sama sekali tidak dianjurkan, karena

dapat mengganggu kesehatan.

2) Kakus lubang gali (pit privy). Cara ini merupakan salah satu yang paling

mendekati persyaratan yang harus dipenuhi. Tinja dikumpulkan kedalam

tanah dan lubang dibawah tanah,umumnya langsung terletak dibawah


+ 90 cm = kedalaman sekitar 2,50 m. Dindingnya diperkuat

dengan batu, dapat di tembok ataupun tidak, macam kakus ini hanya baik

digunakan ditempat dimana air tanah letaknya dalam.

3) Kakus Air (Aqua pravy). Cara ini hampir mirip dengan kakus lubang gali,

hanya lubang kakus dibuat dari tangki yang kedap air yang berisi air,

terletak langsung dibawah tempat jongkok. Cara kerjanya merupakan

peralihan antara lubang kakus dengan septic Tank. Fungsi dari tank adalah

untuk menerima, menyimpan, mencernakan tinja serta melindunginya dari

lalat dan serangga lainnya. Bentuk bulat, bujur sangkar atau 4 persegi

panjang, diletakkan vertikal dengan diameter antara 90-120 cm.

4) Septic Tank. Septic Tank merupakan cara yang paling memuaskan dan

dianjurkan diantara pembuangan tinja dan dari buangan rumah tangga.

Terdiri dari tanki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air ruangan

masuk dan mengalami proses dekomposisi. Di dalam tanki, tinja akan

berada selama 1-3 minggu tergantung kapasitas tanki.

b. Hubungan Tinja dengan kesehatan

Pembuangan kotoran yang buruk sekali berhubungan dengan kurangnya

penyedian air bersih dan fasilitas kesehatan lainya. Kondisi-kondisi demikian

ini akan berakibat terhadap serta mempersukar penilaian peranan masing-


masing komponen dalam transmisi penyakit namun sudah diketahui bahwa

terhadap hubungan antara tinja dengan status kesehatan. Hubungan keduanya

dapat bersifat langsung ataupun tak langsung. Efek langsung misalnya dapat

mengurangi insiden dari penyakit tertentu yang dapat ditularkan karena

kontaminasi dengan tinja, misalnya thypus addominalis, kolera dan lain-lain

sedangkan hubungan tak langsung dari pembuangan tinja ini bermacam-

macam, tetapi umumnya berkaitan dengan komponen-komponen lain dalam

sanitasi lingkungan.

3. Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Air limbah adalah air yang tidak bersih mengandung berbagai zat yang

bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun hewan, dan lazimnya karena

hasil perbuatan manusia.

Menurut Azwar (1990) air limbah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan

masyarakat, dapat dikatakan makin tinggi tingkat kehidupan masyarakat, makin

kompleks pula sumber serta macam air limbah yang ditemui. Dalam kehidupan

sehari-hari, sumber air limbah yang lazim dikenal adalah : a. Berasal dari rumah

tangga misalnya air, dari kamar mandi, dapur, b. Berasal dari perusahaan

misalnya dari hotel, restoran, kolam renang, c. Berasal dari industri seperti dari

pabrik baja, pabrik tinta dan pabrik cat, dan d. berasal dari sumber lainnya seperti

air tinja yang tercampur air comberan, dan lain sebagainya.


4. Sampah

Sampah adalah semua atau produk sisa dalam bentuk padat, sebagai akibat

aktifitas manusia, yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh

pemiliknya dan dibuang sebagai barang yang tidak berguna. Dalam ilmu

kesehatan lingkungan sampah dibedakan atas :

Garbage : adalah sisa-sisa pengolahan atau makanan yang mudah membusuk

a. Rubbish : adalah bahan-bahan sisa pengolahan yang tidak membusuk.

Rubbish ini ada yang mudah terbakar misalnya : kayu, kertas, ada yang tidak

terbakar , misalnya kaleng, kawat.

b. Ashes : adalah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil

pembakaran kayu, batu bara di rumah-rumah atau industri

c. Dead animal : adalah segala jenis bangkai terutama yang besar seperti kuda,

sapi, bangkai binatang kecil seperti cicak, lipas tidak termasuk kedalamnya.

d. Street sweeping : adalah segala sampah atau segala kotoran yang berserakan

di jalan dibuang oleh pengendara mobil atau masyarakat.

e. Industrial waste : benda-benda padat yang merupakan sampah hasil industri.

Entjang berpendapat bahwa agar sampah tidak membahayakan kesehatan

manusia, maka perlu pengaturan pembuangannya, seperti penyimpanan sampah

yaitu tempat penyimpanan sementara sebelum sampah tersebut dikumpulkan

untuk diangkut serta dibuang (dimusnahkan). Untuk tempat sampah tiap-tiap

rumah isinya cukup 1 meter kubik. Tempat sampah janganlah ditempatkan di


dalam rumah atau pojok dapur, karena akan merupakan gudang makanan bagi

tikus-tikus sehingga rumah banyak tikusnya.

Syarat tempat sampah : a) terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat

sehingga tidak mudah bocor, kedap air ; b) tempat sampah harus mempunyai

tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibuka,

dikosongkan isinya serta dibersihkan. Sangat dianjurkan agar tutup sampah ini

dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan ; c) ukuran tempat sampah

sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu orang dan ditutup ; dan 4)

harus ditutup rapat sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang

lainnya seperti : tikus, ayam, kucing dan sebagainya.

2.4.2 Karakteristik Individu

1. Pendidikan

Cumming dkk (Azwar, 2007), mengemukakan bahwa pendidikan sebagai

suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan

individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan

watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan,

dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di

Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah

lanjutan tingkat atas, dan tingkat akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan

sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga


memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional

dalam menanggapi informasi atau setiap masalah yang dihadapi.

Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian dan

mengembangkan kemampuan manusia Indonesia jasmani dan rohani yang

berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luat sekolah dalam rangka

pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila (Hasibuan, 2005).

Koentjoroningrat (1997), mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap

pengetahuan atau meningkatkan sesuai dengan pendidikan seseorang dan

kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap sesorang terhadap pengetahuan

sesoerang yang diserapnya, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah

untuk dapat menyerap pengetahuan.

Menurut Daryanto (1997), pendidikan adalah upaya peningkatan manusia ke

taraf insani itulah yang disebut mendidik, sedangkan menurut Dictionary of

Education (1984), pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan

kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya di dalam lingkungan

masyarakat.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan atau pencaharian yang dijadikan

pokok penghidupan seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan hasil

(Depdikbud, 1998). Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan

keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko


menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat

sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Notoatmodjo, 2003).

3. Pendapatan

Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk, semakin tinggi penghasilan

semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang,

makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin baik pula status gizi

masyarakat (BPS, 2006).

Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk

memperoleh yang lebih baik, misalnya di bidang pendidikan, kesehatan,

pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika pendapatan

lemah akan maka hambatan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang peranan penting dalam

meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orangtua erat kaitannya

dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, dimana bila penghasilan tinggi

maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga

meningkat, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada

kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan

karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat

pelayanan kesehatan (Zacler dalam Notoatmodjo,1997).


2.4.3 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003).

Margono dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan adalah

kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi.

Staton dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan pengetahuan atau knowledge

adalah individu tahu apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya.

Notoatmodjo (2003), berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil tahu

seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Pengetahuan seseorang terhadap

obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, yang secara garis besar

dapat dibagi dalam 6 (enam) tingkat pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (know).

Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, termasuk dalam tingkatan ini

adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini orang sudah paham dan dapat menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar juga.


c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah

dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.

e. Sintesis (synthetis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada dengan cara meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian

di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau obyek, dimana penilaian berdasarkan pada kriteria yang dibuat

sendiri atau pada kriteria yang sudah ada.

2.4.4 Sikap

Menurut Azwar (2007), sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan

atau afeksi, pemikiran (koneksi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang

terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara

positif maupun negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap seseorang

dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek melalui

persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2007).


Menurut Notoatmodjo (2003), sikap adalah penilaian (berupa pendapat)

seseorang terhadap stimulus atau objek (masalah kesehatan, termasuk penyakit),

setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai

atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Bloom dalam Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai 3 (tiga)

komponen pokok yaitu kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu

objek dan kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek serta

kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama membentuk

sikap yang utuh (total attitude).

Kothandapani dalam Azward (2007), merumuskan tiga komponen sikap yaitu

kognitif (kepercayaan atau beliefs), komponen emosional (perasaan) dan komponen

perilaku (tindakan).
2.4.5 Peran Petugas

Menurut Depkes (1998), peran petugas sanitasi dan kepala puskesmas sangat

menentukan keberhasilan cakupan pelaksanaan inspeksi sanitasi di wilayah

puskesmas selama 1 (satu) tahun. Petugas sanitasi dan kepala puskesmas kurang

memahami akan pentingnya inspeksi sanitasi terhadap rumah sehat dan sarana

kesehatan lingkungan, makanya cakupan inspeksi dan sanitasi tidak memenuhi target

yang ditetapkan.

Sanitarian adalah jumlah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang

pendidikan terakhir bidang kesehatan lingkungan dan sanitarian yang bekerja di

puskesmas yang bersangkutan menurut jenis kelamin. Yang termasuk tenaga

sanitarian adalah SPH, D-III Kesehatan Lingkungan, D-III Penyuluh Kesehatan.

Program pokok kesehatan lingkungan adalah informasi mengenai apakah

program kesehatan lingkungan diselenggarakan oleh tenaga sanitasi di puskesmas

yang bersangkutan atau tidak. Peralatan petugas sanitasi (water test kit dan sanitarian

kit) yaitu informasi mengenai peralatan yang didapatkan dengan kondisi berfungsi

atau tidak yang dimiliki untuk melaksanakan kegiatan sanitasi.

Menurut Syafri (1993), usaha-usaha sanitasi ditujukan kepada seluruh

masyarakat, langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengupayakan perubahan

perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik. Beberapa cara yang dapat diterapkan

sebagai usaha meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat adalah sebagai

berikut :
a. Menggalakkan penyuluhan tentang hidup sehat. Kepedulian dari lembaga-

lembaga kesehatan sangat diharapkan masyarakat. Pemanfaatan tempat-tempat

pelayana kesehatan masyarakat merupakan upaya ideal dalam mewujudkan

kesadaran masyarakat untuk berperilaku sehat. Kepercayaan masyarakat terhadap

petugas-petugas kesehatan di lingkungan adalah merupakan nilai tambah

tersendiri. Masyarakat akan lebih mudah menerima masukan-masukan yang

diberikan. Gambaran umum menunjukkan bahwa lingkungan yang bermasalah

bagi kesehatan didominasi oleh penduduk berpenghasilan rendah dengan tingkat

pengetahuan yang rendah. Adanya asumsi bahwa timbulnya penyakit karena

kutukan adalah tidak relevan sama sekali. Masyarakat harus diberitahu bahwa

terjadinya penyakit adalah karena adanya interaksi antara 3 faktor, yaitu

environment, host dan agent. Penyuluhan-penyuluhan dapat diberikan pada saat

kejadian-kejadian masyarakat berlangsung. Penyuluhan yang cukup efektif dapat

dilakukan terhadap ibu rumah tangga, karena kondisi kesehatan keluarga erat

hubungannya dengan tingkat pengetahuan ibu. Pembinaan terhadap ibu-ibu dapat

dilakukan posyandu. Ibu rumah tangga dapat dianjurkan untuk memulai perilaku

sehat secara dini terhadap balitanya.

b. Memberi contoh lingkungan sehat bagi masyarakat. Kebanyakan masyarakat

tidak akan menerima langsung isi penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan.

Masyarakat lebih tertarik dengan hal-hal yang praktis dan kurang sukar

memikirkan secara mendalam apa yang harus dilakukan terhadap lingkungannya

agar mereka terhindar dari penyakit. Sebaiknya masyarakat langsung ditunjukkan


contoh-contoh lingkungan sehat yang akan dijadikan panutan agar lebih efektif

dan membantu. Contoh lingkungan sehat bagi masyarakat yang cocok adalah

suatu rumah sederhana dengan perkarangan yang bersih, mempunyai jamban

yang cukup syarat kesehatan, air yang cukup tersedia, dan tempat pembuangan air

limbah serta sampah tersedia baik.

Dari adanya contoh-contoh seperti ini, masyarakat akan mengerti bahwa dengan

kesederhanaan yang mereka miliki, mereka dapat juga menikmati lingkungan

yang sehat dan terhindar dari penyakit-penyakit yang timbul karena keadaan

lingkungan sekitar mereka. Poster-poster sederhana juga dapat membantu

masyarakat mengenal dan menerapkan sanitasi lingkungan. Sarana-sarana desa

seperti balai desa dan pusat pelayanan kesehatan tersebut sering dikunjungi

masyarakat.

c. Menunjang kesehatan masyarakat dalam bidang sanitasi lingkungan. Konsep dan

teknis sanitasi yang cocok bagi suatu wilayah, kadangkala dapat timbul dari

masyarakat sendiri. Hal ini merupakan sumbangan besar bagi terlaksananya usaha

sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan yang dilakukan masyarakat kadang-

kadang hanya tidak sengaja. Sebagai contoh, pemanfaatan sampah rumah tangga

oleh masyarakat tani untuk dijadikan kompos. Tujuan utama mereka adalah untuk

menambah bahan organik pada tanaman yang diusahakan. Secara tidak sadar

sebenarnya mereka telah ikut meniadakan vektor-vektor penyakit yang hidup di

sampah-sampah. Kegiatan-kegiatan sanitasi seperti ini merupakan suatu potensi.

Adanya dukungan dari pihak-pihak yang berkompeten akan menumbuhkan peran


serta masyarakat. Masyarakat diberitahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah

salah satu cara melepaskan mereka dari gangguan vektor penyakit.

d. Pemberian penghargaan bagi lingkungan sehat. Keinginan untuk dihargai adalah

mutlak dalam diri manusia. Penghargaan dapat dinyatakan melalui dukungan

terhadap apa yang telah dilakukan, pemberian tambahan sarana-sarana dan hadiah

jika memungkinkan. Adanya penghargaan akan lebih memotivasi masyarakat

untuk meningkatkan kepedulian terhadap keadaan lingkungan yang berkaitan

dengan kesehatan.

2.5 Landasan Teori

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping sandang

dan pangan, sehingga rumah harus sehat agar penghuninya dapat bekerja secara

produktif. Konstruksi rumah dan lingkungannya yang tidak memenuhi syarat

kesehatan merupakan faktor risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit,

khususnya penyakit yang berbasis lingkungan.

Faktor yang berpengaruh terhadap kepemilikian perumahan yang layak dan

sehat adalah tingkat ekonomi masyarakat yang masih rendah; pekerjaan, lingkungan

fisik, biologi, sosial dan budaya setempat yang belum mendukung; tingkat kemajuan

teknologi pembangunan perumahan masih terbelakang; serta belum konsistennya

kebijaksanaan pemerintah dalam tata guna lahan dan program pembangunan

perumahan untuk rakyat (Panudju, 1999).


Menurut penelitian Lubis (2000) ada empat parameter perumahan yang

menunjukkan resiko bermakna yakni jenis lantai, jenis dinding, jendela kamar tidur,

ventilasi, pencahayaan dan kepadatan penghuni. Selain itu apabila faktor lingkungan

dianalisis bersama-sama dengan faktor sosial (umur, tempat kerja, media informasi

yang ada, tingkat pendidikan, ternyata menunjukkan hasil yang bermakna penyakit

berbasis lingkungan.

Margono dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan adalah

kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan salah satu unsur yang

diperlukan seseorang diantaranya : a) Pengetahuan/pengertian dan pemahaman

tentang apa yang dilakukannya ; b) Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat dan

kebenaran dari apa yang dilakukannya : c) Sarana yang diperlukan untuk

melakukannya ; dan d) Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh

kebutuhan yang dirasakan.

Menurut Depkes (1998), peran petugas sanitasi dan kepala puskesmas sangat

menentukan keberhasilan cakupan pelaksanaan inspeksi sanitasi di wilayah

puskesmas selama 1 (satu) tahun. Petugas sanitasi dan kepala puskesmas kurang

memahami akan pentingnya inspeksi sanitasi terhadap rumah sehat dan sarana

kesehatan lingkungan, makanya cakupan inspeksi dan sanitasi tidak memenuhi target

yang ditetapkan.
2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka penelitian merumuskan kerangka


konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Individu
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pendapatan

Pengetahuan tentang
rumah sehat Rumah :
- Sehat
- Tidak Sehat
Sikap tentangGambar
rumah 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
sehat

Peran Petugas Sanitasi


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.7 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe explanatory research

(penjelasan), untuk menjelaskan pengaruh karakteristik individu, pengetahuan, sikap

dan peran petugas terhadap kepemilikan rumah di Kecamatan Peureulak Timur

Kabupaten Aceh Timur.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada rumah penduduk yang terdapat di Kecamatan

Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008 dengan pertimbangan

merupakan kecamatan yang paling rendah cakupan rumah sehatnya.

Pelaksanaan penelitian ini membutuhkan waktu 8 (delapan) bulan terhitung

November 2007 sampai dengan Juni 2008.

3.9 Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di

Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008 berjumlah 2259

kepala keluarga.

Besar sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus

Lameshow (1997) :

Bungsu Riana : Pengaruh Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap Dan Peran Petugas Terhadap…, 2008
USU e-Repository © 2009
n=
{Z 1−α / 2 Po (1 − Po) + Z 1− β Pa (1 − Pa) }
2

( Pa − Po) 2

Dimana :

n = Besar sampel

Z1-α/2 = Tingkat kemaknaan α = 0,05 (Z1-α/2) = 1,96

Z1-β = Kekuatan uji (ditetapkan peneliti) Z1-β = 0.80 (80%)

Po = Proporsi (dari studi terdahulu) = 57,23% = 0,5723

Pa = Proporsi yang diharapkan = 0,6723

Penyelesaian :

n = ⎢
{
⎡ 1,96 0,5723 (1 − 0,5723) + 0,80 0,6723 (1 − 0,6723) } ⎤⎥2

⎢ (0,6723 − 0,5723) 2 ⎥
⎣ ⎦

=
{1,96 0,5723 . 0,4277 + 0,80 06723 . 0,3277 }2

(0,1) 2

=
{1,96 0,244 + 0,80 0,22 }2

(0,1) 2

=
{(1,96 x 0,493) + 0,80 x 0,469}2
(0,01)

{0,966 + 0,375}
=
0,01

1,3412
=
0,01

1,798
= = 179,8 ≈ 180 rumah
0,01
Berdasarkan perhitungan tersebut diatas maka jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah 180 rumah. Untuk pengambilan sampel pada 5 desa yang terpadat rumah

dilakukan secara proporsional sampel sebanding jumlah populasi (Prasetyo dan

Jannah, 2006) yang terdapat di Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur

Tahun 2008 dengan terlebih dahulu diketahui sampel fraction yaitu perbandingan

jumlah sampel yang dibutuhkan dengan jumlah populasi, dengan rumus :

populasi
sampel x total sampel
totalpopulasi

Maka sampel pada 5 desa terpadat rumahnya di Kecamatan Peureulak Timur

Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008 yaitu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 Jumlah Rumah Terpadat di Lima Desa di Kecamatan Peureulak


Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008

Jumlah Jumlah
No Desa Perhitungan
Populasi Sampel
1 Alue Bugeng 260 260/1100 x 180 43
2 Krueng Lintang 225 225/1100 x 180 37
3 Jengki 215 215/1100 x 180 35
4 Seunebok Tengoh 205 205/1100 x 180 33
5 Tualang Pateng 195 195/1100 x 180 32
Total 1100 180
Sumber : Kantor Camat Kecamatan Peureulak Timur Tahun 2007.

Untuk mengambil sampel terpilih setiap desa dilakukan dengan metode

simpel random sampling yaitu mengambil sampel dengan metode acak atau undian

sampai memenuhi jumlah sampel yang telah ditentukan.


3.10 Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden

berpedoman pada kuesioner dan checklist untuk observasi terhadap kondisi rumah

responden dengan menggunakan peralatan Rollmeter (untuk mengukur luas ventilasi),

Thermohigrometer (untuk mengukur suhu ruangan dan kelembaban), Luxmeter

(untuk mengukur intensitas cahaya). Sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan

dan dokumen kepala desa, camat dan Puskesmas Peureulak Timur.

3.11 Variabel dan Defenisi Operasional

3.11.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)

a. Pendidikan, yaitu jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh responden

dengan mendapatkan ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

b. Pekerjaan, yaitu kegiatan rutin yang dilakukan responden yang menghasilkan

pendapatan keluarga.

c. Pendapatan, yaitu penghasilan keluarga setiap bulan dari hasil pekerjaan utama

maupun tambahan (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai

dengan Peraturan Daerah NAD Nomor 67 Tahun 2007.

d. Pengetahuan adalah tingkat pemahaman responden terhadap konsep rumah sehat,

pentingnya rumah sehat, dan efek kesehatan bila tidak memanfaatkan rumah

sehat.

e. Sikap adalah respon yang melibatkan faktor pendapat responden terhadap

pernyataan tentang rumah sehat.


f. Peran petugas adalah pendapat responden tentang upaya (tindakan) yang telah

dilakukan oleh petugas sanitasi berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan

pengawasan terhadap rumah sehat

3.11.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Rumah sehat adalah suatu tempat tinggal dimana masing-masing dari

komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni memenuhi syarat kesehatan

yang telah direkomendasikan Depkes RI, yaitu memperoleh skor 1068-1200.

a. Komponen rumah

1. Langit-langit adalah kerangka kuda-kuda sebagai penyekat panas, penahan

debu, kotoran lain yang jatuh dari atap dan mudah dibersihkan serta tidak

rawan kecelakaan.

2. Dinding adalah pembatas/pemisah ruang yang tegak lurus berbentuk

permanen, baik yang terbuat dari anyaman bambu atau ilalang (bukan

tembok) atau semi permanen/setengah tembok/pasangan batubata/batu yang

tidak diplaster/papan yang tidak kedap air.

3. Lantai adalah dasar/alas rumah yang berfungsi agar tidak masuk air bila

hujan, baik yang dari tanah, papan/anyaman bambu yang lekat dengan tanah/

plasteran yang retak/papan/rumah panggung.

4. Jendela adalah ruang untuk proses sirkulasi udara dalam suatu ruangan yang

luas lubang udara minimal 1/10 dari luas ruang agar udara tidak berbau
pengap sehingga penghuni ruang tidak sesak nafas dalam waktu yang lama

dalam ruang yang terdapat di rumah responden.

5. Ventilasi adalah ruang untuk sirkulasi udara 10% dari luas lantai yang

terdapat pada rumah responden.

6. Ruang asap dapur adalah lubang untuk keluar asap dari proses masak-

memasak dari dapur keluar rumah dalam bentuk corong (exhause fan) dan

tidak mencemari ruang dapur dan rumah dengan luas lubang 10% dari luas

lantai dapur yang terdapat pada rumah responden.

7. Pencahayaan adalah penerangan yang terang baik yang bersumber dari

matahari maupun lampu yang cukup, dapat dipergunakan untuk membaca

secara normal.

b. Sarana sanitasi

1. Sarana air bersih adalah suatu fasilitas untuk penggunaan dan pengelolaan air

bersih sebelum dikonsumsi atau dipergunakan untuk kepentingan lain yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan, baik yang bersumber dari SGL/SPT

/PP/PU/PAH yang dimiliki responden pada rumah tangga.

2. Jamban (sarana pembuangan kotoran) adalah suatu tempat untuk

penampungan kotoran manusia yang memenuhi syarat kesehatan untuk setiap

rumah tangga yang dimiliki responden.

3. Sarana pembuangan air limbah (SPAL) adalah saluran tempat pembuangan air

kotor yang berasal dari rumah tangga dalam keadaan tertutup dan tidak

tergenang di halaman atau dialirkan ke selokan tertutup dan tidak mencemari


4. Sarana pembuangan sampah (tempat sampah) adalah tempat penampungan

sampah sementara di rumah tangga dalam keadaan tertutup, kedap air dan

memenuhi syarat kesehatan yang dimiliki responden.

c. Perilaku penghuni adalah sikap, kebiasaan dan tindakan penghuni terhadap segala

sesuatu yang berhubungan dengan rumah sehat/standar rumah sehat.

3.12 Metode Pengukuran

3.12.1 Variabel Independen

a. Pendidikan

Untuk mengetahui pendidikan responden dilakukan dengan cara wawancara

menggunakan kuesioner, skala ukur ordinal, hasil ukur dapat dikelompokkan dalam

kategori : 1) rendah, jika tamat SD ; 2) sedang, jika tamat SLTP/SLTA, 3) tinggi, jika

tamat Akademi/Perguruan Tinggi.

b. Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden dilakukan dengan cara wawancara

alat ukur kuesioner, skala ukur ordinal, hasil ukur dapat dikategorikan menjadi :

1) Bekerja ; 2) Tidak Bekerja


c. Pendapatan

Untuk mengetahui pendapatan penghasilan dilakukan dengan cara wawancara,

alat ukur kuesioner, skala ukur ordinal, hasil ukur dapat dikelompokkan dalam

kategori :

1) Rendah : < Rp.1.000.000,- per bulan (< UMR)

2) Tinggi : ≥ Rp.1.000.000,- per bulan (≥ UMR)

d. Pengetahuan

Variabel ini mencakup 10 (sepuluh) pertanyaan dengan menggunakan kuesioner,

skala ukur ordinal, dengan alternatif jawaban 3 (tiga) yaitu benar diberi skor 3,

kurang diberi skor 2 (dua), tidak benar diberi skor 1 (satu). Hasil ukur

dikategorikan menjadi baik dan kurang baik. Hasil ukur baik apabila responden

mendapatkan skor ≥50% dengan rentang (16,5-30) dan hasil ukur kurang baik

apabila responden mendapatkan skor <50% dengan rentang antara (1-15,5). Skor

ini didapatkan dengan cara menjumlahkan skor tertinggi pada setiap jawaban dari

seluruh pertanyaan yang ada.

e. Sikap

Variabel ini mencakup 10 (sepuluh) pertanyaan dengan menggunakan kuesioner,

skala ukur ordinal, dengan alternatif jawaban 3 (tiga) yaitu setuju diberi skor 3

(tiga), kurang setuju diberi skor 2 (dua), dan tidak setuju diberi skor 1 (satu).

Hasil ukur dikategorikan menjadi baik dan kurang baik. Hasil ukur baik apabila

responden mendapatkan skor ≥50% dengan rentang (16,5-30) dan hasil ukur
kurang baik apabila responden mendapatkan skor <50% dengan rentang antara

(1-15,5). Skor ini didapatkan dengan cara menjumlahkan skor tertinggi pada

setiap jawaban dari seluruh pertanyaan yang ada.

f. Peran Petugas

Variabel ini mencakup 5 (lima) pertanyaan dengan menggunakan kuesioner, skala

ukur ordinal, dengan alternatif jawaban 3 (tiga) yaitu pernah diberi skor 3 (tiga),

kadang-kadang diberi skor 2 (dua), tidak pernah diberi skor 1 (satu). Hasil ukur

kategori menjadi baik dan kurang baik. Hasil ukur baik apabila responden

mendapatkan skor ≥50% dengan rentang (8-15) dan hasil ukur kurang baik

apabila responden mendapatkan skor <50% dengan rentang antara (1-7). Skor ini

didapatkan dengan cara menjumlahkan skor tertinggi pada setiap jawaban dari

seluruh pertanyaan yang ada.

3.12.2 Variabel Dependen

Rumah sehat

Untuk mengetahui rumah sehat dengan cara penilaian terhadap komponen

rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni dengan menggunakan alat ukur

kuesioner, skala ukur ordinal, hasil ukur dapat dikelompokkan dengan kategori :

a. Apabila jumlah nilai kali bobot kumulatif : komponen rumah, sarana sanitasi dan

perilaku penghuni <1.068 dikategorikan sebagai rumah tidak sehat

b. Apabila jumlah nilai kali bobot kumulatif : komponen rumah, sarana sanitasi dan

perilaku penghuni ≥1.068 – 1.200 dikategorikan sebagai rumah sehat


Dalam hal penilaian rumah sehat dapat dijelaskan dengan pemberian bobot

penilaian rumah diberikan pada masing-masing indikator : (Depkes, RI. 2002)

25
a. Bobot komponen rumah : ( x 100 % = 31,25%) = 31
80

20
b. Bobot sarana sanitasi : ( x 100 % = 25%) = 25
80

35
c. Bobot perilaku penghuni : ( x 100 % = 43,75%) = 44
80

Cara menghitung hasil penilaian : Nilai observasi rumah x Bobot

3.7. Metode Analisa Data

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-

masing variabel. Kemudian didistribusikan dalam tabel frekuensi.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen

dengan variabel dependen dengan menggunakan Uji Chi-Square pada tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05).

3.7.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh variabel

independen. Bila hasil uji pada analisis bivariat menunjukkan nilai p<0,25 maka

variabel tersebut dapat masuk ke dalam model multivariat dengan uji regresi logistik.
BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

Kecamatan Peureulak Timur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat

di Kabupaten Aceh Timur. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Peureulak Timur

adalah :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan dengan Sungai Raya

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Pereulak

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Malaka

4. Sebelah Utara berbatasan dengan berbatasan dengan Peureulak

Kecamatan Peureulak Timur terletak ± 30 km dari pusat ibukota Kabupaten

Aceh Timur, dengan luas wilayah 241,75 Km2 yang beriklim tropis dengan musim

kemarau antara bulan Maret-Agustus dan musim hujan antara bulan September -

Februari. Suhu maksimum rata-rata perbulan 30° C dan suhu minimum rata-rata

perbulan 260 C, kelembaban udara relatif rat-rata 70%.

b. Demografi

Jumlah penduduk di Kecamatan Peureulak Timur secara keseluruhan

sebanyak 12.808 jiwa, yang terdiri dari 6244 laki-laki dan 6564 perempuan yang

tersebar di 20 desa.
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk berdasarkan Desa di Kecamatan Peureulak
Timur tahun 2008

No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah


1 Alue tho 74 96 170
2 Seumatang Keude 430 442 872
3 Seunebok Jalan 192 162 3541
4 Seunebok Paya 100 100 200
5 Seunebok Rawang 369 331 700
6. Seunebok Dalam 162 199 361
7. Seunebok Lapang 548 698 1246
8. Alue Nireh 209 200 409
9. Gelanggang merah 193 233 426
10. Kreung lintang 577 579 1155
11. Jengki 433 483 916
12. Babah Kreung 383 375 758
13. Tualang Pateng 390 300 690
14. Buket Meriam 267 309 576
15. Alue Bureb 290 315 605
16. Seunebok Tepin 337 346 683
17. Alue Bugeng 629 600 1229
18. Seunebok Punti 197 107 304
19. Alue Lhok 94 91 185
20. Seunebok Tengoh 370 598 969
Jumlah 6244 6564 12.808

4.5 Analisis Univariat

4.5.1 Variabel Independen

a. Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan kelompok umur terdapat 40,6%

responden berumur < 35 tahun, dan 37,8% umur 35-45 tahun, 21,7% umur > 45

tahun, dengan tingkat pendidikan 53,3% termasuk kategori sedang, 23,9 termasuk

kategori rendah dan 22,8% termasuk kategori tinggi. Status pekerjaan responden
43,3% termasuk kategori tidak bekerja dan dengan tingkat pendapatan rendah 52,2%

dan pendapatan tinggi 47,8%. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Kecamatan Peureulak Timur


Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008

No Karakteristik Responden Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Umur
< 35 tahun 73 40,6
35-45 Tahun 68 37,8
> 45 tahun 39 21,7
Total 180 100,0
2 Pendidikan
Tinggi 43 23,9
Sedang 96 53,3
Rendah 41 22,8
Total 180 100,0
3 Pekerjaan
Bekerja 102 56,7
Tidak Bekerja 78 43,3
Total 180 100,0
4 Tingkat Pendapatan
Tinggi 86 47,8
Rendah 94 52,2
Total 180 100,00

b. Pengetahuan

Variabel pengetahuan dalam penelitian ini didasarkan pada 10 pertanyaan

dalam kuesioner mengenai pemahaman responden tentang rumah sehat. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (44,4%) menjawab dengan

benar aspek pengetahuan tentang langit-langit rumah, mayoritas responden (35,0%)

menjawab dengan benar tentang dinding rumah sehat, mayoritas responden (40,0%)

menjawab dengan benar tentang lantai rumah yang sehat, mayoritas responden
(40,6%) menjawab dengan benar tentang syarat ventilasi yang memenuhis syarat

kesehatan, mayoritas responden (43,9%) menjawab dengan kurang benar tentang

pencahayaan dalam rumah sehat, mayoritas responden (40,6%) menjawab dengan

benar syarat sarana air bersih, mayoritas responden (42,2%) menjawab dengan

kurang benar saluran air limbah yang memenuhi syarat kesehatan, sedangkan

pengetahuan responden tentang pembuangan sampah masing-masing menjawab benar

dan kurang benar masing-masing 40,6%. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel

4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan

Jawaban
Kurang Tidak
No Indikator Pengetahuan Benar
Benar Benar
n % n % n %
1 Langit-langit rumah 80 44, 66 36, 34 18,
4 7 9
2 Dinding rumah sehat 63 35, 61 33, 56 31,
0 9 1
3 Lantai rumah sehat 72 40, 52 28, 56 31,
0 9 1
4 Ventilasi rumah sehat 73 40, 64 35, 43 23,
6 6 9
5 Asap dapur 81 45, 59 32, 40 22,
0 8 2
6 Pencahayaan 75 41, 79 43, 26 14,
7 9 4
7 Sarana air bersih 73 40, 59 32, 48 26,
6 8 7
8 Jamban 71 39, 68 37, 41 22,
4 8 8
9 Saluran air limbah 64 35, 76 42, 40 22,
6 2 2
10 Pembuangan sampah 73 40, 73 40, 34 18,
6 6 9
Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada indikator pengetahuan dengan

menggunakan metode rating (persentase) maka variabel pengetahuan dapat

dikategorikan menjadi kategori baik dan kurang. Hasil penelitian dapat dilihat pada

Tabel 4.4

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

No Pengetahuan Responden Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Baik 103 57,2
2 Kurang 77 42,8
Total 180 100,0
Berdasarkan Tabel 4.4. di atas, diketahui bahwa mayoritas responden

memnpunyai pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 103 orang (57,2%), dan hanya

77 orang (428%) termasuk pengetahuan kurang.

c. Sikap

Variabel sikap dalam penelitian ini adalah pandangan responden terhadap

kepemilikan rumah sehat. Indikator dari variabel sikap didasarkan pada 10

pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (51,7%)

menyatakan setuju tentang langit-lagit rumah sehat harus bersih, mayoritas respoden

(40,6%) menyatakan setuju jika dinding rumah sehat permanen, mayoritas responden

(44,4%) menyatakan setuju jika ventilasi rumah sehat harus ≥10% dari luas lantai

rumah, mayoritas responden (52,2%) menyatakan setuju jika rumah sehat memiliki
saluran pembuangan asap dapur, mayoritas responden (48,7%) menyatakan setuju

bahwa rumah sehat harus mempunyai pencahayaan yang terang dan tidak silau.

Selain itu dari aspek sarana, mayoritas responden(47,8%) menyatakan setuju

bahwa rumah sehat harus memiliki sarana air bersih, mayoritas responden (52,8%)

menyatakan setuju bahwa jamban keluarga dalam rumah sehat harus berbentuk leher

angsa dan mempunyai septic tank, myoritas responden (47,2%) menyatakan setuju

bahwa saluran pembuangan air limbah pada rumah sehat harus memenuhi syarat

kesehatan dan mayoritas responden (45,0%) menyatakan setuju bahwa rumah sehat

harus mempunyai tempat pembuangan sampah. Hasil penelitian dapat dilihat pada

Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap

Jawaban
Kurang Tidak
Indikator Sikap Setuju
Setuju Setuju
n % n % n %
1. Langit-langit rumah bersih 93 51,7 61 33,9 26 14,4
2. Dinding yang permanen 73 40,6 61 33,9 46 25,6
3. Lantai rumah sehat 80 44,4 50 27,8 50 27,8
4. Ventilasi rumah sehat jika ≥10% luas 84 46,7 72 40,0 24 13,3
lantai
5. Ada Saluran pembuangan asap dapur 94 52,2 52 28,9 34 18,9
6. Pencahayaan terang dan tidak silau 88 48,9 66 36,7 26 14,4
7. Sarana air bersih harus ada 86 47,8 53 29,4 41 22,8
8. Jamban berbentuk leher dan ada septic 95 52,8 47 26,1 38 21,1
tank
9. Saluran air limbah memenuhi syarat 85 47,2 58 32,2 37 20,6
kesehatan
10.Pembuangan sampah harus ada 81 45,0 72 40,0 27 15,0
Keterangan n = Jumlah Responden
Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada indikator sikap responden maka

variabel sikap responden dapat dikategorikan menjadi baik dan kurang. Hasil

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

No Sikap Responden Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Baik 95 52,8
2 Kurang 85 47,2
Total 180 100,0

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa mayoritas responden

mempunyai sikap kategori baik terhadap rumah sehat yaitu sebanyak 95 orang

(52,8%), dan 85 responden (47,2%) lainnya termasuk kategori kurang.

d. Peran Petugas

Peran petugas dalam penelitian ini didasarkan pada 5 (lima) indikator yang

terdapat dalam pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden

(46,7%) menyatakan petugas kesehatan pernah membuat pertemuan tentang rumah

sehat, mayoritas responden (38,8%) menyatakan bahwa petugas kadang-kadang

melakukan penyuluhan tentang rumah sehat, demikian juga, mayoritas responden

(37,8%) menyatakan petugas kadang-kadang melakukan diskusi pentingnya rumah

sehat, mayoritas responden (43,3%) mengatakan petugas kesehatan pernah meninjau

kondisi rumah dan sanitasi rumah penduduk, dan mayoritas responden (41,1%)
mengatakan kadang-kadang petugas kesehatan memberi informasi pengadaan rumah

sehat. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Peran Petugas

Jawaban
Kadang Tidak
Indikator Peran Petugas Pernah
-kadang Pernah
n % n % n %
1. Membuat pertemuan tentang rumah sehat 84 46,7 70 38, 26 14,4
9
2. Melakukan penyuluhan rumah sehat 66 36,7 68 37, 46 25,8
8
3. Diskusi pentingnya rumah sehat 64 35,6 68 37, 48 26,7
8
4. Meninjau kondisi dan sanitasi rumah 78 43,3 67 37, 35 19,4
2
5. Memberi informasi pengadaan rumah sehat 63 35,0 74 41, 43 23,9
1

Berdasarkan perhitungan skor pada indikator peran petugas tersebut di atas,

maka variabel peran petugas dapat dikategorikan menjadi baik dan kurang. Hasil

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Petugas

No Peran Petugas Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Baik 54 30,0
2 Kurang 126 70,0
Total 180 100,0
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa peran petugas kesehatan

terhadap kepemilikan rumah sehat termasuk kategori kurang, yaitu sebanyak 126

orang (70,0%), dan hanya 54 orang (30,0%) termasuk kategori baik.

4.5.2 Kepemilikan Rumah Sehat

Kepemilikan rumah sehat dilihat dari beberap indikator yaitu meliputi

komponen rumah, ketersediaan sarana dan prasarana serta perilaku penghuni rumah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (80%) mempunyai langit-

langit rumah, tetapi masih kotor dan sulit dibersihkan, mayoritas responden (47,8%)

mempunyai dinding rumah semi permanen, mayoritas responden (61,7%)

mempunyai lantai yang terbuat dari papan, mayoritas responden (99,4%) mempunyai

jendela kamar, mayoritas responden (88,3%) mempunyai jendela ruang keluarga,

sedangkan dari aspek ventilasi masing-masing responden (48,3%) mempunyai

ventilasi tetapi luas <10% luas lantai dan ≥10% luas lantai, mayoritas responden

(45,6%) mempunyai lubang asap dapur dengan lubang >10 % dari luas lantai dapur,

dan mayoritas responden (43,3%) mempunyai pencahayaan rumah yang kurang

terang.

Berdasarkan sarana, diketahui mayoritas responden (30,0%) mempunyai

sarana air bersih, milik sendiri tetapi tidak memenuhi syarat kesehatan, mayoritas

responden (34,4%) mempunyai jamban keluarga tetapi bukan bentuk leher angsa, dan

tidak ada tutup, mayoritas responden (37,2%) mempunyai tempat pembuangan air

limbah dan dialirkan ke sekolan terbuka.


Berdasarkan perilaku penghuni, mayoritas responden setiap hari membuka

dan kadang-kadang membuka jendela kamar, masing-masing (35,6%), mayoritas

responden (47,2%) kadang-kadang membuka jendela ruang keluarga, mayoritas

responden (46,7%) kadang-kadang membersihkan rumah dan halaman, mayoritas

responden (44,4%) kadang-kadang membuang air besar di jamban keluarga, dan

mayoritas responden (42,2%) kadang-kadang membuang sampah pada tempat

pembuangan sampah. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Komponen Rumah Sehat

Hasil Penilaian
Komponen Rumah Sehat 0 1 2 3 4
n % n % n % n % n %
1. Langit-langit - - 36 20, 14 80, - - - -
0 4 0
2. Dinding - - 74 41, 86 47, 2 11,1 - -
1 8 0
3. Lantai 1 7,8 55 30, 11 61, - - - -
4 6 1 7
4. Jendela Kamar 1 0,6 17 99, - - - - - -
9 4
5. Jendela Ruang Keluarga 2 11, 15 88, - - - - - -
1 7 9 3
6. Ventilasi 6 3,3 87 48, 87 48, - - - -
3 3
7. Lubang Asap Dapur 2 14, 72 40, 82 45, - - - -
6 4 0 6
8. Pencahayaan 4 23, 78 43, 59 32, - - - -
3 9 3 8
9. Sarana Air Bersih 2 14, 54 30, 53 29, 2 15,6 1 10,6
6 4 0 4 8 9
10.Jamban 2 11, 62 34, 60 33, 2 15,6 1 5,6
0 1 4 3 8 0
11.Tempat pembuangan air 2 11, 63 35, 67 37, 2 16,1 - -
limbah 1 7 0 2 9
12.Membuka jendela kamar 2 12, 64 35, 64 35, - -
2 2 6 6
13.Buka jendela ruang 5 29, 85 47, 42 23, - - - -
keluarga 3 4 2 3
14.Bersihkan 5 0,6 84 46, 41 22, - - - -
rumah&halaman 5 7 8
15.Buang tinja di Jamban 4 25, 80 44, 55 30, - - - -
5 0 4 6
16.Buang sampah di 4 27, 76 42, 55 30, - - - -
tempatnya 9 2 2 6
Ket : n = Jumlah Responden

Berdasarkan penilaian pada beberapa indikator rumah sehat terserbut, maka

kepemilikan rumah sehat dapat dikategorikan menjadi sehat dan tidak sehat. Hasil

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Rumah

No Kepemilikan Rumah Sehat Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Sehat 57 31,7
2 Tidak Sehat 123 68,3
Total 180 100,0

Berdasarkan Tabel 4.10 di atas, diketahui bahwa responden mempunyai

rumah yang sehat hanya sebanyak 57 orang (31,7%) dan yang mempunyai rumah

tidak sehat yaitu sebanyak 123 orang (68,3%).

4.6 Analisis Bivariat

Análisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square antara

variabel Independen (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap dan


peran petugas) dengan variabel Dependen (kepemilikan rumah sehat). Hasil

penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hasil Analisa antara Variabel Independen dengan Variabel


Dependen
Kepemilikan
Rumah Sehat p
Jumlah
No Variabel Independen Tidak value
Sehat
Sehat
n % n % n %
PENDIDIKAN
Tinggi 21 36,8 20 16,3 41 22,8
Sedang 29 50,9 67 54,5 96 53,3
0,002
Rendah 7 12,3 36 29,3 43 23,9
Total 57 100,0 123 100,0 180 100
PEKERJAAN
Bekerja 39 68,4 63 51,2 102 56,7
Tidak Bekerja 18 31,6 60 48,8 78 43,3 0,030
Total 57 100,0 123 100,0 180 100
PENDAPATAN
Tinggi 34 59,6 52 42,3 86 47,8
Rendah 23 40,4 71 57,7 94 52,2 0,030
Total 57 100,0 123 100,0 180 100

Tabel 4.11 (Lanjutan)

Kepemilikan
Rumah Sehat p
Jumlah
No Variabel Independen Tidak value
Sehat
Sehat
n % n % n %
PENGETAHUAN
Baik 44 77,2 59 48,0 103 57,2
Kurang 13 22,8 64 52,0 77 47,8 0,000
Total 57 100,0 123 100,0 180 100
SIKAP
Baik 40 70,2 55 44,7 95 52,8
Kurang 17 29,8 68 55,3 85 47,2 0,001
Total 57 100,0 123 100,0 180 100
PERAN PETUGAS
Kepemilikan
Rumah Sehat p
Jumlah
No Variabel Independen Tidak value
Sehat
Sehat
n % n % n %
Baik 10 17,5 44 35,8 54 30,0
Kurang 47 82,5 79 64,2 126 70,0 0,013
Total 57 100,0 123 100,0 180 100

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas, diketahui berdasarkan pendidikan, mayoritas

(50,9%) rumah sehat terdapat pada responden berpendidikan sedang dibandingkan

responden berpendidikan tinggi (36,8%) dan pendidikan rendah (12,3%). Sedangkan

untuk rumah tidak sehat mayoritas (54,5%) terdapat pada pendidikan sedang

dibandingkan dengan pendidikan rendah (29,3%) dan pendidikan tinggi (16,3%).

Hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan signifikan antara

pendidikan dengan kepemilikan rumah sehat (p=0,002).

Berdasarkan pekerjaan, diketahui rumah sehat mayoritas (68,4%) terdapat

pada responden yang bekerja dibandingkan responden yang tidak bekerja (31,6%).

Sedangkan rumah tidak sehat mayoritas juga terdapat pada responden yang bekerja

(51,2%) dibandingka dengan responden yang tidak bekerja (48,8%). Hasil uji statistik

dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan signifikan antara pekerjaan dengan

kepemilikan rumah sehat (p=0,030).

Berdasarkan pendapatan, diketahui rumah sehat mayoritas (59,6%) terdapat

pada responden dengan pendapatan tinggi dibandingkan responden berpendapatan

rendah (40,4%). Sedangkan rumah tidak sehat mayoritas (57,7%) terdapat pada

responden yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan pendapatan tinggi


(42,3%). Hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan

signifikan antara pendapatan dengan kepemilikan rumah sehat (p=0,030).

Berdasarkan pengetahuan, diketahui rumah sehat mayoritas (77,2%) terdapat

pada responden dengan pengetahuan kategori baik dibandingkan responden yang

mempunyai pengetahuan kurang (22,8%). Sedangkan rumah tidak sehat mayoritas

(52,0%) terdapat pada pengetahuan kurang dibandingkan dengan pengetahuan baik

(48,0). Hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan signifikan

antara pengetahuan dengan kepemilikan rumah sehat (p=0,000).

Berdasarkan sikap, diketahui rumah sehat mayoritas (70,2%) terdapat pada

responden dengan sikap kategori baik dibandingkan responden yang mempunyai

sikap kurang (29,8%). Sedangkan rumah tidak sehat mayoritas (55,3%) terdapat pada

responden dengan sikap kurang dibandingkan dengan sikap baik (44,7%). Hasil uji

statistik dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan signifikan antara sikap

dengan kepemilikan rumah sehat (p.=0,001).

Berdasarkan peran petugas, diketahui rumah sehat mayoritas (82,5%) terdapat

pada responden dengan peran petugas kategori kurang baik dibandingkan responden

yang peran petugas yang baik (17,5%). Sedangkan untuk rumah tidak sehat mayoritas

(64,2%) juga terdapat pada responden dengan peran petugas kategori kurang baik

(35,8%). Hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukkan ada hubungan

signifikan antara peran petugas dengan kepemilikan rumah sehat (p.=0,013).


4.7 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat faktor paling dominan

mempengaruhi variabel independen. Adapun syarat multivariat adalah nilai

probabilitas pada variabel yang diuji di analisis bivariat mempunyai nilai p<0,25.

Analisis multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil Analisis Multivariat Model Regresi Logistik

Variabel Nilai β p-value


Pendidikan 0,422 0,260
Pekerjaan -0,431 0,255
Pendapatan 0,000 0,971
Pengetahuan 6,896 0,000*
Sikap 4,330 0,000*
Peran Petugas 0,668 0,430
Keterangan *): Signifikan pada taraf nyata 95% (α<0,05)

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas, diketahui bahwa ada 4 (empat) variabel yang

dikeluarkan dari analisis Uji Regresi Logistik karena mempunyai nilai p < 0,025.

Keempat variabel tersebut adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan peran

petugas, sehingga diperoleh dua variabel sebagai variabel yang mempengaruhi

kepemilikan rumah sehat, seperti Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik


Variabel Nilai β p-value
Pengetahuan 6,896 0,000
Sikap 4,330 0,000
Berdasarkan Tabel 4.13 di atas diketahui variabel yang mempengaruhi

kepemilikan rumah sehat adalah variabel pengetahuan dengan nilai β = 6,896, artinya

responden yang mempunyai rumah tidak sehat resikonya enam kali lebih besar,

penyebabnya adalah tingkat pengetahuan kurang dibandingkan dengan responden

yang berpengetahuan baik setelah variabel sikap dikontrol dan variabel sikap dengan

nilai β = 4,330, artinya responden yang mempunyai rumah tidak sehat resikonya

empat kali lebih besar, penyebabnya adalah sikap yang kurang dibandingkan dengan

responden yang mempunyai sikap baik setelah variabel pengetahuan dikontrol.

Berdasarkan nilai Exp (β) kita dapat memperkirakan kekuatan pengaruh

variabel pengetahuan dan sikap responden terhadap kepemilikan rumah sehat makin

besar nilai Exp (β), makin kuat pengaruh variabel terhadap kepemilikan rumah sehat.

Dari kedua variabel tersebut di atas terlihat bahwa variabel yang paling

dominan mempengaruhi kepemilikan rumah sehat adalah variabel pengetahuan

dengan nilai β tertinggi yaitu β = 6,896.


BAB 5
PEMBAHASAN

5.7 Pengaruh Pendidikan Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan siginifikan antara

pendidikan dengan kepemilikan rumah sehat, artinya semakin tinggi pendidikan

seseorang maka kemungkinan untuk mempunyai rumah yang sehat akan semakin

besar. Berdasarkan proporsi kepemilikan rumah sehat, diketahui 50,9% responden

yang mempunyai rumah sehat terdapat pada responden yang berpendidikan kategori

sedang.

Keadaan ini dapat dianalisis bahwa seseorang yang mempunyai pendidikan

menengah ke atas akan mempunyai keinginan untuk memiliki rumah sehat, dan ia

lebih mengetahui komponen-komponen apa saja yang harus dipenuhi suatu rumah

sehat. Karena pada prinsipnya pendidikan adalah pintu masuk seseorang untuk

mengambil suatu keputusan, termasuk untuk memiliki suatu rumah sehat. Hal ini

sesuai dengan dengan pendapat Cumming, dkk yang dikutip oleh Azwar, (2007)

mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat, dan

bertujuan untuk bertahan hidup termasuk memenuhi kebutuhan sandangnya.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Lubis (2002), bahwa tingkat pendidikan

menunjukkan tingkat bermakna terhadap kepemilikan rumah sehat. Bila pendidikan

rendah maka pengetahuan cara hidup sehat belum dipahami dengan baik. Tingkat

pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga
memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional

dalam menanggapi informasi atau setiap masalah yang dihadapi dalam membentuk

rumah yang sehat.

Bila dikaitkan dengan pendapat Maslow yang dikutip oleh Natoatmodjo

(2003), bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah kenyamanan. Kenyamanan hidup

dalam suatu rumah, artinya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka kebutuhan

akan kenyamanan semakin besar, sehingga mempunyai usaha-usaha yang mengarah

pada kepemilikan rumah sehat.

5.8 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara

pekerjaan dengan kepemilikan rumah sehat. Secara proporsi kepemilikan rumah sehat

juga menunjukkan mayoritas responden (68,4%) yang mempunyai rumah sehat

berstatus bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang telah bekerja

mempunyai kesempatan yang besar untuk memiliki rumah sehat. Rasa ingin memiliki

rumah sehat tersebut berkaitan dengan ada tidaknya penghasilan yang tetap, artinya

orang yang sudah bekerja biasanya mempunyai sejumlah pengahasilan setiap hari

atau setiap bulan.

Bila dikaitkan dengan teori Maslow (1943) yang dikutip oleh Malayu (2002),

bahwa jika seseorang yang ingin memiliki kebutuhan rasa aman dan kenyamanan

maka akan melakukan berbagai upaya untuk mencapainya, dan salah satu faktor

pendukungnya adalah kecukupan akan penghasilan, dan ini hanya diperoleh jika ia

mempunyai suatu pekerjaan yang layak.


5.9 Pengaruh Pendapatan Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga mempunyai

hubungan signifikan dengan kepemilikan rumah sehat. Hal ini juga didukung oleh

proporsi kepemilikan rumah sehat yang menunjukkan responden yang mempunyai

rumah sehat 59,6% mempunyai pendapatan kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan

bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin besar kemungkinan

memiliki suatu rumah sehat. Masyarakat Indonesia pada umum mempunyai harapan

dan keinginan untuk memiliki rumah tempat hidup dan berkeluarga. Hal ini sangat

relevan dengan jumlah penghasilan yang diperolehnya setiap hari atau setiap bulan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Panudju (1999), bahwa sdalah

salah satu faktor yang mempengaruhi kepemilikan rumah sehat adalah faktor

pendapatan. Masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu memenuhi persyaratan

mendapatkan perumahan yang layak.

5.10 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat

Hasil penelitian dengan analisis bivariat menunjukkan bahwa rumah sehat

77,2% dimiliki oleh responden yang mempunyai pengetahuan baik. Pengetahuan

tersebut menyangkut seluruh aspek penilaian suatu rumah sehat yang dibuktikan

secara keseluruhan responden menjawab dengan benar komponen-komponen apa saja

yang dinilai sebagai syarat rumah sehat, dan 57,2% pengetahuan responden termasuk

baik.
Hasil uji regresi logistik diperoleh bahwa variabel yang paling berpengaruh

terhadap kepemilikan rumah sehat adalah variabel pengetahuan dengan nilai koefisien

regresi (β) sebesar 6,896, artinya responden yang mempunyai rumah tidak sehat

resikonya enam kali lebih besar, penyebabnya adalah tingkat pengetahuan kurang

dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik setelah variabel sikap

dikontrol. Dengan demikian pada penelitian ini pengetahuan merupakan variabel

dominan yang mempengaruhi kepemilikan rumah sehat.

Pengetahuan merupakan salah satu indikator yang memungkinkan seseorang

untuk mempunyai rumah yang layak dan sehat. Pengetahuan juga merupakan salah

satu domain enting terhadap perilaku seseorang. Perilaku dalam penelitian ini adalah

mengenai perilaku yang mengarah kepada kepemilikan rumah sehat, karena salah

satu indikator komponen rumah sehat adalah perilaku penghuni rumah. Menurut

Rogers, dalam Notoatmodjo (2003), Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Semakin tinggi

tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tahu tentang pentingnya kepemilikan

rumah sehat untuk menunjang kehidupan dan kesehatan keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2005), bahwa

masyarakat suku Dayak yang memiliki rumah sehat dipengaruhi oleh pemahaman

mereka tentang pentingnya rumah sehat. Secara proporsi juga menunjukkan bahwa

responden yang mempunyai rumah sehat sederhana 76,2% terdapat pada responden

dengan pengetahuan kategori tinggi.


5.11 Pengaruh Sikap Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara sikap

dengan kepemilikan rumah sehat, dan demikian juga dengan hasil regresi logistik

juga menunjukkan variabel sikap mempunyai pengaruh signifikan terhadap

kepemilikan rumah sehat. Secara proporsi kepemilikan rumah sehat, diketahui

mayoritas responden (70,2%) terdapat pada responden dengan sikap kategori baik.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik sikap seseorang terhadap pentingnya

rumah sehat, dan komponen rumah sehat maka akan semakin besar peluangnya untuk

mengambil suatu keputusan untuk memiliki rumah yang layak dan sehat. Hasil uji

regresi logistik menunjukkan nilai β = 4,330 dan p value =0,000 yang berarti terdapat

pengaruh signifikan variabel sikap terhadap kepemilikan rumah sehat.

Variabel yang mempengaruhi kepemilikan rumah sehat adalah variabel

pengetahuan dengan nilai β = 6,896, artinya responden yang mempunyai rumah tidak

sehat resikonya enam kali lebih besar, penyebabnya adalah tingkat pengetahuan

kurang dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik setelah variabel

sikap dikontrol dan variabel sikap dengan nilai β = 4,330, artinya responden yang

mempunyai rumah tidak sehat resikonya empat kali lebih besar, penyebabnya adalah

sikap yang kurang dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap baik

setelah variabel pengetahuan dikontrol.

Berdasarkan nilai Exp (β) kita dapat memperkirakan kekuatan pengaruh

variabel pengetahuan dan sikap responden terhadap kepemilikan rumah sehat makin

besar nilai Exp (β), makin kuat pengaruh variabel terhadap kepemilikan rumah sehat.
Dari kedua variabel tersebut di atas terlihat bahwa variabel yang paling

dominan mempengaruhi kepemilikan rumah sehat adalah variabel pengetahuan

dengan nilai β tertinggi yaitu β = 6,896.

Secara teoritis sikap adalah respon terhadap suatu objek. Menurut Sarwono

(2007), bahwa sikap seseorang didasari oleh pengetahuan dan rasa membutuhkan

sesuatu, dalam hal ini berkaitan dengan kepemilikan rumah sehat. Jika seseorang

mempunyai sikap positif dan baik terhadap pentingnya suatu rumah yang sehat, maka

dia biasanya akan melakukan serangkaian kegiatan atau menempuh cara untuk dapat

memperoleh rumah yang sehat, dan diawali dari perilaku sehatnya.

Penelitian ini sejalan dengan hasil temuan Sudjarwo dalam Azwar (2007),

menyatakan bahwa sikap yang positif terhadap sesuatu mencerminkan perilaku yang

positif. Ada beberapa alasan yang menyebabkan untuk berperilaku negatif contohnya

membuang sampah tidak pada tempat yang telah disediakan dan membuang kotoran

manusia tidak pada tempatnya (WC), peneliti menduga bahwa karakteristik individu

berperan dalam pembentukan perilaku kesehatan seseorang, namun juga dipengaruhi

juga oleh faktor lingkungan seperti ada tidaknya sarana yang mendukung untuk

berperilaku sehat.

5.12 Pengaruh Peran Petugas Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat

Peran petugas dalam penelitian ini adalah keikutsertaan petugas kesehatan

dalam memberikan informasi tentang rumah sehat maupun ikut serta dalam

pengadaan rumah sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari indikator peran
petugas terhadap kepemilikan rumah sehat secara keseluruhan diharapkan akan

memberikan stimulant bagi masyarakat untuk dapat memiliki rumah yang sehat,

meskipun diawali dari hal yang paling mudah misalnya membersihkan halaman dan

rumah setiap hari. Namun dalam hal sekecil tersebut peran petugas dinilai sangat

penting.

Keikutsertaan petugas kesehatan dalam mensosialisasi rumah sehat,

pentingnya rumah sehat maupun melakukan pemeriksaan rutin sanitasi dan

perumahan sehat akan memberikan dorongan positif terhadap keinginan masyarakat

untuk dapat memperoleh atau memiliki rumah yang sehat.

Hasil proporsi juga mendukung bahwa peran petugas kategori kurang baik

mayoritas (64,2%) terdapat pada responden yang memiliki rumah tidak sehat. Hal ini

menunjukkan semakin baik dukungan dari petugas kesehatan terhadap kepeduliannya

dalam pencanangan atau penyuluhan rumah sehat maka akan semakin besar

kemungkinan masyarakat untuk bisa memiliki rumah sehat atau minimal perubahan

perilaku yang mengarah pada komponen perilaku penghuni rumah sehat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2005), bahwa

penerimaan masyarakat suku Dayak terhadap perumahan dan pemukinan sehat salah

satunya dipengaruhi oleh peran petugas dalam mensosialisasi dan memberikan

penyuluhan terhadap pentingnya rumah sehat.


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.3 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sebesar 31,7% responden mempunyai rumah sehat.

2. Hasil bivariat menunjukkan ada hubungan variabel pendidikan responden

(p=0,002), pekerjaan (p=0,030), pendapatan (p=0,030), pengetahuan (p=0,000),

sikap (p=0,001), dan peran petugas (p=0,013) mempunyai hubungan signifikan

dengan kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur

3. Hasil multivariat menunjukkan variabel pendidikan (p=0,026), pekerjaan

(p=0,255), pendapatan (p=0,971), dan peran petugas (p=0,430) tidak mempunyai

pengaruh signifikan terhadap kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak

Timur

4. Variabel pengetahuan (p=0,000), dan sikap (p=0,000) mempunyai pengaruh

signifikan terhadap kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur.

5. Variabel pengetahuan merupakan variabel paling dominan mempengaruhi

kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur (β=6,896).


6.4 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan, maka dapat disarankan beberapa

hal berikut ini:

1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur agar melakukan evaluasi

program setiap bulan sehingga akan lebih untuk mengetahui masalah yang terjadi

di lapangan sehingga dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

2. Petugas kesehatan (sanitarian) lebih pro aktif turun ke lapangan untuk memberi

pendidikan kesehatan (penyuluhan) kepada masyarakat dan menyadarkan

masyarakat bahwa kondisi perumahan dan lingkungan yang dihadapi tidak sehat.

3. Membentuk kaderisasi di lingkungan masyarakat tersebut sehingga dapat

memfasilitasi terhadap masyarakat yang kurang memahami tentang manfaat

rumah sehat.

4. Aparat desa/kelurahan perlu lebih berperan aktif dalam memotivasi warga atau

masyarakat untuk meningkatkan sanitasi rumah di Kecamatan Peureulak Timur

Kabupaten Aceh Timur.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar. A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber


Widya. Jakarta.

________. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber


Widya. Jakarta.

Azwar. S. 2007. Sikap Manusia. Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.


Jakarta.

Anung G. 2002. Modifikasi Rumah Tinggi sebagai Strategi Mengatasi


Tekanan Lingkungan. Program Pascasarjana. USU. Medan.

Asmutawa. dkk. 2007. Evaluasi Pengawasan Perumahan, Pengelolaan


Kualitas Air Bersih oleh Petugas Sanitasi. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Series
No.13. Juli 2007.

Blaang. C.D. 1996. Perumahan dan Pemukiman Sebagai Kebutuhan Pokok. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.

BPS. 2006. Susenas (Survei Ekonomi Nasional). Jakarta.

Daryanto, S., 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Apollo. Surabaya.

Depkes RI. 1994. Pelatihan Pengawasan Kwalitas Kesehatan Lingkungan Bidang


Perumahan dan Lingkungan. Jakarta.
Depkes RI. 1998. Pedoman Upaya Penyehatan Air bagi Petugas Sanitasi Puskesmas.
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman. Jakarta.

__________. 1999. Persyaratan Kesehatan Perumahan. Kepmenkes RI No.829/


Menkes/SK/VII/1999. Jakarta.

__________. 2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Kepmenkes


RI No.907/ Menkes/SK/VII/1999. Jakarta.

__________. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Ditjen PPM dan PL.
Jakarta.

__________. 1992. Undang-undang RI No.23 Tahun 1992 tentang Perumahan dan


Pemukiman. Jakarta.

__________. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Cetakan II. Depkes RI.
Jakarta.

__________. 2004. Indikator Indonesia Sehat 2010. Depkes RI. Jakarta.

__________. 2006. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Dinkes. 2006. Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh

______. 2006. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. Peureulak

Entjang. Indan. 1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung.


Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. 2007. Peraturan Gubernur Provinsi NAD
No.67 Tahun 2007 tentang Penetapan Upah Minimum NAD.

Hasibuan, M., 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi 2, Jakarta

Koentjoroningrat, 1997. Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta

Komisi WHO mengenai Kesehatan dan Lingkungan. 2001. Planet Kita Kesehatan
Kita. Kusnanto H. (editor) Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Krieger J and Higgins DL. 2002. Housing and Health : Time Again for Public Action.
Am. J.Public Health.

Kumurur. A. Veronika. 2006. Perilaku Manusia Dirubah oleh Kondisi Lingkungan


Hidupnya. http://veronicakumurur.blogspot.com/2006/08/perilaku-manusia-
dirubah-oleh-kondisi.html.

Lameshow S. dkk. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah


Mada. University Press. Yogyakarta.

Lubis. Pandapotan. 2002. Hubungan Pendidikan dan Perumahan Sehat. Pusdiknakes.


Jakarta.

Mukono H.J.. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University


Press. Surabaya.

Malayu, S.P., 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta
Notoatmodjo Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Panudju. B. 1999. Pengadaan Rumah Kota dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Alumni. Bandung.

Prasetyo B. Jannah ML. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.

Puskesmas. 2006. Profil Kesehatan Puskesmas. Peureulak Timur.

Ranuh. IGN. 1997. Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak. Continuing
Eduation Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya.

Riduan. 2005. Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Cetakan III. Bandung. Alfabeta.

Sanropie. D. 1989. Pengawas Penyehatan Lingkungan. Depkes RI. Jakarta.

__________. 1992. Pedoman Bidang Studi Perencanaan Penyehatan Lingkungan


Pemukiman. Depkes RI. Jakarta.

Sarwono. S. 2007. Sosiologi Kesehatan. UGM Pres. Yogyakarta.

Sastroasmoro. S. dkk. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa


Aksara. Jakarta.

Slamet. S.S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Bandung.

Sulistyorini. L. dkk. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada
Anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 2 No.1 Juli 2005.
Syafri. Guricci. 1993. Tantangan Pembangunan Bidang Kesehatan selama
Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, Implikasinya terhadap Pembangunan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Masyarakat. FKM-UI. Jakarta.

Taylor. Vicki. 2002. Health Hardware for Housing dor Rural and Remote
Indegenous Communities. Central Australian Division of General Practice.
Australia.

Universitas Sumatera Utara. 2007. Panduan Penelitian Proposal dan Tesis. AKK.
Sekolah Pascasarjana – USU. Medan.

Wahyuni. dkk. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan
Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol 2 No.1 Juli 2005.

Wahyuni.,2005. Konsep Perumahan dan Pemukinan Sehat pada Komunitas Dayak di


Pengunungan Meratus. Tesis Mahasiswa S-2 Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Utama Perilaku dan Promosi Kesehatan, Universitas
Gadjah Mada,Yogyakarta

You might also like