You are on page 1of 11

Infeksi Bakteri Leptospira pada Manusia

Inggrid Patricia P. 102015016–B2


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11510

Abstrak
Penyakit infeksi merupakan penyakit akibat bakteri atau virus yang mengganggu manusia.
Untuk itu perlu diketahui penyebab secara pasti sehingga bisa ditangani dengan baik. Ini
diperoleh melalui tindakan diagnosa yang tepat, meliputi diagnosis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Gejala klinis yang timbul mulai dari yang ringan hingga bahkan kematian. Beberapa
penyakit infeksi meliputi Leptospirosis, Malaria, Hepatitis akut, dan Kolesistitis akut. Penyakit-
penyakit tersebut ada yang disebabkan oleh bakteri, virus dan plasmodium. Gejala klinik yang
ditimbulkan bisa sama tetapi ada gejala khas yang bisa membedakan satu sama lain.
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira, Malaria oleh Plasmodium, Hepatitis oleh
virus hepatitis, dan kolesistitis oleh obstruksi saluran empedu karena batu empedu dan bakteri.1

Abstract
Infectious diseases are caused by bacterial or viral disease that interferes with the human.
For that to know the exact cause so that it can be handled properly. This is achieved through the
action proper diagnosis, including diagnosis, physical examination and investigations. Clinical
symptoms arise ranging from mild to even death. Some infectious diseases include leptospirosis,
malaria, acute hepatitis, and acute cholecystitis. These diseases there are caused by bacteria,
viruses and plasmodium. Caused clinical symptoms may be the same but there are typical
symptoms that can distinguish one another. Leptospirosis is caused by Leptospira bacteria,
malaria by Plasmodium, Hepatitis by viral hepatitis, and cholecystitis by bile duct obstruction,
gallstones and bacteria.1

Pendahuluan
Leptospirosis merupakan sebuah istilah untuk penyakit yang disebabkan oleh semua
leptospira tanpa memandang serotipe tertentu. Leptospirosis ini terjadi pada berbagai binatang
pejamu baik binatang liar maupun peliharaan. Kelangsungan hidup leptospira juga ditentukan

1
oleh berbagai faktor, seperti pH urin pejamu, pH tanah atau air di daerah tersebut, dan juga oleh
perubahan suhu. 1

Dengan adanya binatang yang terinfeksi di mana-mana, leptospirosis pada manusia dapat
terjadi pada semua kelompok umur, pada semua musim, dan pada kedua jenis kelamin. Tetapi
penyakit ini merupakan penyakit yang terutama menyerang anak-anak belasan tahun dan dewasa
muda, terutama pada laki-laki. Penyakit ini juga dapat menyerang manusia baik di pedesaan
maupun di perkotaan. Jika sudah terinfeksi, maka seorang akan mengalami suatu perubahan
dalam tubuhnya, yang merupakan pengaruh awal dari infeksi leptospira ini. Harus segera
dilakukan pemeriksaan agar mendapat pengobatan yang baik untuk penyakit ini. Gejala klinis
yang menyerupai Leptospirosis adalah Malaria, Hepatitis akut dan Kolesistitis.

Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis tanyakanlah hal-hal yang logik mengenai penyakit pasien,
dengarkan dengan baik apa yang dikatakan pasien, jangan memotong pembicaraan pasien bila
tidak perlu. Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, dan anamnesis pribadi yang
meliputi keadaan social ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan dan lingkungan.2
1. Identitas
Meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.2
2. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan
indicator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.1Pasien mungkin mengeluhkan
“demam”, “nyeri”, “menggigil”. Mereka diminta untuk menjelaskan yang mereka cemaskan
dengan pasti dan juga distribusinya.2
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat. Keluhan utama ditelusuri untuk mennetukan penyebab, Tanya jawab diarahkan
sesuai dengan hipotesis yang dapat berubah bila jawaban pasien tidak cocok.2

2
Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data yakni waktu
dan lamanya keluhan berlangsung, sifat dan beratnya serangan, lokalisasi dan
penyebarannya, hubungannya dengan aktivias (risiko dan pencetus serangan), keluhan-
keluhan yang menyertai serangan, apakah keluhan baru pertama kali atau berulang kali,
apakah ada saudara-saudara atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama,
perkembangan penyakit, upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.2
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Bertujuan untuk megetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah di derita dengan penyakitnya sekarang.2
5. Riwayat Keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit
infeksi. Pada penyakit yang bersifat congenital perlu juga itanyakan riwayat kehamilan dan
kelahiran.2
6. Riwayat Obat
Jenis dan lama obat yang sedang diminum pasien harus diketahui. Obat adalah kausa
yang penting pada sejumlah besar kasus erupsi.2

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik, mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital tubuh yakni tekanan darah,
suhu, nadi, dan pernapasan. Pemeriksaan fisik juga meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Inspeksi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat secara rinci dan
sistematis keadaan tubuh pasien. palpasi yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
meraba keadaan tubuh yang terlihat tidak normal. Perkusi yaitu suatu pemeriksaan yang
dilakukan dengan cara mengetuk guna memperoleh suara hasil ketukan tersebut terhadap rongga
tubuh yang perlu diketahui keadaannya. Sedangkan auskultasi yaitu suatu pemeriksaan yang
dilakukan dengan cara mendengarkan suara-suara dalam rongga tubuh dengan menggunakan
stetoskop.3
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan pemeriksan medis yang dilakukan atas indikasi medis
tertentu guna memperoleh keterangan-keterangan yang lebih lengkap. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit tertentu atau untuk pengobatan tertentu.
Misalnya pemeriksaan darah, urin, tinja dan pemeriksaan menggunakan alat-alat seperti PCR.3

3
Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme
Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya. Penyakit ini dapat
berjangkit pada laki-laki maupun perempuan semua umur dan dikenal dengan berbagai nama
seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane
cutter fever, dan lain-lain.1

Etiologi
Penyakit yang terdapat di semua Negara dan terbanyak ditemukan di negara-negara
beriklim tropis. Leptospiroaia disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae, suatu
organisme spirochaeta. Leptospira merupakan bakteri gram negatif, ciri khas organisme ini
yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5 - 15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya
0,1 – 1,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat
gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini sangat halus sehingga
dalam mikroskop dengan lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. 1

Epidemiologi
Menurut WHO, jumlah kasus leptospira berat lebih dari 500.000 per tahun di seluruh
dunia atau berkisar 10 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun di regio tropikal dan 0,1-1,0
per 100.000 penduduk di temperate area.Gejala klinis bervariasi dari demam akut ta spesifik dan
dapat sembuh sendiri,sampai gejala berat,kadang-kadang dengan gagal ginjal yang
fatal,ikterus,pendarahan( terutama paru) dan kolaps vaskular.Leptospira bisa terdapat pada
binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmot atau binatang-binatang
pengerat lainnya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal/air
kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari L. icterohaemorragica penyebab
leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni
serta berkembang biak dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus dan ikut
mengalir dalam filtral urin. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa
puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor
yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens
tertinggi terjadi selama musim hujan. 1

4
Di Indonesia Leptospirosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat ,terutama di
daerah rawan banjir.Indonesia adalah negara dengan curah hujan yang tinggi dan di beberapa
daerah sering terjadi banjir,seperti Jawa Barat,sebagian wilayah DKI Jakarta,Jawa Tengah,
Lampung, Sumatera dan Nangroe Aceh Darussalam sehingga dapat terjadi kejadian luar biasa
(KLB) leptospirosis.1
Patogenesis
Ketika seorang kontak degan air atau tanah yang terkontaminasi leptospira patogen, maka
leptospira akan masuk ke aliran darah melalui lesi kulit atau secara aktif menembus mukosa dan
menuju ke organ-organ seperti ginjal dan hati.Sementara itu, sistem kekebalan tubuh
menyebabkan lisis bakteri,dan melepaskan banyak antigen ,seperti GLP (glycolipoprotein) dan
LPS( lipopolysacharida) serta endotoksin.Terjadi sindrom Weil tidak hanya tergantung pada
virulensi dan toksin yang dilepaskan oleh serovar,tetapi juga intensitas dan kecepatan respon
imun inang. Produksi antibodi spesifik untuk melindungi dari infeksi Leptospira setelah
terbentuk antibodi spesifik. GLP yang dirilis oleh lisis bakteri juga mengaktifkan sel-sel
inflamasi, seperti Peripheral Blood Mononuclear cells (PBMC), yang memproduksi TNF-α,IL-
6,CD69,prostaglandin E2,leukotrien B4, dan NO.Di jumpainya leptospira dan antigen leptospira
di sel-sel endotel paru membuktikan bahwa lesi dipicu oleh bakteri dan produk-produk
toksiknya.Pada kasus yang fatal,terjadi perdarahan paru yang luas yang berkaitan dengan
deposisi imunoglobulin septum alveolar.Pendarahan paru adalah kondisi serius dari merupakan
penyebab utama kematian akibat leptospirosis.Enzim adenosine trifosfatase di paru diaktifkan
oleh Na+,K+,dan Mg++( Na/K-ATPase) dan memindahkan natrium dari cairan alveolar, untuk
mencegah edema dan bertindak sebagai mekanisme homestasis untuk pertahanan integrasi
jaringan paru. Penghambatan pompa Na/K berkontibusi terhadap kegagalan paru pada kasus
yang berat.
Pada ginjal,penghambatan pompa Na/K menyebabkan hilangnya kalium dan hipokalemia
yang merupakan tanda gagal ginjal akut (AKI) .GLP yang terdeteksi di sel fagosit di ginjal
menunjukkan fungsi Na/K-ATPase inhibitor yang spesifik. Hati adalah organ lain yang terkena
dampak infeksi leptospirosis.Inhibisi Na/K-ATPase di hati menimbulkan gangguan fungsional
hati,penurunan albumin,peningkatan asam lemak nonesterified (NEFA) dan bilirubin dalam
plasma. Inhibisi ini mungkin juga disebabkan oleh nonesterified monounsaturated fatty acid
(NEUFA) seperti asam oleat dan linoleat, dengan komponen GLP secara substansi bertambah
dalam plasma pasien leptospirosis berat dan kondisi inflamasi lainnya. Peningkatan NEFA dalam
sirkulasi juga terjadi pada beberapa penyakit paru dan kadar NEFA yang tinggi diketahui sebagai
5
immunestimulatory agents,dan penigkatan secara langsung menimbulkan inflamasi sistemik dan
merangsang produksi mediator inflamasi sehingga penyakit menjadi lebih berat.Kadar NEFA
yang tinggi dapat menghambat atau mengaktifkan TLR4,sebagai pemicu respon
inflamasi.Seperti LPS, asam lemak jenuh dapat meginduksi respon inflamasi di sel
dendritik,meskipun asam lemak tak jenuh palmitat, dan asam oleat mengaktifkan TLR4 di
adiposit dan makrofag, menyebabkan peningkatan IL-6 dan TNFα. Selanjutnya, NEFA terikat
pada reseptor asam lemak bebas dan merangsang respon inraseluler,akan menambah
pembentukan mediator inflamasi melalui aktivasi NF-kB dan AP-1 pada sel endotel.
Peran baru dari enzim Na/K-ATPase adalah sebagai reseptor sinyal memicu kaskade
intraseluler pada konsentrasi nanomolar uobain dan cardiac glycoside lainnya tanpa mengubah
konsentrasi Na+ dan K+ interselular.
Mediator inflamasi yang revelan merupakan patofiologi yang telah diketahui secara
eksperimental dan klinis. Hamster yang diinfeksi dengan L.interrogans serovar
icterohemmorrhagiae dengan ALI meunjukkan peningkatan kadar mRNA dari TNF dan IL-6.
Komponen Leptospira mampu menginduksi pelepasan TNF. GLPL interrogans,sebagai fraksi
bakteri menghambat NA/K-ATPase, mampu mengaktivasi sel inflamasi dan meningkatkan
TNFα dan IL-6. Peningkatan produksi TNF adalah prediktor perburukan klinis pasien
leptospirosis.
Selanjutnya, uveitis yang ditemukan pada leptospirosis berhubungan dengan peningkatan
IL-6, IL-8,TNF-α,dan produksi IL-10.Peningkatan produksi sitokin dikaitkan dengan mortalitas
pasien selama perjalanan penyakit IL- 1β dan IL-18 diproduksi melalui aktivasi inflammasome.
Inflammasome terdiri dari beberapa protein, seperti NLRP3 terlibat pada RNA bakteri,ATP,asam
urat ,dan konsentrasi kalium intraseluler yang rendah
Gejala Klinis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosis
mempunyai 2 fase yang khas yaitu fase leptosipremia dan fase imun. Fase leptospiraemia
ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara
tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat
terutama di paha, betis dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan
hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, mual dengan atau tanpa muntah disertai
mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya
konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular,
6
mukolipapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegli, serta
limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu
akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6
minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat, demam turun setelah 7 hari diikuti
oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kemabli. Keadaan ini disebut fase
kedua atau fase imun. 1,4
Fase imun ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang mencapai
suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada
leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala
kerusakan pada hati dan ginjal, uremia, ikterik. Pendarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik,
purpura, ptechiae, epistaksis, pendarahan gusi merupakan manifestasi pendarahan yang paling
sering. Conjunctiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda
patognomosis untuk leptospirosis.1
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan
tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda
meningeal dapat menetap adalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari.
Pada fase ini leptospira dapat dijumpai pada urin. 1

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok risiko tinggi seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai, atau petani
dan gejala klinis berupa demam yang muncul tiba-tiba, nyeri kepala terutama di bagian frontal ,
nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah.1
Pada pemeiksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan
lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau
sedkit menurun disertai gambaran neutrofilia atau laju endap darah yang meninggi. Pada urin
dijumpai protein uria, leukosiuria, dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin juga bisa meninggi bila
terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnose pasti dengan
isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.1

Gambaran Laboratorium

7
Jumlah leukosit bervariasi dari leukopeni sampai peningkatan ringan pada pasien tanpa
ikterik. Pada pasien ikterik, leukositosis dengan jumlah 70.000 sel permikroliter dapat terjadi.
Bahan hemolitik ditunjukkan pada biakan leptospira patogen. Berlawanan dengan berbagai
hemolisin yang berasal dari bakteri yang tidak bersifat hemolitik secara in vivo, hemolisin pada
leptospira tampaknya aktif secara in vivo. 1
Pada pasien ikterik dapat terjadi anemia berat paling khas disebabkan oleh hemolisis
intravaskuler. Mekanisme lain terjadinya anemia adalah azotemia dan kehilangan darah sekunder
karena perdarahan. Dapat dijumpai trombositopenia yang cukup menyebabkan perdarahan
(kurang dari 30.000 trombosit per mikroliter). Kelainan hematologic lainnya adalah peningkatan
laju endap darah pada lebih dari separuh pasien (biasanya kurang dari 50mm/jam). 1
Uranilisis selama fase leptospiremi menunjukkan proteinuria ringan, silinder, dan
peningkatan unsur-unsur sel. Pada infeksi tanpa ikterik, kelainan ini cepat menghilang setelah
minggu pertama. Proteinuria dan kelainan sedimen urin biasanya tidk disertai dengan
peningkatan nitrogen urea darah. Azotemia dilaporkan pada sekitar seperempat pasien. Tiga
perempat dari pasien ini mempunyai kadar nitrogen urea darah kurang dari 36 mmol/L (100
mg/dL). Azotemia biasanya disertai dengan ikterik. Kadar bilirubin serum dapat mencapai 1110
µmol/L (65 mg/dL). Selama fase awal, separuh pasien mengalami kenaikan kadar keratin
fosfokinase (CK) serum, dengan angka rata-rata lima kali lipat kadar normal.1

Penanganan
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari
setelah onset cukup efektif. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penisilin G,
amoksisliin, ampisilin, atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus
ringandapat diberkan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin ayau amoksisilin maupun
sefalosforin. Antibiotik akan bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiraemia), dan
tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal, dan meningitis. Tindakan suportif diberikan
sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit
dan asam basa diatur sebagaimana pada penganggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau
terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dialkukan dialisis.1

Tabel 1. Penanganan untuk Leptospirosis1

8
Prognosis
Tergantung keadaan umum pasien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya kekebalan
yang didapat. Kematian juga bisa terjadi akibat sekunder dari faktor pemberat seperti gagal
ginjal, atau perdarahan dan terlambatnya pasien mendapat pengobatan. Jika tidak ada ikterus,
penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur di bawah 30
tahun, dan pada usia lanjut mnacapai 30-40%.1

Pencegahan dan Pengendalian


Leptospirosis pada hakikatnya adalah infeksi pada hewan, infeksi pada manusia hanya
kebetulan akibat kontak dengan air atau zat lain yang terkontaminasi dengan tinja hewan.
Leptospira dapat tetap hidup dalam air yang tergenang selama beberapa minggu. Pengendalian
terdiri atas pencegahan terhadap air yang kemungkinan besar terkontaminasi dan mengurangi
kontaminasi dari hewan pengerat. Doksisiklin 200 mg diberikan melalui mulut seminggu sekali
pada waktu terjadi kontakyang hebat. Dapat dilakukan vaksinasi distemper-hepatis-leptospirosis
terhadap anjing.4
Kesimpulan
Leptospira merupakan suatu infeksi pada hewan, yang sesewaktu juga akan menginfeksi
manusia. Hal ini bisa terjadi jika manusia terkontaminasi dari benda-benda yang sudah
terkontaminasi sebelumnya.

Manusia yang sudah terkontaminasi akan mengalami perubahan dalam tubuhnya, yang
merupakan gejala-gejala khas dari pengaruh infeksi leptospirosis ini. Gejala-gejala yang timbul

9
bisa berupa menggigil berulang, suhu tubuh meningkat tinggi, sakit kepala, dan mialgia berat
berkelanjutan. Akibatnya bila tidak diberi pengobatan adalah munculnya tanda fisik yang khas
seperti penutupan konjungtiva, bisa juga diertai dengan fotofobia. Temuan lain juga tetapi jarang
seperti infeksi faring, perdarahan kulit dan ruam kulit.

Pengendalian dan pencegahan leptospirosis sekarang ini dengan tidak melakukan kontak
langsung dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi. Bagi para pekerja kebun, bisa
memakai pelindung kaki dan tangan selama berkerja, dan mengawasi semua kegaiatan anak di
luar rumah serta diberikan vaksinasi bagi kelompok-kelompok rentan

Perbedaan leptospirosis dengan penyakit-penyakit lain ditegakkan melalui diagnosis yakni


yang melibatkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, kemudian dengan
mengamati gejala klinis yang timbul. Setiap penyakit infeksi ini memiliki ciri khasnya masing-
masing yang membedakan satu dengan yang lainnya.

Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta : Interna publishing.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta : Interna publishing.
3. Kurnia Y, Santoso M, Wati WW, Sumadikarya IK. Buku pamduan keterampilan klinik (skills
lab). Jakarta: Biro publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2008.
Hal. 16
4. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick dan Adelberg
Edisi. Jakarta: EGC; 2007.
5. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Edisi 13 (2). Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2012.

10
11

You might also like